Anda di halaman 1dari 4

Al Qur’an dan Al Sunnah Mencerahkan Kehidupan Manusia

Assalamualaikum WR.WB

Segala puji bagi Allah yang telah memberi sebaik-baik nikmat berupa iman dan islam. Salawat dan
doa keselamatanku terlimpahkan selalu kepada Nabi Muhammad Saw berserta keluarga dan para
sahabat-sahabat Nabi semuanya

Hari-hari ini kita kembali menyaksikan, merasakan dan melihat karunia Allah yang hadir terus
menerus dan tidak akan berhenti kepada kita umat Islam khususnya umat Islam di Indonesia. Kita
kembali betapa satu dari sekian banyak syari’ah Allah bila dilaksanakan ketika kita melihat
sebahagian saudara-saudara kita akan dan sebahagian sudah berangkat kembali untuk
melaksanakan ibadah haji. Tentu saja karunia Allah yang sangat besar ini kita maknai sebagai bagian
dari karunia-karunia yang memang telah dihadirkan oleh Allah, agar kita dapat mensyukurinya,
dengan mengambilnya sebagai pelajaran yang penting.

Ibroh yang paling utama salah satu diantarnya, bahwa kita dari salah satu umat Islam, termasuk
umat Islam di indonesia , oleh Allah SWT selalu diberikan sarana, agar tidak pernah lupa dengan
Baitullah, tak pernah lupa dengan Sya’arullah, tidak pernah lupa kita melaksanakan hak-hak sebagai
hamba Allah, siapapun kita, bahkan kita adalah kelompok masyarakat yang dimudahkan oleh Allah
untuk mendapatkan kemampuan, mempunyai kekuatan untuk kemudian karenaNya untuk bisa
melaksanakan kewajiban berhaji.

Kemampuan terkait dengan pelaksanaan kekuatan, terkait dengan masalah ekonomi, kesehatan,
kesempatan, rizki, keberkahan, Allah SWT memberikan kepada kita satu sarana, agar kelebihan-
kelebihan yang diberikan kepada kita tidak membuat kita menjadi lupa kepada Allah SWT, lupa
ajaran Allah / pada Syari’ahNya, justru kita kembali diberikan Allah suatu bukti dan satu sarana
bahwa karunia Allah yang diberikan kepada kita baik berupa harta, kedudukan, kesempatan,
ternyata bisa dipergunakan oleh saudara-saudara kita untuk merialisasikan ubudiyah kepada Allah
dengan melaksanakan ibadah haji.

Satu hal yang mudah-mudahan kita selalu teringat, akan fatwa syukur kepada Allah SWT, hal yang
amat menjadi penting hari inipun kita di sisi yang lain, masih merasakan betapa banyak kegetiran
betapa banyak yang pahit, betapa banyak hal yang menyusahkan kehidupan kita sebagai bangsa,
sebagai umat, belum selesai problema dengan lumpur di Sidoarjo, kembali kemarin terjadi ledakkan
yang mengakibatkan bukan saja lubernya lumpur, tapi terjatuhnya korban saudara-saudara kita yang
bertugas dan mereka pasti tidak berdosa.
Dan kemarin pun kita melihat dan membaca berita bagaimana seorang suami menembak seorang
istrinya sendiri, kemudian ia berupaya untuk bunuh diri, tapi ajal belum sampai kepada dia, dan
jadilah dia sekarang pesakitan. Begitu banyak masalah-masalah yang seolah-olah kemudian
membawa kita kepada lingkaran syaetan, krisis yang seolah-olah karenanya tidak memberikan
harapan kepada kita untuk bangkit keluar dari lingkaran syaetan ini. Dari dua kondisi yang telah saya
sampaikan, kita sebagai umat yang beragama, apalagi yang penduduknya mayoritas beragama Islam
ini.

