Anda di halaman 1dari 7

Isu Imperealime Moderen Pada Perkembangan Negara-Negara

Berkembang

Ahmad Rizki
1516041014
Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Lampung

Pertumbuhan manusia yang kian cepat dan tak terkendali membuat permasalahan
di dunia semakin kompleks. Bukan saja pada negara berkembang permasalahan
pertumbuhan manusia timbul banyak pula negara-negara maju yang merasakan
permasalahan yang sama. Kemajuan teknologi dan informasi di negara-negara
maju, sering terhambat dengan kurangnya sumberdaya alam dan konsumen
terhadap barang yang mereka buat. Dengan keadaan seperti ini negara-negara
maju seringkali melakukan kebijakan untuk memegang atau menguasai negara-
negara berkembang untuk mengambil sumberdaya alam maupun menjadi mangsa
produk-produk mereka.

Kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan yang biasa di sebut imperealisme.


Imperialisme ialah sebuah kebijakan di mana sebuah negara besar dapat
memegang kendali atau pemerintahan atas daerah lain agar negara itu bisa
dipelihara atau berkembang. Sebuah contoh imperialisme terjadi saat negara-
negara itu menaklukkan atau menempati tanah-tanah itu. Istilah imperealisme
sudah sangat sering didengar, namum pada beberapa kesempatan dan menurut
pendapatan ahli ada dua imperealisme yang di terapkan, yaitu imperealisme kuno
dan imperealisme modern

Imperealisme kuno, disebut juga Ancient Imperialism, adalah imperialisme yang


berlangsung sebelum revolusi industri dengan Spanyol dan Portugal sebagai
pelopor. Kedua Negara ini melakukan penjelajahan bukan semata-mata demi
Kekayaan atau Gold dan Kejayaan atau Glory, tetapi juga untuk menyebarkan
agama kristiani atau Gospel.

Imperealisme moderen, disebut juga Modern Imperialism, adalah imperialisme


yang berlangsung setelah revolusi industri dengan Britania Raya atau Inggris
sebagai pelopor. Kemajuan industri turut meningkatkan kebutuhan bahan mentah
dan juga pasar yang luas. Hal ini yang menjadi latar belakang penjajah berlayar
mencari sumber bahan mentah dan pasar baru.

Beberapa pakar sejarah menyebut tujuan utama Imperialisme Modern ini dengan
istilah 3F, yakni Food, Fashion dan Factory. Food berkaitan dengan tujuan untuk
memenuhi kebuthan akan bahan mentah, Fashion berkaitan dengan tujuan
mendapatkan pasar baru dan Factory berkaitan dengan tujuan mendapatkan SDM
baru sebagai tenaga kerja di pabrik-pabrik.

Munculnya konsep globalisasi ialah sebagai proses transhistoris dan globalisasi


merupakan sebuah proses meliputi doktrin aturan yang dimainkan oleh Amerika
(Callinicos, 2007: 62). Ide globalisasi sering dilihat sebagai proses transhitoris
karena berhubungan dengan konsep interdependensi antar negara, adanya
kepentingan bersama yang ingin dicapai, serta keuntungan mutualisme yang dapat
dibagi bersama. Pengertian imperalisme adalah paham dan kebijakan yang dibawa
oleh kelompok negara imperium dimana negara hegemon tersebut dapat
memegang kendali atau mendominasi pemerintahan lain yang ditandai dengan
penjajahan atau pendudukan daerah lain. Dewasa ini, seringkali muncul
pertanyaan-pertanyaan mengenai korelasi globalisasi dengan imperialisme baru.
Banyak akademisi mulai menganggap bahwa globalisasi hanyalah sebuah dalih
yang digunakan untuk melancarkan bentuk imperialisme baru dengan cara-cara
modern serta sebagai bentuk perpanjangan dari imperialisme tradisional di masa
lampau.
Menurut Alex Callinicos (2007: 62) dalam artikelnya yang berjudul
Globalization, Imperialism and the Capitalist World System mengatakan bahwa
ada beberapa anggapan yang menyatakan jika globalisasi merupakan spesifikasi
politik dan economy projectory yang representatif yang dihasilkan oleh kebijakan
neoliberalisme dalam konsesus Washington. Kebijakan ini termasuk pada
deregulasi, privatisasi, monetary, dan juga termasuk pada kebijakan fiskal. Selain
itu, Callinicos juga menulis dalam bukunya tentang munculnya imperium baru,
yang disebut sebagai Liberal Empire. Niall Ferguson (2004) mengatakan bahwa
Amerika Serikat adalah satu-satunya kandidat yang melanjutkan atas “Imperial
Globalization” yang telah Inggris bebankan (Ferguson, 2004 dalam Callinicos,
2007: 63). James Petras dan Henry Vletmeyer (2001) juga menyatakan,
imperialisme kontras dengan dominasi dan eksploitasi dari negara imperial
terhadap perusahaan multinasional, beberapa bank dalam negara yang tidak cukup
berkembang, dan kelas para pekerja (Petras dan Vletmeyer, 2001: 29-30 dalam
Callinicos, 2007: 63).

