Anda di halaman 1dari 5

KETOASIDOSIS DIABETIKUM

NO. DOKUMEN NO. TERBIT / REVISI HALAMAN


1/7

RSUD SOLOK
TANGGAL DITETAPKAN DIREKTUR
PANDUAN PRAKTEK TERBIT / UTAMA
KLINIK REVISI

NIP.
PENGERTIAN Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernafasan bagian
bawah dengan karakteristik klinis berupa batuk, takipnea,
wheezing, dan / atau rhonki. Bronkiolitis adalah sebuah
kelainan saluran penafasan bagian bawah yang biasanya
menyerang anak-anak kecil dan disebabkan oleh infeksi
virus-virus musiman seperti RSV.
ANAMNESA - Terjadi distress nafas dengan frekuensi nafas lebih
dari 60 kali per menit, kadang-kadang disertai
sianosis, nadi juga biasanya meningkat.
- Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu
pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya tidak dalam
karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya
udara dalam paru).
- Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang
dapat terdengar dengan ataupun tanpa stetoskop, serta
terdapat crackles.
- Hepar dan lien teraba akibat pendorongan diafragma
karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi.
- Sering terjadi hipoksia dengan saturasi oksigen <92%
pada udara kamar.
- Pada beberapa pasien dengan bronkiolitis didapatkan
konjungtivitis ringan, otitis media serta faringitis.
PEMERIKSAAN FISIK - Pemeriksaan fisik memperlihatkan seorang bayi
mengalami distres nafas dengan frekuensi nafas lebih
dari 60 kali per menit (takipneu), kadang-kadang
disertai sianosis, dan nadi juga biasanya meningkat.
Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot
pembantu pernafasan yang mengakibatkan terjadinya
retraksi pada daerah interkostal dan daerah sub kostal.
Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya
hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru).
Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang
dapat terdengar dengan ataupun tanpa stetoskop, serta
terdapat crackles.
PEMERIKSAAN Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Jumlah dan hitung
PENUNJANG jenis lekosit biasanya normal. Limfopenia yang
biasanya berhubungan dengan penyakit-penyakit virus,
tidak ditemukan pada penyakit ini.
KRITERIA Gambaran radiologik mungkin masih normal bila
DIAGNOSIS bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat paru-paru
mengembang ( hyperaerated ). Bisa juga didapatkan
bercak-bercak yang tersebar, mungkin atelektasis (
patchy atelectasis ) atau pneumonia ( patchy
infiltrates ). Pada rontgen -foto lateral, didapatkan
diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan
ke bawah. Pada pemeriksaan rontgen foto dada,
dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan:
siluet jantung yang menyempit, jantung
terangkat,diafragma lebih rendah dan mendatar,
diameter anteroposterior dada bertambah, ruang
retrosternal lebih lusen, iga horizontal, pembuluh
darah paru tampak tersebar.
DIAGNOSIS KERJA Bronkiolitis
DIAGNOSA BANDING - Pneumini
- Bronkopneumoni
- Asma
TERAPI Sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi
bersifat suportif yaitu pemberian oksigen, minimal
handling pada bayi, cairan intravena, dan kecukupan
cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi
oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan
nutrisi. Setelah itu barulah digunakan bronkodilator, anti
inflamasi seperti kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin,
dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV
immunoglobulin ( polyclonal ) atau Humanis RSV
monoclonal antibody ( palivizumab ).7
Terapi oksigen harus diberikan kepada semua
penderita kecuali untuk kasus-kasus yang sangat ringan.
Saturasi oksigen menggambarkan kejenuhan afinitas
haemoglobin terhadap oksigen di dalam darah. Oksigen
dapat diberikan melalui nasal prongs (2 liter/menit) ,
masker (minimum 4 liter/menit) atau head box. Terapi
oksigen dihentikan bila pemeriksaan saturasi oksigen
dengan pulse oximetry (SaO2) pada suhu ruangan stabil
diatas 94%. Pemberian oksigen pada saat masuk sangat
berpengaruh pada skor beratnya penyakit dan lama
perawatan di rumah sakit.
Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu
dapat dengan infuse dan diet sonde/nasogastrik). Jumlah
cairan disesuaikan dengan berat badan, kenaikan suhu dan
status hidrasi. Cairan intravena diberikan bila pasien