Tentulah kita tidak boleh terjebak berlama-lama termangu, seolah-olah tidak mempunyai pedoman,
seolah-olah kita berada di tengah-tengah gelap gulitanya kegelapan dan kezholiman. Sesungguhnya
Allah telah memberikan suatu panduan kehidupan amat sangat yang mencerahkan yaitu Al Islam,
dengan Al Qur’an, panduan yang kongkrit yaitu As Sunnah. Kita akan mendapatkan bahwa
kehidupan memang tidaklah selamanya terang benderang, cerah mencerahkan, mudah seperti apa
yang kita bayangkan, bahkan sesungguhpun apabila jamaah haji kita akan berangkat ke Makkah dan
Madinah, mereka akan menadapat satu kondisi Makkah dan Madinah dan apalagi kalau mereka
membaca siroh Nabawiyah, perjuangan Nabi Muhammad SAW,

sejarah diturunkan Al Qur’anul Karim kepada beliau kita akan mendapatkan Nabi dan Islam, hadir
ditengah kekosongan budaya tidaklah hadir ditengah masyarakat yang tidak mempunyai interes-
interes yang kemudian menghadirkan beragam tragedi, problema, termasuk juga untuk meredupkan
upaya agama Allah, cahaya Al Qur’an. Tidak mengetahui bagaimana masyarakat Makkah, bagaiman
kejahiliyahannya begitu luar biasa, seperti digambarkan dengan bagus oleh Umar bin Khathab ra,
ketika beliau sudah menjadi Kholifah, didapatkan oleh seorang umat beliau sedang menangis dan
tertawa, umat ini kemudian bertanya, wahai Kholifah apa yang terjadi, baginda tadi menangis
kemudian tertawa,

Khalifah Umar RA kemudian menjawab, aku teringat dengan masa pra Islam, dengan masa jahiliyyah
dahulu, aku menagis betapa zholimnya masyarakat, mereka mempunyai anak perempuan, anak
yang sudah lama mereka nantikan, tapi begitu mereka datang kemudian mematikan dan dikubur
hidup-hidup. Menangislah aku, betapa rendahnya kwalitas kemanusian di waktu itu, tetapi aku
tertawa mengingat ketika masa jahiliyah pra Islam dahulu, betapa bodohnya kami, pada waktu itu
kami membuat tuhan dari tepung-tepung yang kami kumpulkan, kemudian kami bentuk menjadi
tuhan-tuhanan, kemudian kami sembahlah tuhan yang dibuat sendiri dan kemudian setelah selesai
prosesi penyembahan, tuhan yang kami bentuk itu kami menyantapnya dan memakannya, betapa
amat menggelikanya.
Itulah kondisi pra Islam, kondisi pra hijrahpun amat sangat menyesakkan, sebelum Rasulullah
berhijrah ke Madinah Al Munawaroh, satu kota yang akan dikunjungi oleh saudara-saudara kita para
jamaah haji, mereka ziarah ke Madinah Al Munawaroh, ke masjid An Nabawi, sebelum Rasulullah
berhijrah ke sana, al Madinah adalah satu kota yang disebut dengan Yastrib, satu ungkapan yang
sangat berdekatan maknanya dengan segala yang menghadirkan kerusakan, kerugian, kehancuran,
yang tidak harmonis itulah yang terjadi.

Begitulah masyarakat Madinah pra hijrah, komplik terus menerus yang dipropokasikan oleh
komunitas Yahudi yang menghadirkan hegemoni tunggal atas kehidupan di Madinah, mereka
menguasai kehidupan perokomian di Madinah, dan menguasai dalam seluruh setratanya, baik dalam
stratanya ekonomi, sosial, politik, tehnologi, airpun mereka kuasai, kebunpun mereka kuasai, pasar
mereka kuasai, opini mereka kuasai, bahkan mereka tidak cukup dengan itu, dalam rangka
mengokohkan hegemoni yang mereka miliki,.

Mereka terus-menerus melemahkan faktor pesaing yang ada di Madinah yang berada dikalangan
Arab, dan untuk itulah mereka melakukan upaya untuk mengadu domba antara orang-orang Arab
yang berada di Madinah, antara Haoz dan Khazraj, menyebarkan fitnah dan informasi, melakukan
beragam cara agar orang-orang Arab itu bisa dilemahkan dan karena hegemoni Yahudi tidak bisa
diganggu gugat. Terjadilah salah satunya perang Bu’at, 40 tahun lamanya, Haoz dan Khazraj terjebak
perang di antara mereka, kita bisa bayangkan bagaimana kondisi warga bangsa yang terjebak dalam
perang yang permanen, dikipas terus menerus oleh bangsa yang lebih besar yaitu orang-orang
Yahudi, tapi itu memang kondisi Yastrib pra Hijrah.

