Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Insiden kira–kira 8000 orang terkena gigitan ular berbisa setiap tahun di
Amerika Serikat, dengan lebih 98% dari gigitan mengenai ekstremitas. Sejak tahun
1960, rata-rata 14 korban setiap tahun meninggal di Amerika Serikat karena gigitan
ular, dengan 70% kebanyakan di lima daerah serikat termasuk Texas, Georgia,
Florida, Alabama, dan California Selatan.
Di Amerika Utara ular beracun merupakan anggota keluarga Crotalidae atau
pit viper atau dari keluarga elipidae atau ular karang. Keluarga ular Rattle
bertanggung jawab atas kira-kira 70% kematian karena gigitan ular, sementara
kematian karena gigitan ular jenis kepala kuning tembaga (copperhead) sangat jarang.
Ular berbisa dibandingkan ular tak berbisa pit viper dinamakan demikian
karena memiliki ciri lekukan yang sensitif terhadap panas terletak antara mata dan
lubang hidung pada tiap sisi kepala. Pit viper juga memiliki pupil berbentuik elips,
berlainan dengan pupil bulatyang memiliki ular jenis tak bebahaya. Sebaliknya, ular
karang memiliki pupil bulat dan sedikit lekukan pada muka. Pit viper memiliki gigi
taring panjang dan sederet gigi subkaudal. Ular tak berbisa banyak memiliki gigi
dibanding dengan taring dan mempunyai dua deret gigi subkaudal. Untuk
membedakan ular karang berbisa dengan ular lain yang mirip warnanya, harus diingat
bahwa ular karang memiliki hidung berwarna hitam dan memiliki juga guratan cincin
warna merah yang berdampingan dengan warna kuning.
Bisa dari ular berbisa mengandung hialuronidase, yang menyebabkan bisa
dapat menyebar dengan cepat melalui jaringan limfatik superfisisal. Toksin lain yang
terkandung dalam bisa ular, antara lain neurotoksin, toksin hemoragik dan
trombogenik, toksin hemolitik, sitotoksin, dan antikoagulan.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang gigitan ular dan mampu memberikan
asuhan keperawatan pada klien tersebut dalam kegawat daruratan.

1
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu :
a. Memahami tentang definisi ggigitan ular
b. Memahami tentang etiologi gigitan ular
c. Memahami tentang patofisiologi gigitan ular
d. Memahami tentang manifestasi klinis gigitan ular
e. Memahami tentang komplikasi klien gigitan ular
f. Memahami tentang penatalaksanaan gigitan ular
g. Melakukan pengkajian gawat darurat pada klien dengan gigitan ular
h. Memberikan asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan gigitan
ular

C. Manfaat
Semoga dapat Membantu meningkatkan pengetahuan tentang keperawatan
gawat darurat, khususnya yang berhubungan dengan proses asuhan keperawatan
dalam bentuk KGD yang mengulas tentang gigitan ular. Sehingga dapat
mengaplikasikanya dalam masyarakat yang berhubungan dengan keperawatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Gigitan Ular


Gigitan ular adalah suatu keadaan yang di sebabkan oleh gigitan ular berbisa.
Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik
yang luas atau bervariasi yang mempengaruhi system multiorgan, terutama
neurologic, kardiovaskuler dan system pernapasan. (Suzanne Smaltzer dan Brenda G.
Bare, 2001).
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin
bisa ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah
merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat
menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ; beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun
yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang
menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan
mangsanya;sering kali mengandung factor letal. Racun ekor bersifat defensive dan
bertujuan mengusir predator; racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit
jaringan.
Racun binatang merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda
yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa mempunyai efek
pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat
farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan.
Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun
mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali
mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir
predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan

3
B. Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 %
berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7–3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5–1,9 meter
persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak,
umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus
dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak
tangan, telapak kaki, punggung,bahu .
Kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang
merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal
dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan
ikat.
1. Anatomi Kulit
a. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel
berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel.
Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada
telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh
ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Epidermis terdiri atas lima
lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
 Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan
berganti.
 Stratum Lusidum. Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
 Stratum Granulosum Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang
intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang
dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan
histidin. Terdapat sel Langerhans.
 Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan
tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting
untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.
Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan
mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale

