Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR

Oleh:

Kelompok 1

Febri Seran

Joanina A. Seran

Sally N. Nitbani

Sri Hesty D.K Kardipranoto

Rema V.I. Dubu

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2018

0
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsure yang sangat fundamental
dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan .ini berarti bahwa berhasil atau
gagalnya dalam pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang
dialami siswa, baik ketika ia berada dalam sekolah maupun di lingkungan rumah atau
keluargasendiri.
Pada masa sekarang ini banyak sekali anak-anak mengalami kesulitan dalam belajar. Hal
tersebut tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang berkemampuan kurang saja.Hal tersebut
juga dialami oleh siswa-siswa yang berkemampuan tinggi. Selai nitu, siswa yang
berkemampuan rata-rata juga mengalami kesulitan dalam belajar.Sedang yang namanya
kesulitan belajar itu merupakan kondisi proses belajar yang ditandai oleh hambatan-
hambatan tertentu untuk mencapai kesuksesan.
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabka noleh factor intelegensi yang rendah (kelainan
mental) akan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor non-intelegensi. Dengan demikian, IQ
yang tinggi belum tentu mendapat jaminan keberhasilan belajar, karena dalam rangka proses
pembelajaran tidak semua siswa mudah menerima dan merekam hasil dari suatu proses
pembelajaran. Kita sadar bawa bakat setiap individu berbeda satu yang lainnya. Kemampuan
untuk menangkap pelajaran juga berlainan, tingkat usahanya pun juga berpariasi, maka faktor
waktu yang dibutuhkan oleh individu yang berbeda juga akan berbeda untuk menguasai
materi atau bahan yang sama.
Kualitas pengajaran turut menentukan ketuntasan penguasaan bagi para siswa. Oleh karena
itu, usaha untuk menertibkan siswa secara optimal dalam kegiatan belajar mengajar, usaha
membuat pengajaran lebih konkret, lebih praktis, mempergunakan berbagai cara penguatan
(reinforcement) akan banyak membantu tingkat penguasaan bahan oleh para siswa.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
a. Apa hakikat dan defenisi dari Kesulitan Belajar ?
b. Bagaimana padangan para ahli tentang kesulitan belajar ?
c. Apa saja yang termasuk dalam klasifikasi kesulitan belajar ?
d. Apa itu hakikat asesmen ?

1.4 Manfaat
a. Dapat mengetahui apa hakikat dan defenisi dari Kesulitan Belajar.
b. Dapat mengetahui bagaimana padangan para ahli tentang kesulitan belajar.
c. Dapat mengetahui apa saja yang termasuk dalam klasifikasi kesulitan belajar.
d. Dapat mengetahui apa itu hakikat asesmen.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Kesulitan Belajar


Kesulitan Belajar (learnig disability/learning disorder/learning difficulty) adalah suatu
kelainan yang membuat seseorang sulit melakukan kegiatan belajar yang efektif.
Kesulitan belajar tidak berhubungan langsung dengan tingkat intelegensi individu, namun
individu tersebut mengalami kesulitan dalam menguasai keterampilan dan mengerjakan tugas
– tugas spesifik dalam pendekatan dan metode pembelajaran konfensional.
Reid (1986:12) mengemukakan pendapatnya bahwa kesulitan bejar biasanya tidak dapat
diidentifikasi sampai anak mengalami kegagalan dalam menyelesaikan tugas – tugas
akademik yang harus dilakukannya. Ia mengatakan bahwa ciri –ciri siswa yang teridentifikasi
mengalami gangguan belajar ialah:
a. Memiliki tingkat intelegensi yang normal, diatas normal, atau sedikit dibawah normal
berdasarkan tes IQ.
b. Mengalami kesulitan pada beberapa mata pelajaran, anmun memiliki nilai yang baik
padamata elajaran yang lainnya.
c. Siswa dapat dikategorikan kedalam lower achiever.

2.1.1 Definisi Kesulitan Belajar


a. The National Joint Commite on Learning Disabilities (NJCLD) mengemukakan
definisi kesulitan belajar sebagai berikut:

”Kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok kesulitan yang


dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan
penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis,
menalar, atau kemampuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut
instrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi sistem saraf pusat. Meskipun
suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang
mengganggu (misalnya gangguan sensoris, tunagrahita, hambatan sosial dan
emosional) atau berbagai pengaruh lingkungan misalnya perbedaan budaya,

3
pembelajaran yang tidak tepat, faktor-faktor psikogenetik, berbagai hambatan
tersebut, bukan penyebab atau pengaruh langsung.”

b. The Learning Disabilities Association of Canada:

“Kesukaran Belajar merujuk pada beberapa gangguan yang berdampak


padaproses akuisisi, organisasi, retensi, memahami penggunaan informasi secara
verbal, maupun nonverbal. Gangguan ini diakibatkan oleh kerusakan dari satu
atau lebih proses yang berhubungan dengan penerimaan informasi, berpikir,
mengingat, dan atau memberi alasan. Dengan demikian, kesulitan belajar berbeda
dengan kurangnya pengetahuan umum.”

c. The World Healt Organisation (WHO) dalam British Institute of Learning


Disabilities:

“Kesukaran Belajar diartikan sebagai keadaan tertangkap atau


perkembangan akal yang tidak lengkap. Seseorang dengan kesukaran belajar
dikatakan juga memiliki ‘kerusakan yang signifikan dari fungsi intelektual dan
kerusakan signifikan pada fungsi sosial/ adaptif. Ini berarti bahwa individu akan
mengalami kesulitan mengerti, belajar dan mengingat hal baru, dan
menggeneralisasikan beberapa pembelajaran dalam situasi baru. Karena memiliki
kesulitan dengan pembelajaran, mereka mungkin memiliki kesulitan dengan
beberapa tugas sosial, seperti komunikasi, perhatian pada diri sendiri, kesadaran
akan kesehatan dam keamanan. “

d. Pandangan para ahli Psikologi terhadap kesulitan belajar dapat dilihat dari definisi
kesulitan belajar yang dikemukakan oleh para ahli psikologi sebagai berikut
(www.psychologytoday.com/conditions/learning-disability,2009)

“Kesukaran Belajar adalah gangguan yang mempengaruhi satu


kemampuan untuk mengerti atau berbicara atau mennulis bahasa, menghitung
matematika, koordinasi pergerakan atau perhatian langsung. Meskipun kesukaran
belajar terjadi pada anak kecil, gangguan ini biasanya dikenali hingga anak usia
sekolah.”

4
e. Defenisi kesulitan belajar oleh para ahli medis:

Kesukaran belajar bisa terjadi seumur hidup, dalam beberapa keadaan,


mempengaruhi beberapa bagian hidup individu tersebut: sekolah atau bekerja,
rutinitas sehari – hari, kehidupan berkeluarga, dan terkadang saat bermain. Pada
beberapa orang, gangguan ini sangat jelas. Beberaa orang mungkin sendiri,
tersisihkan oleh masalah belajar yang memiliki dampak kecil pada area lainnya
dalam hidup mereka. Kesukaran belajar sering disebut masalah belajar.

