Anda di halaman 1dari 20

TEKNOLOGI SEDIAAN SOLID

PEMBUATAN TABLET CHEWABLE/KUNYAH


ASAM MEFENAMAT
DENGAN METODE GRANULASI BASAH

Disusun oleh :
1. Erly Merela (PO.71.39.0.16.052)
2. Feby Anggita (PO.71.39.0.16.053)
3. Harbiyah (PO.71.39.0.16.054)
4. Kirana Aling P (PO.71.39.0.16.056)
5. Linda Ardillah (PO.71.39.0.16.057)
6. M. Hady Pratama (PO.71.39.0.16.058)
7. Meiditha Ovytia A (PO.71.39.0.16.059)

Kelas / Kelompok : Reguler II B / 3


Dosen pembimbing : Drs. Sadakata Sinulingga, Apt.

Nilai Paraf
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
JURUSAN FARMASI
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
TEKNOLOGI SEDIAAN SOLID
PEMBUATAN TABLET CHEWABLE/KUNYAH ASAM MEFENAMAT

I. TUJUAN
Mahasiswa mampu dan memahami cara pembuatan sediaan Asam Mefenamat dalam
bentuk tablet kunyah dengan metode kempa langsung.

II. TEORI

2.1 Pengertian Tablet


Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak dalam bentuk
pipih/sirkuler, kedua permukaan rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau
lebih dengan atau tanpa bahan tambahan (FI Edisi III, 1979).Target secara umum harus
memiliki keseragaman dosis, kecepatan waktu hancur yang baik dan kekuatan regangan
(Agrawal dan Prakasam, 1988).

Sediaan tablet banyak digunakan karena memiliki beberapa keuntungan, yaitu :


1. Tabletdapat bekerja pada rute oral yang paling banyak dipilih;
2. Tablet memberikan ketepatan yang tinggi dalam dosis;
3. Tablet dapat mengandung dosis zat aktif dengan volume yang kecil sehingga
memudahkan proses pembuatan, pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan;
4. Bebas dari air, sehingga potensi adanya hidrolisis dapat dicegah/diperkecil.

Dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, sediaan tablet mempunyai keuntungan,


antara lain :
1. Volume sediaan cukup kecil dan wujudnya padat (merupakan bentuk sediaan oral
yang paling ringan dan paling kompak), memudahkan pengemasan, penyimpanan,
dan pengangkutan;
2. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh (mengandung dosis zat aktif yang
tepat/teliti) dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral
untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah;
3. Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang kecil;
4. Tablet merupakan sediaan yang kering sehingga zat aktif lebih stabil;
5. Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air;
6. Zat aktif yang rasanya tidak enak akan berkurang rasanya dalam tablet;
7. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah; tidak
memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan pencetak
yang bermonogram atau berhiasan timbul;
8. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di
tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah/hancurnya tablet
tidak segera terjadi;
9. Pelepasan zat aktif dapat diatur (tablet lepas tunda, lepas lambat, lepas
terkendali);
10. Tablet dapat disalut untuk melindungi zat aktif, menutupi rasa dan bau yang tidak
enak, dan untuk terapi lokal (salut enterik);
11. Dapat diproduksi besar-besaran, sederhana, cepat, sehingga biaya produksinya
lebih rendah;
12. Pemakaian oleh penderita lebih mudah;
13. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia,
mekanik, dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik.
(the theory & practice of industrial pharmacy, lachman hal 294 dan proceeding
seminar validasi, hal 26)

Kerugian sediaan tablet


Di samping keuntungan di atas, sediaan tablet juga mempunyai beberapa kerugian,
antara lain :
1. Ada orang tertentu yang tidak dapat menelan tablet (dalam keadaan tidak
sadar/pingsan);
2. Formulasi tablet cukup rumit, antara lain :
3. Beberapa zat aktif sulit dikempa menjadi kompak padat, karena sifat amorfnya,
flokulasi, atau rendahnya berat jenis;
4. zat aktif yang sulit terbasahi (hidrofob), lambat melarut, dosisnya cukup besar
atau tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna, atau kombinasi
dari sifat tersebut, akan sulit untuk diformulasi (harus diformulasi sedemikian
rupa);
5. zat aktif yang rasanya pahit, tidak enak, atau bau yang tidak disenangi, atau zat
aktif yang peka terhadap oksigen, atmosfer, dan kelembaban udara, memerlukan
enkapsulasi sebelum dikempa. Dalam hal ini sediaan kapsul menjadi lebih baik
daripada tablet. (the theory & practice of industrial pharmacy, lachman hal 294)

