Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003
memperkirakan jumlah anak penyandang cacat di Indonesia sekitar 7-10% dari
jumlah penduduk Indonesia. Sebagian besar anak penyandang cacat atau sekitar
295.250 anak berada di masyarakt dalam pembinaan dan pengawasan orang tua
dan keluarga. Pada umumnya mereka belum mendapatkan pelayanan kesehatan
sebagaimana mestinya (Depkes, 2011). Kecacatan ini timbul karena bawaan lahir
ataupun didapat setelah lahir. Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi yaitu
natal, prenatal, postnatal, dan social ekonomi. Banyak jenis kecacatan yang terjadi
pada anak, diantanranya adalah Cerebral Palsy. Cerebral Palsy sendiri
merupakansekelompok gangguan gerak atau postur yang disebabkan oleh lesi
yang tidak progresif yang menyerang otak yang sedang berkembang atau
immatur. Lesi yang terjadi sifatnya menetap selama hidup, tetapi perubahan gejala
bisa terjadi sebagai akibat proses pertumbuhan dan maturasi otak. Kerusakan
jaringan saraf yang tidak progresif pada saat prenatal dan sampai 2 tahun post
natal termasuk dalam kelompok Cerebral Palsy. Di Indonesia 1 - 5 dari setiap
1.000 anak yang lahir hidup di Indonesia memiliki kondisi tersebut. Sedangkan di
USA ada kecenderungan peningkatan prevalensi pada dua dekade terakhir. Hal ini
disebabkan kemajuan penanganan obstetri dan perinatal, sehingga terdapat
peningkatan bayi immatur, berat lahir rendah dan bayi prematur dengan
komplikasi yang bertahan hidup. Insiden bervariasi antara 2-2,5/1000 bayi lahir
hidup. Di USA perkiraan prevalensi pada yang sedang atau berat antara 1,5-
2,5/1000 kelahiran, kurang lebih mengenai 1.000.000 orang (Elita Mardiani,
2006). Cerebral Palsy bukanlah termasuk penyakit secara tersendiri, tetapi istilah
yang diberikan untuk sekelompok gejala motorik yang bervariasi akibat lesi otak
yang tidak progresif. Akibat lesi otak yang bevariasi maka muncul berbagai
macam klasifikasi Cerebral Palsy, diantaranya berdasarkan 1
6. bagian tubuh yang terkena atau topografinya pada tubuh;
hemiplegic,diplegic, atau quadriplegic; gangguan motorik yang dominan; apakah
itu spastic, floopy, atau athetose. Nantinya dalam makalah ini akan dibahas secara
mendalam tentang Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka kami
sebagai penulis dapat mengidentifikasikan masalah untuk kasus tersebut sebagai
berikut: a. Gangguan ambulasi dan transfer b. Gangguan gerak c. Gangguan
Postur 2.1 Pembatasan Masalah Banyaknya jenis dan masalah yang timbul pada
kasus Cerebral Palsy, maka kami akan membatasi permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini. Adapun masalah yang dibahas akan dibatasi pada
Penatalaksanaan fisioterapi pada penderita Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic.
2.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam karya tulis ilmiah ini adalah: 1.
Apa definisi dari Cerebral Palsy? 2. Bagaimana anatomi dan fisiologi otak? 3.
Bagaimana epidemiologi dari Cerebral Palsy? 4. Bagaimana Patofisiologi dari
Cerebral Palsy? 5. Apa etiologi dari Cerebral Palsy? 6. Apa saja manifestasi klinis
dari Cerebral Palsy? 7. Bagaimana prognosa dari Cerebral Palsy? 8. Apa definisi
dari Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic? 2
7. 9. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy Spastic
Quadriplegic?3. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini
dibagi menjadi dua, yakni: 3.1 Tujuan Umum 3.1.1 Karya tulis ini dibuat untuk
memenuhi tugas akhir kami sebelum kami pindah stase pada peminantan lain.
3.1.2 Untuk mengaplikasikan pengetahuan kami dalam mengatasi masalah pada
kasus Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic 3.2 Tujuan Khusus 3.2.1 Mengetahui
definisi dari Cerebral Palsy 3.2.2 Mengetahui anatomi dan fisiologi otak 3.2.3
Mengetahui patofisiologi dari Cerebral Palsy 3.2.4 Mengetahui etilogi dari
Cerebral Palsy 3.2.5 Mengetahui manifestasi klinis dari Cerebral Palsy 3.2.6
Mengetahui prognosa dari Cerebral Palsy 3.2.7 Mengetahui klasifikasi dari
Cerebral Palsy 3.2.8 Mengetahui definisi dari Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic
3.2.9 Mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Cerebral palsy 3
8. 4. Metode Penulisan Dalam Penyusunan makalah ini, metode yang kami
gunakan adalah metode kepustakaan yaitu dengan membaca buku – buku yang
bersangkutan dengan kasus ini. Selain itu kami juga mencari literatur dari internet
untuk menambah informasi yang bersangkutan, dan observasi langsung pada
pasien. Dalam sistematika penulisan, BAB I merupakan pendahuluan yang
meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah,
perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.BAB II merupakan kajian teori yang meliputi definisi, anatomi fisiologi
otak, epidemiologi, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, prognosis, dan
penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic. BAB
III merupakan pembahasan status, serta BAB IV yang merupakan penutupan
berupa kesimpulan dan saran. 4
9. BAB II KAJIAN TEORI1. Definisi Cerebral Palsy Cerebral Palsy adalah
kondisi neurologis yang terjadi permanen tapi tidak mempengaruhi kerusakan
perkembangan saraf karena itu bersifat non progresif pada lesi satu atau banyak
lokasi pada otak yang immatur (Campbell SK et al, 2001 dalam Jan S, 2008).
Cerebral palsy adalah masalah-masalah pada sistem saraf pusat yang berakibat
tidak berkembangnya sistem saraf pusat atau mempengaruhi otak atau tulang
belakang (Pamela, 1993). Cerebral palsy mencakup kelompok dari kondisi yang
mempengaruhi anak sehingga memiliki kekurangan dalam kontrol pergerakan.
Cerebral palsy adalah sebuah gangguan dari perkembangan dan postur
dikarenakan sebuah kerusakan atau lesi dari otak yang belum berkembang (Bax,
1964). Biasanya yang dijadikan acuan onset kejadiannya sebelum 3 tahun. Lesi
saraf pada cerebral palsy tidak progresif, walaupun menjadi perubahan dan variasi
dalam perjalanannya tergantung kelainan yang terlihat dan perkembangan pada
tiap anak. Perubahan ini terjadi tergantung dari beberapa faktor yakni maturasi
otak, pertumbuhan tubuh, keseimbangan otot, dan gerakan anak dan
kecenderungan postur (Pamela, 1993).
1. Inhibisi
Inhibisi adalah suatu upaya untuk menghambat dan menurunkan tonus otot.
Tekniknya disebut Reflex Inhibitory Paternt. Perubahan tonus postural dan patern
menyebabkan dapat bergerak lebih normal dengan menghambat pola gerak
abnormal menjadi sikap tubuh yang normal dengan menggunakan teknik “Reflex
Inhibitory Pattern”.