4
dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel
Langerhans.
 Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang
hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara
konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan,
hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang
mengandung melanosit.
Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin,
pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen
(sel Langerhans).
b. Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai
―True Skin‖. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis.Tebalnya bervariasi, yang paling
tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan :
 Lapisan Papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
 Lapisan Retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang
dengan bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan
menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari
fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam
jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi
kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput.Dermis
mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung
beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat
epidermis di dalam dermis.
Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai
nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.
c. Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan
lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara
longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda

5
menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang
suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat
ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan
mechanical shock absorber.
2. Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya
adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier
infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit,
trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme
patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon
rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan
ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan
elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer
mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-
paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi
pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh
darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari
kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di
kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi
yang kemudian akan mempertahankan panas. Kulit memiliki banyak fungsi, yang
berguna dalam menjaga homeostasis tubuh. Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan
menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi), dan pembentukan vitamin D

C. Etiologi
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan
Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan
pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi
pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat
lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam. Daya toksik bisa ular yang telah diketahui
ada beberapa macam :

6
1. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (Hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang
dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan
stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur
dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah,
mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut,
hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
2. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati
dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam
(nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf
pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan
dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
3. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
4. Bisa ular yang bersifat Kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
5. Bisa ular yang bersifat Cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskuler.
6. Bisa ular yang bersifat Cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada
tempat gigitan.
7. Enzim-Enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.

D. Patofisiologi
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik
tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai system.
Seperti, sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan. Pada gangguan
sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang berhubungan dengan

7
sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada saluran pernapasan,
sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas.
Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang
dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan dapat
mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat
mengakibatkan gagal napas.

PATHWAY

Bisa ular masuk ke dalam tubuh

Daya toksik menyebar melalui peredaran darah

Gangguan System Neurologis Gangguan System Gangguan Pernapasan

Cardiovaskuler

Mengenai saraf yang berhubungan Syok hipovolemik

Dengan system pernapasan Toksik masuk

Ke pembuluh darah Koagulopati hebat

Oedem pada saluran pernapasan

Hipotensi Gagal Napas

Sukar bernapas

8
E. Manifestasi Klinis
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan
ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan
karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit). Sindrom kompartemen
merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa, yaitu terjadi oedem
(pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat),
paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan). Tanda
dan gejala khusus pada gigitan family ular :
1. Gigitan Elapidae
Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai,
coral snakes, mambas, kraits), cirinya :
 Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut,
kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
 Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
 15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul
paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara,
susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit
dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan kematian
dapat terjadi dalam 24 jam.
2. Gigitan Viperidae/Crotalidae
Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya :
 Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa
bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
 Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.
 Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut
dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
3. Gigitan Hydropiidae
Misalnya, ular laut, cirinya :
 Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
 Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri
menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot,
mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting
untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.

9
4. Gigitan Crotalidae
Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya :
 Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri
di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen
crotalidae antivenin.
 Anemia, hipotensi, trombositopeni.
Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori :
 Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra
menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat
membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular
kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.
 Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia
dapat menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ
abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari
mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat
menyebabkan syok atau bahkan kematian.
 Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada
sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat
menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat
perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan
bicara dan bernafas, dan kesemutan.
 Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan
beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot
di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat
ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal
ginjal.
 Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai
mata korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara
pada mata.