Dari pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu penyebab dari
kesulitan belajar adalah karena disfungsi otak yang terjadi secara minimal (minimal brain
disfungtion). Oleh sebab itu, otak merupakanperangkat yang penting dan berpengaruh
terhadap keberhasilan manusia dalam melakukan berbagai kegiatannya, termasuk belajar.
Markam & Yani (1978:8-13) dan Johnson (2009) secara rinci menguraikan tentang otak
dan fungsi otak dalam kegiatan hidup manusia seperti berikut ini. Otak memiliki 3 bagian
utama beserta fungsinya masing – masing, yaitu: cerebrum untuk mengaturmemori dan
mengontrol respons terhadap berbagai sinyal sensori yang berasal dari didunia disekitar
manusia. Cerebelum berfungsi mengkoordinasi seluruh gerakan otot sehingga manusia
mampu berjalan dengan seimbang. Dan, Brain Stem berfungsi mengirim semua keputusan
yang telah diambil oleh otak kepada seluruh tubuh.

2.2 Penyebab Kesulitan Belajar


Kesulitan belajar adalah suatu kondisi yang menunjuk pada sejumlah kelainan yang
berpengaruh pada pemerolehan, pengorganisasian, penyimpanan, pemahaman, dan penggunaan
informasi secara verbal dan non-verbal. Secara umum, kesulitan belajar disebabkan oleh
kelainan dalam salah satu atau lebih dalam proses belajar. Kelainan proses tersebut mencakup :
proses fonologi, proses visual spatial, proses kecepatan dalam mengingat, memusatkan perhatian
dan proses eksekusi yang mencakup kemampuan merencanakan dan mengambil keputusan.
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat dikategorikan ke dalam 5 faktor penyebab yaitu :
(1) kerusakan yang terjadi pada susunan syaraf pusat, (2) ketidakseimbangan biokimia, (3)
keturunan, (4) lingkungan, (5) pengaruh teratogenic (zat kimia/obat-obatan).

5
2.2.1 Pandangan Ahli Neurologi tentang Penyebab Kesulitan Belajar
Hubungan antara susunan syaraf pusat dan kesulitan belajar telah diteliti oleh Alfred
Strauss. Ia menerangkan adanya hubungan antara luka pada otak dengan penyimpangan di dalam
perkembangan bahasa, persepsi, dan perilaku. Selanjutnya Strauss dan Lehtinen (1942)
mengemukakan bahwa kerusakan pada otak yang menjadi penyebab terjadinya kelainan persepsi
visual dan auditif sehingga menyebabkan kesulitan di bidang bahasa, membaca, matematika, dan
bidang lainnya. Penelitian Wittrock (1978) dan Gordon (1983) mendukung hasil penelitian yang
telah dilakukan Strauss. Keduanya menyimpulkan bahwa belahan otak bagian kiri (left
hemisphere) mengatur fungsi sequential linguistic (urutan linguistik) dan verbal task (tugas
verbal). Sedangkan belahan otak bagian kanan (right hemisphere) mengatur auditory task (tugas
auditori), visual spatial task (tugas visual spasial), dan nonverbal activities (aktivitas nonverbal).

Otak dilihat dari bagian atas


Belahan otak bagian kiri belahan otak bagian kanan
(left hemisphere) (right hemisphere)
 Memahami bahasa dan  Menentukan posisi objek
menggunakannya di dalam secara spatial
(mendengarkan, berbicara,  Menentukan posisi tubuh
membaca dan menulis)  Memahami, mengingat
 Ingatan yang berkaitan objek, dan kegiatan yang
dengan pesan-pesan yang dilakukan berkaitan
diberikan secara lisan dan dengan objek tersebut dan
tertulis objek-objek yang dilihat
 Menganalisis informasi Otak manusia terdiri atas dua  Memadukan bagian-
secara detail bagian, yaitu bagian kiri (left
bagian dari informasi
hemisphere) dan bagian kanan
 Mengontrol bagian kanan menjadi suatu
(right hemisphere).
tubuh kesatuanyang mengandung
 Berpikir analitik arti/makna (sintesis)
 Berpikir logis  Mengontrol bagian kiri
 Mengemukakan alas an tubuh

6
secara logis  Kesadaran terhadap seni,
 Sains dan matematika kreativitas, imajinasi,
 Keterampilan dalam intuisi
mengolah angka  Pemahaman secara
keseluruhan dan kesadaran
terhadap musik dan irama

Hasil penelitian menemukan bahwa struktur otak individu yang mengalami cidera otak
berbeda dengan struktur otak individu yang tidak pernah mengalami kerusakan otak. Hasil
penelitian tersebut sampai saat ini masih tetap diakui, di antaranya 60%-70% individu yang kuat
dalam fungsi belahan otak bagian kiri memiliki kemampuan yang tinggi di bidang bahasa,
sementara itu hanya 20%-30% individu yang kuat dalam fungsi belahan otak bagian kanan yang
memiliki kemampuan dalam bidang bahasa.
Para ahli berkeyakinan bahwa akan lebih menguntungkan apabila otak individu yang
berkesulitan belajar diperiksa agar dapat diketahui apakah terdapat perbedaan dengan otak
individu yang tidak berkesulitan belajar. Seiring dengan perkembangan Computerized Axia
Tomographic (CAT), maka peneliti memperoleh cara yang lebih maju dalam memeriksa otak
manusia.

2.2.2 Kerusakan Otak dan Akibatnya


Kerusakan yang terjadi pada bagian-bagian otak, baik kerusakan yang terjadi di dalam
cerebrum, cerebellum, dan brain stem akan menimbulkan berbagai akibat pada fungsi otak yang
diatur oleh bagian-bagian otak tersebut, seperti yang digambarkan dalam tabel berikut ini :
Otak Akibat Kerusakan
Frontal Lobe  Kehilangan kemampuan anggota tubuh dan bagian-bagian tubuh yang
lain untuk melakukan gerakan sederhana (paralysis)
 Tidak mampu dalam mengurutkan rencana dalam menggerakan tubuh
secara kompleks yang membutuhkan tugas-tugas yang bersifat multi-
stepped, seperti kegiatan dalam membuat secangkir kopi (sequencing)

7
 Kehilangan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain secara
spontan
 Kehilangan kemampuan untuk berpikir secara fleksibel
 Mempertahankan dengan kuat pemikiran dari satu arah/berpikir secara
kaku (perseveration)
 Tidak dapat memusatkan perhatian untuk menyelesaikan suatu tugas
(attending)
 Emosi labil (emotionally labile)
 Terjadi perubahan dalam perilaku social
 Terjadi perubahan dalam kepribadian
 Mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah
 Tidak mampu untuk melakukan ekspresi bahasa