2.2 Problem pada Pembuatan Tablet


Beberapa permasalahan yang mungkin timbul selama penabletan antara lain:
a. Pelekatan (binding)
Binding adalah pelekatan antara tablet dengan lubang kempangyang
menyebabkan sulitnya pengeluaran tablet ke luar lubang kempa yang biasanya
disebabkan oleh lubrikasi yang tidak cukup.Hal ini dapat diatasi dengan penambahan
zat pelicin, penggunaan zat pelicin yang lebih efisien, mengurangi ukuran granul dan
meningkatkan kandungan lembab dari granul (Siregar dan Wikarsa, 2010).

b. Sticking, Picking, dan Filming


Sticking biasanya terjadi karena pengeringan yang tidak memadaiatau
kurangnya zat pelicin sehingga permukaan tablet melekat pada permukaan punch.
Apabila terjadi sticking, gaya tambahan diperlukan untuk mengatasi gesekan antara
tablet dan dinding kempa selama pengeluarannya dari lubang kempa.
Picking masih termasuk dalam bentuk sticking dimana terdapatlubang pada
permukaan tablet yang disebabkan ketika bagian kecil granul melekat pada permukaan
punch dan terus bertambah setiap putaran mesin tablet.SedangkanFilming adalah
bentuk lambat dari picking.
Penyebab umum dari sticking, picking dan filming sebagian besar disebabkan
karena kelembapan berlebihan dalam proses granulasi, suhu tinggi atau permukaan
punch yang sudah aus. Hal ini dapat diatasi denganmenurunkan kandungan lembab,
penambahan adsorben atau penambahan zat pelicin (Siregar dan WIkarsa, 2010).

c. Kaping dan Laminasi


Kaping adalah suatu istilah dimana sebagian atau seluruh tablet terpisah antara
bagian atas dan bawahnya. Sedangkan laminasi adalah pemisahan tablet menjadi dua
atau lebih lapisan berbeda. Biasanya terjadi setelah pengempaan, tetapi dapat juga
setelah beberapa saat setelahnya.Pengujian kerapuhan adalah pengujian yang paling
cepat untuk mengetahui kemungkinan masalah tersebut (Lachman dan Lieberman,
1980).
Kaping dan laminasi dapat disebabkan karena kurang lembab, terlalu lembab,
pengikat tidak cukup atau tidak sesuai, kurang pengikat, udara berlebihan dalam granul
atau permasalahan pada alat kempa.Pengatasannya dapat dengan menyemprot granul
dengan air apabila kurang lembab, dikeringkan kembali apabila terlalu lembab,
penambahan pengikat atau mengurangi kecepatan pengempaan (Kohli dan Shah, 1998).

d. Sumbing dan Retak


Sumbing merupakan kondisi dimana tablet tercuil pada sekitar pinggiran tablet.
Sedangkan keretakan biasanya terjadi pada pusat bagian atas tablet dikarenakan faktor
mesin tablet. Sumbing dan keretakan dapat diatasi dengan mengeringkan kembali
granul yang lembap, mengganti zat pelicin atau mengganti punch (Kohli dan Shah,
1998).

e. Bercak-bercak (mottling)
Mottling adalah distirbusi warna yang tidak merata padapermukaan tablet. Salah
satu penyebabnya adalah zat aktif yang warnanya berbeda dengan eksipien tablet atau
hasil uraiannya dengan eksipien, terjadi migrasi obat dan atau perwarna selama
pengeringan atau adanya eksipien yang berupa larutan berwarna yang tidak merata
(Siregar dan Wikarsa, 2010; Gunsel dan Kanig, 1976)

2.3 Tablet Kunyah


Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah dimulut sebelum ditelan dan bukan
untuk ditelan utuh. Tujuan dari tabet kunyah adalah untuk memberikan suatu bentuk
pengobatan yang dapat diberikan kepada anak-anak atau orang tua, yang mungkin
sukar menelan obat utuh (Lachman,2012). Memiliki rasa aromatis yang menyenangkan,
mengandung tanpa bahan penghancur dan lebih di sukai oleh pasien, yang mempunyai
kesulitan menelan, juga oleh anak-anak yang sering kali dalam menelan tablet member
perlawanan. Oleh karena air untuk menelan atau membila tidak dipeerlukan,
menawarkan keuntungan penelannya. Disamping bagian bahan pengikat yang relative
tinggi, juga mengandung gula dan bahan aroma.