10
F. Derajat Gigitan Ular
1. Derajat 0
Dengan tanda-tanda tidak keracunan, hanya ada bekas taring dan gigitan ular,
nyeri minimal dan terdapat edema dan eritema kurang dari 1 inci dalam 12 jam,
pada umumnya gejala sistemik yang lain tidak ada
2. Derajat 1
Terjadi keracunan minimal, terdapat bekas taring dan gigitan, terasa sangat
nyeri dan edema serta eritema seluas 1-5 inci dalam 12 jam, tidak ada gejala
sistemik
3. Derajat 2
Terjadi keracunan tingkat sedang terdapat bekas taring dan gigitan, terasa
sangat nyeri dan edema serta eritemayang terjadi meluas antara 6-12 inci dalam
12 jam. Kadang- kadang dijumpai gejala sistemik seperti mual, gejalaneurotoksi,
syok, pembesaran kelenjar getah beningregional
4. Derajat 3
Terdapat gejala keracunan yang hebat, bekas taring dan gigitan, terasa sangat
nyeri, edema dan eritema yang terjadi luasnya lebih dari 12 inci dalam 12 jam.
Juga terdapat gejala sistemik seperti hipotensi, petekhiae, dan ekimosis serta
syok.
5. Derajat 4
Gejala keracunan sangat berat, terdapat bekas taring dan gigitan yang multiple,
terdapat edema dan lokal pada bagian distal ekstremitas dan gejala sistemik
berupa gagal ginjal, koma sputum berdarah.

G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan tergantung derajat keparahan envenomasi; dibagi menjadi
perawatan di lapangan dan manajemen di rumah sakit
1. Perawatan di Lapangan
Seperti kasus-kasus emergensi lainnya, tujuan utama adalah untuk
mempertahankan pasien sampai mereka tiba di instalasi gawat darurat. Sering
penatalaksanaan dengan autentisitas yang kurang lebih memperburuk daripada
memperbaiki keadaan, termasuk membuat insisi pada luka gigitan, menghisap
dengan mulut, pemasangan turniket, kompres dengan es, atau kejutan listrik.
Perawatan di lapangan yang tepat harus sesuai dengan prinsip dasar emergency

11
life support. Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah
pergi segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya
lakukan prinsip RIGT, yaitu :
R : Reassure : Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban,
kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih
cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.
I : Immobilisation : Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk
tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak
datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar
gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan).
G : Get : Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T : Tell the Doctor : Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada
korban.
Tenangkan pasien untuk menghindari hysteria selama implementasi ABC
(Airway, Breathing, Circulation); pertolongan pertama :
 Cegah gigitan sekunder atau adanya korban kedua. Ular dapat terus mengigit
dan menginjeksikan bisa melalui gigitan berturut-turut sampai bisa mereka
habis.
 Buat korban tetap tenang, yakinkan mereka bahwa gigitan ular dapat
ditangani secara efektif di instalasi gawat darurat. Batasi aktivitas dan
imobilisasi area yang terkena (umumnya satu ekstrimitas), dan tetap
posisikan daerah yang tergigit berada di bawah tinggi jantung untuk
mengurangi aliran bisa.
 Jika terdapat alat penghisap, (seperti Sawyer Extractor), ikuti petunjuk
penggunaan. Alat penghisap tekanan-negatif dapat memberi beberapa
keuntungan jika digunakan dalam beberapa menit setelah envenomasi. Alat
ini telah direkomendasikan oleh banyak ahli di masa lalu, namun alat ini
semakin tidak dipercaya untuk dapat menghisap bisa secara signifikan, dan
mungkin alat penghisap dapat meningkatkan kerusakan jaringan lokal.
 Buka semua cincin atau benda lain yang menjepit / ketat yang dapat
menghambat aliran darah jika daerah gigitan membengkak. Buat bidai
longgar untuk mengurangi pergerakan dari area yang tergigit.

