Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Pengertian

Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya sehingga

dapat dalam bentuk padat, karena jaringan ikatnya dominan dan lunak, karena otot

rahi mnya dominan (Manuaba, 2011).

Mioma uteri adalah tumor jinak rahim ini sebagian besar berasal dari sel muda otot

rahim, yang mendapat rangsangan terus menerus dari hormon estrogen sehingga

terus bertumbuh dan bertambah menjadi besar. Oleh karena itu tumor jinak otot

rahim sebagian besar terjadi pada masa reproduktif aktif, yaitu saat wanita masih

menstruasi (Manuaba, 2012).

Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang berasal

dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri,

leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak

yang sering ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah

produktif (menopouse). Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita usia produktif

tetapi kerusakan reproduksi dapat berdampak karena mioma uteri pada usia

produktif berupa infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan

malpresentasi (Aspiani, 2017).

1
B. Proses Terjadinya Masalah

1. Prespitasi dan Predisposisi

Penyebab pasti mioma tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali

ditemukan sebelum pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi dan

hanya manifestasi selama usia reproduktif (Anwar dkk, 2011).

Tumor ini berasal dari sel otot yang normal, dari otot imatur yang ada di

dalam miometrium atau dari sel embrional pada dinding pembuluh darah

uterus. Apapun asalnya tumor mulai dari benih-benih multipel yang sangat

kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi

progresif (bertahun-tahun) bulan dalam hitungan bulan di bawah pengaruh

estrogen (Llewellyn, 2009).

Menurut Aspiani (2017) ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan

faktor predisposisi terjadinya mioma uteri :

1) Umur

Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan sekitar

40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan

sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).

2) Hormon Endogen (endogenous hormonal)

Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada

jaringan miometrium normal.

2
3) Riwayat keluarga

Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan penderita

mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma

dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.

4) Makanan

Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang (red

meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran

hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.

5) Kehamilan

Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar

estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal

ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada

pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor

pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor

progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.

6) Paritas

Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan

dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau 2

(2) kali.

Faktor terbentuknya tumor :

a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel-sel yang

mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika yang diturunkan

3
dari orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan kanker pada usia dini. Jika

seorang ibu mengidap kanker payudara, tidak serta merta semua anak gandisnya

akan mengalami hal yang sama, karena sel yang mengalami kesalahan genetik

harus mengalami kerusakan terlebih dahulu sebelum berubah menjadi sel

kanker. Secara internal, tidak dapat dicegah namun faktor eksternal dapat

dicegah. Menurut WHO, 10% –15% kanker, disebabkan oleh faktor internal dan

85%, disebabkan oleh faktor eksternal (Apiani, 2017).

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,

makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang

ditam,bahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari polusi.

Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti pengawet dan pewarna

makanan cara memasak juga dapat mengubah makanan menjadi senyawa kimia

yang berbahaya.

Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun,

misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya dengan

kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus makin besar kemungkinan sel

normal menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang dilakukan oleh tubuh,

dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa yang lebih berbahaya bagi

tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal atau korsinogenik. Zat korsinogenik

dapat menyebabkan kerusakan pada sel.

4
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada mioma,

disamping faktor predisposisi genetik.

1) Estrogen

Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan tumor yang

cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen eksogen. Mioma

uteri akan mengecil pada saat menopouse dan oleh pengangkatan ovarium.

Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan

wanita dengan sterilitas.

Enzim hidrxydesidrogenase mengungbah estradiol (sebuah estrogen kuat)

menjadi estrogen (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan

miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak

dari pada miometrium normal.

2) Progesteron

Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen. Progesteron

menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan

hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.

3) Hormon pertumbuhan (growth hormone)

Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang

mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL, terlihat pada

periode ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leimioma

selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan

estrogen.

5
2. Psiko patologi/Patofisiologi

Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan

lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak

menyusun semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor

didalam uterus mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya

banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka

korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan

uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan dan mendorong

kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi (Aspiani,

2017).

Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat,

berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan gambaran

kumparan yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi umumnya jamak dan

tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga

neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada ukuran uterusnya. Sebagian

terbenam didalam miometrium, sementara yang lain terletak tepat di bawah

endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa). Terakhir

membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ disekitarnya, dari mana

tumor tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari

uterus untuk menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar

memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan

perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi padat kolagenosa,

bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007).

6
Pathway Mioma Uteri

Mioma uteri

Mioma submukosum Mioma subesrosum


Mioma intramural

Tanda dan gejala

Perdarahan Suhu tubuh Informasi Gangguan Tindakan


pervagina meningkat mengenai dalam oprasi
penyakit darah

HB Proses ansietas
menurun infeksi/nekrosis Defisiensi Oksigen
pengetahuan dalam
darah
anemia

nyeri

Syok
hipovolemik

Sumber: Prawirohardjo Sarwono. 2010. Ilmu Kandungan Yayasan Bina Pustaka.

Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

3. Manifestasi Klinik

Menurut Nurarif (2015) separuh penderita mioma uteri tidak memperlihatkan

gejala. Umumnya gejala yang ditemukan bergantung pada lokasi, ukuran dan

perubahan pada mioma tersebut seperti :

7
a. Perdarahan abnormal : hipermenore, menoragia, metroragia. Sebabnya :

1) Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasi endometrium

2) Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasanya

3) Atrofi endometrium diatas mioma submukosum

4) Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma

di antara serabut miometrium sehingga tidak dapat menjepit pembuluh

darah yang melaluinya dengan baik.

b. Nyeri : dapat timbul karena gangguan sirkulasi yang disertai nekrosis

setempat dan peradangan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan

dapat menyempitkan canalis servikalis sehingga menimbulkan

dismenore.

c. Gejala penekanan : penekanan pada vesika urinaria menyebabkan

poliuri, pada uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter

menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum menyebabkan

obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan limfe menyebabkan

edema tungkai dan nyeri panggul.

d. Disfungsi reproduksi

Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum

jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami

infertilitas. Mioma yang terletak didaerah kornu dapat menyebabkan

terjadinya oklusi tuba bilateral. Mioma uteri dapat menyebabkan

gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan untuk

mobilitas sperma didalam uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena

8
adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan

implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat

perubahan histologi endometrium dimana terjad atrofi karena kompresi

massa tumor.

Mekanisme gangguan fungsi reproduksi dengan mioma uteri ;

1) Gangguan transportasi gamet dan embrio

2) Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus

3) Perubahan aliran darah vesikuler

4) Perubahan histologi endometrium

4. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Nurarif (2015) pemeriksaan penunjang mioma uteri :

a. Tes laboraturium

Hitung darah lengkap dan apusan darah : leukositosis dapat disebabkan oleh

nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar hemoglobin dan

hematokrit menunjukkan adanya kehilangan darah yang kronik.

b. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin

Sering membantu dalam evakuasi suatu pembesaran uterus yang simetrik

menyerupai kehamilan atau terdapat bersama-sama dengan kehamilan.

c. Ultrasonografi

Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat membantu.

d. Pielogram intravena

Dapat membantu dalam evaluasi diagnostik

9
e. Pap smear serviks

Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasma serviks sebelum

histerektomi

f. Histerosal pingogram

Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian hari untuk

mengevaluasi distorsi rongga uterus dan kelangsungan tuba falopi.

5. Komplikasi

Komplikasi mioma uteri menurut Yanti (2013) adalah :

1. Pertumbuhan Leimiosarkoma

Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak

membesar, sekonyong- konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi

sesudah menopouse

2. Torsi (putaran tungkai)

Ada kalanya tungkai pada mioma uteri sebserosum mengalami putaran.

Klau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan

sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan akut tampak gambaran klinik

dan abdomenakut

3. Nekrosis dan Infeksi

Pada mioma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang

dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan dari vagina, dalam hal ini

kemungkinan gangguan situasi dengan akibat nekrosis dan infeksi

sekunder.

10
6. Penatalaksanaan Medis

a. Penanganan Mioma Uteri

Penanganan mioma uteri dilakukan tergantung pada umur, paritas, lokasi, dan

ukuran tumor. Oleh karena itu penanganan mioma uteri terbagi atas kelompok-

kelompok berikut.

1) Penanganan konservatif dilakukan jika mioma yang kecil muncul pada pra dan

postmenopause tanpa adanya gejala. Cara penanganan konsevatif adalah sebagai

berikut.

a) bservasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.

b) Jika terjadi anemia kemungkinan Hb menurun.

c) Pemberian zat besi.

d) Penggunaan agonis GnRH (gonadotropin-releasing hormone) leuprolid

asetat 3,75 mg IM pada hari pertama sampai ketiga menstruasi setiap

minggu, sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan

menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonodotropin dan

menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa ditemukan pada periode

postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor

diobsevasi dalam 12 minggu.

2) Penanganan operatif, dilakukan bilah terjadi hal-hal berikut.

a) Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.

b) Pertumbuhan tumor cepat.

c) Mioma subserosa bertangkai dan torsi.

d) Dapat mempersulit kehamilan berikutnya.

11
e) Hiperminorea pada mioma submukosa.

f) Penekanan organ pada sekitarnya.