2.4 Bahan Tambahan Tablet Kunyah


Dalam suatu sediaan farmasi, selain zat aktif juga dibutuhkan zat
tambahan/eksipien. Eksipien dalam sediaan tablet dapat diklasifikasikan berdasarkan
peranannya dalam produksi tablet.
Adapun zat-zat tambahan dalam sediaan tablet kunyah meliputi:
a. Zat Pengisi (dilluent)
Zat pengisi dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Fungsi lain dari zat
pengisi adalah untuk memperbaiki kompresibilitas dan sifat alir bahan yang sulit
dikempa serta memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung. Bahan
pengisi harus memenuhi kriteria yaitu, harus non toksis, harus tersedia dalam jumlah
yang cukup, harganya haeus cukup murah, tidak boleh saling berkontraindikasi, secara
fisiologis harus inert/netral, harus stabil dalam sifat fisik dan kimia, tidak boleh
mengganggu bioavaobilitas obat, harus bebas dari segala jenis mikroba dan harus color
compatible (Banker dan Anderson, 1994).

b. Zat Pengikat (binder)


Zat pengikat diperlukan dengan maksud untuk meningkatkan kohesivitas antar
partikel serbuk sehingga memberikan kekompakan dan daya tablet (Voigt, 1984).
Bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan selama granulasi basah
untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakan kohesi bagi tablet yang tidak
dicetak langsung (Banker dan Anderson, 1994).

c. Zat pelicin (lubricant)


Zat ini digunakan untuk memacu aliran serbuk atau granul dengan jalan
mengurangi gesekan diantara partikel–partikel (Lachman et al., 1994). Jumlah pelicin
yang dipakai pada pembuatan tablet 0,1% sampai 0,5% berat granul (Ansel, 1989). Zat
pelicin yang biasa digunakan adalah talk, mg stearat atau campuran keduanya (Gunsel
dan Kanig, 1976).

d. Zat Pewarna dan Pemberi Rasa


Zat pewarna berfungsi untuk menutupi warna obat yang kurang baik,
identifikasi produk, dan untuk membuat suatu produk lebih menarik. Zat pemberi
rasaberfungsi agar dapat mengurangi rasa pahit, khusus yang sulit menelan tablet dan
emberi rasa pada tablet kunyah (Lachman et al., 1994).
e. Zat Pemanis
Penambahan pemanis biasanya hanya untuk tablet-tablet kunyah, tablet hisap,
buccal, sublingual, effervescent dan tablet lain yang dimaksudkan untuk hancur atau
larut dimulut. Pemanis yang biasa digunakan yaitu manitol, lactose, sukrosa, dekstrosa.
(Lachman et al., 1994).

2.5 Metode Granulasi Basah


Metode ini merupakan suatu proses untuk mengubah serbuk halus menjadi
bentuk granul dengan cara menambahkan larutan zat pengikat. Granul yang dihasilkan
setelah kering ditambahkan zat pelicin atau tanpa zatpenghancur, untuk selanjutnya
dikempa menjadi tablet (Sadik, 1984). Dalam proses granulasi basah, zat pengikat
digunakan untuk mempermudah proses aglomerasi (Parikh, 1997).
Metode ini memliki beberapa keuntungan, antara lain:
a. Menaikkan volume tablet atau bahan obat yang dosisnya kecil dengan
dipakainya eksipien dalam jumlah tertentu.
b. Menaikkan kohesifitas dan kompresibilitas serbuk sehingga diharapkan tablet
dapat dikempa menjadi massa tablet yang kompak, cukup keras, dan tidak rapuh.
c. Mencegah segregasi komponen penyusun tablet yang telah homogen selama
proses pencampuran.
d. Menjaga homogenitas dan memperbaiki distribusi zat aktif dengan
digunakannya zat pengikat.
e. Untuk bahan obat yang bersifat hidrofob, sistem granulasi basah dapat
memperbaiki kecepatan pelarutan zat aktif dengan penambahan cairanpelarut
yang cocok pada zat pengikat (Sheth et al., 1980).