12
 Monitor tanda-tanda vital korban — temperatur, denyut nadi, frekuensi nafas,
dan tekanan darah – jika mungkin. Tetap perhatikan jalan nafas setiap waktu
jika sewaktu-waktu menjadi membutuhkan intubasi.
 Jika daerah yang tergigit mulai membengkak dan berubah warna, ular yang
mengigit kemungkinan berbisa.
 Segera dapatkan pertolongan medis. Transportasikan korban secara cepat dan
aman ke fasilitas medis darurat kecuali ular telah pasti diidentifikasi tidak
berbahaya (tidak berbisa). Identifikasi atau upayakan mendeskripsikan jenis
ular, tapi lakukan jika tanpa resiko yang signifikan terhadap adanya gigitan
sekunder atau jatuhnya korban lain. Jika aman, bawa serta ular yang sudah
mati. Hati-hati pada kepalanya saat membawa ular – ular masih dapat
mengigit hingga satu jam setelah mati (dari reflek). Ingat, identifikasi yang
salah bisa fatal. Sebuah gigitan tanpa gejala inisial dapat tetap berbahaya atau
bahkan fatal.
 Jika berada di wilayah yang terpencil dimana transportasi ke instalasi gawat
darurat akan lama, pasang bidai pada ekstremitas yang tergigit. Jika
memasang bidai, ingat untuk memastikan luka tidak cukup bengkak sehingga
menyebabkan bidai menghambat aliran darah. Periksa untuk memastikan jari
atau ujung jari tetap pink dan hangat, yang berarti ekstrimitas tidak menjadi
kesemutan, dan tidak memperburuk rasa sakit.
 Jika dipastikan digigit oleh elapid yang berbahaya dan tidak terdapat efek
mayor dari luka lokal, dapat dipasang pembalut dengan teknik imobilisasi
dengan tekanan. Teknik ini terutama digunakan untuk gigitan oleh elapid
Australia atau ular laut. Balutkan perban pada luka gigitan dan terus sampai
ke bagian atas ekstremitas dengan tekanan seperti akan membalut
pergelangan kaki yang terpeleset. Kemudian imobilisasi ekstremitas dengan
bidai, dengan tetap memperhatikan mencegah terhambatnya aliran darah.
Teknik ini membantu mencegah efek sistemik yang mengancam nyawa dari
bisa, tapi juga bisa memperburuk kerusakan lokal pada sisi gigitan jika gejala
yang signifikan terdapat di sana.

Penatalaksanaan selanjutnya :

 ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30–40 menit.

13
 Heparin 20.000 unit per 24 jam.
 Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon
ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
 Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi
berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV.
 Kalau perlu dilakukan hemodialise.
 Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen
 Observasi pasien minimal 1 x 24 jam

Catatan : Jika terjadi syok anafilaktik karena ABU, ABU harus dimasukkan secara
cepat sambil diberi adrenalin. Pemberian ABU (Anti bisa ular)

H. Komplikasi
Sindrom kompartemen adalah komplikasi tersering dari gigitan ular pit viper.
Komplikasi luka lokal dapat meliputi infeksi dan hilangnya kulit. Komplikasi
kardiovaskuler, komplikasi hematologis, dan kolaps paru dapat terjadi. Jarang terjadi
kematian. Anak-anak mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadinya kematian atau
komplikasi serius karena ukuran tubuh mereka yang lebih kecil, juga gejaala sistemik
berupa gagal ginjal, shock, koma dan bisa menyebabkan kematian.

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Dasar
2. Pemeriksaaan Kimia Darah
3. Hitung Sel Darah Lengkap
4. Penentuan Golongan Darah dan Uji Silang
5. Waktu Protrombin
6. Waktu Tromboplastin Parsial
7. Hitung Trombosit
8. Urinalisis
9. Penentuan Kadar Gula Darah
10. BUN
11. Elektrolit.
Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah
merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.

14
J. Terapi
Dimana proses terapi/pengobatan yaitu :
 Pemberian antibiotik dan diuretika untuk mempertahankan di uresis
 Pemberian sedase atau analsesit untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panic
 Hidrokortison 100 mg/iv
 Adrenalin 0,2 mg 9untuk anak dosis di kurangi, dan pada penyakit jantung
pemberianya harus hati-hati
 Pemberian serum anti bisa

K. Kegawatan
1. Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman ke rumah sakit. Apabila
penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-satunya tindakan
dilapangan adalah immobilisasi pasien dan pengiriman secepatnya. Jika
penanganan lebih dari 3-4 jam dan jika envenommasi sudah pasti, melakukan
pemasangan torniket limfatik dengan segera dan insisi dan penghisapan dalam 30
menit sesudah gigitan, immobilisasi, dan pengiriman secepatnya, lebih baik pada
suatu usungan, merupakan tindakan yang paling berguna. Bila memungkinkan,
pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung. Jika dapat dikerjakan dengan
aman, bunuhlah ular tersebut untuk identifikasi.
2. Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan laboratorium
dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu
protombin, waktu tromboplastinparsial, hitung trombosit, urinalisis, dan
penentuan kadar gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat,
lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan,
dan waktu retraksi bekuan.
3. Derajat envenom masih harus dinilai, dan observasi 6 jam untuk menghindari
penilaian keliru dan envenomasi yang berat.
4. Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani syok jika
ada.
5. Pertahan kan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya bila
syok sudah diatasi dan antibiotik bisa diberikan.
6. Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan
kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak.