Parietal Lobe  Tidak dapat memusatkan perhatian terhadap lebih dari satu objek
dalam waktu yang bersamaan
 Tidak mampu dalam mengingat nama suatu objek (anomia)
 Tidak mampu dalam memposisikan kata untuk membentuk suatu
kalimat secara tertulis (agraphia)
 Mengalami salah membaca (alexia)
 Mengalami kesulitan menggambar objek
 Mengalami kesulitan dalam menentukan posisi kiri dan posisi kanan
 Mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah yang berkaitan
dengan matematika (dyscalculia)
 Mengalami kekurangsadaran terhadap bagian-bagian tubuh tertentu
dan/atau lingkungan (apraxia) sehingga mengalami kesulitan dalam
mengurus diri sendiri (self-care)
 Tidak dapat memusatkan perhatian secara visual (visual inattention)
 Mengalami kesulitan dalam mengkoordinasikan gerakan mata dan
tangan

Temporal Lobe  Mengalami kesulitan untuk mengenali wajah (prosopagnosia)

8
 Mengalami kesulitan dalam memahami bahasa lisan (wernicke’s
aphasia)
 Mengalami gangguan dalam menentukan pilihan terhadap objek atau
suara yang perlu diperhatikan
 Mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi dan menyebutkan objek,
nama orang
 Kehilangan kemampuan dalam short-term memory
 Terpengaruh dengan ingatan jangka panjang (long-term memory)
 Mengalami peningkatan atau penurunan keinginan dalam perilaku
 Tidak mampu mengkategorikan objek (categorization)
 Sulit dalam membatasi pembicaraan/berbicara terus-menerus
 Perilaku agresi meningkat

Occipital Lobe  Mengalami kerusakan dalam lapangan penglihatan (visual field cuts)
 Kesulitan dalam menentukan objek yang ada di sekitar
 Kesulitan dalam menentukan warna (color agnosia)
 Halusinasi
 Ilusi visual-tidak tepat dalam melihat objek (visual illusion-
inaccurately seeing objects)
 Buta kata, tidak mampu memahami kata-kata
 Mengalami kesulitan dalam memahami gambar
 Tidak mampu memahami benda yang bergerak (movement agnosia)
 Kesulitan dalam menulis dan membaca

Brain Stem  Mengalami kesulitan dalam menelan makanan dan minuman


(dysplagia)
 Tidak mampu mengorganisasi persepsi yang diperoleh dari
lingkungan menjadi sesuatu yang bermakna
 Kesulitan dalam keseimbangan dan mengkoordinasikan gerakan
 Vertigo

9
 Susah tidur (insomnia/sleep apnea)

Cerebellum  Tidak mampu melakukan koordinasi gerakan tubuh


 Tidak mampu berjalan
 Tidak mampu menjangkau benda
 Anggota tubuh selalu bergerak (tremor)
 Vertigo
 Berbicara tidak jelas, tidak terdengar (slurred speech)
 Tidak mampu bergerak dengan cepat

Sebagian ahli di bidang kesulitan belajar yakin bahwa kesulitan belajar disebabkan oleh
factor yang berkaitan dengan luka minimal yang terjadi pada otak (minimally brain
damage/MBD). Akibat dari keadaan ini maka terjadi disfungsi minimal otak (minimal brain
dysfunction), yang menyebabkan terjadinya kesulitan belajar. Hasil penelitian Heward &
Orlansky menjelaskan bahwa pada beberapa kasus tidak ditemukan hubungan langsung antara
brain injured dengan kesulitan belajar. Bosehes & Myklebust melaporkan hasil rekaman otak
200 anak normal dan 200 anak yang berkesulitan belajar pada waktu melakukan kegiatan
membaca. Hasil rekaman tersebut menunjukkan hanya 29% anak normal dan 42% anak
berkesulitan belajar memperlihatkan pola gelombang syaraf yang abnormal. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara brain injured dan kesulitan
belajar.

Kesimpulan tersebut diperkuat oleh Watson yang menjelaskan bahwa Traumatic Brain
Injury (TBI) merupakan penyebab langsung kesulitan belajar. TBI memilki implikasi akademik
yang muncul dengan karakteristik kesulitan belajar dan kesulitan perilaku yang mencakup :

 Kesulitan dalam berpikir secara logis dan mengemukakan alasan-alasan yang rasional
 Lambat dalam meberikan respons, reaksi, dan menyelesaikan kegiatan karena mengalami
kesulitan dalam memusatkan perhatian
 Memiliki keterbatasan secara fisik
 Perilaku sosial yang kurang tepat

10
 Sulit untuk mengingat
 Sering bingung dalam mengahadapi tugas-tugas yang harus diselesaikan
 Kesulitan belajar
 Mengalami kesulitan dalam bahasa dan berbicara

2.2.3 Genetika dan Kesulitan Belajar


Hasil penelitian menunjukkan bahwa factor genetika berpengaruh pada kesulitan belajar.
Lovitt membahas berbagai penelitian yang berkaitan dengan genetika dan kesulitan belajar. Di
antaranya penelitian yang dilakukan oleh sekelompok peneliti dari Swedia.Penelitian mereka
dilakukan pada 276 individu yang mengalami dyslexia. Hasil penelitian membuktikan bahwa
dyslexia disebabkan oleh faktor genetika. Herman (1959) membandingkan 12 pasang identical
twins (kembar identik) yang tidak dapat membaca dengan 33 pasang fraternal twins (kembar
nonidentik) yang dapat membaca. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Hermann
menyimpulkan bahwa kesulitan membaca, kesulitan mengeja, dan kesulitan menulis
berhubungan dengan faktor genetika. Defries (1980 & 1981) melakukan penelitian terhadap 125
anak yang mengalami kesulitan belajar membaca dan keluarga dekat mereka telah member bukti
kuat bahwa ikatan keluarga menjadi penyebab dyslexia.

2.2.4 Teratogenic dan Kesulitan Belajar


Penelitian yang dilakukan para ahli menemukan bahwa salah satu penyebab kesulitan
belajar adalah karena pengaruh teratogenic, yaitu pengaruh zat-zat kimia seperti rokok, alcohol,
dan limbah kima serta obat-obatan, seperti yang diungkapkan Lovitt yang diuraikan berikut ini :
1. Alkohol.
Menurut Sparks (1984), alcohol mempunyai pengaruh buruk pada ibu yang sedang
mengandung dan merupakan penyebab kesulitan belajar yang dialami anak. Pengaruh
terburuk dari alcohol adalah merusak dan menghancurkan sel-sel syaraf sehingga
menyebabkan kelainan dalam tumbuh kembang individu. Kerusakan yang diakibatkan oleh
alcohol adalah pada mata dan otak. Alkohol adalah zat yang dapat menembus plasenta
sehingga terjadi konsentrasi alkohol pada fetus dan selanjutnya merusak organ-organ vital
bayi yang dikandung. Hasil penelitian Gold & Sherry menunjukkan bahwa wanita hamil
peminum alkohol menjadi penyebab kesulitan belajar, keterlambatan perkembangan