Akan tetapi, metode granulasi basah juga memiliki keterbatasan, antaralain:


a. Biaya yang besar karena keterkaitan penggunaan ruang,waktu dan alat yang
relatif banyak.
b. Terdapat kemungkinan besar adanya kontaminasi silang yang lebih besar daripada
dengan metode kempa langsung
c. Dapat memperlambat disolusi zat aktif dari dalam granul setelah tablet
terdisintegrasi jika tidak diformulasi dan diproses dengan tepat (Siregar dan
Wikarsa, 2010).
III. PREFORMULASI
1. Asam Mefenamat

Asam mefenamat adalah serbuk hablur, putih atau hamper putih melebur
pada suhu lebih kurang 230˚disertai peruraian (FI IV hal 43 ). larut dalam larutan
alkali hidroksida, sukar larut dalam etanol dan praktis tidak larut dalam air
.Simpan dalam wadah tertutup dengan temperature dibawah 40 derajat Celcius
disarankan 15-30 derajat Celcius. Dosis: dewasa 500mg sebagai permulaan,
diikuti dengan 250mg tiap 6 jam. Asam mefenamat berkhasiat sebagai anti –
inflamasi, analgesic, antipiretik. ( DI hal 1026)

2. Starch (HOPE 5th, hal 725-730)

Serbuk halus; putih; tidak berbau; tidak berasa. Fungsinya sebagai pengisi
tablet; penghancur tablet (3-15% b/b); pengikat tablet (5-25% b/b); glidan. Praktis
tidak larut dalam air dingin dan etanol 95% dingin. Amilum mengembang cepat
dalam air pada suhu 37°C. Amilum dalam keadaan kering dan tidak dipanaskan
stabil jika terlindung dari kelembaban tinggi. Larutan atau pasta amilum yang
dipanaskan tidak stabil secara fisik dan mudah ditumbuhi mikroorganisme. Harus
disimpan dalam wadah kedap udara pada tempat kering dan sejuk

3. Isopropil (Dirjen POM. 1979 ; 325)

Isopraponalum adalah cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, mirip


etanol, rasa membakar, mudah terbakar. Mudah larut dalam air, dalam kloroform
P & dalam eter P. Simpan dalam wadah tertutup rapat.

4. PVP ( Povidon )

Polivinilpirolidon merupakan hasil polimerasi 1-vinyl-2 pyrrolidinone.


Dalam bentuk polimer PVP dengan rumus molekul (C6H9NO)n, bobot molekul
berkisar antara 2500 hingga 3.000.000. Pemerian PVP berupa serbuk putih, atau
putih kekuningan, berbau lemah atau tidak berbau, higroskopis. PVP sediaan oral
maupun topikal. PVP sebaga i bahan tambahan tidak bersifat mudah larut dalam
air, etanol (95%) P, kloroform P, keton, metanol. 15 Praktis tidak larut dalam eter,
hidrokarbon dan mineral oil. Selain sebagai bahan pengikat pada pembuatan
tablet, PVP juga dapat digunakan sebagai agen pensuspensi meningkatkan
disolusi, meningkatkan kelarutan, dan menambah viskositas baik toksis, tidak
menginfeksi kulit dan tidak ada kasus sensitif. Penggunaan PVP dalam formulasi
tablet dalam konsentrasi 0,5-5% (Kibbe, 2006)

5. Avicel (HOPE 5th hal 132-135)

Serbuk kristalin; putih; tidak berbau; tidak berasa; tersusun atas partikel-
partikel berpori; higroskopis. Fungsinya sebagai pengisi tablet (konsentrasi 20-
90% b/b); penghancur tablet (konsentrasi 5-15% b/b); adsorben (20-90%). Dapat
digunakan untuk metode kempa langsung maupun granulasi basah. Sukar larut
dalam larutan NaOH 5% b/v; praktis tidak larut dalam air, asam encer dan
sebagian besar pelarut organic. Avicel stabil, meskipun higroskopis. Harus
disimpan dalam wadah tertutup baik pada tempat sejuk dan kering. Agen
pengoksidasi kuat