15
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873), dasar data
pengkajian pasien, yaitu :
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala : Malaise. Sirkulasi. Tanda : Tekanan darah normal/sedikit di bawah
jangkauan normal (selama hasil curah jantung tetap meningkat). Denyut
perifer kuat, cepat, (perifer hiperdinamik), lemah/lembut/mudah hilang,
takikardi, ekstrem (syok).
2. Integritas Ego
Gejala : Perubahan status kesehatan. Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas,
menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri.
3. Eliminasi
Gejala : Diare.
4. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah. Tanda: Penurunan berat badan, penurunan
lemak subkutan/massa otot (malnutrisi).
5. Neorosensori
Gejala : Sakit kepala, pusing, pingsan. Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau
mental, disorientasi, delirium/koma.
6. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Kejang abdominal, lokalisasi rasa nyeri, urtikaria/pruritus umum.
7. Pernapasan
Tanda : Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan. Gejala : Suhu
umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal, kadang
subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh.
8. Seksualitas
Gejala : Pruritus perianal, baru saja menjalani kelahiran.
9. Integumen
Tanda : Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar, kulit teraba hangat.

16
10. Penyuluhan
Gejala : Masalah kesehatan kronis/melemahkan, misal: hati, ginjal, sakit
jantung, kanker, DM, keadaan klien sudah membaik.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.
Gangguan Jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan dalam membersihkan
sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk menjaga dari gangguan jalan
napas. (Nanda, 2005:4).
2. Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga
oral, respon fisik, proses infeksi, misalnya gambaran nyeri, berhati-hati dengan
abdomen, postur tubuh kaku, wajah mengkerut, perubahan tanda vital.
Nyeri akut adalah. Keadaan ketika individu mengalami dan melaporkan adanya
sensasi tidak nyaman yang parah, yang berlangsung satu detik sampai kurang dari
6 bulan. (Lynda Juall Carpenito, 2009:209).
3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit,
dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan
pada regulasi temperatur, proses infeksi.
Hipertermi adalah keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami
peningkatan suhu tubuh yang terus menerus lebih tinggi dari 37,8oC secara oral
dan 38,8oC secara rectal yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. (Lynda
Jual Carpenito, 2009: 152).
4. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah
sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau
kecacatan.
Ketakutan/ansietas adalah keadaan dimana seorang individu/kelompok
mengalami suatu perasaan gangguan fisiologis/emosional yang berhubungan
dengan suatu sumber yang dapat diidentifikasi yang dirasakan sebagai bahaya.
(Lynda Juall Carpenito, 2009: 134).
5. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk
mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.
Resiko infeksi adalah resiko untuk terinvasi oleh organisme pathogen. (Nanda,
2005: 121).

17
C. Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan infeksi
gigitan ular. Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges (2000).

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Gangguan Menunjukkan 1. Pertahankan jalan 1. Meningkatkan ekspansi
jalan napas bunyi napas napas klien.Rasional: paru-paru.
tidak efektif jelas, frekuensi Meningkatkan ekspansi 2. Pernapasan cepat /
berhubungan pernapasan paru-paru. dangkal terjadi karena
dengan reaksi dalam rentang 2. Pantau frekuensi dan hipoksemia, stress dan
endotoksin. normal, bebas kedalaman pernapasan. sirkulasi endotoksi.
dispnea/sianosis. 3. Auskultasi bunyi napas. 3. Kesulitan pernapasan
4. Sering ubah posisi. dan munculnya bunyi
5. Berikan O2 melalui adventisius merupakan
cara yang tepat, misal indicator dari kongesti
masker wajah. pulmonal / edema
interstial, atelectasis.
4. Bersihkan pulmonal
yang baik sangat di
perlukan untuk
mengurangi
ketidakseimbangan
ventilasi / perfusi.
5. O2 memperbaiki
hipoksemia / asidosis.
Pelembaban
menurunkan
pengeringan saluran
pernapasan dan
menurunkan vikositas
sputum.
2 Nyeri akut Melaporkan 1. Kaji tanda-tanda vital. 1. Mengetahui keadaan
berhubungan nyeri 2. Kaji karakteristik nyeri. umum klien, untuk
dengan proses berkurang/terko 3. Ajarkan tehnik menentukan intervensi

