Buku ini ditulis oleh Ahmad al-Raysuni, Guru Besar dalam bidang
ilmu Usul Fiqh dan Maqashid al-Syari'ah pada Fakultas Sastra dan
Humaniora (Kulliyah Adab wa 'Ulum al-Insaniyyah) Universitas
Muhammad al-Khamis di Rabat, Maroko. Dalam buku ini, al-Raysuni
mengurai secara mendalam, sistematik, dan komprehensif teori Imam al-
Syatibi tentang Maqasid al-Syari'ah.
Menurut al-Raysuni, imam al-Syatibi telah berhasil mengemukakan
sebuah metode dalam memahami Alquran dan Sunnah secara baik dan
lurus. Maka dari itu dalam karyanya ini, al-Raysuni berusaha menerangkan
metode tersebut dari aspek keunggulan dan urgensinya.
Salah satu pembahasan penting dalam buku ini adalah pembahasan
al-Raysuni yang begitu mendalam tentang "Ta'lil hukum-hukum syariah",
menurutnya, teks-teks syariat harus dipahami sesuai dengan maksud
pembuat syariat (Syari’) dengan tidak mengabaikan "kemaslahatan" ketika
menafsirkan makna dan mengistinbat hukum-hukum syariat tersebut.
Al-Raysuni menerangkan bahwa menurut imam al-Syatibi untuk
memahami teks-teks syariat harus berpegang kepada tujuan umum
diberlakukannya hukum syariat, sebab tujuan umum penerapan hukum
syariat harus menjadi tumpuan utama serta acuan setiap ijtihad dan
pemikiran Islam. Karena dengan demikian para ulama dan pemikir Islam
dapat mendahulukan yang lebih penting dari yang penting, atau yang lebih
dikenal dengan Fiqh al-Awlawiyyat.
Buku ini dapat dikatakan lengkap membahas tentang biografi imam
al-Syatibi dan pemikirannya tentang maqasid al-syariah. Dari buku ini
diketahui bahwa Al-Raysuni telah melakukan studi mendalam terhadap dua
kitab karya imam al-Syatibi yaitu "al-Muwafaqat" dan "al-'Itisham", dari
studinya itu ia menemukan bahwa menurut imam al-Syatibi metode yang
paling penting yang harus ditempuh untuk memahami maksud pembuat
1
syariat (Syari') adalah al-Istiqra’ atau pemikiran induktif terhadap hukum-
hukum syariat.
Al-Raysuni juga menguraikan tentang cara pakai dan ketentuan-
ketentuan menggunakan maqasid al-Syariah manurut imam al-Syatibi,
pembahasan ini terdapat pada bab keempat, pasal kedua dari buku ini, yaitu
pasal yang membahas tentang “higher objectives/and ijtihad”. Pembahasan
dalam bab ini adalah pembahasan yang paling penting menurut al-Raysuni,
karena ijtihad yang mengacu kepada maqasid al-syariah akan melahirkan
“hukum-hukum fikih yang hidup” yang masuk ke dalam hati tanpa perlu
minta izin.
Pada akhir pembahasan al-Raysuni tidak lupa melakukan evaluasi
menyeluruh terhadap teori imam al-Syatibi, evaluasi ini berisi uraian
kritisnya terhadap pemikiran imam al-Syatibi, menurutnya Imam al-Syatibi
telah memberikan kontribusi yang berpengaruh dalam khazanah ilmu
pengetahuan keislaman, khususnya dalam bidang hukum.
Secara rinci buku ini terdiri dari lima bab dan sepuluh pasal yaitu
sebagai berikut:
(1) Maqasid Syari’ah sebelum al-Syatibi;
bab ini berisi dua pasal yaitu:
a. Pemikiran al-Maqashid menurut Usuliyyun
b. Pemikiran al-Maqashid dalam mazhab Maliki
(2) al-Syatibi dan Teori Maqasid-nya;
bab ini berisi 3 pasal yaitu:
a. Biografi imam al-Syatibi
b. Pembahasan teori imam al-Syatibi
c. Ruang lingkup Teori
(3) Isu Fundamental dalam Teori al-Syatibi;
bab ini berisi tiga pasal yaitu:
a. Pembahasan Ta'lil
b. Kemaslahatan dan keburukan (al-maslahah dan mafasid)
c. Bagaimana mengetahui tujuan pembuat Syariat (Syari')
(4) Evaluasi Menyeluruh Terhadap Teori al- Syatibi;
2
bab ini berisi dua pasal yaitu:
a. Teori imam al-Syatibi antara taqlid dan tajdid
b. Al-Maqashid dan ijtihad
(5) Kesimpulan.
3
kebaikan dan mencegah bahaya”. Al-Juwayni kemudian mengklasifikasi
tujuan Syari’ menjadi “dharuriyyat, Hajiyyat, dan tahsiniyyat”. Klasifikasi
ini kemudian menjadi dasar bagi semua diskusi tentang maqasid. Dia
merupakan yang pertama kali menentukan lima hal penting utama dalam
Hukum Islam, yaitu: menjaga agama, menjaga kehidupan manusia, menjaga
akal, keturunan, dan menjaga harta.