6. Magnesium stearate

Magnesium stearat bebentuk sangat halus, putih muda, diendapkan atau


bubuk giling yang tidak diolah dengan kerapatan curah rendah, memiliki bau
samar asam stearat dan rasa yang khas. Serbuknya berminyak jika disebtuh dan
mudah melekat pada kulit. Magnesium stearat banyak digunakan pada kosmetik,
makanan, dan formulasi farmasi terutama digunakan sebagai pelumas pada kapsul
dan pembuatan tablet pada konsentrasi antara 0,25% dan 5.0% b / b. Magnesium
stearate juga digunakan dalam krim penghalang. Magnesium stearate tidak
kompatibel dengan asam kuat, alkali, dan garam besi. Hindari pencampuran
dengan bahan pengoksidasi kuat. Magnesium stearat tidak bisa digunakan dalam
produk yang mengandung aspirin, beberapa vitamin, dan kebanyakan garam
alkaloid.

IV. FORMULA
Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulation Solid Product hal. 348

V. Usulan Formula

Jumlah/
No Nama Bahan Fungsi
tablet

1 Asam Mefenamat 250 mg Zat aktif

2 Starch(maize) 40 mg Pengikat

3 Kollidon 90F 50 mg Pengikat

4 Isopropil Alcohol Qs Pembasah

5 Kollidon CL 12 mg Disintegrant

6 Avicel PH 101 Qs Pengisi/Disintegrant

7 Mg Stearate 5 mg Pelincir

VI. Perhitungan Bahan


Bobot per tablet = 450 mg
Dibuat 100 tablet, dilebihkan 20%, jadi dibuat 120 tablet
Bobot Total = 450 mg x 120 = 54.000 mg
1. Asam Mefenamat = 250 mg x 120 = 30.000 mg
2. Starch(maize) = 40 mg x 120 = 4.800 mg
3. Kollidon 90F/PVP = 50 mg x 120 = 6000 mg
4. Kollidon CL = 12 mg x 120 = 1.440 mg = 1450 mg
5. Mg Stearate = 5 mg x 120 = 600 mg
6. Isopropil Alkohol = Qs
7. Avicel PH 101 = 54000 mg – 42840 mg
= 11160 mg
VII. Penimbangan Bahan

1. Asam Mefenamat= 30.000 mg


2. Starch(maize) = 4.800 mg
3. Kollidon 90F/PVP = 6000 mg
4. Kollidon CL = 1450 mg
5. Mg Stearate = 600 mg
6. Isopropil Alkohol = Qs
7. Avicel PH 101 = 111200 mg

VIII. Prosedur Pembuatan


1. Timbang semua bahan yang diperlukan.
2. GerusAsam mefenamat, tambahkan Amilum gerus homogen (M1)
3. Gerus PVP tambahkan Isopropil alcohol Qs (M2)
4. Kemudian tambahkan M2 ke M1 sampai membentuk masa granul basah
(fase dalam)
5. Ayak fase dalam tersebut dengan ayakan 18 mesh hingga terbentuk granul
6. Oven granul pada suhu 40° – 60°C selama 24 jam. Lalu keesokan harinya
campuran dikeluarkan dari oven.
7. Lakukan evaluasi terhadap granul.
8. Setelah evaluasi granul dilakukan pencampuran fase dalam dan fase luar
dengan terlebih dahulu membuat fase luar
9. Campurkan mg stearat, Kollidon CL dan Avicel PH 101 masukkan kedalam
botol plastik yang sesuai, kocok selama 5-10 menit
10. Lakukan pencampuran fase luar dan fase dalam
11. Cetak Masa hingga terbentuk tablet.
12. Lakukan Evaluasi bterhadap tablet.

IX. EVALUASI

1. Evaluasi Serbuk
a. Kecepatan Alir
Waktu alir adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan sejumlah serbuk
melalui lubang corong yang diukur dalam sejumlah zat yang mengalir dalam
sewaktu-waktu tertentu. Untuk 10 gram serbuk waktu alirnya tidak boleh
lebih dari 1 detik.
Waktu alir berpengaruh terhadap keseragaman bobot tablet. Parameter yang
digunakan untuk mengevaluasi massa tablet adalah pemeriksaan laju alirnya.
Rumus
Kecepatan alir = w/t
Dimana w = massa serbuk (g)
t = waktu (detik)
untuk mengukur laju alir adalah dengan menghitung waktu yang
dibutuhkan sejumlah serbuk untuk dapat bebas melewati corong (Voight,
1994)
Table . Laju Alir Terhadap Sifat Alir
Laju Alir (gr/detik) Sifat Aliran