18
infeksi. ntrol, distraksi dan relaksasi. selanjutnya.
menunjukkan 4. Pertahankan tirah 2. Dapat menentukan
ekspresi baring selama pengobatan nyeri yang
wajah/postur terjadinya nyeri. pas dan mengetahui
tubuh tubuh 5. Kolaborasi dengan tim penyebab nyeri.
rileks, medis dalam pemberian 3. Membuat klien merasa
berpartisipasi analgetik. nyaman dan tenang.
dalam aktivitas 4. Menurunkan spasme
dan otot.
tidur/istirahat 5. Memblok lintasan nyeri
dengan tepat. sehingga berkurang dan
untuk membantu
penyembuhan luka.
3 Hipertermia Mendemonstrasi 1. Pantau suhu klien. 1. Suhu 38, 9-41, 1oC
berhubungan kan suhu dalam 2. Pantau asupan dan menunjukkan proses
dengan batas normal haluaran serta berikan penyakit infeksi akut.
peningkatan (36-37,5oC), minuman yang disukai 2. Memenuhi kebutuhan
tingkat bebas dari untuk mempertahankan cairan klien dan
metabolisme, kedinginan. keseimbangan antara membantu menurunkan
penyakit, asupan dan haluaran. suhu tubuh.
dehidrasi, efek 3. Pantau suhu 3. Suhu ruangan / jumlah
langsung dari lingkungan, selimut harus di ubah
sirkulasi batasi/tambahan linen untuk mempertahankan
endotoksin tempat tidur sesuai suhu mendekati
pada indikasi. normal.
hipotalamus, 4. Berikan mandi 4. Dapat membantu
perubahan kompres hangat, mengurangi demam,
pada regulasi hindari penggunaan karena alcohol dapat
temperatur, alkohol. membuat kulit kering.
proses infeksi. 5. Berikan selimut 5. Digunakan untuk
pendingin. mengurangi demam.
6. Berikan Antiperitik 6. Digunakan untuk
sesuai program. mengurangi demam

19
dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.
4 Ketakutan/ansi Menyatakan 1. Berikan penjelasan 1. Pengetahuan apa yang
etas kesadaran dengan sering dan di harapkan
berhubungan perasaan dan informasi tentang menurunkan ketakutan
dengan krisis menerimanya prosedur perawatan. dan ansietas,
situasi, dengan cara 2. Tunjukkan keinginan memperjelas kesalahan
perawatan di yang sehat, untuk mendengar dan konsep dan
rumah mengatakan berbicara pada pasien meningkatkan kerja
sakit/prosedur ansietas/ketakut bila prosedur bebas dari sama.
isolasi, an menurun nyeri. 2. Membantu pasien /
mengingat sampai tingkat 3. Kaji status mental, orang terdekat untuk
pengalaman dapat ditangani, termasuk suasana mengetahui bahwa
trauma, menunjukkan hati/afek. dukungan tersedia dan
ancaman keterampilan 4. Dorong pasien untuk bahwa pemberian
kematian atau pemecahan bicara tentang luka asuhan tertarik pada
kecacatan. masalah dengan setiap hari. orang tersebut tidak
penggunaan 5. Jelaskan pada pasien hanya merawat luka.
sumber yang apa yang terjadi. 3. Pada awal, pasien dapat
efektif. Berikan kesempatan menggunakan
untuk bertanya dan penyangkalan dan
berikan jawaban represi untuk
terbuka/jujur. menurunkan dan
menyaring informasi
keseluruhan. Beberapa
pasien menunjukkan
tenang dan status
mental waspada,
menunjukkan disosiasi
kenyataan, yang juga
merupakan mekanisme
perlindungan.
4. Pasien perlu