muntah dan tidak dapat minum, panas, distress napas
untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Dapat dibenarkan
pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan,
untuk mencegah edema paru dan edema otak akibat
SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic
Hormone). Selanjutnya perlu dilakukan koreksi terhadap
kelainan asam basa dan elektrolit yang mungkin timbul.
Apabila terdapat perubahan pada kondisi umum
penderita, peningkatan leukosit atau pergeseran hitung
jenis, atau tersangka sepsis maka diperiksa kultur darah,
urine, feses dan cairan serebrospinal, secepatnya diberikan
antibiotika yang memiliki spectrum luas. Pemberian
antibiotik secara rutin tidak menunjukkan pengaruh
terhadap perjalanan bronkiolitis. Akan tetapi
keterlambatan dalam mengetahui virus RSV atau virus
lain sebagai penyebab bronkiolitis dan menyadari bahwa
infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi
sekunder dapat menjadi alasan diberikan antibiotika.
Ribavirin adalah purin nucleoside derivate
guanosine sintetik, bekerja mempengaruhi pengeluaran
messenger RNA (mRNA). Ribavirin menghambat
translasi mRNA virus kedalam protein virus dan menekan
aktivitas polymerase RNA. Titer RSV bisa meningkat
dalam tiga hari setelah gejala timbul atau sepuluh hari
setelah terkena virus. Karena mekanisme ribavirin
menghambat replikasi virus selama fase replikasi aktif,
maka pemberian ribavirin lebih bermanfaat pada fase awal
infeksi. 1-2
Penggunaan bronkodilator untuk terapi bronkiolitis
telah lama diperdebatkan selama hampir 40 tahun.Terapi
farmakologis yang paling sering diberikan untuk
pengobatan bronkiolitis adalah bronkodilator dan kortiko
steroid. Dapat diberikan nebulasi β agonis (salbutamol
0,1mg/kgBB/dosis, 4-6 x/hari) diencerkan dengan salin
normal untuk memperbaiki kebersihan mukosilier.
Kortikosteroid yang digunakan adalah prednison,
metilprrednisolon, hidrokortison, dan deksametason.
Untuk penyamaan dilakukan konversi rata-rata dosis
per hari serta rata-rata total paparan obat tersebut
dengan ekuivalen mg/kgBB prednison. Rata-rata dosis
per hari berkisar antara 0,6-6,3 mg/kgBB, dan rata-
rata total paparan antara 3,0-18,9 mg/kgBB. Cara
pemberian adalah secara oral, intramuskular, dan
intravena. Tidak ada efek merugikan yang dilaporkan.
TEMPAT Ruang intensive care
PELAYANAN
PENYULIT Edema paru
INFORMED Diperlukan
CONSENT
TENAGA STANDAR Dokter Spesialis Penyakit Anak
LAMA PERAWATAN 7 hari
MASA PEMULIHAN 3-4 hari
HASIL Baik dengan pengobatan yang tepat
PATOLOGI Tidak diperlukan
OTOPSI Tidak diperlukan
PROGNOSIS Dubius ad bonam
TINDAK LANJUT Pemantauan: Kontrol rutin dan mengikuti saran yang
diberikan.
TINGKAT IA
EVIDENS &
REKOMENDASI
INDIKATOR MEDIS 1. Kesadaran membaik
2. Sesak berkurang
3. Cek hb,ht,leukosit normal
4. RO thoraks
EDUKASI Edukasi bronkiolitis, komunikasi efektif terutama saat
penyandang bronkiolitis mengalami sakit akut (misalnya
batuk, pilek,demam)
KEPUSTAKAAN
1. Dunger DB, Sperling MA, Acerini CL, Bohn DJ,
Daneman D, Danne TP, dkk. ESPE/LWPES
consensus statement on diabetic ketoacidosis in
children and adolescents. Arch Dis Child.
2004;89:188–94.
2. Holt RIG, Hanley NA. Type 1 Diabetes. Dalam :
Essential Endocrinology and Diabetes. Edisi ke-6.
Wiley-Blackwell. 2012;12:258-84.
3. Koves IH, Pihoker C. Pediatric diabetic
ketoacidosis management in the era of
standardization. Expert Rev Endocrinol Metab.
2012;7:433-43.
4. Pocketbook for management of diabetes in
childhood and adolescence in un- der-resourced
countries. International Diabetes Federation.
2013;10-20.
5. Raine JE, Donaldson MDC, Gregory JW, Van
Vliet G. Diabetes Mellitus. Dalam: Practical
Endocrinology and Diabetes in Children. Edisi ke-
3. Wiley- Blackwell 2011;1:8-13.
6. Rewers A, Klingensmith G, Davis C, Petitti DB,
Pihoker C, Rodriguez B, dkk. Presence of diabetic
ketoacidosis at diagnosis of diabetes mellitus in
youth: the Search for Diabetes in Youth Study.
Pediatrics. 2008;121:1258–66.
7. Wolfsdorf JI, Allgrove J, Craig ME, Edge J,
Glaser N, dkk. ISPAD Clinical Practice Consensus
Guidelines 2014 Compendium: A Consensus
Statement from the International Society for
Pediatric and Adolescent Diabetes: Dia- betic
ketoacidosis and hyperglycemic hyperosmolar
state. Pediatric Diabetes. 2014;15:154–79.

Anda mungkin juga menyukai