Selanjutnya Imam al-Ghazali (w. 505 M) ia juga termasuk yang
mempelopori studi tentang Maqashid al-Syari’ah. Dia mengeksplorasi
pendekatan ta'lil, yaitu menentukan sesuatu yang mendasari ditentukan
suatu hukum atau lebih dikenal dengan illat.
Para ulama usul fiqh yang diketahui fokus mengkaji maqashid al-
syari’ah setelah al-Juwayni dan al-Ghazali pada era sebelum imam al-
Syatibi adalah Fakhr al-Din al-Razi, Sayf al-Din al-Amidi, Ibn al-hajib, al-
Baydawi, al-Isnawi, Ibn al-Subki, Izz al-Din ibn Abd al-Salam, dan Ibnu
Taimiyah. Para ilmuwan ini terpengaruh dengan teori prinsip-prinsip
analisis hukum Islam dan implikasinya yang dicetuskan al-Ghazali.
Dalam bab ini al-Raysuni mengaitkan pemikiran al-Syatibi
tentang maqashid al-Syariah dengan pemikiran usul fiqh mazhab Maliki, ia
menyebut tiga hal yang menjadi khas usul fiqh mazhab Maliki yaitu,
maslahah al-Mursalah, sad al-zari’ah, dan ‘amal ahlu madinah.
4
Pada bab ini al-Raysuni memaparkan tentang teori maqashid al-
syari’ah imam al-Syatibi Al-Syatibi yang ditulisnya dalam kitab al-
muwafaqat. Yaitu maqashid al-syari' dan maqashid al-mukallaf. Adapun
maqashid al-syari' menurut al-Syatibi terbagi tiga yaitu:
a. Maksud Syari' dalam membuat syari'at
b. Maksud Syari' dalam membuat syari'at untuk dipahami
c. Maksud Syari' dalam membuat syari'at untuk taklif
Al-Syatibi berpendapat bahwa tujuan utama syariat yang diturunkan
Allah swt adalah bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan spiritual dan
material manusia, kemaslahatan tersebut dikategorikan dalam pemenuhan
kebutuhan dharuriyyat, kebutuhan hajiyyat, dan kebutuhan tahsiniyyat.
Yang paling utama dari semua itu ialah menjaga agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta. Syariat Islam bertujuan untuk menjaga kelima pondasi
tersebut.
Teori maqashid al-Syatibi mempresentasikan prinsip-prinsip
universalitas Alquran. Ia menggunakan perspektif maqashid dalam melihat
ayat-ayat Makkiyah dan ayat-ayat Madaniyah demikian halnya pada sunnah.
Menurut al-Syatibi sunnah tidak pernah melanggar Alquran, sunnah
menginterpretasi pernyataan umum yang ditemukan di dalam Alquran.
5
hampir keseluruhan alasan dan tujuan dari berbagai bentuk ibadah dalam
Islam dapat ditemukan dalam nas. Maka dari itu ia mengklasifikasikan
bahwa dalam syariat ada aspek ta'abbudi dan ta'aqquli.
Menurut Al-Syatibi para ilmuwan muslim setuju bahwa hukum
Islam menyerukan pelestarian kebutuhan “daruriyyat, “hajiyyat” dan
“tahsiniyyat”, dan yang paling penting untuk dilestarikan adalah agama,
kehidupan manusia, akal, keturunan, harta. Bahkan sudah menjadi ijmak
bahwa apapun yang berkontribusi terhadap pelestarian kelima hal penting
tersebut dianggap kemaslahatan, dan segala yang menyebabkan ke-lima hal
penting tersebut berbahaya maka dianggap mafsadat, untuk itu segala yang
dapat mencegah mafsadat tersebut dianggap maslahah.
Dalam bab ini, al-Raysuni juga menerangkan bahwa al-Syatibi
sangat menekankan pentingnya berpikir induktif dalam membaca nas
Alquran dan sunnah guna mengetahui maqashid syari’ah. Baginya berpikir
induktif adalah cara yang paling penting untuk memastikan tujuan syariat.
6
sehingga dapat dikenali dan tidak diabaikan, dilupakan, bahkan diremehkan.
Menurut al-Raysuni, analisis al-Syatibi tentang maqashid dapat dikatakan
penemuan baru untuk bidang usul al-fiqh. Ia berhasil menysun secara
sistematis komprehensif mengenai tujuan manusia, maqashid syari’ah, dan
bagaimana mengetahui maqashid syari’ah. Penemuan imam al-Syatibi juga
ikut mempengaruhi pemahaman generasi setelahnya tentang hukum Islam
dan penerapan penalaran yang independen dalam ijtihad.
Al-Raysuni menegaskan bahwa teori imam al-Syatibi telah menjadi
otoritas yang diakui dalam Hukum Islam, menjadi rambu-rambu yang
menjaga untuk terwujudnya tujuan syariat, dan telah menjadi panduan untuk
mewujudkan kebijaksanaan. Al-Syatibi telah meningkatkan peran dan status
maqasid syari’ah dari sekedar disinggung-singgung kepada benar-benar
diterapkan dalam praktik ijtihad.