11
psikomotor, impulsif, kelainan perilaku, dan kelainan emosi anak yang dikandungnya.
Shaywits & Cohen (1980) meneliti 87 anak dari ibu peminum minuman keras dan yang
mengalami kesulitan belajar menunjukkan bukti yang memperkuat temuan-temuan
sebelumnya, bahkan 15 diantara anak tersebut hyperactive.
2. Merokok
Menurut Sparks (1984), di dalam rokok terdapat dua bentuk zat yang disebut nicotin dan
carbon monoxide. Kedua bentuk zat tersebut merupakan agen perusak pertumbuhan bayi di
dalam kandungan. Nicotine menurunkan kelancaran aliran darah dan menurunkan pernafasan
bayi dalam kandungan. Carbon monoxide menurunkan kadar oksigen karena kemampuannya
menembus plasenta. Anak yang lahir dari ibu yang perokok secara signifikan dapat
mengalami kesulitan belajar, hiperaktif, impulsif atau kurang mampu mengontrol emosi.
(Nicols & Chen, 1981). Dunn, McBurney, dan Hunter (1977) melakukan penelitian terhadap
anak usia 6,5 tahun, yang lahir dari ibu perokok dengan berat badan kurang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan dari ibu yang perokok memiliki skor IQ yang
rendah apabila dibanding dengan anak yang dilahirkan oleh ibu hamil yang tidak perokok.
3. Limbah mengandung zat kimia
David, Clark, dan Voelle (1972) menjelasakan terdapat hubungan langsung antara
masalah/kelainan perilaku anak dengan racun limbah yang mengandung zat kimia yang
terhirup oleh anak. Para ahli tersebut mengemukakan bahwa racun limbah yang mengandung
zat kimia jika terhirup oleh anak usia dini menyebabkan anak tersebut dapat menjadi
hiperaktif. Needleman (1980) mengemukakan bahwa limbah yang mengandung zat kimia
menjadi penyebab terjadinya kelainan perkembangan dalam bidang bahasa, khususnya
bahasa verbal, kelainan dalam diskriminasi auditif, proses perkembangan bahasa dan
perhatian.

2.2.5 Ketidakseimbangan Biokimia dan Kesulitan Belajar


Heward, Orlansky, dan Feingold menjelaskan bahwa zat pewarna dan bumbu penyedap
makanan pada berbagai jenis makanan yang dimakan anak merupakan penyebab kesulitan
belajar dan hiperaktif. Oleh sebab itu, ia menyarankan agar diet terhadap zat pewarna dan bumbu
penyedap makanan perlu dilakukan pada anak. Menurut Feingold, zat pewarna
nonalami/artificial dan bumbu penyedap makanan menyebabkan reaksi yang kurang baik dalam

12
system syaraf, yang menyebabkan hiperaktif dan kesulitan belajar. Cott menyatakan bahwa
kesulitan belajar disebabkan oleh ketidakmampuan darah dalam menyerap vitamin dalam jumlah
normal.

2.2.6 Nutrisi dan Kesulitan Belajar


1. Gula dan makanan
Lovitt mengemukakan hasil penelitian Crook (1974) tentang pengaruh makanan dan
minuman terhadap peningkatan hiperaktif pada anak. Ia menjelaskan bahwa pada anak
hiperaktif perlu diterapkan diet terhadap susu kaleng, coklat, coa, telur, sereal, sirup, dan
makanan yang mengandung gula dan zat pewarna, zat adiktif serta makanan dari daging
sapid dan daging babi. Menurut Crook, 75% anak hiperaktif dapat mengontrol perilaku
hiperaktifnya setelah melakukan diet terhadap minuman dan makanan yang telah disebutkan.
2. Vitamin
Para ahli kesehatan menjelasakan bahwa kekurangan vitamin berpengaruh pada belajar dan
kelainan perilaku (Hoffer,1974). Selanjutnya para ahli kesehatan menyarankan untuk
mengkonsumsi multivitamin yang mengandung vitamin C, B3, B6, B12, dan E. vitamin-
vitamin tersebut bermanfaat dalam menanggulangi berbagai kelainan.

2.3 Klasifikasi Kesulitan Belajar


Kesulitan belajar juga memcakup kesulitan dalam mengatur, mengelolah, dan
melaksanakan, seperti dalam melakukan perencanaan, menerapkan rencana dan
mengevaluasi penetapan perencanaan atau yang dikenal dengan istilah organizational skill,
selanjutnya kesulitan belajar mempengaruhi kemampuan dalam persepsi sosial, interaksi
sosial dan pemahaman terhadap suatu perseptif (masalah atau peristiwa dan objek). Kesulitan
belajar merupakan suatu keadaan yang menetap sepanjang hidup. Intervensi kesulitan belajar
perlu dilakukan sedini mungkin oleh orang tua, guru dan para ahli terkait, yaitu ahli kesulitan
belajar.

2.3.1 Tugas- Tugas Perkembangan Dan Kesulitan Belajar

13
Tugas-tugas perkembangan atau development tasks yang perlu dituntaskan dalam
perekembangan anak adalah :
1. Kesulitan dalam pemusatan perhatian
Perhatian merupakan prerequisite atau persyaratan dalam melakukan tugas-tugas
belajar. Oleh karena itu, salah satu tugas yang perlu dituntaskan oleh anak pada
perkembanagnnya adalah kemampuan dalam menetukan pilihan terhadap apa yang
perlu diperhatikannya.kemampuan ini membantu anak dalam memproses stimuli atau
rangsangan yang ditangkap oleh pancaindera dengan cermat. Ketidakmampuan dalam
menentukan pilihan dalam perhatian akan meyebabkan anak tidak dapat memproses
stimuli dengan cermat dan tidak fokus serta memindahkan perhatiannya dengan
mudah sebelum ia dapat mengambil manfaat dari stimuli yang diperhatikannya.
Kesulitan dalam memusatkan perhatian menghambat proses belajar. Sebaliknya,
kesulitan dalam memecahkan perhatian akan mengakibatkan anak sulit dalam
mengalihkan perhatiannya terhadap benda-benda yang diperhatikannya. Hal ini ini
akan menjadi penyebab dn penerima informasi di bidang akademik.
Kesulitan perhatian mencakup kesulitan dalam memusatkan perhatian
(inattention) adalah kesulitan dalam memfokuskan perhatian pada suatu kegiatan dan
kesulitan dalam menghentikan perhatian (overattention). Kesulitan ini merupakn
penyebab kesulitan belajar.
2. Kesulitan mengingat
Kesulitan dalam mengingat apa yang telah dilihat dan didengar atau apa yang
telah dialami, merupakan faktor penyebab kesulitan belajar dalam berpikir. Hal ini
disebabkan karena kemampuan berpikir sangat erat hubungannya dengan dengan
kemampuan dalam mengingat hal-hal yang telah dialami yang memberikan informasi
dalam mengoperasikan kemampuan berpikir. Kemampuan mengingat apa yang dilihat
dan didengar dapat dikembangkan dengan memfokuskan perhatian anak terhadap apa
yang dilihat dan didengarny dan meberikan penjelasan tentang berbagai konsep yang
terkait dengan apa yang dilihat dan didengar. Penerimaan konsep dengan informasi
yang lengkap dan dalam pengalaman lansung membantu anak untuk menyimpan
pengalamannya ke dalam bentuk skemata yaitu ingatan visuual visual memery ke
dalam ingatan auditori atau auditorybmemory serta pengetahuan terhadap konsep-