>10 Bebas mengalir


4-10 Mudah mengalir
1,6-4 Kohesif
<1,6 Sangat kohesif

(Aulton, 2001)
Cara pengukuran
Alat yang digunakan : Stopwatch,corong
Syarat : tidak boleh >10 detik untuk serbulk sejumlah 10
gram
Prosedur :
1. Serbuk ditimbang 10 gram
2. Serbuk dimasukkan kedalam corong yang bagian bawahnya ditutup lebih
dahulu
3. Setelah seluruh serbuk masuk,siapkan stopwatch lalu buka tutup bagian
bawah corong lalu biarkan serbuk mengalir. Hitung kecepatan alir
menggunkan stopwatch . Waktu alir tidak boleh lebih dari 1 detik.

b. Sudut Diam
Sudut diam adalah sudut tepat yang terjadi antara timbunan partikel
berbentuk kerucut dengan bidang horizontal. Jika sejumlah serbuk dituang
kedalam alat pengukur, besar kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh bentuk
ukuran dan kelembaban serbuk. Bila sudut diam lebih kecil atau sama
dengan 300 menunjukkan bahwa serbuk dapat mengalir dengan bebas, bila
sudut lebih besar dari 400 biasanya daya mengalirnya kurang baik.

Tabel . Hubungan antara Nilai Sudut Henti Terhadap Sifat Alir


Sudut Henti Sifat Aliran

<25 Sangat baik


25-30
30-40 Baik
>40 Cukup
Buruk

Sumber : United State Pharmacopoeial 32th,2009


Rumus
Tan α = h/r
Dimana h : tinggi kerucut
r : jari-jari bidang dasar kerucut
Cara pengukuran
Alat : Kertas millimeter,penggaris
Syarat : sesuai dengan table

Prosedur :
1. Sesaat setelah serbuk di alirkan dari corong, serbuk akan membentuk
gundukan berbentuk kerucut pada kertas milimeter
2. Ukur diameter dan tinggi kerucut tersebut dan masukkan kedalam
Rumus

c. Kompresibilitas (Voight 1994)


Kompresibilitas adalah kemampuan serbuk untuk tetap kompak dengan
adanya tekanan.Uji kompresibility dilakukan dengan alat yang disebut bulk
density
Rumus :
Persen kompresibility dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
%kompresibilitas = (BJ Mampat – BJ Bulk) x 100 %
BJ Mampat
Syarat % kompresibilitas yang baik adalah 5-15% menurut table berikut :
Tabel . Presentase Komprebilitas Terhadap Sifat Alir Serbuk
% kompresibilitas Sifat Alir

5-15 Sangat baik


12-16 Baik
18-21 Cukup baik
23-35 Buuruk
35-38 Sangat buruk
>40 Sangat buruk sekali

2. Evaluasi tablet
a. Pemeriksaan Organoleptik (Ansel, 1989)
Pemeriksaan organeleptik meliputi warna, rasa, bau, penampilan (mengkilap
atau kusam), tekstur permukaan (halus atau kasar), derajat kecacatan seperti
serpihan, dan kontaminasi benda asing (rambut, tetesan minyak, kotoran). Warna
yang tidak seragam dan adanya kecacatan pada tablet selain dapat menurunkan
nilai estetikanya juga dapat menimbulkan persepsi adanya ketidak seragaman
kandungan dan kualitas produk yang buruk.

b. Keseragaman ukuran (Ansel, 1989)

Ukuran tablet meliputi diameter dan ketebalan. Ketebalan inilah yang


berhubungan dengan proses pembuatan tablet, karena harus terkontrol sampai
perbedaan 5 % dari nilai rata-rata. Pengontrolan ketebalan tablet diperlukan agar
dapat diterima oleh konsumen dan dapat mempermudah pengemasan.

c. Keseragaman kesediaan
1. Keseragaman bobot (Depkes RI, 1979)
Bobot tablet yang dibuat harus diperiksa secara acak untuk memastikan
bahwa setiap tablet mengandung obat dengan jumlah yang tepat. Syarat
keseragam bobot menurut Farmakope Indonesia Edisi III adalah bila bobot
rata-rata lebih kurang 300 mg, jika ditimbang satu persatu tidak lebih dari 2
buah tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang 5% dari bobot rata-
ratanya, dan tidak ada satupun tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari
10% dari bobot rata-ratanya.
Alat yang digunakan : Timbangan

