Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi
adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan
alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Atau dengan kata lain, problema dasar dari
Ekonomi adalah bagaimana menggunakan semua sumber daya yang terbatas, untuk
dari produsen dan konsumen. Salah satu bagian dari pembahasan mikro ekonomi adalah
yang ada untuk menghasilkan atau menyediakan produk yang bernilai maksimal bagi
konsumennya. Laba atau keuntungan adalah nilai penerimaan total perusahaan dikurangi
biaya total yang dikeluarkan perusahaan. Jika laba dinotasikan , pendapatan total sebagai
TR, dan biaya total adalah TC, maka = TR - TC Ada tiga pendekatan penghitungan laba
maksimum yang akan dibahas dalam bab ini. 1. Pendekatan totalitas (totality approach) 2.
marginal
2. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Laba atau Keuntungan Makna laba secara umum
adalah kenaikan kemakmuaran dalam suatu periode yang dapat dinikmati (didistribusi atau
ditarik) asalkan kemakmuran awal masih tetap dipertahankan. Pengertian semacam ini
didasarkan pada konsep pemertahanan kapital. Konsep ini membedakan antara laba dan
kapital. Kapital bermakna sebagai sediaan (stock) potensi jasa atau kemakmuran sedangkan
laba bermakna aliran (flow) kemakmuran. Dengan konsep pemertahanan kapital dapat
dibedakan antara kembalian atas investasi dan pengembalian investasi serta antara transaksi
operasi dan transaksi pemilik. Lebih lanjut, laba dapat dipandang sebagai perubahan aset
bersih sehingga berbagai dasar penilaian kapital dapat diterapkan. Laba adalah kenaikan
modal (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi sampingan atau transaksi yang jarang
terjadi dari suatu badan usaha, dan dari semua transaksi atau kejadian lain yang mempunyai
badan usaha selama satu periode, kecuali yang timbul dari pendapatan (revenue) atau
investasi pemilik (Baridwan, 1992: 55). Menurut Sunaryo keuntungan (laba) adalah selisih
antara total pendapatan dengan total biaya yang merupakan insentif bagi produsen untuk
sumber daya ke proses produksi tertentu. Pengertian laba secara umum adalah selisih dari
pendapatan di atas biaya-biayanya dalam jangka waktu (perioda) tertentu. Laba sering
digunakan sebagai suatu dasar untuk pengenaan pajak, kebijakan deviden, pedoman
investasi serta pengambilan keputusan dan unsur prediksi (Harnanto, 2003: 444). Dalam teori
ekonomi juga dikenal adanya istilah laba, akan tetapi pengertian laba di dalam teori ekonomi
berbeda dengan pengertian laba menurut akuntansi. Dalam teori ekonomi, para ekonom
mengartikan laba sebagai suatu kenaikan dalam kekayaan perusahaan, sedangkan dalam
akuntansi, laba adalah perbedaan pendapatan yang direalisasi dari transaksi yang terjadi
pada waktu dibandingkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tertentu
(Harahap, 1997). Laba atau rugi sering dimanfaatkan sebagai ukuran untuk menilai prestasi
perusahaan atau sebagai dasar ukuran penilaian yang lain, seperti laba per lembar saham.
Unsur-unsur yang menjadi bagian pembentuk laba adalah pendapatan dan biaya. Dengan
mengelompokkan unsur- unsur pendapatan dan biaya, akan dapat diperoleh hasil
pengukuran laba yang berbeda antara lain: laba kotor, laba operasional, laba sebelum pajak,
dan biaya total (TC). Pendapatan total adalah sarna dengan jumlah unit output yang terjual
(Q) dikalikan harga output per unit. Jika harga jual per unit output adalah P, maka TR = P.Q.
Pad a saat membahas teori biaya, kita telah mengetahui bahwa biaya total (TC) adalah sama
dengan biaya tetap (FC) ditambah biaya variabel (VC), atau TC = FC + Vc. Dalam
pendekatan totalitas, biaya variabel per unit output dianggap konstan, sehingga biaya
variabel adalah jumlah unit output (Q) dikalikan biaya variabel per unit. Jika biaya variabel per
unit adalah v, maka VC = v.Q. [2] Dengan demikian, π= PQ - (FC + vQ) ….. (7.2) Persamaan
(7.2 ) dapat dipresentasikan dalam bentuk Diagram 7.1. Dalam diagram tersebut kita melihat
bahwa pad a awalnya perusahaan mengalami kerugian, terlihat dari kurva TR yang masih di
bawah kurva TC Tetapi jika output ditambah, kerugian makin kecil, terlihat dari makin
mengecilnya jarak kurva TR dengan kurva TC Pada saat jumlah output mencapai Q*, kurva
TR berpotongan dengan kurva TC yang artinya pendapatan total sama dengan biaya total.