14
konsep yang teratur dan tersususn dengan baik yang disimpan didalam memori di
otak.
3. Kesulitan berpikir
Kemampuan berpikir adalah kemampuan dalam mengoperasikan kemampuan
kognitif yang mencakup kemampuan memformasikan konsep dan mengasosiakan
formasi konsep dalam memecahkan masalah. Pemecahan masalah membantu anak
atau individu dalam merespons situasi baru dengan tindakan yang sesuai.
4. Kesulitan bahasa
Tugas perkembangan anak dalam masa perkembangannya adalah tugas dalam
penguasaan bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisa. Kesulitan bahasa sudah
dapat diidentifikasi sejak usia dini. Secara umum, anak yang mengalami kesulitan
bahasa tidak berbicara seperti anak-anak sebayanya dan tidak dapt merespons secara
tepat terhadap berbagai pernyataan verbal, seperti sapaan, perintah, permintaan dan
lain-lain. Kesulitan bahasa akan menjadi penyebab kesulitan belajar.
5. Kesultan persepsi dan perseptual Motor
Persepsi adalah proses yang terjadi didalam otak dalam rangka mengolah semua
informasi yang diterima oleh pancaindera dan memaknai informasi tersebut dalam
memberikan respon yang sesuai dengan informasi yang diterima oleh pancaindera
(Papalia & Old,1985: 96). Proses persepsi menggabungkan berbagai pancaindera
(multisensory inputs) memberi kontribusi pada respon motorik. Sebagai contohnya
seorang bayi memutarkan kepalannya dalam rangka merespon input visual dan input
auditori maka sekaligus ia akan melihat wajah seseorang dan mendengarkan suaranya.
Proses intrasensosry (intrasensosry redunndency) sehingga mengakibtakan informasi
yang saling bertumpang tindih (overlaping), informasi tentang wajah dan suara
seseorang dapat direspons oleh anak dengan memutar kepalanya kearah sumber
informasi.
Anak yang mengalami kesulitan dalam persepsi tidak dapat memahami petunjuk
arah dijalan, tidak dapat memahami kata yang tertulis dengan simbol-simbol visual
lainnya. Tidak dapat memahami arti dari sebuah gambar yang dilihatnya atau susra
yang didengarnya. Mungkin saja tidak memahami posisi, dikiri, dikanan, diatas,

15
dibawah, di dalam, di luar serta tidak menentukan gerakan yang sesuai dengan
pemecaham masalah yang dihadapi.
Kemampun persepsi ini dapat dilatiha dengan berbagai kegiatan seperti; (1)
membedahkan ciri-ciri suatu objek, (2) memcocokkan objek yang satu dengan objek
lainnya, (3) mengenal simbol-simbol,(4) mengidentifikasi bagian objek atau gambar
uang tidak lengkap, menyusun puzzle, (5) konsep yang berkaitan dengan posisi benda,
(6) posisi benda dengan tubuh. Kemampuan konseptual motor dapat dilakukan dengan
kegiatan seperti: koordinasi mata dan gerakan tangan dan koordinasi tangan dengan
gerakan mata, body image, yaitu gerakan mendorong menarik, gerakan memukul dan
memantulkan, gerakan menendang.

2.3.2 Kesulitan Dalam Pengolahaan Informasi


Kesulitan dalam proses pengolahan informasi terdiri atas tiga demensi yaitu :
kesulitan dalam menerima informasi (input), kesulitan dalam mengolah informasi secara
terintergrasi, kesulitan dalam menyimpan informasi, dan kesulitan dalam memberikan
respons terhadap informasi yang diterima (output).
Informasi diterima oleh individu melalui pancaindera, seperti mata untuk melihat,
telinga untuk mendengar, kulit untuk meraba, lidah untuk mengecap dan hidung untuk
mengbauhi sesuatu. Kesulitan dalam persepsi dapat menyebabkan kesulitan dalam
menerima informasi- informasi dari lingkungan dengan akurat. Selanjutnya, kesulitan ini
dapat menyebabkan individu yang bersangkutan sulit dalam mengurutkan benda-benda
yang dilhat berdasarkan bentuk, ukuran atau warna dari benda-benda tersebut.
Kesulitan dalam menerima informasi yang diterima melalui alat pendengar
menyebebkan individu yang bersangkutan sulit dalam menyaring dan menetukan serta
membandingkan berbagai suara sehingga sulit dalam memfokuskan perhatian terhadap
suara yang harus didengarkan dengan saksama.
Kesulitan tactile (rabaan/sentuhan) menyebabkan individu yang bersangkutan sulit dalam
merasakan suka atau tidak suka terhadap suatu sentuhan, individu tersebut kurang dapat
merasakan rasa sakit yang dialami orang apabila dicubit atau dipukul.

2.3.3 Proses Penerimaan Informasi


1) Mengintegrasikan input informasi

16
Mengintegrasikan input informasi merupakan tahap kedua dalam proses
pengolahan informasi, yang mencakup kegiatan menginterprestasikan dan
mengkategorikan informasi kedalam kelompok yang sesuai, selanjutnya
menghubungkan informasi tersebut dengan apa yang telah dipelajari atau
dialami sebelumnya. Siswa yang engalami kesulitan dalam mengitegrasikan
input informasi akan mengalami kesulitan dalam menceritakan sustu cerita
dengan urutan yang benar, dan tidak dapat mengingat informasi sesuai dengan
urutanya, dapat memahami konsep baru, tetapi tidak dapat mengambil
kesimpulan umum., dari konsep yang baru diterimanya, dapat mempelajari fakta
baru, tetapi tiadak dapat mengaitkan fakta tersebut dengan fakta lainnya
sehingga mengandung makna tentang suatu kejadian atau peristiwa. Proses
tersebut memrlukan penguasaan kosakata yang baik, ketidakmampuan dalam
menguasai kosakata yang mewakili berbagai konsep dan hubungan yang ada
diantara konsep-konsep tersebut menyebabkan masalah dalam berkomunikasi.
2) Menyimpan informasi
Penympann informasi sangat erat hubungannya dengan ingatan, baik ingat
jangka pendek atau ingatan jangka panjang. Pada umumnya, kesulitan dalam
mengingat terjadi pada area yang berkaitan dengan ingatan jangka pendek, yang
menyebabkan individu yang bersangkutan sulit dalam mepelajari hal-hal baru
tapa pengulangan yang lebih banyak dari biasanya. Kesulitan dalam ingatan
visual (visual memory) menyebabkan kesulitan belajar mengeja kata.
3) Memberikan respons yang sesui dengan informasi yang diterima
Respons terhadap informasi dapat keluar dalam bentu kalimata atu
tindakan sepertoi isyarat, menggambar atau menulis. Kesulitan dalam
memberikan respons terhadap informasi yang diterima melalui bahasa
disebabkan oleh k,esulitan dalam berbahasa secara lisan. Oleh karena itu,
kesulitan dalm meproses informasi dapat meyebabkan kesulitan berbahasa lisan,
hal yang sam dapat pula terjadi dalam menulis dan menggambar.