2. Stimulasi
Stimulasi yaitu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui
proprioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak,
memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara
automatic. Tapping: ditujukan pada group otot antagonis dari otot yang spastic.
Placcing dan Holding: Penempatan pegangan. Placcing Weight Bearing:
Penumpuan berat badan.

3. Fasilitasi
Fasilitasi adalah upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak
motorik yang sempurna pada tonus otot normal. Tekniknya disebut “Key Point of
Control” yang bertujuan untuk:
a. Untuk memperbaiki tonus postural yang normal.
b. Untuk memelihara dan mengembalikan kualitas tonus normal.
c. Untuk memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja, diperlukan dalam
aktifitas sehari-hari.

Tahapan teknik dasar latihan gerak pada anak


Terdiri dari 4 tahapan yaitu :
A. Tahap I : Latihan mengontrol kepala dan tangan.

Latihan mengontrol kepala dan tangan sangat penting sebagai tahap awal dari
latihan selanjutnya. Mengangkat dan menahan kepala serta badan melalui
penumpuan tangan berguna untuk persiapan berguling, merangkak dan duduk.
Latihan mengontrol kepala bisa dilakukan dengan cara memposisikan anak tidur
terlentang kemudian orangtua atau terapis memberikan fasilitas mainan yang
berwarna-warni atau bunyi-bunyian di sebelah kiri atau kanan anak agar mereka
terdorong untuk menoleh ke kanan dan ke kiri.

Mengangkat dan menahan kepala serta badan melalui penumpuan tangan berguna
untuk persiapan berguling, merangkak dan duduk.
Latihan berguling bisa dilakukan dengan cara memposisikan anak dalam keadaan
terlentang, kemudian mulai bujuk anak untuk berguling tanpa bantuan. Dalam hal
ini orangtua atau terapis bisa menjadikan mainan sebagai salah satu penarik bagi
anak agar mereka berusaha meraih mainan tersebut

B. Tahap II : Latihan mengontrol badan untuk duduk


Pada tahap ini, anak diajarkan untuk mempertahankan badannya tetap tegak
sewaktu ia bergerak dari dan hendak bersandar pada tangannya.

Posisi duduk akan membuat sang anak mampu melihat kedua tangannya dan
mempergunakannya.
Tujuan latihan pada tahap ini yaitu agar anak anak dapat beraktivitas ke segala
arah pada saat duduk, mempersiapkan diri untuk berdiri dan jongkok dari posisi
duduk, dan beraktivitas dari posisi duduk ke merangkak.

C. Tahap III : Latihan untuk mengontrol tungkai untuk berdiri dan berjalan.

Tujuan yang ingin dicapai pada tahap ini yaitu agar anak dapat mempersiapkan
tungkainya dari duduk berlutut untuk selanjutnya berdiri.

D. Tahap IV : Informasi umum untuk keluarga

Yaitu dengan menginformasikan kepada keluarga untuk senantiasa melatih anak


dengan teratur dan penuh kasih saying agar anak lebih cepat mandiri. Keluarga
atau orang tua diajarkan untuk menggerakkan sendi secara penuh setiap hari
sekitar 3 kali per sendi tanpa disertai dengan gerakan paksaan. Hal ini untuk
memelihara jarak gerak sendi anak dan untuk mencegah kekakuan.

E. Latihan Aktifitas Sehari – hari

Ketika keseimbangan anak mulai terjaga, maka selanjutnya orangtua atau terapis
bisa mengajarkan anak untuk perlahan-lahan melakukan aktivitas sehari-hari
secara mandiri. Misalnya saja mengeringkan badannya setelah mandi, belajar
makan, mandi, serta mengenakan pakaiannya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ums.ac.id/25495/2/04_BAB_I.pdf

Anda mungkin juga menyukai