Titik perpotongan ini disebut titik impas (break event point, disingkat BEP). Setelah titik BEP,
perusahaan terus mengalami laba yang makin membesar, dilihat dari posisi kurva TR yang di
atas kurva TC. Implikasi dari pendekatan totalitas adalah perusahaan menempuh strategi
penjualan maksimum (maximum selling). Sebab makin besar penjualan makin besar laba
yang diperoleh. Hanya saja sebelum mengambil keputusan, perusahaan harus menghitung
berapa unit output harus diproduksi (Q*) untuk meneapai titik impas. Kemudian besarnya Q*
dibandingkan dengan potensi permintaan efektif. Jika persentasenya 80%, maka untuk
meneapai BEP perusahaan harus menjangkau 80% potensi perrnintaan efektif. Makin kecil
Q* dan atau makin kecil persentase Q* terhadap potensi permintaan efektif dianggap makin
baik, sebab risiko yang ditanggung perusahaan makin kecil. Diagram 1.1 Kurva TR dan Te
(Pendekatan Totalitas) Cara menghitung Q* dapat diturunkan dari Persamaan (7.2). π = P.Q*
- ( FC + v.Q*) …. (7.3) Titik impas tercapai pada saat π sama dengan nol. 0 = P.Q*- FC -
4. 4 Contoh Kasus: Emilia adalah seorang dosen di kata Jambi. Sebagai seorang ibu rumah
tangga yang kreatif, dia merencanakan menambah penghasilan keluarga dengan menjual
jajanan anak-anak berupa permen coklat hasil olahannya sendiri. Produknya dipasarkan ke
beberapa sekolah dasar yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Jumlah permintaan potensial
(dilihat dari jumlah murid yang diberi uang jajan) adalah 1.000 orang per hari. Untuk
mewujudkan rencananya, dia hams membeli alat-alat produksi dan mesin cetak sederhana
seharga Rp5 juta. Biaya produksi per biji permen coklat Rp250,00. Harga jual per biji
Rp500,00. Apakah rencana di atas layak dilaksanakan? Untuk menjawabnya, kita dapat
menggunakan rumus dalam Persamaan (7.4). Biaya pembelian alat produksi dan mesin
cetak sederhana adalah biaya tetap (FC), karena besarnya tidak tergantung jumlah produksi.
Biaya variabel per unit (v) adalah Rp250,00 sedangkan harga jual per unit (P) adalah
Rp500,00 Untuk mencapai titik impas, jumlah output (permen coklat) yang harus terjual (Q*)
adalah: Q* = 5.000.000 / (500-250) = 20.000 biji permen. Untuk mencapai titik impas, permen
coklat yang harus terjual 20.000 biji. Apakah target ini terlalu berat? Sangat tergantung dari
optimisme Ibu Emilia. Jika dia bersikap pesimis, misalnya dengan mengatakan hanya sekitar
10% dari permintaan potensial yang terjangkau, berarti setiap hari hanya dapat menjual 100
permen. Sehingga 20.000 biji permen akan terjual dalam waktu 200 hari. Tetapi bila dia yakin
minimal 50% potensi pasar terjangkau atau 500 biji permen coklat per hari, 20.000 biji
permen akan terjual hanya dalam waktu 40 hari. Setelah 20.000 biji permen, penjualan
selanjutnya memberi keuntungan Rp250,00 per biji, karena itu makin banyak permen yang
dapat dijual, makin besar laba yang diperoleh. Pendekatan totalitas sering dipakai dalam
kehidupan sehari-hari, karena memang mudah dan sederhana. Namun cara ini memiliki
beberapa kelemahan: a) Dalam praktik sulit membedakan antara biaya tetap dengan biaya
variabel. Misalnya listrik yang digunakan perusahaan ada yang untuk pabrik (dapat menjadi
biaya variabel); ada yang untuk kantor (dapat menjadi biaya tetap). Atau seorang pegawai
dalam perusahaan, terutama perusahaan keluarga, sering bekerja rangkap untuk kegiatan
administratif (biaya tetap) dan produksi (biaya variabel). b) Pendekatan ini mengabaikan
gejala penurunan pertambahan hasil (LDR), yang menyebabkan baik kurva biaya maupun
kurva pendapatan tidak berbentuk garis lurus (lihat kembali Bab 5 dan Bab 6. Karena itu
pendekatan totalitas hanya dapat dipakai bila usaha yang dianalisis relatif sederhana, dengan
5. 5 C. Pendekatan Rata-rata Dalam pendekatan ini, perhitungan laba per unit dilakukan
dengan membandingkan antara biaya produksi rata-rata (AC) dengan harga jual output (P).
