Anda di halaman 1dari 17

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Lansia


2.1.1 Definisi Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, pada tahap ini individu
mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya
kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya.
Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuan normal, seperti
rambut yang mulai memutih, berkurangnya ketajaman panca indera, serta
kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia
lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran
diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua
hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukupbesar untuk dapat
menyikapi secara bijak (Soejono, 2000).

2.1.2 Batasan Lansia


Ada beberapa pendapat mengenai batasan umur lanjut usia yaitu:
1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
Lanjut usia meliputi: usia pertengahan yakni kelompok usia 46 sampai 59
tahun. Lanjut usia (Elderly) yakni antara usia 60-74 tahun. Usia lanjut tua
(Old) yaitu antara 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (Very Old) yaitu
usia diatas 90 tahun.
2. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro pengelompokkan lanjut usia
sebagai berikut: usia dewasa muda (Elderly adulthood): 18 atau 20-25
tahun. Usia dewasa penuh (middle year) atau maturitas: 25-60 atau 65
tahun. Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi
untuk umur 75-80 tahun (old) dan lebih dari 80 tahun (very old).
3. Menurut Depkes RI (2009): Kategori Umur yang termasuk lansia:
Masa lansia awal = 46-55 tahun.
Masa lansia akhir = 56-65 tahun.
Masa manula = > 65

4
5

2.1.3 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia


Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia menurut Nugroho (2000)
yaitu:
1. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia diakibatkan oleh
terjadinya proses degeneratif yang meliputi:
(1) Sistem persyarafan terjadi perubahan lambat dalam respon dan waktu
untuk bereaksi dan mengecilnya syaraf panca indera yang menyebabkan
berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, menurunnya sensasi
perasa dan penciuman sehingga dapat mengakibatkan terjadinya masalah
kesehatan misalnya glukoma dan sebagainya.
(2) Sistem pendengaran terjadi perubahan hilangnya daya pendengaran,
terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang
tidak jelas, sulit mengerti kata-kata. Hilangnya kemampuan pendengaran
meningkat sesuai dengan proses penuaan dan hal yang seringkali
merupakan keadaan potensial yang dapat disembuhkan seperti komunikasi
yang buruk dengan pemberi perawatan.
(3) Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon terhadap sinar,
lensa lebih suram sehingga menjadi katarak yang menyebabkan gangguan
penglihatan, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.
(4) Sistem kardiovaskuler terjadi perubahan elastisitas dinding aorta menurun,
katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa
darah menurun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume
kehilangan elastisitas pembuluh darah karena kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke
duduk, duduk ke berdiri bisa mengakibatkan tekanan darah menurun yang
mengakibatkan pusing mendadak, tekanan darah meninggi diakibatkan
oleh meningkatnya resitensi dari pembuluh darah perifer.
2. Perubahan mental
Meliputi perubahan dalam memori secara umum. Gejala-gejala
memori cocok dengan keadaan yang disebut pikun/pelupa. Pelupa
merupakan keluhan yang sering dikemukakan oleh manula, keluhan ini di
6

anggap lumrah dan biasa oleh lansia, keluhan ini didasari oleh fakta dari
peneliti cross sectional dan logitudional didapat bahwa kebanyakan lansia
mengalami gangguan memori, serta perubahan IQ (intelegentia quotient),
berkurangnya penampilan dan persepsi.
3. Perubahan-perubahan psikososial
Bila seorang pension (purna tugas) ia akan mengalami kehilangan
financial, status, teman dan pekerjaan. Semakin lanjut usia biasanya
mereka menjadi semakin kurang tertarik terhadap kehidupan akhirat dan
lebih mementingkan kematian itu sendiri serta kematian dirinya, kondisi
seperti ini benar khususnya bagi orang yang kondisi fisik dan mentalnya
semakin memburuk, hal ini secara langsung bertentangan dengan pendapat
orang lebih muda, dimana kematian mereka tampaknya masih jauh dan
karena itu mereka kurang memikirkan kematian.
4. Perubahan psikologis
Masalah psikologis yang dialami oleh lansia ini pertama kali
mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka
hadapi, dalam hal ini di kenal apa yang di sebut disengagement theory,
yang berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya satu
sama lain. Pada lansia yang realistik dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungan baru.

2.2 Konsep Dasar Penyakit Hipertensi


2.2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya
140 mmHg atau tekanan dastolic sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya
beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain
seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah
makin besar resikonya.
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Brunner dan
Suddarth, 896 ; 2002).
7

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur paling
tidak pada tiga kesempatan yang berbeda (Elizabeth J. Corwin, 484; 2009).
Adapun Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas
menurut Joint National Committee on Prevenion, Detectoion, Evaluation, and
Treatment of High Blood pressure, dalam buku Brunner dan suddarth (896, 2002),
yaitu:
Tabel Klasifikasi Tekanan Darah
KATEGORI SISTOLIK DIASTOLIK
Normal < 130 < 80
Tinggi Normal Hipertensi 130 – 139 80 – 89
Stadium 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
Stadium 2 (Sedang) 160 – 179 100 – 109
Stadium 3 (berat) 180 – 209 110 – 119
Stadium 4 (sangat berat) > 210 > 120