Seperti juga kondisi Makkah pra Hijrah, kondisi yang amat sangat menyesakkan, seolah-olah tidak
ada masa depan, seolah-olah yang ada adalah kegelapan dan kegelapan. Tetapi yang terjadi
kemudian adalah Allah menghadirkan Al Islam , menghadirkan Saiyyidina Muhammad SAW, sebagai
nabi dan sebagai rasul, kemudian masyarakat dikeluarkan dari kegelapan keterang benderang,
segala bentuk kegelapan itu, segala bentuk kezholiman itu, kepada cahaya Al Islam dan kemudian
munculah masyarakat yang baru, masyarakat yang madani, masyarakat yang membawa kerahmatan
lilalamin.

masyarakat yang sangat unggul, yang dinilai oleh para ulama termasuk Said Jamaluddin Ahwani
dalam salah satu kitabnya Aroddu Adahriyin, ia mengatakan adalah salah satu dari kemu’zizatan
Islam adalah selain hadirnya Al Qur’an, selain hadirnya Rasululoh SAW dengan segala
kemu’zizatanya, salah satu kemu’zizatanya adalah kemukzizatan sosial, dimana dalam salah satu
waktu yang pendek telah hadir salah satu komunitas yang baru, masyarakat yang sama sekali yang
berbeda , masyarakat yang sukses, masyarakat yang menghadirkan peradaban yang baru, peradaban
yang sangat manusiawi,

masyarakat yang mencerahkan, masyarakat yang akan hadirnya umat manusia dalam waktu yang
sangat pendek, peradaban ini bisa menyebar, bukan hanya terbatas di Jazirah Arabia bahkan
kemudian mengikuti tulisan Ibnu Robbi dalam tulisannya Asl Ibdu Farid dalam abad pertama
Hijriyahpun Al Islam telah sampai ke bumi Nusantara kekerajaan Sriwijaya, telah diadakan surat
menyurat antara Khulapa Daula Ummayah, di Damaskus termasuk juga dengan Khalifah Ar Rosyid
Umar Abdul Azis,

Saya menegaskan sekali lagi bahwa apa yang kita dapatkan sekarang ini dalam dua demensi adalah
sebagai Allah tegaskan dalam surah Al Muluk

: ‫ت َخلَقََ الَّذِي‬
ََ ‫ن أَيُّ ُكمَ ِل َيبلُ َو ُكمَ َوال َح َياَةَ الَ َمو‬ َ ‫لا أَح‬
َُ ‫س‬ َُ ُ‫الغَف‬
َُ ‫ور العَ ِز‬
َ ‫يز َو ُه ََو‬
َ ‫ع َم‬
maksudnya: “Allah menghadirkan ini seluruhnya adalah sebagai ibtila sebagai ujian, agar Allah bisa
mendapatkan suatu bukti siapa yang diantar kita yang paling baik amalnya” (Al Muluk : 2) tentulah
dikarenanya dengan pendekatan ini, mengambil salah satu hikmah dari yang hadir sebagai salah satu
ujian agar kita menjadi salah satu pihak yang berlomba-lomba menghadikran kebaikan, lomba yang
menghadirkan yang lebih baik, lomba pelajaran yang unggul dari peristiwa yang ada

Mudah-mudahan keberangkatan jamaah haji kita akan membawa kepada kita semuanya
pembelajaran yang penting dan sekaligus mengingatkan kepada mereka agar mereka
memaksimalkan keberangkatan mereka untuk menjadikan diri mereka sebagai haji yang mabrur dan
dengan kemabruranya akan membawa kepada kita semangat baru untuk terus menerus menapaki
kebaikan dari pada Al Islam,

dengan kemabruran mereka mudah-mudahan akan selalu membawa kepada kita kader-kader umat
dan kader-kader bangsa yang tidak pernah berhenti untuk beramal sholeh, mudah-mudahan doanya
dikabulkan Allah dan mudah-mudahan doanya itu diantaranya adalah agar umat dan bangsa kita
segera bangkit keluar dari krisisnya, para pimpinannya, umatnya dan siapun juga supaya betul-betul
menjadi umat dan masyarakat yang muttaqun.

Wassalamualaikum WR.WB.

NAMA : IMRON

KELAS : XI IPA 4

Anda mungkin juga menyukai