17
2.3.4 Hubungan Kesulitan Belajar Dalam Tugas-Tugas Perkembangan Kesulitan
Belajar Akademik
Uraian berdasarkan informasi yang berkaitan antara Hubungan kesulitan belajar
pada anak usia dini yaitu kesulitan belajar dalam menuntas tugas-tugas perkembangan
denagn kesulitan belajar akademik. Hubungaannya ada diantara kesulitan belajar
akademik setelah anak memasuki usia sekolah dasar. (terlihat ditabel halaman 38).

2.4 Hakikat Asesment


Asesmen merupakan proses yang dilakukan dalam kegiatan secara sistematis
dalam rangka mengumpulkan informasi tentang perkembangan anak dan kemajuan
belajar yang dicapainya. Dalam kegiatan asesmen juga terkandung kegiatan mengukur
dan menilai.Mengukur merupakan kegiatan yang dilakukan dengan mengunakan alat
ukur.Untuk mengetahui tingkat pencapaian belajar atau tingkat perkembangan digunakan
alat ukur yang disebut tes.Menilai merupakan kgiatan yang dilakukan dalam
membandingkan hasil pengukuran.Misalnya, setelah mengukur panjang dua benda maka
dilakukan penilaian benda yang lebih panjang atau benda yang lebih pendek.
Asesmen mencakup kegiatan screening (pengukuran), diagnosa dan evaluasi yang
ditujukan untuk memperoleh informasi tentang perencanaan, pelaksanaan program dan
evaluasi keberhasilan program. Asesmen terhadap anak yang mengalami kesulitan belajar
dapat dilakukan secara formal, yaitu menggunakan alat asesmen ang telah baku dan
secara informal, yaitu dilakukan dengan menggunakan alat asesmen yang belum baku,
seperti alat asesmen yang dikembangkan oleh guru.

2.4.1 Asesmen Formal


Asesmen formal dilakukan dengan menggunakan alat asesmen yang telah baku.
Untuk melakukan asesmen pada anak ang diperkirakan mengalami kesulitan belajar
digunakan berbagai bentuk alat asesmen baku, yakni :
1. Tes Inteligensi
Tes inteligensi digunakan dalam rangka mengukur tingkat inteligensi anak
sebelum ia ditetapkan sebagai anak yang mengalami kesulitan belajar. Tes inteligensi
ang biasanya digunakan adalah Weschsler Intelligence Scale for Children-Reviced

18
(WISC-R) yang terdiri atas lima subtes, seperti berikut ini. (Mc. Loughlin (1986:118-
145, Weschsler,2003).
a. Tes untuk menguji kemampuan umum.
b. Tes untuk menguii kemampuan di bidang analogis dan persamaan.
c. Tes untuk menguji kemampuan matematika.
d. Tes untuk menguji kosa kata.
e. Tes untuk menguji kemampuan dalam mengambil keputusan dalam menghadapi
situasi sosial. Subtes ini dilengkapi dengan tes-tes sebagai berikut.
 Melengkapi gambar.
 Menyusun gambar.
 Menyusun balok.
 Merakit objek.
2. Tes Pencapaian Hasil Belajar
Untuk mengetahui aspek-aspek yang berhubungan dengan pencapaian hasil
belajar maka dapat dilakukan tes-tes bakuyang telah diuraikan oleh Mc. Loughlin
(1986:118-145) sebagai berikut :
a. Woodock-Johnson Psyho-Educational Batery
Woodock-Johnson Psyho-Educational Batery adalah salah satu tes baku ang
digunakan untuk mengukur kemampuan individu yang berusia tahun sampai 80
tahun. Tes ini dibagi dalam tiga bagian ang mencakup berbagai enis subtes.

Bagian Pertamadari Woodock-Johnson Psyho-Educational Batery bertujuan untuk


mengukur kemampuan kognitif individu yang terdiri atas subtes-subtes.

 Kemampuan kognitif secara umum.


 Kemampuan verbal.
 Mengemukakan alasan secara logis.
 Kecepatan persepsi.
 Ingatan.
 Kemampuan membaca.
 Kemampuan matematika.
 Kemampuan bahasa secara tertulis.

19
 Pengetahuan umum.

Bagian kedua dari Woodock-Johnson Psyho-Educational Batery bertujuan untuk mengukur


pencapaian hasil belajar yang terdiri atas subtes-subtes.

 Indentifikasi huruf dan kata.


 Mengisi kata pada bagian kalimat yang perlu dilengkapi dengan kata yang sesuai.
 Pemahaman paragraph.
 Kalkulasi.
 Pemecahan masalah.
 Pengurangan.
 Pembuktian.
 Sains.
 Pengetahuan sosial.
 Minat.

Bagian ketiga dari Woodock-Johnson Psyho-Educational Batery bertujuan untuk


mengukur minat yang terdiri atas subtes-subtes.

 Minat dalam bidang membaca.


 Minat dalam bidang matematika.
 Minat dalam bidang bahasa.
 Minat dalam bidang olahraga.
 Minat dalam bidang sosial.

b. Peabody Individual Achievement Test (PIAT)

Peabody Individual Achievement Test PIAT adalah salah satu tes yang dibuat untuk
mengukur kemampuan kognitif da pencapaian hasil individu berusia 6 tahun sampai
60 tahun.

c. Wide Range Achievement Test (WRAT)

Wide Range Achievement Test WRAT adalah salah satu tes yang dibuat untuk
mengukur individu yang berusia 3 tahun sampai 74 tahun di dalam bidang membaca,

20
mengeja dan aritmatika atau matematika. Tujuan khusus dari penggunaan WRAT
adalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan individu di dalam bidang-bidang
yang disebutkan sebelumnya.

d. Woodcock Reading Mastery Test

Woodcock Reading Mastery Test bertujuan untuk megukur kemampuan membaca


dari individu yang berusia enam tahun sampai 11 tahun, ynag terdiri dari subtes yang
berkaitan dengan hal berikut.