Laba total adalah laba per unit dikalikan dengan jumlah output yang terjual. π= (P - AC).Q
….. (7.5) Dari persamaan ini perusahaan akan mencapai laba bila harga jual per unit output
(P) lebih tinggi dari biaya rata-rata (AC). Perusahaan hanya mencapai angka impas bila P
sarna dengan AC. Keputusan untuk memproduksi atau tidak didasarkan perbandingan
besamya P dengan AC. Bila P lebih kedl atau sarna dengan AC, perusahaan tidak mau
memproduksi. Implikasi pendekatan rata-rata adalah perusahaan atau unit usaha harus
menjual sebanyak-banyaknya (maximum selling) agar laba (1t) makin besar. Contoh Kasus:
PT Tani Makmur ingin menanam singkong di Lampung. Produk singkong akan dibeli di lahan
oleh produsen tapioka seharga Rp150,00 per kilogram. Setiap hektar diperkirakan
menghasilkan singkong minimal 25 ton. Berdasarkan studi pendahuluan, biaya produksi
seperti di bawah ini: a. Biaya persiapan lahan: Rp500.000,00 per hektar. b. Biaya penanaman
dan perawatan (termasuk pupuk dan obat-obatan) serta tenaga kerja: Rp1.000.000,00 per
hektar. c. Biaya panen (pencabutan, pemotongan): Rp.10,00 per kg. Jika perusahaan
berapa hektar singkong yang harus ditanam? Langkah pertama yang harus dilakukan adalah
menghitung biaya rata-rata per kilogram singkong, sampai siap dijual di lahan. Karena yang
sudah ketahui hanya biaya panen per kg, kita harus menghitung biaya rata-rata : kilogram
persiapan lahan dan penanaman. Dari data-data di atas diketahui bahwa biaya persiapan
lahan, penanaman dan perawatan adalah Rp. 1.500.000,00 per hektar. Jika per hektar lahan
menghasilkan 25 ton singkong, maka biaya rata-rata persiapan, penanaman dan perawatan
adalah Rp.60,00 per kilogram. Sehingga biaya rata-rata per kilogram (AC) adalah Rp.60,00 +
Rpl0,00 sama dengan Rp70,00. Karena harga jual singkong (P) adalah Rp150,00 per
kg = 12.500.000 kg = 12.500 ton Jumlah singkong yang harus dihasilkan untuk mencapai
laba Rpl miliar adalah 12.500 ton. Karena per hektar menghasilkan 25 ton, maka jumlah yang
6. 6 Sama halnya dengan pendekatan totalitas, pendekatan rata-rata juga banyak dipakai
karena sederhana. Namun pendekatan ini pun mengabaikan gejala penurunan pertambahan
hasil (LDR). Contoh di atas, menunjukkan bahwa perhitungan AC berdasarkan skala produksi
satu hektar. Padahal banyak perbedaan mendasar antara memproduksi satu hektar dengan
500 hektar. Pada skala produksi satu hektar atau barangkali sampai sepuluh hektar,
teknologi produksi maupun manajemen. Dalam arti kualitas SDM yang dibutuhkan tidak perlu
tinggi, lahan bisa dikelola dengan eknologi sederhana dan pengelolaan usaha cukup dengan
manajemen keluarga. Tetapi jika skala produksi ditingkatkan sampai 500 hektar, pengolahan
tanah hams menggunakan peralatan modem, perusahaan membutuhkan insinyur dan tenaga
keuangan yang mampu mengelola usaha bernilai ratusan juta atau miliaran rupiah. Jika
perusahaan harus bersifat formal. Dengan kata lain jenis dan kompleksitas kegiatan maupun
pembiayaan makin banyak dan meningkat, jika skala produksi ditambah. Karena itu
perhitungan AC yang akurat seharusnya dalam skala produksi 500 hektar. Angka biaya rata-
rata (AC) pada skala produksi 500 hektar bisa lebih besar atau lebih kecil dari AC pada skala
produksi satu hektar. Jika perusahaan menikmati skala produksi ekonomis (economies of
scale), maka biaya rata-rata ( AC ) akan lebih kedl dari Rp70,00 per kg (AC pada skala
membandingkan biaya marjinal (MC) dan pendapatan marjinal (MR). Laba maksimum akan
tercapai pada saat MR = Me. Kondisi tersebut bisa dijelaskan secara matematis, gratis dan
verbal. a. Penjelasan Secara Matematis π= TR – TC ….. (7.7) Laba maksimum tercapai bila
turunan pertama fungsi π (∂n / ∂Q) sama dengan nol dan nilainya sama dengan nilai turunan
pertama TR (OTRI aQ atau MR) dikurangi nilai turunan pertama TC (∂TC / ∂Q atau MC).