2.2.2 Etiologi
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan
tekanan perifer. Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan
yaitu:
1) Hipertensi Esensial (Primer).
Disebut juga hipertensi idioptik karena penyebab tidak diketahui namun
banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas,
susunan saraf simpatik. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko : obesitas,
merokok, alkohol, dan polisistemia.
2. Hipertensi Sekunder.
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal,
penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil, gangguan endokrin dan lain-lain. Namun
ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi menurut Jan
Tambayong (2000) etiologi dari hipertensi adalah sebagai berikut:
(1) Genetik
Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
8

(2) Obesitas
Terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan
darah meningkat.
(3) Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta
pelabaran pembuluh darah.
(4) Usia
Insidens hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia.
Hipertensi pada yang kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden
penyakit arteri koroner dan kematian prematur.
(5) Pola hidup
Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor pola hidup lain telah
diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, dan kehidupan atau
pekerjaan yang penuh stres agaknya berhubungan dengan insidens
hipertensi yang lebih tinggi.
Penyebab hipertensi pada orang lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada:
1) Elastisitas dinding aorta menurun
2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memeompa darah menurun
menyebkan menurunya kontraksi dan volumenya
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

2.2.3 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
9

preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca


ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural
dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi
palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke
sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
10

diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang
berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah,
sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan
hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan
berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah
maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung. ( Suyono,
Slamet. 1996 ).
WOC HIPERTENSI
Umur Jenis Kelamin Gaya Hidup Obesitas

Elastisitas , arteriosklorosis

Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh darah Retina

Vasokontriksi
Spasme arteriole
Resistensi Suplai pembuluh darah Sistemik Koroner
pembuluh O2 otak Blood floow menurun Diplopia
darah otak menurun Vasokontriksi Iskemi
Respon RAA miocard
Sinkop Ransangan aldosteron Afterload meningkat Resti injuri
Nyeri Gangguan
kepala pola tidur Nyeri dada
Retensi Na

Gangguan perfusi Edema


jaringan Fatique
Penurunan curah
jantung

Intoleransi aktivitas
12

2.2.4 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
1) Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa.
Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan
arteri tidak terukur.
2) Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas,
Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
1) Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg 2.
2) Sakit kepala
3) Pusing / migraine
4) Rasa berat ditengkuk
5) Penyempitan pembuluh darah
6) Sukar tidur
7) Lemah dan lelah
8) Nokturia
9) Azotemia
10) Sulit bernafas saat beraktivitas

2.2.5 Komplikasi
Efek pada organ :
1) Otak
(1) Pemekaran pembuluh darah
(2) Perdarahan
(3) Kematian sel otak : stroke
13

2) Ginjal
(1) Malam banyak kencing
(2) Kerusakan sel ginjal
(3) Gagal ginjal
3) Jantung
(1) Membesar
(2) Sesak nafas (dyspnoe)
(3) Cepat lelah
(4) Gagal jantung

2.2.6 Pemeriksaan Dignostik


Jenis pemeriksaan diagnostik pada penyakit hipertensi menurut Elizabeth
J. Corwin (2009 ; 487), antara lain:
1) Pengukuran diagnostik pada tekanan darah menggunakan sfigmomanometer
akan memperlihatkan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik jauh sebelum
adanya gejala penyakit.
2) Tes lebih spesifik bila terdapat kecurigaan yang lebih besar, aortogram untuk
koarktasio aorta atau kelainan vaskuler ginjal.
3) Glukosa: hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) EKG: dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
5) Foto thoraks: menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.

2.2.7 Penatalaksanaan Medis


Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis,
termasuk penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium dan tembakau;
14

latihan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap
terapi antihipertensi (Brunner and Suddarth, 2002).
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
1) Penatalaksanaan Non Farmakologis.
(1) Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin
dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
(2) Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
2) Penatalaksanaan Farmakologis.
(1) Mempunyai efektivitas yang tinggi.
(2) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
(3) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
(4) Tidak menimbulkan intoleransi.
(5) Harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh klien.
(6) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
(7) Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi
seperti golongan diuretik, golongan betabloker, golongan antagonis
kalsium, golongan penghambat konversi rennin angiotensin.
15

2.3. Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1. Pengkajian Keperawatan
1) Aktifitas
Gejala : Kelemahan, letih nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
tachypnea.
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, atherosklerosis, penyakit jantung
kongesti/katup dan penyakit serebrovaskuler.
Tanda : Kenaikan tekanan darah.
Nadi : denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, perbedaan
denyut.
Denyut apical : titik point of maksimum impuls, mungki bergeser atau
sangat kuat.
Frekuensi/irama: takikardia, berbagai disritmia.
Bunyi jantung: tidak terdengar bunyi jantung I, pada dasar bunyi jantung II
dan bunyi jantung III.
Murmur stenosis valvular.
Distensi vena jugularis/kongesti vena.
Desiran vaskuler tidak terdengar di atas karotis, femoralis atau epigastrium
(stenosis arteri).
Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin, pengisian kapiler mungkin
lambat atau tertunda.
3) Integritas ego
Gejala : Riwayat kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah
kronik, factor stress multiple.
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu
perhatian, tangisan yang meledak, gerak tangan empati,
muka tegang, gerak fisik, pernafasan menghela nafas,
penurunan pola bicara.
16

4) Eliminasi
Gejala : Gejala ginjal saat ini atau yang lalu (misalnya: infeksi,
obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa lalu).
5) Makanan dan cairan
Gejala : Makanan yang disukai mencakup makanan tinggi garam,
lemak, kolesterol serta makanan dengan kandungan tinggi
kalori.
Tanda : Berat badan normal atau obesitas.
Adanya edema, kongesti vena, distensi vena jugulalaris,
glikosuria.
6) Neurosensori
Gejala : Keluhan pening/ pusing, berdenyut, sakit kepala sub
occipital.
Episode bebas atau kelemahan pada satu sisi tubuh.
Gangguan penglihatan dan episode statis staksis.
Tanda : Status mental: perubahan keterjagaaan, orientasi. Pola/isi
bicara, afek, proses fikir atau memori.
Respon motorik: penurunan kekuatan, genggaman tangan
Perubahan retinal optik: sclerosis, penyempitan arteri ringan
– mendatar, edema, papiladema, exudat, hemorgi.
7) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung).
Nyeri tungkai yang hilang timbul/klaudasi.
Sakit kepala oxipital berat.
Nyeri abdomen/massa.
8) Pernafasan (berhubungan dengan efek cardiopulmonal tahap lanjut dari
hipertensi menetap/berat).
Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja tachypnea,
ortopnea, dispnea, nocturnal paroxysmal, batuk dengan/tanpa
pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda : Distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernafasan, bunyi
nafas tambahan, sianosis
17

9) Keamanan
Keluhan : Gangguan koordinasi/cara berjalan.
Gejala : Episode parastesia unilateral transien, hypotensi postural.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasikan dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2008 hal. 59).
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi inadekuat
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan O2.

2.3.3 Intervensi Keperawatan


Perencanan meliputi pengembangan strategi desain untuk pencegahan,
mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagonosa
keperawatan (Nursalam, 2008 hal. 77). Perencanaan keperawatan pada pasien
dengan hipertensi menurut Dongoes et al (2000) adalah:
Diagnosa 1: Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan
vaskuler serebral
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil:
1) Melaporkan ketidanyamanan hilang atau terkontrol.
2) Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.
Intervensi:
1) Kaji tingkat nyeri pasien
R/ Mengetahui seberapa parah nyeri yang dirasakan pasien
2) Pertahankan tirah baring selama fase akut.
R/ Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi.
18

3) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya


kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher.
R/ Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral, efektif dalam
menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
4) Hilangkan/minimalkan aktifitas vasokontraksi yang dapat meningkatkan sakit
kepala, misalnya batuk panjang, mengejan saat BAB.
R/ Aktifitas yang meningkatkan vasokontraksi menyebabkan sakit kepala
pada adanya peningkatan vaskuler serebral.
5) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
R/ Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang
memperberat kondisi klien.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
diazepam dll.
R/ Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
simpatis.

Diagnosa 2: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake nutrisi inadekuat
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil:
1) Klien menunjukkan peningkatan berat badan
2) Menunjukkan perilaku meningkatkan atau mempertahankan berat badan ideal
Intervensi:
1) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan lemak, garam dan gula sesuai
indikasi.
R/ Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerosis,
kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler dan
dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi.
2) Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
R/ Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diit terakhir..
19

3) Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk


kapan dan dimana makan dilakukan, lingkungan dan perasaan sekitar saat
makanan dimakan.
R/ Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan dan
kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian pada
faktor mana pasien telah/dapat mengontrol perubahan.
4) Intruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan dengan
kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll) dan
kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan).
R/ Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam
mencegah perkembangan aterogenesis.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.
R/ Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet
individual.

Diagnosa 3: Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan


antara suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan : tidak terjadi intoleransi aktivitas
Kriteria Hasil:
1) Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan atau diperlukan
2) Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi:
1) Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter:
frekwensi nadi 20 x/menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan TD,
dipsnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusing
atau pingsan.
R/ Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress, aktivitas dan
indikator derajat pengaruh kelebihan kerja jantung.
2) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh: penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada
aktivitas dan perawatan diri.
20

R/ Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat


aktivitas individual.
3) Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
R/ Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat
meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap
mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
4) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
R/ Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga
membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5) Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
R/ Jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah
kelemahan.

2.3.4. Implementasi Keperawatan


Menurut Nursalam, 2008 hal. 127. Tahap implementasi dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang memengaruhi masalah
kesehatan klien.

2.3.5. Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Tujuan dari evaluasi adalah untuk melihat
kempuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini biasa dilaksanakan dengan
menggandakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang diberikan (Nursalam, 2008 hal. 135).

Anda mungkin juga menyukai