 Identifikasi huruf.
 Identifikasi kata.
 Mengisi kata pada bagian kalimat yang perlu dilengkapi denga kata yang
sesuai.
 Pemahaman makna kata.
 Pemahaman makna paragraph…

e. Keymath Diagnostic Arithmetic Test

Keymath Diagnostic Arithmetic Test bertujuan mengukur kekuatan dan


kelemahan individu dalam matematika, khususnya yang berkaitan dengan
aretmetik.Diberikan pada individu berusia enam tahun sampai 17 tahun.Tes ini terdiri aas
subtes berikut.

 Mengukur kemampuan dalam isi matematika: bilangan, pecahan, geometri, dan


simbol-simbol matematika.
 Operasi matematika: penjumlahan, pengurangan, pembagian dan alas an
penggunaan konsep bilangan.
 Aplikasi matematika: hitungan soal, menghitung bagian opperasi hitung yang
dikosongkan.
 Nilai uang.
 Pengukuran
 Waktu.

21
f. Test of Written Language TWOL(TWOL)

Test of Written Language TWOL bertujuan untuk mengukur kekuatan dan


kelemahan individu yang berusia 7 tahun sampai 18 tahun dalam bidang berbahasa secara
tertulis. Tes ini dilakukan dengan meminta peserta untuk melakukan tes mengarang, hasil
karangan dianalisi, hal yang dianalisis adalah pemilihan kosa kata yang tepat,
kematangan dalam pemilihan tema, pengungkapan ide dan penulisan kata dalam kalimat
yang akurat.

g. Tes of Language Development Primary (TOLD-P)

Tes of Language Development Primary TOLD-P bertujuan untuk mengukur


kemampuan bahasa : penguasaan secara pasif dan penguasaan secara aktif. Tes ini
diberika pada individu yang berusia 4 tahun sampai 8tahun.Tes ini meliputi subtes
berikut ini.

 Kamus gambar untuk mengukur kemampuan semantik yang tersimpan dalam


skemata.
 Pengungkapan kosa kata secara lisan.
 Pengungkapan ide melalui kalimat.
 Tata bahasa.
 Lawan kata dan sinonim kata.

h. Test of Adolecent Language (TOAL)

Test of Adolecent Language TOAL bertujuan untuk mengukur kemampuan


bahasa. tes ini dilakukan pada individu yang berusia 11 tahun sampai 18 tahun. Yang
meliputi subtes berikut.

 Tes mendengarkan kosa kata.


 Tes mendengarkan tata bahasa.
 Tes mendengarkan pembicaraan.
 Tes mendengarkan pembicaraan dan tata bahasa.

22
2.4.2 Asesmen Informal
Asesmen informal merupakan teknik yang selalu digunakan oleh para pendidik
dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan sehari-hari. Asesmen informal dapat
dilakukan guru dengan cara, mengobservasi kekuatan dan kelemahan anak dalam belajar,
melakukan pretes dan postes, meeriksa hasil kerja siswa, dan lain-lain.

1. Observasi
Observasi merupakan suatu kegiatan pengmpulan data yang memerlukan ketekunan
dan ketrampilan.
2. Rating scale
Rating scale digunakan sebagai alat pencatat selama melakukan pengamatan terhadap
kegiatan kemajuan belajar siswa dalam bidang akademik dan perkembangannya
dibidang nnakademik atau di bidang sosial.Rating scalemerupakan alat yang
dikembangkan berdasarkan sejumlah skor yang dikembangkan berdasarkan kriteria
tertentu untuk mengukur kualitas perkembangan siswa, baik dibidang akademik dan
nonakademik.Kualitas yang dinyatakan dalam skor dimulai dari skor terendah sampai
pada skor yang tertinggi.
3. Check List
Check Listberbentuk pernyataan-pernyataan yang dapat mewakili perilaku yang
mungkin ditampilkan siswa.Misalnya, perilaku dalam belajar dan dapat digunakan
untuk berbagai tujuan dalam berbagai bidang.
4. Anecdotal Record
Anecdotal Record merupakan catatan tentang peristiwa-peristiwa khusus yang
dilakukan anak sehingga peristiwa tersebut perlu direkam untuk melengkapi dokumen
yang diperlukan dalam menilai perkembangan anak.
5. Studi Kasus
Studi Kasus merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan dalam asesmen
informal.Misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan riwayat perkembangan akademik.
6. Analisis Terhadap Sampel Kinerja
Analisis terhadap sampel kinerja (work sample analysis) yang salah satunya adalah
portofolio digunakan sebagai bahan dalam melakukan informal asesmen.Portofolio
berisi kumpulan dari sampel kinerja anak diberbagai bidang, seperti matematika,

23
mengarang seni, olah raga.Dari dokumen yangtelah dikemas dalam bentk portofolo
dapat diketahui kelemahan dan kekuatan anak.
7. Penilaian Acuan Patokan
Penilaian Acuan Patokan adalah salah satu bentuk penilaian yang dilakukan dengan
jalan membandingkan hasil belajar yang dicapai siswa dengan tujuan belajar yang
seharusnya dicapai oleh siswa tersebut, oleh karena penilaian dan penentuan posisi
hasil belajar siswa tidak dibandingkan dengan hasil belaja siswa lainya yang berada
dalam kelompok sama.
8. Penilaian Acuan Norma
Penilain acuan norma(norm reference evaluation) adalah melakukan penilaian
terhadap hasil elajar dengan cara membanding hasil belajar siswa dengan siswa lain
yang berada dalam kelompoknya. Dengan demikian, nilai 7 belum tentu
mencerminkan hasil belajar yang baik, apabila rata-rata siswa didalam kelompoknya
mencapai nilai 8. Nilai 4 belum tentu buruk apabila rata-rata siswa didalam
kelompoknya adalah 3.

Beberapa Pertimbangan dalam Melakukan Asesmen Kesulitan Belajar


Asesmen kesulitan belajar dimulai dari pencapaian hasil belajar siswa. Pencapaian
hasil belajar ini dapat diperoleh melalui berbagai pengukuran dan penilaian hasil
belajar, yaitu melalui tes formatif dan tes sumatif. Data yang terkumpul melalui tes
tersebut memberikan informasi apakah anak mengalami kesulitan belajar atau
tidak.Siswa yang mengalami kesulitan belajar memiliki cirri-ciri sebagai berikut ini.
a. Menunjukan hasil belajar yang rendah, dalam arti dibawah nilai rata-rata yang
dicapai oleh kelompoknya atau dibawah potensi akademik yang dimilikinya.
b. Hasil belajar tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya.
c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar, selalu tertinggal dari kawan-
kawannya dalam menyelesaikan tugas.
d. Menunjukan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, berpura-pura.
e. Menunjukan perilaku yang kurang tepat, seperti bolos.
f. Menunjukan gejala emosi yang kurang wajar dalam menghadapi sitiuasi tertentu,
misalnya tidak merasa sedih ketika menerima nilai rendah.