Globalisasi sering disebut sebagai imperialisme karena terdapat sebuah pola


imperialisme dalam globalisasi. Pola yang menyatukan globalisasi dengan
imperialisme dalam konteks modern ialah kapitalisme (Callinicos, 2007: 65).
Imperialisme sendiri terbagi atas tiga fase (Callinicos, 2007: 71). Imperialisme
klasik dimulai dari tahun 1875 sampai 1945, ketika negara-negara Eropa
mendominasi karena revolusi industri yang menyebabkan Eropa memiliki banyak
negara jajahan di dunia. Fase kedua adalah super-power imperialism pada 1945
sampai 1990 yaitu terdapat dua blok, Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam
Perang Dingin. Fase terakhir adalah hiper-power imperialism dari 1990 dan
berlangsung sampai sekarang dimana Amerika Serikat memiliki status dan
predikat sebagai negara super-power. Harvey (2003: 196) memandang bahwa
dominasi pra dan pasca globalisasi dikuasai oleh Amerika Serikat pada sektor-
sektor yang strategis, termasuk ekonomi. Dominasi Amerika Serikat jelas sangat
terlihat saat paska kemenangannya melawan Uni Soviet pada Perang Dunia Kedua
yang menyebabkan adanya pola dominasi bipolar. Amerika Serikat sangat agresif
dalam menyebarkan paham neoliberalisme saat 1973 hingga 1975 dengan adanya
perdagangan bebas, peningkatan arus pinjaman pada IMF dan World Bank secara
intensif (Harvey, 2003: 184). Tujuannya ialah untuk memperkuat hegemoni dan
dominasi Amerika Serikat dengan mempertahankan kapabilitas kapital terhadap
dunia.

Hubungan dominasi globalisasi dengan imperialisme identik dengan adanya


sebuah proses hegemoni yang dilakukan Amerika Serikat melalui intervensi-
intervensinya. Intervensi tersebut berupa doktrinasi bahwa ideologi dan nilai-nilai
Amerika Serikat dianggap sebagai nilai-nilai universal. Nilai atau doktrin yang
disebarkan oleh Amerika Serikat ini terkemas dalam proyek-proyek Amerika
Serikat dan kode proyek tersebut adalah freedom atau kebebasan (Pieterse, 2004:
42). Kebebasan yang dimaksud berakar dari nilai-nilai Amerika Serikat, free
enterprise, dan isyarat akan imperium kebebasan. Administrasi Presiden Bush II
membawa imperium dalam dalih internasionalisme liberal yaitu menggunakan
kekuasaan Amerika Serikat untuk menciptakan dominasi hak universal di dunia.
Nilai-nilai neoliberalisme ekonomi AS dalam globalisasi ternyata justru
menyebabkan clash of civilization antara Barat dengan Islam, Barat dengan Cina
yang menyebabkan Cina semakin gigih dalam membangun perekonomiannya.
Dominasi Amerika Serikat dalam globalisasi ini membawa dua perubahan yaitu
sektor perekonomian global yang dipengaruhi oleh kapitalisme berbasis di
wilayah Eropa dan Amerika Utara lalu tersebar luas sehingga secara tidak
langsung mentransformasikan sistem internasional. Perubahan kedua yaitu
himpunan politik dan kapitalisme saat ini telah berintegrasi menjadi suatu proses
yang beriringan.