teori biaya produksi, kita telah mengonstruksi kurva biaya total (TC) yang bentuk kurvanya
seperti huruf S terbalik. Kurva pendapatan total (TR) diperoleh dengan cara mengalikan
kurva produksi total (TP) dengan harga jual output per unit (P). Pada pembahasan teori
produksi, telah diketahui bahwa kurva TP berbentuk huruf S. Karena kurva TR diperoleh
dengan cara mengalikan kurva TP dengan sebuah bilangan sebesar nilai P, maka kurva TR
juga berbentuk huruf S. Kurva TR dikurangi kurva TC menghasilkan kurva laba (π) seperti
tampak pada Diagram 7.2 berikut ini. Diagram 7.2 Kurva TR, TC dan Laba (Pendekatan
Marjinal) Pada Diagram 7.2 kita melihat bahwa tingkat output yang memberikan laba adalah
interval Q1-Q5 Jika output di bawah jumlah Q1 perusahaan mengalami kerugian karena TR <
TC Begitu juga jika jumlah output melebihi Q5 Interval Q1-Q5 dalam pembahasan teori
produksi disebut sebagai daerah produksi ekonomis (tahap II). Perusahaan akan mencapai
laba maksimum di salah satu titik antara Q1-Q5 Dalam Diagram 7.2 terlihat bahwa laba
maksimum tercapai jika tingkat produksinya adalah Q3 Secara grafis hal itu terlihat dari kurva
8. 8 Pada pembuktian secara matematis telah diketahui bahwa nilai π (laba) akan maksimum
bila MR = MC Dalam grafis kondisi itu terbukti dengan membandingkan dua garis singgung
b1 dan b2. Garis singgung b1 adalah turunan pertama fungsi TR atau sarna dengan MR.
Garis singgung b2 adalah turunan pertama fungsi TC atau sama dengan MC Kita melihat
Verbal Apakah benar perusahaan akan mencapai laba maksimum bila memproduksi di Q3?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita mengonsentrasikan diri pada pergerakan kurva lab
a (n) sepanjang interval Q1-Q5' Pergerakan tersebut kita bagi menjadi tiga sub-interval: Q1-
Q3' Q3' dan Q3-Q5' 1) Penambahan output sepanjang sub-interval Q1-Q3 Bergerak naik
yang artinya laba bertambah besar. Bila memperhatikan kurva TR dan TC, terlihat bahwa
sudut kecuraman garis singgung al (MR) lebih besar dari sudut kecuraman garis singgung a2
(MC). Ternyata jika output ditambah satu unit, tambahan pendapatan (MR) yang dihasilkan
lebih besar dari tambahan biaya (MC) yang harus dikeluarkan. Karena itu akan lebih
menguntungkan bila perusahaan terus menambah output. Dengan cara penjelasan yang
sama dapat dipahami mengapa kurva π bergerak naik sampai jumlah output Q3 Kalau kita
melihat sudut kemiringan kurva π makin mendatar, hal itu menunjukkan terjadinya hukum
pertambahan hasil yang makin menurun (LDR).Ketika output ditambah dari Q1 ke Q2 kurva
2) Pada saat jumlah output Q3 Pada saat jumlah output Q3 seperti telah dijelaskan, garis
singgung bl (MR) sejajar garis singgung b2 (MC). Jika output ditambah satu unit, maka
tambahan pendapatan (MR) yang diperoleh sama persis dengan tambahan biaya (MC) yang
harus dikeluarkan. 3) Interval Q3-05 Jika output ditambah dari Q3 ke Q4 terlihat bahwa sudut
kemiringan garis singgung c1 (MR) sudah lebih kecil dari sudut kemiringan garis singgung c2
9. 9 ditambah satu unit, tambahan pendapatan (MR) yang diperoleh lebih kecil dibanding
tambahan biaya (MC). Dalam kondisi seperti itu perusahaan akan merugi bila terus
menambah output. Terlihat dari gerak menurun kurva π. Dengan demikian, tingkat output
yang membuat perusahaan mencapai laba maksimum adalah Q3' Penjelasan di atas dapat
diringkas dengan menyatakan: 1. Pada interval Q1-Q3 MR > MC. Karenanya penambahan
output akan meningkatkan laba. 2. Pada interval Q3-Q5 MR < MC. Karenanya penambahan
output akan menurunkan laba. 3. Pada saat output adalah Q3, MR = MC. Perusahaan
10. 10 BAB III PENUTUP SIMPULAN Laba adalah kenaikan modal (aktiva bersih) yang
berasal dari transaksi sampingan atau transaksi yang jarang terjadi dari suatu badan usaha,
dan dari semua transaksi atau kejadian lain yang mempunyai badan usaha selama satu
periode, kecuali yang timbul dari pendapatan (revenue) atau investasi pemilik. Pendekatan
totalitas membandingkan pendapatan total (TR) dan biaya total (TC). Jika harga jual per unit
output (P) dan jumlah unit output yang terjual (Q), maka TR = P.Q. Biaya total adalah jumlah
biaya tetap (FC) ditambah biaya variable per unit(v) dikali biaya variable per unit, sehingga: π
= P.Q – (FC + v.Q) Implikasi dari pendekatan totalitas adalah perusahaan menempuh strategi
penjualan maksimum (maximum selling). Sebab semakin besar penjualan makin besar laba
yang diperoleh. Hanya saja sebelum mengambil keputusan, perusahaan harus menghitung
berapa unit output yang harus diproduksi untuk mencapai titik impas. Kemudian besarnya
output tadi dibandingkan dengan potensi permintaan efektif. Dalam pendekatan rata-rata
perhitungan laba per unit dilakukan dengan membandingkan antara biaya produksi rata-rata
(AC) dengan harga jual output (P) kemudian laba total dihitung dari laba per unit dikali
dengan jumlah output yang terjual. π = (P - AC).Q Dari persamaan ini, perusahaan akan
mencapai laba bila harga jual per unit output (P) lebih tinggi dari biaya rata-rata (AC).
Perusahaan akan mencapai angka impas bila P sama dengan AC. Keputusan untuk
memproduksi atau tidak didasarkan perbandingan besarnya P dengan AC. Bila P lebih kecil
atau sama dengan AC, perusahaan tidak mau memproduksi. Implikasi pendekatan rata-rata
adalah perusahaan atau unit usaha harus menjual sebanyak-banyaknya (maximum selling)
agar laba (π) makin besar. Perhitungan laba dilakukan dengan membandingkan biaya
marginal (MC) dan pendapatan marginal (MR). Laba maksimum akan tercapai pada saat MR
= MC. π = TR – TC Laba maksimum tercapai bila turunan pertama fungsi π(δ π /δQ) sama
dengan nol dan nilainya sama dengan nilai turunan pertama TR (δTR/ δQ atau MR) dikurangi
perusahaan akan memperoleh laba maksimum (atau kerugian minimum) bila ia berproduksi
laba.html http://harisahmad.blogspot.com/2011/01/pendekatan-perhitungan-laba-
maksimum.html
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=pendekatan%20perhitungan%20laba%20maksimu
m
&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDAQFjAB&url=http://kk.mercubuana.ac.id/files/33002-
13-
775147388759.doc&ei=wsNzUZOkE43IrQe4p4GIDQ&usg=AFQjCNHJ02S7rZU2UlzK2PK5X
9ORd411hA&bvm=bv.45512109,d.bmk
http://laila034.blogspot.com/2014/04/memaksimumkan-laba.html