Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Kedokteran Keluarga


II.1.1 Pengertian Dokter Keluarga
Pelaksana pelayanan dokter keluarga kita kenal dengan dokter keluarga
(Family doctor, family physician). Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendefinisikan
dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya
memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit
keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tapi bila perlu aktif mengunjungi
penderita atau keluarganya.4
Dokter keluarga adalah setiap dokter yang mengabdikan dirinya dalam bidang
profesi kedokteran maupun kesehatan yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan melalui pendidikan khusus di bidang kedokteran keluarga yang
mempunyai wewenang untuk menjalankan praktek dokter keluarga.4

II.1.2 Tugas Dokter Keluarga Dalam Sistem Jaminan Pemeliharaan


Kesehatan
Tugas Dokter Keluarga dalam system Jaminan Pemeliharaan Kesehatan :
Memberikan pelayanan kesehatan paripurna kepada peserta dan keluarganya,
dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
masyarakat guna mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.4

II.1.3 Peran Dokter Keluarga4


1. Pengaplikasi ilmu kedokteran klinik dan ilmu perilaku, dilengkapi ilmu
kedokteran mutakhir
2. Memantapkan pelayanan kesehatan primer dan sistem rujukan
3. Pengendali biaya:
a. Efektifitas pelayanan kesehatan
b. Efektifitas sumber daya kesehatan
c. Edukasi kesehatan
d. Pelayanan kesehatan yang bermutu
4. Mengembalikan pelayanan kesehatan yang rasional dan manusiawi
Peran dokter keluarga menurut The Philippine Academy of Family
Physicians adalah:
a. Health Care Provider (penyelenggara pelayanan kesehatan)
b. Educator (teacher)
c. Counselor
d. Reseacher (life long learner)
e. Community Leader (Social Mobilizer)

II.1.4 Fungsi Dokter Keluarga :


1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna, efektif dan efisien, sesuai
ketentuan yang berlaku
2. Meningkatkan peran serta keluarga dan masyarakat peserta agar berperilaku
hidup sehat
3. Menjalin kerjasama dengan semua fasilitas kesehatan dalam rangka rujukan
4. Menjaga agar sumberdaya yang terbatas digunakan seefisien mungkin
5. Menjaga hubungan baik dan terbuka dengan para pelaku jaminan
pemeliharaan kesehatan masyarakat lainnya

II.1.5 Pelayanan Kedokteran Keluarga


Pelayanan kesehatan/asuhan medis yang didukung oleh pengetahuan
kedokteran terkini secara menyeluruh (holistik), paripurna (komprehensif),
terpadu, berkesinambungan untuk menyelesaikan semua keluhan dari pengguna
jasa/pasien sebagai komponen keluarganya dengan tidak memandang umur, jenis
kelamin dan sesuai dengan kemampuan sosialnya.4
II.1.6 Tujuan pelayanan kedokteran keluarga
Terselesaikannya masalah kesehatan keluarga dan terciptanya keluarga yang
partisipatif, sehat sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap
anggota keluarga hidup produktif secara sosial dan ekonomi.4

II.1.7 Indikator keberhasilan pelayanan kesehatan4


1. Meningkatnya status kesehatan keluarga dengan peningkatan kesehatan fisik,
mental dan sosial seluruh anggota keluarga
2. Meningkatnya peran serta setiap anggota keluarga khususnya penanggung
jawab keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan dirinya, sosial
maupun lingkungan keluarganya
3. Adanya kemampuan keluarga untuk mengatasi permasalahannya.
Semua tujuan ini selalu dimanfaatkan dalam pembahasan kasus yaitu evaluasi
keberhasilan tindakan untuk pencapaian tujuan pelayanan.

II.1.8 Karakteristik Pelayanan Kedokteran Keluarga4


Adalah pelayanan kesehatan/asuhan medik yang:
- Didukung oleh pengetahuan kedokteran mutakhir;
- Dilakukan secara paripurna (comprehensive), terpadu (integrated), menyeluruh
(holistic), berkesinambungan (sustainable);
- Terhadap semua keluhan dan pengguna jasa pelayanan kesehatan (PJPK)
sebagai komponen keluarganya;
- Dengan tidak memandang umur, jenis kelamin dan sesuai dengan kemampuan
yang ada

II.1.9 Asas-Asas Dalam Pelayanan Dokter Keluarga


Dalam pelayanan dokter keluarga seyogyanya memenuhi standar
pelayanan kedokteran yang bermutu dan berasaskan:
- Hukum dan etika profesi, serta moral dan spiritual
- Ilmu pengetahuan dan ketrampilan teknis kedokteran mutakhir
- Bersifat paripurna, terpadu, menyeluruh, bersinambung
1. Paripurna (Comprehensive)
Tersedianya semua langkah-langkah pelayanan kesehatan:
a. Promotif (peningkatan dan pembinaan)
b. Preventif (pencegahan dan perlindungan khusus)
c. Kuratif (deteksi dini dan tindakan segera)
d. Pencegahan cacat lebih lanjut (terapi, konsultasi, dan rujukan)
e. Rehabilitatif (pemulihan, pengendalian, evaluasi)
2. Terpadu (Integrated)
Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dalam bentuk interaksi antara
Dokter, Pasien dan Keluarga serta melibatkan seluruh komunitas
masyarakat disekitarnya.
3. Menyeluruh (Holistic)
Dilaksanakan pelayanan kesehatan yang meliputi semua aspek kehidupan
Pasien sebagai manusia seutuhnya yang meliputi aspek-aspek :
- Biologis
- Psikologis
- Sosial
- Spiritual
4. Berkesinambungan (Sustainable)
Pelayanan kesehatan merupakan upaya terus menerus untuk meningkatkan fungsi
keluarga sesuai dengan sumber-sumber yang dimiliki.
- Pendekatan yang manusiawi dan rasional
- Manfaat (memberikan manfaat yang sebesar-besarnya)
- Partisipasi keluarga (kehidupan PJPK dalam wawasan keluarga)
- Peduli pencegahan (Paradigma Sehat)

II.10 Prinsip-Prinsip Pelayanan Kedokteran Keluarga


Prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga di Indonesia mengikuti anjuran
WHO dan WONCA. Prinsip-prinsip ini juga merupakan simpulan untuk dapat
meningkatkan kualitas layanan dokter primer dalam melaksanakan pelayanan
kedokteran. Prinsip-prinsip pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga adalah
memberikan/mewujudkan:4
1. Pelayanan yang holistik dan komprehensif
2. Pelayanan yang kontinu
3. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
4. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
5. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integrasi dari
keluarganya.
6. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan
lingkungan tempat tinggalnya.
7. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hokum.
8. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan.
9. Pelayanan yang sadar biaya dan mutu.

II.2 Hipertensi
II.2.1 Definisi

Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada
dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang. menurut JNC VIII hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
>150 mmHg dan diastolik >90 mmHg.5
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama
(persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi
secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi
dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena
itu, partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi,
pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat
dikendalikan.5

II.2.2 Epidemiologi
Menurut data WHO, di seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4%
orang di seluruh dunia mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat
menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di
negara maju dan 639 sisanya berada di negara berkembang, termasuk Indonesia.3
Prevalensi Hipertensi nasional berdasarkan Riskesdas 2013 sebesar 25,8%, tertinggi
di Kepulauan Bangka Belitung (30,9%), sedangkan terendah di Papua sebesar
(16,8%). Berdasarkan data tersebut dari 25,8% orang yang mengalami hipertensi
hanya 1/3 yang terdiagnosis, sisanya 2/3 tidak terdiagnosis. Data menunjukkan
hanya 0,7% orang yang terdiagnosis tekanan darah tinggi minum obat Hipertensi.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak menyadari
menderita Hipertensi ataupun mendapatkan pengobatan.6 Penyakit terbanyak pada
usia lanjut berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 adalah hipertensi. dengan
prevalensi 45,9% pada usia 55-64 tahun, 57,6% pada usia 65,74% dan 63,8% pada
usia ≥ 75 tahun. 3

II.2.3 Klasifikasi

1. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi


hipertensi esensial/primer dan hipertensi sekunder.5

a. Hipertensi esensial/primer adalah hipertensi yang tidak diketahui


penyebabnya disebut sebagai hipertensi esensial atau hipertensi idiopatik,
90% dari semua penyakit hipertensi merupakan penyakit hipertensi
esensial.
b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial adalah hipertensi yang
diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi,
penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebab nya
adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil
KB).

2. Tekanan Darah
Klasifikasi hipertensi menurut The seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC-7) tahun 2013 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun)
berdasarkan rata-rata pengukuran tekanan darah sebanyak dua kali atau lebih.
Tekanan darah dibagi menjadi empat klasifikasi yaitu : normal, prehipertensi,
hipertensi stage 1 dan stage 2.
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
Klasifikasi TDS TDD (mmHg)
Tekanan Darah (mmHg)

Normal < 120 Dan < 80


Prehipertensi 120-139 Atau 80-90
Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

II.2.4 Faktor Resiko


Faktor resiko terjadinya hipertensi dibagi menjadi dua yaitu faktor resiko yang
tidak dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah, penjelasannya sebagai
berikut:8
a. Faktor Resiko tidak dapat diubah
1. Umur
Framingham Heart Study melaporkan bahwa risiko untuk menderita penyakit
hipertensi bagi pria atau wanita yang sebelumnya tidak menderita hipertensi
pada usia 45 tahun atau 65 tahun yaitu sekitar 90%. Faktor bertambahnya
umur juga dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi karena angka kejadian
hipertensi pada pasien usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan
kematian sekitar di atas 65 tahun.
2. Jenis kelamin
Pria memiliki risiko menderita hipertensi pada usia diatas 45 tahun
dibandingkan dengan wanita namun pria dan wanita memiliki kemungkinan
menderita hipertensi yang pada usia 55 tahun hingga 64 tahun. Wanita
memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk menderita hipertensi dibandingkan
pria pada usia diatas 65 tahun. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin juga dapat
dipengaruhi oleh faktor psikologis dan perilaku yang tidak sehat.
3. Keturunan (genetik)
Faktor genetik juga berperan dalam terjadinya hipertensi apabila seseorang
yang mempunyai riwayat keluarga menderita hipertensi maka risiko terkena
penyakit hipertensi akan lebih tinggi .
b. Faktor resiko yang dapat diubah
1. Obesitas
Hipertensi pada orang yang obesitas memiliki risiko lima kali lipat menderita
hipertensi dari pada seseorang yang memiliki berat badan normal. Penderita
hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan diatas normal atau
obesitas.
2. Stres
Stres dapat menyebabkan hipertensi melalui saraf simpatis sehingga dapat
tekanan darah secara intermitten. Stres juga dapat merangsang kelenjar anak
ginjal untuk melepaskan hormone adrenalin dan memacu jantung berdenyut
lebih cepat sehingga dapat meningkatkan tekanan darah.
3. Merokok
Merokok dapat menyebabkan rusaknya lapisan endotel pembuluh darah arteri
sehingga bisa mengakibatkan arteriosklerosis dan tekanan darah tinggi
dikarenakan zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang
masuk ke dalam aliran darah.
4. Olahraga
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan
bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Tekanan darah akan meningkat
pada saat melakukan olahraga namun jika dilakukan secara teratur tekanan
darah akan menurun. Olahraga teratur dalam jumlah sedang akan lebih baik
dibandingkan dengan olahraga berat hanya dilakukan sekali saja.
5. Konsumsi alkohol dan kafein
Konsumsi alkohol dan kafein berlebih yang terdapat dalam minuman kopi,
teh, soda akan meningkatkan resiko terjadinya hipertensi. Mengkosumsi
alkohol dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatis karena dapat merangsang
sekresi corticotrophin releasing hormone (CRH) yang bisa meningkatkan
tekanan darah sedangkan mengkosumsi kafein dapat menstimulasi jantung
untuk bekerja lebih cepat sehingga mengalirkan darah lebih banyak setiap
detiknya
6. Konsumsi Garam Berlebihan
Konsumsi garam secara berlebihan dapat menyebabkan penumpukan cairan
dalam tubuh karena menarik cairan yang ada di luar sel agar tidak dikeluarkan,
sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
7. Hiperlipidemia / Hiperkolesterolemia
Kelainan metabolisme lipid (Iemak) didalam tubuh yang ditandai dengan
meningkatnya kadar kolesterol total, trigliserida, low density lipoprotein
(LDL) dan penurunan kadar high density lipoprotein (HDL) dalam darah.
Kolesterol adalah salah satu faktor penyebab aterosklerosis yang dapat
mengakibatkan tingginya tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan
darah meningkat.

II.2.5 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya hipertensi masih belum dapat diketahui. Namun, ada
beberapa mekanisme yang akan memengaruhi terjadinya hipertensi antara lain:9
a. Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer berpengaruh terhadap skala
pengukuran tekanan darah. Sebagian besar kasus hipertensi esensial, terjadi
peningkatan pada tahanan perifer tanpa diikuti peningkatan curah jantung. Hal
tersebut dapat terjadi dikarenakan pada kondisi tersebut tubuh akan
kekurangan untuk suplai oksigen dan nutrisi sehingga mengakibatkan daya
kontraksi jantung menurun dan menyebabkan terjadinya penurunan curah
jantung. Selain itu, tekanan darah dipengaruhi oleh konsentrasi sel otot halus
yang terdapat pada arteriol. Apabila terjadi peningkatan konsentrasi otot halus
yang semakin lama, maka akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah
arteriol yang diperantarai oleh angiotensin sehingga terjadi peningkatan
tahanan perifer yang bersifat irreversible.
b. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron
Sistem renin angiotensin aldosteron merupakan suatu sistem endokrin yang
penting dalam mengontrol tekanan darah. Renin disekresi dari aparat
juxtaglomerular ginjal (Lumbantobing, 2008). Renin Angiotensin Aldosteron
(RAA) bekerja dengan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I.
Angiotensi I yang masih inaktif diubah menjadi angiotensin II dengan bantuan
angiotensin converting enzyme (ACE). ACE memiliki peranan yang penting
dalam mengatur tekanan darah. Angiotensin II menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan darah karena memiliki sifat sebagai vasokonstriktor.
c. Sistem Saraf Otonom
Sirkulasi sistem saraf otonom akan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan
dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom memiliki peran dalam mempertahankan
tekanan darah. Pada hal ini, hipertensi terjadi karena adanya interaksi antara
sistem saraf otonom dan sistem renin angiotensin aldosteron sehingga akan
memengaruhi keseimbangan natrium dan volume sirkulasi.
II.2.6 Gejala klinis
Hipertensi merupakan silent killer dimana Pada umumnya hipertensi tanpa
gejala yang mencolok. Manifestasi klinis baru terlihat setelah hipertensi menahun
berupa nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium,penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena
hipertensi, ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan sususan saraf, nokturia
karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus dan edema dependen
akibat tekanan kapiler. Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu- satunya
gejala, terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah
sakit kepala, epistaksis, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata
berkunang- kunang, dan pusing.10

II.2.7 Diagnosis
Diagnosis hipertensi ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.10
a. Anamnesis yang dilakukan meliputi:
- tingkat hipertensi dan lama menderitanya,
- riwayat dan gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung
koroner, penyakit serebrovaskuler, dan lainnya.
- Riwayat penyakit dalam keluarga juga digali serta gejala yang
berkaitan dengan penyakit hipertensi.
- Perubahan aktivitas atau kebiasaan seperti merokok, konsumsi
makanan, psikososial keluarga, pekerjaan, dan lain- lain dapat
ditelaah lebih lanjut, guna mendapat informasi terkait.
b. Dalam pemeriksaan fisik dilakukan
- pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit,
kemudian diperiksa ulang dengan kontralateral.
c. pemeriksaan penunjang meliputi
- pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai
terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor
risiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Pada umumnya,
pemeriksaan urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium,
natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol
HDL). Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti
klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL,
TSH, dan ekokardiografi

II.2.8 Penatalaksanaan
Sebagian besar pasien usia lanjut yang didiagnosis hipertensi pada akhirnya
menjalani terapi menggunakan obat antihipertensi. Pengobatan hipertensi secara
farmakologi pada usia lanjut sedikit berbeda dengan usia muda, karena adanya
perubahan – perubahan fisiologis akibat proses menua. Perubahan fisiologis yang
terjadi pada usia lanjut menyebabkan konsentrasi obat menjadi lebih besar, waktu
eliminasi obat menjadi lebih panjang, terjadi penurunan fungsi dan respon dari
organ, adanya berbagai penyakit penyerta lainnya (komorbiditas), adanya obat-
obatan untuk penyakit penyerta yang sementara dikonsumsi harus diperhitungkan
dalam pemberian obat antihipertensi. Perubahan sistem biologis pada usia lanjut
akan mempengaruhi proses interaksi molekul obat yang pada akhirnya
mempengaruhi manfaat klinik dan keamanan farmakoterapi. Frekuensi terjadinya
efek samping pada kelompok usia lanjut lebih tinggi bila dibandingkan dengan
populasi pada umumnya. Selain itu pasien usia lanjut merupakan salah satu pasien
yang rentan terhadap interaksi obat. 11
Gambar 2.1 Algoritme Tatalaksana Hipertensi
Gambar 2.2. Algoritme Panduan Penatalaksanaan Hipertensi 2014 menurut JNC-8
II.2.9 Pengelolaan Hipertensi Pada Usia Lanjut

Hipertensi pada usia lanjut sama seperti hipertensi pada usia lainnya. Walaupun
risiko terjadinya komplikasi lebih besar. Penurunan tekanan darah akan menurunkan
risiko morbiditas maupun mortalitas akibat komplikasi kardiovaskular. Hal ini sesuai
dengan hasil dari penelitian besar yang telah dilakukan pada hipertensi Sistolik dan
diastolik menghasilkan penurunan risiko yang sama. Dari banyak obat anti hipertensi
yang ada, tidak semuanya mempunyai efek dan derajat keamanan yang baik pada usia
lanjut. Disebut aman karena tidak meyebabkan komplikasi atau yang lebih penting
adalah tidak mengganggu kualitas hidup pasien.11
Prinsip pengobatan hipertensi pada usia lanjut adalah selalu mulai dengan dosis
rendah dan dinaikkan bertahap sampai mencapa target. Berbagai kelas obat telah
terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada usia lanjut, baik secara tunggal maupun
yang lebih sering dalam bentuk kombinasi. Selain pemberian obat anti hipertensi, juga
dilakukan modifikasi gaya hidup, berhenti merokok, pengelolaan diabetes, kadar lipid
darah, pemberian obat anti agregasi trombosit, latihan aktivitas fisik, dan pada obesitas
mengurangi berat badan.11

II.3 Lansia12
II. 3.1 Pengertian Lansia
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Menurut UU No. 13/Tahun 1998 tetang kesejahteraan Lansia disebutkan
bahawa Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

II.3.2 Klasifikasi Lansia

Depkes RI (2003) mengklasifikasikan lansia dalam kategori

1. pralansia ( prasenilis ), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun

2. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

3. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan

4. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan / atau

kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa

5. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga

hidupnya bergantung pada bantuan orang lain

Klasifikasi lansia menurut WHO :

1. Elderly : 60 – 74 Tahun

2. Old : 75 – 89 Tahun

3. Very Old : > 90 Tahun

II.3.3 Karakteristik Lansia

Lansia memiliki tiga karakteristik sebagai berikut:

1. Berusia lebih dari 60 tahun

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari

kebutuhan biopsikososial hingga spiritual serta dari kondisi adaptif hingga

kondisi maladaptif

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi

II.3.4 Tipe lansia


Banyak dtemukan bermacam-macam tipe lansia, beberapa diantaranya sebagai
berikut:
1. Tipe arif bijaksana
Lansia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan
2. Tipe mandiri
Lansia kini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan yang baru,
selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta tidak memenuhi
undangan
3. Tipe tidak puas
Lansia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan
yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani,
kehilangan kekuasaan , statu, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar,
mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik
4. Tipe pasrah
Lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan
beribadat, ringan kaki, melakukan berbagai jenis kegiatan
5. Tipe bingung
Lansia yang sering kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa
minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh

II.3.5 Tugas perkembangan Lansia


Menurut Ericksson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri
terhadap perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses kembang pada tahap
sebelumnya. Apabila seseorang pada tahap perkembangan sebelumnya melakukan
kegiatan sehari hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi
dengan orang – orang sekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap melakukan
kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya seperti
olahraga, mengembangkan hobi bercocok tanam, dll
Adapun tugas perkembangan Lansia sebagai berikut:
1. mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
2. mempersiapkan diri untuk pensiun
3. membentuk hubungan baik dengan orang seusianya
4. mempersiapkan kehidupan baru
5. melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai
6. mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan

Anda mungkin juga menyukai