20
membicarakan apa
yang terjadi terus
menerus untuk
membuat beberapa rasa
terhadap situasi apa
yang menakutkan.
5. Pernyataan kompensasi
menunjukkan realitas
situasi yang dapat
membantu pasien/orang
terdekat menerima
realitas dan mulai
menerima apa yang
terjadi.
5 Resiko infeksi Mencapai 1. Kaji tanda-tanda 1. Sebagai diteksi dini
berhubungan penyembuhan infeksi. terjadinya infeksi.
dengan luka tepat waktu 2. Lakukan tindakan 2. Mencegah kontaminasi
penurunan bebas eksudat keperawatan secara silang dan mencegah
sistem imun, purulen dan aseptik dan anti septik. terpajan pada
kegagalan tidak demam. 3. Ingatkan klien untuk organisme infeksius.
untuk tidak memegang luka 3. Mencegah kontaminasi
mengatasi dan membasahi daerah luka.
infeksi, luka. 4. Mencegah kontaminasi
jaringan 4. Ajarkan cuci tangan silang, menurunkan
traumatik luka. sebelum dan sesudah resiko infeksi.
kontak dengan klien. 5. Mengidentifikasi
5. Periksa luka setiap hari, adanya penyembuhan
perhatikan/catat (granulasi jaringan) dan
perubahan penampilan, memberikan deteksi
bau luka. dini infeksi luka.
6. Kolaborasi dengan 6. Untuk menghindari
dokter dalam pemajanan kuman.
pemberian antibiotik.

21
D. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan independen
(mandiri) dan kolaborasi. Akan tetapi implementasi keperawatan disesuaikan dengan
situasi dan kondisi pasien. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawatan yang
didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk
atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang
didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
(Tarwoto Wartonah, 2004:6).

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari
jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan
perubahan intervensi. (Tarwoto Wartonah, 20047)

22
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gigitan ular merupakan suatu keadaan gawat darurat yang apabila tidak segera
ditandatangani, dapat menyebabkan kematian, korban gigitan ular adalah pasien yang
digigit ular atau iduga digigit ular.
Ada tiga famili ular berbisa, yaitu Elapidae, Hydropidae, dan Viperidae Bila
tergigit ular yang berbisa tinggi efeknya berbeda beda sesuai jenis racun yang
terkandung di dalam bisa ular, efek gigitan pada umumnya yaitu : Pembengkakan
pada luka, diikuti perubahan warna, Rasa sakit di seluruh persendian tubuh, Mulut
terasa kering, Pusing, mata berkunang – kunang, Demam, menggigil, Efek lanjutan
akan muntah, lambung dan liver (hati) terasa sakit, pinggang terasa pegal, akibat dari
usaha ginjal membersihkan darah, Reaksi emosi yang kuaat, Penglihatan
kembar/kabur, mengantuk, Pingsan, Mual dan atau muntah dan diare, Rasa sakit atau
berat didada dan perut,Tanda-tanda tusukan gigi, gigitan biasanya pada tungkai/kaki,
Sukar bernafas dan berkeringat banyak, Kesulitan menelan serta kaku di daerah leher
dan geraham.

B. Saran
Diharapkan semoga dengan Askep Pada Klien Dengan Gigitan Ular ini yang
merupakan bagian dari Keperawatan Dawat darurat dapat bermanfaat bagi kami dan
teman-teman dalam melaksanakan asuhan keperawatan, sehingga perawat mengetahui
atau mengerti tentang gangguan yang berhubungan dengan gangguan intergumen
pada klien yang terkena gigtan ular, Dalam rangka mengatasi masalah resiko pada
klien dengan gigitan ular maka tugas perawat yang utama adalah sering
mengobservasi akan kebutuhan klien yang mengalami gigitan ular. Serta kami
menyadari bahwa Askep yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga
saran dan kritik yang sifatnta membangun sangat kami butuhkan, baik itu dari teman-
teman ataupun para pembaca.

23

Anda mungkin juga menyukai