Cara pengukuran : Timbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet . Jika
ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing
bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang
ditetapkan kolom A, dan tidak satupun yang bobotnya menyimpang dari
bobot rata-rata lebih dari yang ditetapkan kolom B.
BOBOT RATA- PENYIMPANGAN BOBOT RATA-RATA
RATA DALAM %
A B
25 mg atau kurang 15 % 30 %
26 mg - 150 mg 10 % 20 %
151 mg - 300 mg 7,5 % 15 %
Lebih dari 300 mg 5 % 10%

Rumus :
Bobot rata-rata = ∑bobot
Jumlah tablet
Penyimpangan = bobot rata-rata-bobot satu tablet X 100%
Bobot rata-rata

d. Kekerasan
Tablet harus mempunyai kekuatan dan kekerasan tertentu serta dapat
bertahan dari berbagai goncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan
dan transportasi. Alat yang biasa digunakan adalah hardness tester (Banker
and Anderson, 1984).
Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam
melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan
talet selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Kekerasan ini
dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan (Parrott,
1971).Keseragaman minimum 4 kg diukur dengan alat Hardness tester.
Caranya :
Ambil masing-masing 6 tablet dari tiap batch , yang kemudian diukur
kekerasanya dengan alat pengukur kekerasan tablet. Letakkan sebuah tablet
dengan posisi tegak diantara anvit dan punch, lalu tablet dijepit dengan cara
memutar sampai tablet pecah dan retak. Pada saat tersebut angka yang
ditunjukkan oleh jarum adalah kekerasan tablet tersebut.

e. Friabilitas atau kerapuhan tablet (Lachman,1994)


Friabilitas dinyatakan dengan presentase selisih bobot sebelum dan
sesudah pengujian dibagi dengan bobot mula-mula .
Alat yang digunakan : Friabilator

Cara pengukuran :
Tablet yang akan diuji sebanyak 20 tablet, terlebih dahulu dibersihkan dari
sebunya dan ditimbang dengan seksama. Tablet tersebut selanjutnya
dimasukkan ke dalam friabilator dan diputar sebnayak 100 kali putaran
selama 4 menit , jadi kecepatan putaranya 25 putaran per menit. Setelah
selesai, keluarkan tablet dari alat, bersihkan dari debu dan timbang kembali
seluruh tablet dengan seksama. Kemudian hitung persentase kehilangan
bobot sebelum dan sesudah perlakuan.
Tablet yang baik memiliki keregasan kurang dari 1 %

f. Uji Waktu Larut ( Banker and Anderson, 1984)

 Prosedur :
1. Pada uji ini diambil tiga tablet kemudian diuji satu persatu .
2. Masukan ke dalam suatu gelas yang dapat merendam seluruh bagian
tablet ,
3. Lalu ditambahkan aquadest sampai volume 200 ml kemudian dihitung
waktu larutnya mulai dari tablet dimasukkan sampai tablet habis larut.
 Standar untuk tablet dinyatakan lulus :
Waktu larut yang diharapkan adalah kurang dari lima menit ( 300 detik )
pada suhu 25OC.

g. Uji kadar air

Alat yang digunakan : moisture balance

 Prosedur
Pada alat tersebut dimasukkan tablet dalam alumunium foil kemudian
ditara dan diukur kadar airnya dengan menekan tombol start maka akan
didapat persen kadar air.
 Standar tablet dinyatakan lulus :
Syarat kadar air massa tablet effervescent yaitu 10 % .

Desain Kotak

Etiket
Brosur

Daftar Pustaka

Anief,Moh. 2010. Ilmu Meracik Obat teori dan praktik. Yogyakarta. Gadjah
MadaUniversity Press.
Anief,Moh. 2007. Farmasetika Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Ansel,H.C., (1989). Pengantar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press. Jakarta.
CRowe, Raymond, J Sheskey Paul, Equinn Marian, 2009. Handbook of
Pharmaceutical Manufacturing Formulation, Pharmaceutical
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta.
Direktorat Jenderal POM Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal POM Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal POM Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Lachman, Leon., Herbert A. Lieberman., Joseph L. Kanig. 2012. Teori dan Praktek
Farmasi Industri. Jakarta : Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai