LP
LP
I
DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST CRANIOTOMY H-3
DI RUANG ICU RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
DISUSUN OLEH:
FEBRY WULANDARI
2013.C.05A.0484
DISUSUN OLEH:
FEBRY WULANDARI
2013.C.05A.0484
Yang Menyatakan,
Febry Wulandari
LEMBAR PENGESAHAN
PEMBIMBING PRAKTIK
Mengetahui
Ketua Program Studi Profesi Ners
2.3.2 Etiologi
Menurut Salman dalam American Heart Association (2014); Zuccarello
(2013) dan Chakrabarty & Shivane (2008) :
a. Penyakit pembuluh darah kecil: aterosklerosis, amiloid angiopati, genetik
b. Malformasi pembuluh darah: malformasi arteriovenous, malfomasi
cavernous
c. Aneurisma intracranial
d. Penakit vena : sinus serebral/ trombosis vena, dural arteriovenous fistula
e. Reversible cerebral
f. Sindrom vasokontriksi
g. Serangan jantung karena perdarahan
h. Trauma kepala : fraktur tengkorak dan luka penetrasi (luka tembak) dapat
merusak arteri dan menyebabkan perdarahan.
i. Hipertensi : peningkatan tekanan darah menyebabkan penyempitan arteri
yang kemudian pecahnya arteri di otak
j. Kehamilan: eklamsia, trombosis vena
k. Merokok
l. Tidak diketahui
2.3.4 Patofisiologi
Perdarahan intracerebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan.
Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga
mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat
menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-
aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada
arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-
kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang
dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak.
Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan
menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik,
sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak
sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2
dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat.
Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih
lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan
kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan
menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat
berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal.
Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa
menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009).
2.4.2 Tujuan
Craniotomy adalah jenis operasi otak. Ini adalah operasi yang paling umum
dilakukan untuk otak pengangkatan tumor. Operasi ini juga dilakukan untuk
menghilangkan bekuan darah (hematoma), untuk mengendalikan perdarahan dari
pembuluh, darah lemah bocor (aneurisma serebral), untuk memperbaiki
malformasi arteriovenosa (koneksi abnormal dari pembuluh darah), untuk
menguras abses otak, untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak, untuk
melakukan biopsi, atau untuk memeriksa otak.
2.4.3 Indikasi
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai
berikut:
a. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
b. Mengurangi tekanan intrakranial.
c. Mengevakuasi bekuan darah .
d. Mengontrol bekuan darah,
e. Pembenahan organ-organ intrakranial,
f. Tumor otak,
g. Perdarahan (hemorrage),
h. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
i. Peradangan dalam otak
j. Trauma pada tengkorak.
2.4.4 Penatalaksanaan Medis
1. Pra operasi
Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi dengan
medikasi antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang
pascaoperasi. Sebelum pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan
untuk mengurangai edema serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens
hiperosmotik (manitol) dan diuretik (furosemid) dapat diberikan secara
intravena segera sebelum dan kadang selama pembedahan bila pasien
cenderung menahan air, yang terjadi pada individu yang mengalami
disfungsi intrakranial. Kateter urinarius menetap di pasang sebelum pasien
dibawa ke ruang operasi untuk mengalirkan kandung kemih selama
pemberian diuretik dan untuk memungkinkan haluaran urinarius dipantau.
Pasien dapat diberikan antibiotik bila serebral sempat terkontaminasi atau
deazepam pada praoperasi untuk menghilangkan ansietas. Kulit kepala di
cukur segera sebelum pembedahan (biasanya di ruang operasi) sehingga
adanya abrasi superfisial tidak semua mengalami infeksi.
2. Pasca operasi
Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang untuk
memantau tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau tidak
diintubasi dan mendapat terapi oksigen tambahan.
Mengurangi Edema Serebral : Terapi medikasi untuk mengurangi edema
serebral meliputi pemberian manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum
dan menarik air bebas dari area otak (dengan sawar darah-otak utuh).
Cairan ini kemudian dieksresikan malalui diuresis osmotik. Deksametason
dapat diberikan melalui intravena setiap 6 jam selama 24 sampai 72 jam ;
selanjutnya dosisnya dikurangi secara bertahap.
Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang : Asetaminofen biasanya
diberikan selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali pasien
akan mengalami sakit kepala setelah kraniotomi, biasanya sebagai akibat
syaraf kulit kepala diregangkan dan diiritasi selama pembedahan. Kodein,
diberikan lewat parenteral, biasanya cukup untuk menghilangkan sakit
kepala. Medikasi antikonvulsan (fenitoin, deazepam) diresepkan untuk
pasien yang telah menjalani kraniotomi supratentorial, karena resiko tinggi
epilepsi setelah prosedur bedah neuro supratentorial. Kadar serum dipantau
untuk mempertahankan medikasi dalam rentang terapeutik.
Memantau Tekanan Intrakranial : Kateter ventrikel, atau beberapa tipe
drainase, sering dipasang pada pasien yang menjalani pembedahan untuk
tumor fossa posterior. Kateter disambungkan ke sistem drainase eksternal.
Kepatenan kateter diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK
dapat di kaji dengan menyusun sistem dengan sambungan stopkok ke selang
bertekanan dan tranduser. TIK dalam dipantau dengan memutar stopkok.
Perawatan diperlukan untuk menjamin bahwa sistem tersebut kencang pada
semua sambungan dan bahwa stopkok ada pada posisi yang tepat untuk
menghindari drainase cairan serebrospinal, yang dapat mengakibatkan
kolaps ventrikel bila cairan terlalu banyak dikeluarkan. Kateter diangkat
ketika tekanan ventrikel normal dan stabil. Ahli bedah neuro diberi tahu
kapanpun kateter tanpak tersumbat. Pirau ventrikel kadang dilakuakan
sebelum prosedur bedah tertentu untuk mengontrol hipertensi intrakranial,
terutama pada pasien tumor fossa posterior.