TINJAUAN PUSTAKA
II.2 Hipertensi
II.2.1 Definisi
Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada
dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang. menurut JNC VIII hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
>150 mmHg dan diastolik >90 mmHg.5
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama
(persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi
secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi
dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena
itu, partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi,
pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat
dikendalikan.5
II.2.2 Epidemiologi
Menurut data WHO, di seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4%
orang di seluruh dunia mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat
menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di
negara maju dan 639 sisanya berada di negara berkembang, termasuk Indonesia.3
Prevalensi Hipertensi nasional berdasarkan Riskesdas 2013 sebesar 25,8%, tertinggi
di Kepulauan Bangka Belitung (30,9%), sedangkan terendah di Papua sebesar
(16,8%). Berdasarkan data tersebut dari 25,8% orang yang mengalami hipertensi
hanya 1/3 yang terdiagnosis, sisanya 2/3 tidak terdiagnosis. Data menunjukkan
hanya 0,7% orang yang terdiagnosis tekanan darah tinggi minum obat Hipertensi.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak menyadari
menderita Hipertensi ataupun mendapatkan pengobatan.6 Penyakit terbanyak pada
usia lanjut berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 adalah hipertensi. dengan
prevalensi 45,9% pada usia 55-64 tahun, 57,6% pada usia 65,74% dan 63,8% pada
usia ≥ 75 tahun. 3
II.2.3 Klasifikasi
1. Etiologi
2. Tekanan Darah
Klasifikasi hipertensi menurut The seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC-7) tahun 2013 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun)
berdasarkan rata-rata pengukuran tekanan darah sebanyak dua kali atau lebih.
Tekanan darah dibagi menjadi empat klasifikasi yaitu : normal, prehipertensi,
hipertensi stage 1 dan stage 2.
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
Klasifikasi TDS TDD (mmHg)
Tekanan Darah (mmHg)
II.2.5 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya hipertensi masih belum dapat diketahui. Namun, ada
beberapa mekanisme yang akan memengaruhi terjadinya hipertensi antara lain:9
a. Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer berpengaruh terhadap skala
pengukuran tekanan darah. Sebagian besar kasus hipertensi esensial, terjadi
peningkatan pada tahanan perifer tanpa diikuti peningkatan curah jantung. Hal
tersebut dapat terjadi dikarenakan pada kondisi tersebut tubuh akan
kekurangan untuk suplai oksigen dan nutrisi sehingga mengakibatkan daya
kontraksi jantung menurun dan menyebabkan terjadinya penurunan curah
jantung. Selain itu, tekanan darah dipengaruhi oleh konsentrasi sel otot halus
yang terdapat pada arteriol. Apabila terjadi peningkatan konsentrasi otot halus
yang semakin lama, maka akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah
arteriol yang diperantarai oleh angiotensin sehingga terjadi peningkatan
tahanan perifer yang bersifat irreversible.
b. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron
Sistem renin angiotensin aldosteron merupakan suatu sistem endokrin yang
penting dalam mengontrol tekanan darah. Renin disekresi dari aparat
juxtaglomerular ginjal (Lumbantobing, 2008). Renin Angiotensin Aldosteron
(RAA) bekerja dengan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I.
Angiotensi I yang masih inaktif diubah menjadi angiotensin II dengan bantuan
angiotensin converting enzyme (ACE). ACE memiliki peranan yang penting
dalam mengatur tekanan darah. Angiotensin II menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan darah karena memiliki sifat sebagai vasokonstriktor.
c. Sistem Saraf Otonom
Sirkulasi sistem saraf otonom akan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan
dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom memiliki peran dalam mempertahankan
tekanan darah. Pada hal ini, hipertensi terjadi karena adanya interaksi antara
sistem saraf otonom dan sistem renin angiotensin aldosteron sehingga akan
memengaruhi keseimbangan natrium dan volume sirkulasi.
II.2.6 Gejala klinis
Hipertensi merupakan silent killer dimana Pada umumnya hipertensi tanpa
gejala yang mencolok. Manifestasi klinis baru terlihat setelah hipertensi menahun
berupa nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium,penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena
hipertensi, ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan sususan saraf, nokturia
karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus dan edema dependen
akibat tekanan kapiler. Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu- satunya
gejala, terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah
sakit kepala, epistaksis, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata
berkunang- kunang, dan pusing.10
II.2.7 Diagnosis
Diagnosis hipertensi ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.10
a. Anamnesis yang dilakukan meliputi:
- tingkat hipertensi dan lama menderitanya,
- riwayat dan gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung
koroner, penyakit serebrovaskuler, dan lainnya.