3) Jenis operasi yang dilakukan untuk mengatasi mioma uteri dapat berupa langkah-

langkah berikut.

a) Enukleusi Mioma

Enuklesia mioma dilakukan pada penderita yang infertil yang masih

menginginkan anak, atau mempertahankan uterus demi kelangsungan

fertilitas. Enukleasi dilakukan jika ada kemungkinan terjadinya karsinoma

endometrium atau sarkoma uterus dan dihindari pada masa kehamilan.

Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan tumor

yang dengan mudah dijepit dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan

cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium, maka

kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan seksio sesarea.

4) Menurut american college of Obstetricans gynecologists (ACOG), kriteria

preoperasi adalah sebagai berikut.

a) Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.

b) Terdapat leimioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.

c) Alasan yang jelas dari penyebab kegagalan kehamilan dan keguguran yang

berulang tidak ditemukan.

5) Histeroktomi

Histerektomi dilakukan jika pasien tidak menginginkan anak lagi dan pada

pasien yang memiliki leimioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala.

Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut.

12
a) Terdapat satu sampai tiga leimioma asimptomatik atau yang dapat teraba

dari luar dan dikelukan oleh pasien.

b) Perdarahan uterus berlebihan.

c) Perdarahan yang banyak, bergumpal-gumpal, atau berulang-ulang selama

lebih dari delapan hari.

d) Anemia akut atau kronis akibat kehilangan darah.

6) Rasa tidak nyaman pada daerah pelvis akibat mioma meliputi hal-hal berikut.

a) Nyeri hebat dan akut.

b) Rasa tertekan yang kronis dibagian punggung bawah atau perut bagian

bawah.

c) Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulangdan tidak

disebabkan infeksi saluran kemih.

7) Penanganan radioterapi

Tujuan dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. Langkah ini

dilakukan sebagai penanganan dengan kondisi sebagai berikut.

a) Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).

b) Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.

c) Bukan jenis submukosa.

d) Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.

e) Tidak dilakukan pada wanita muda karena dapat menyebabkan menopause.

13
C. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien mioma uteri menurut

Herdman (2015) yaitu :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

2. Resiko syok dengan factor resiko hipovolemik

3. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

D. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

Intervensi :

a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi: lokasi, karakteristik, dan

onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-

faktor presipitasi

b. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga, dengan nyeri kronis

c. Evaluasi tentang keefektifitan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah

digunakan

d. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab, berapa lama terjadi, dan

tindakan pencegahan

e. Berikan analgetik sesuai anjuran

f. Beritahu dokter jika tindakan berhasil atau terjadi keluhan

2. Resiko syok dengan factor resiko hipovolemik

Intervensi :

a. Monitor keadaan umum pasien

14
b. Observasi tanda-tanda vital setiap 2 sampai 3 jam

c. Monitor tanda perdarahan

d. Cek haemoglobin, hematokrit, trombosit

e. Berikan transfusi sesuai program dokter

f. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik

3. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan

Intervensi :

a. Kaji tingkat kecemasan pasien

b. Tentukan bagaimana koping pasien dalam mengatasi masalah

c. Yakinkan kembali pada pasien bahwa ia aman dan di tangani oleh

professional. Tetap temani pasien jika memungkinkan

d. Orientasikan pasien pada lingkungan dan teman-teman satu kamarnya

e. Ajarkan pasien teknik-teknik relaksasi seperti latihan napas dalam

f. Ajarkan pasien untuk selalu berpikir positif

g. Kolaborasi pemberian anti anxietas

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

Intervensi :

a. Kaji tingkat pengetahuan pasien mengenai operasinya dan kemampuan

pasien untuk belajar

b. Tanyakan kepada pasien pengalaman mengenai pendidikan tentang

kesehatan yang pernah dimiliki

c. Tentukaan faktor- faktor cultural yang dapat mempengaruhi pemberian

pendidikan kesehatan

15
d. Berikan lingkungan yang tenang

e. Berikan penjelasan yang lengkap dan jelas.

f. Beri kesempatan pasien untuk bertanya

16
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, dkk. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Aspiani, Y, R. 2017. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM
Herdman, T. Heather. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan :
definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC.

Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis. Yogyakarta: Media Action

Manuaba, I. A. Sri Kusuma Dewi Suryasaputra dkk. 2011. Buku Ajar Kesehatan
Reproduksi Untuk Mahasiswa Bidan.Jakarta: EGC

Manuaba, I.B.G. 2012. Buku Ajar Pengantar Kuliah Teknik Operasi Obstetri dan
Keluarga Berencana. Jakarta: CV. Trans Info Media

Prawirohardjo Sarwono. 2010. Ilmu Kandungan Yayasan Bina Pustaka. Jakarta: PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC


Yanti, M. 2013. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama

17

Anda mungkin juga menyukai