24
2.4.3 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Asesmen

1. Validitas Instrumen Asesmen


Validitas Instrumen berkaitan dengan sejauh mana instrumen dapat mengukur
yang harus diukur, dalam kaitannya dengan pembelajaran maka instrumen yang valid
adalah instrumen yang mampu mengukur apa yang telah diajarkan dan yang telah
dipelajari oleh siswa.
2. Reliabilitas Instrumen Asesmen
Reliabilitas instrumen asesmen berhubungan dengan kestabilan atau
konsistensi skor ang dihasilkan dari penerapan suatu instrumen dengan skor yang
diperoleh pada waktu instrumen tersebut diterapkan kembali pada waktu yang
berbeda. Dengan demikian, apabila seseorang memmberikan suatu jawaban dalam
mengisi instrumen asesmen yang diberikan kepadanya, maka pada waktu lain, apabila
instrumen tersebut diberikan lagi, maka individu yang bersangkutan akan
memberikan jawaban yang konsisten dengan jawaban yang diberikannya pada waktu
mengisi asesmen instrumen yang sama pada waktu sebelumnya atau setidaknya
jawaban yang diberikan sangat dekat dengan jawaban yang diberikannya sebelumnya.

Beberapa petunjuk yang perlu dipedomani oleh guru dalam rangka mengembangkan
pedoman instrumen ang reliable adalah sebagai berikut.

a. Memperbanyak item soal. Reliable dapat ditingkatkan melalui perbanyak item soal. Hal
ini juga dapat menghindari terjadinya kesalahan. Dengan demikian, item berjumlah 30
lebih baik daripada 20 item.
b. Menentukan tingkat kesulitan yang optimum. Tingkat kesulitan yang moderat atau
normal akan memberikan penyebaran skor yang normal.
c. Menulis aitem secara jelas. Reliabilitas instrumen akan meningkat apabila siswa
memahami pertanyaan ang diajukan.
d. Reliable tes akan meningkat apabila selama melakukan tes siswa berada dalam keadaan
yang tenang.
e. Skor yang diberikan secara objektif dapat meningkatkan reliable instrumen.

2.4.4 Pengembangan Instrumen Asesmen

25
Pengembangan instrumen asesmen secara baku yang digunakan dalam melakukan
asesmen terhadap kemampuan anak berkesulitan belajar dibidang akademik atau
nonakademik, dilakukan dalam beberapa langkah berikut.

a. Menganalisi teori-teori yang berkaitan dengan variabel yang akan diukur.


b. Berdasarkan analisi teori-teori tersebut, dirumuskan sintesis teori yang menjadi dasar
dalam meruuskan konstruk dari variable yang akan diukur.
c. Berdasarkan konstruk tersebut dikembangkan dimensi dan indicator dari variable yang
akan diukur.
d. Menetapkan besaran atau parameter yang bergarak dalam satu rentang kontinum dari satu
kutub ke kutub lain yang berlawanan.
e. Membuat kisi-kisi instruem asesmen.
f. Membuat konsep instrumen asesmen.
g. Setelah konsep instrumen dianggap valid secara teoretis atau seara konseptual maka
dilakukan pengadaan instrumen secara terbatas untuk uji coba dilapangan.
h. Uji coba instrumen dilapangan merupakan bagian dari proses validasi empiris.
i. Melakukan analisis data hasil uji coba instrument yang bertujuan untuk mengetahui
validitas instrumen. Menggunakan kriteria internal, yaitu instrument itu sendiri sebagai
satu kesatuan yang dijadikan kriteria. Kriteria eksternal, yaitu kesesuaian hasil uji coba
instrumen dengan hasil ukur instrumen tertentu yang sesuia dengan instrumen yang
dibuat.
j. Berdasarkan validitas kriteria instrumen, diperoleh kesimpulan valid atau tidanya butir-
butir instrumen.
k. Bertitik tolak dati analisis butir, maka butir-butir yang tidak valid dikeluarkan atau
diperbaiki untuk diuji cobakan kembali, sedangkan butir yang alid dirakit kembali
menjadi sebuah perangkat instrumen untuk melihat kembali validitas kontennya
berdasarkan kisi-kisi instrumen.
l. Selanjutnya, koefisien reliabilitas instrumen dengan rentang 0-1 adalah besaran yang
menunjukan besaran kualitas atau konsistensi hasil instrumen. Makin tinggi koefisien
reliabilitas, makin tingggi pula kualitas instrumen tersebut.
m. Perakitan butir-butir instrumen yang valid akan dijadikan instrumen final.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara umum, kesulitan belajar disebabkan oleh kelainan dalam salah satu atau lebih
dalam proses belajar. Kelainan proses tersebut mencakup : proses fonologi, proses visual
spatial, proses kecepatan dalam mengingat, memusatkan perhatian dan proses eksekusi yang
mencakup kemampuan merencanakan dan mengambil keputusan. Faktor-faktor penyebab
kesulitan belajar dapat dikategorikan ke dalam 5 faktor penyebab yaitu : (1) kerusakan yang
terjadi pada susunan syaraf pusat, (2) ketidakseimbangan biokimia, (3) keturunan, (4)
lingkungan, (5) pengaruh teratogenic (zat kimia/obat-obatan).
Kesulitan belajar juga memcakup kesulitan dalam mengatur, mengelolah, dan
melaksanakan, seperti dalam melakukan perencanaan, menerapkan rencana dan
mengevaluasi penetapan perencanaan atau yang dikenal dengan istilah organizational skill,
selanjutnya kesulitan belajar mempengaruhi kemampuan dalam persepsi sosial, interaksi
sosial dan pemahaman terhadap suatu perseptif (masalah atau peristiwa dan objek). Kesulitan
belajar merupakan suatu keadaan yang menetap sepanjang hidup. Intervensi kesulitan belajar
perlu dilakukan sedini mungkin oleh orang tua, guru dan para ahli terkait, yaitu ahli kesulitan
belajar.
Asesmen merupakan proses yang dilakukan dalam kegiatan secara sistematis dalam
rangka mengumpulkan informasi tentang perkembangan anak dan kemajuan belajar yang
dicapainya.
3.2 Saran
1. Peran orang tua harus mampu mengetahui sekecil apa pun masalah yang dihadapi
anaknya baik dalam kesulitan belajar agar, orang tua mau berpartisipasi untuk membantu
anak ketika dalam kesulitan belajar.
2. Peran guru agar mampu membantu anak yang mengalami kesulitan dalam belajar .
3. Peran sekolah agar membantu siswa/siswi yang mengalami kesulitan dalam belajar dan
memberikan alternatif untuk membantu siswa yang bermasalah.

27
DAFTAR PUSTAKA

Prof.Dr.Martini Jamaris, 2015, Kesulitan Belajar (Perspektif,asesmen,dan penanggulangannya)


bagi anak usia dini dan usia sekolah, Penerbit Ghalia Indonesia.

28

Anda mungkin juga menyukai