- Riwayat penyakit dalam keluarga juga digali serta gejala yang
berkaitan dengan penyakit hipertensi.
- Perubahan aktivitas atau kebiasaan seperti merokok, konsumsi
makanan, psikososial keluarga, pekerjaan, dan lain- lain dapat
ditelaah lebih lanjut, guna mendapat informasi terkait.
b. Dalam pemeriksaan fisik dilakukan
- pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit,
kemudian diperiksa ulang dengan kontralateral.
c. pemeriksaan penunjang meliputi
- pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai
terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor
risiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Pada umumnya,
pemeriksaan urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium,
natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol
HDL). Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti
klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL,
TSH, dan ekokardiografi
II.2.8 Penatalaksanaan
Sebagian besar pasien usia lanjut yang didiagnosis hipertensi pada akhirnya
menjalani terapi menggunakan obat antihipertensi. Pengobatan hipertensi secara
farmakologi pada usia lanjut sedikit berbeda dengan usia muda, karena adanya
perubahan – perubahan fisiologis akibat proses menua. Perubahan fisiologis yang
terjadi pada usia lanjut menyebabkan konsentrasi obat menjadi lebih besar, waktu
eliminasi obat menjadi lebih panjang, terjadi penurunan fungsi dan respon dari
organ, adanya berbagai penyakit penyerta lainnya (komorbiditas), adanya obat-
obatan untuk penyakit penyerta yang sementara dikonsumsi harus diperhitungkan
dalam pemberian obat antihipertensi. Perubahan sistem biologis pada usia lanjut
akan mempengaruhi proses interaksi molekul obat yang pada akhirnya
mempengaruhi manfaat klinik dan keamanan farmakoterapi. Frekuensi terjadinya
efek samping pada kelompok usia lanjut lebih tinggi bila dibandingkan dengan
populasi pada umumnya. Selain itu pasien usia lanjut merupakan salah satu pasien
yang rentan terhadap interaksi obat. 11
Gambar 2.1 Algoritme Tatalaksana Hipertensi
Gambar 2.2. Algoritme Panduan Penatalaksanaan Hipertensi 2014 menurut JNC-8
II.2.9 Pengelolaan Hipertensi Pada Usia Lanjut
Hipertensi pada usia lanjut sama seperti hipertensi pada usia lainnya. Walaupun
risiko terjadinya komplikasi lebih besar. Penurunan tekanan darah akan menurunkan
risiko morbiditas maupun mortalitas akibat komplikasi kardiovaskular. Hal ini sesuai
dengan hasil dari penelitian besar yang telah dilakukan pada hipertensi Sistolik dan
diastolik menghasilkan penurunan risiko yang sama. Dari banyak obat anti hipertensi
yang ada, tidak semuanya mempunyai efek dan derajat keamanan yang baik pada usia
lanjut. Disebut aman karena tidak meyebabkan komplikasi atau yang lebih penting
adalah tidak mengganggu kualitas hidup pasien.11
Prinsip pengobatan hipertensi pada usia lanjut adalah selalu mulai dengan dosis
rendah dan dinaikkan bertahap sampai mencapa target. Berbagai kelas obat telah
terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada usia lanjut, baik secara tunggal maupun
yang lebih sering dalam bentuk kombinasi. Selain pemberian obat anti hipertensi, juga
dilakukan modifikasi gaya hidup, berhenti merokok, pengelolaan diabetes, kadar lipid
darah, pemberian obat anti agregasi trombosit, latihan aktivitas fisik, dan pada obesitas
mengurangi berat badan.11
II.3 Lansia12
II. 3.1 Pengertian Lansia
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Menurut UU No. 13/Tahun 1998 tetang kesejahteraan Lansia disebutkan
bahawa Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
3. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
4. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan / atau
5. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
1. Elderly : 60 – 74 Tahun
2. Old : 75 – 89 Tahun
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kondisi maladaptif