Dominasi universal oleh Amerika Serikat juga mengakibatkan terjadinya


perubahan dimana dulunya hanya berupa neoliberalisme-globalisasi menjadi
neoliberalisme-imperium. Pada masa globalisasi neoliberal, Amerika Serikat tidak
perlu menduduki sebuah wilayah melainkan hanya menggunakan institusi
internasional atau MNC untuk menyebarkan nilai-nilai ke negara-negara lain.
Seiring perkembangannya, neoliberalisasi globalisasi bergeser menjadi
imperialisme neokonservatif atau neoliberalisme-imperium. Adanya transisi
tersebut membuat Amerika Serikat menjadi negara yang kuat dengan adanya
berbagai macam intervensi, dominasi ekonomi, dan penyebaran nilai-nilai yang
dimilikinya. Keberhasilan yang cepat dari perubahan neoliberal menjadi sebuah
proyek imperialisme disebabkan oleh adanya kombinasi ekonomi Amerika Serikat
dengan unilateralisme politik-militer dan pembentukan imperium neoliberal
(Pieterse, 2004: 46). Inti dari imperium adalah keamanan nasional negara dan isu-
isu militer-industri sedangkan neoliberalisme cenderung kepada bisnis, laju
perdagangan, operasi finansial dan pemasaran. Kelanjutan antara globalisasi
neoliberal dan imperium neoliberal meliputi antara lain hubungan kerjasama
negara melalui intervensi negara hegemon pada kepentingan perusahaan
(kebijakan fiskal, deregulasi finansial, buruh dan sebagainya), ideologi pasar
bebas, ideologi konservatisme yang terpengaruh oleh moral otoriter, penyesuaian
struktur internasional dan kebijakan-kebijakan perdagangan yang agresif
(Pieterse, 2004: 47).

Berdasarkan pemaparan mengenai imperium dan imperialisme baru dalam


globalisasi yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat terlihat bahwa pola-pola
perkembangan globalisasi dewasa ini semakin mengarah pada evolusi dari bentuk
baru imperialisme. Melibatkan globalisasi dan penyebaran ideologi secara inplisit
di dalamnya, kapitalisme global menjadi salah satu yang berperan aktif dalam
imperialisme serta dominasi dari negara-negara besar. Imperialisme modern ini
membawa pola-pola dominasi baru dalam globalisasi yang terpengaruh dari nilai-
nilai imperium neoliberalisme Amerika Serikat. Dominasi Amerika Serikat ini
secara tidak langsung menimbulkan clash of civilization sehingga muncul aksi-
aksi penolakan atas hegemoni Amerika. Aksi penolakan seperti aksi terorisme
yang bertujuan menyerang pertahanan dan keamanan Amerika Serikat
menunjukkan bahwa Amerika Serikat memiliki titik kelemahan sehingga negara-
negara lain seperti Cina, Jepang dan Korea mulai menandingi status Amerika
sebagai negara hegemon.

Imperealisme memang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan suatu negara,


namum apabila kita melihat lebih jauh lagi isu Imperealisme menjadi lebih
menarik hal ini ddisebabkan kebanyakan penerapan imperealisme lebih
menguntungkan negara maju dan merugikan negara berkembang. Hal ini akan
berdapak pada makin timpangnya perbedaan antara negara maju dan berkembang.
Isu ini perlu menjadi perhatian PBB jika memang pemerataan pembangunan,
kualitas hidup dan perekmabangan ekonomi menjadi perhatian utama dalam
penyetaraan Negara-Negara di dunia.
DAFTAR PUSTAKA

Callinicos, Alex. 2007. “Globalization, Imperialism and the Capitalist


World System” dalam David Held dan A. McGrew. Globalization Theory:
Approaches and Controversies. Cambridge: Polity Press.

Harvey, David. 2003. “Consent to Coercion” dalam the New Imperialism.


Oxford: Oxford University Press.

Pieterse, Jan Nederveen. 2004. “Neoliberal Empire” dalam Globalization


or Empire. London: Routledge.

http://rezappertiwi-fisip14.web.unair.ac.id/ Diakses pada 14 mei 2018 19.11

Anda mungkin juga menyukai