Anda di halaman 1dari 25

Laporan Pendahuluan Tonsilitis

A. Pengertian

Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada

tonsil atau amandel ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan

bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan

kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil

faringeal ( adenoid ), tonsil palatina ( tosil faucial), tonsil lingual ( tosil

pangkal lidah ), tonsil tuba Eustachius ( lateral band dinding faring /

Gerlach’s tonsil ) ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007 ).

Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman

streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridans dan

streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer,

2000).

Kesimpulan penulis berdasarakan beberapa pengertian diatas,

tonsilitis merupakan suatu peradangan pada tonsil yang disebabkan

karena bakteri atau virus,prosesnya bisa akut atau kronis.

Tonsilektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan

mengambil atau mengangkat tonsil untuk mencegah infeksi selanjutnya

(Shelov,2004)
Macam-macam tonsillitis menurut (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk,2007 )

yaitu :

1. Tonsilitis Akut

a. Tonsilis viral

Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold

yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering

adalah virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakan

penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus

coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak

luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri

dirasakan pasien.

b. Tonsilitis bakterial

Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A

Streptokokus, β hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat,

pneumokokus, Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes.

Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan

menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit

polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis

akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila

bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur

maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.


2. Tonsilitis Membranosa

a. Tonsilitis difteri

Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman

Coryne bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan

pada anak-anak berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi

tertinggi pada usia 2-5 tahun.

b. Tonsilitis septik

Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus

yang terdapat dalam susu sapi.

c. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )

Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau

triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut

yang kurang dan defisiensi vitamin C.

d. Penyakit kelainan darah

Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan

infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup

membran semu. Gejala pertama sering berupa epistaksis,

perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga

kulit tampak bercak kebiruan.

3. Tonsilis Kronik

Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari

rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,


pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut

yang tidak adekuat.

B. Anatomi Fisiologi

Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang

banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap

infeksi. Tonsil terletak pada kerongkongan di belakang kedua ujung

lipatan belakang mulut. Ia juga bagian dari struktur yang disebut Ring

of Waldeyer ( cincin waldeyer ). Kedua tonsil terdiri juga atas jaringan

limfe, letaknya di antara lengkung langit-langit dan mendapat

persediaan limfosit yang melimpah di dalam cairan yang ada pada

permukaan dalam sel-sel tonsil (Pearce,2006 )


Tonsil terdiri atas:

1. Tonsil fariengalis, agak menonjol keluar dari atas faring dan

terletak di belakang koana

2. Tonsil palatina, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan

tanduk.

3. Tonsil linguais, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk

Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh

tubuh dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut,

hidung, dan kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsil

mengalami peradangan. Peradangan pada tonsil disebut dengan

tonsilitis, penyakit ini merupakan salah satu gangguan Telinga Hidung

& Tenggorokan ( THT ). Kuman yang dimakan oleh imunitas seluler

tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta

menyebabkan infeksi amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitis

kronis). Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid

bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga

ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi

ukuran yang normal.

(Pearce,2006 ; Syaifuddin, 2006)


C. Etiologi

Penyebab tonsilitis menurut (Firman S, 2006) dan (Soepardi,

Effiaty Arsyad,dkk, 2007) adalah infeksi kuman Streptococcus beta

hemolyticus, Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes. Dapat

juga disebabkan oleh infeksi virus.

D. Patofisiologi

Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut.

Amandel atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme

yang berbahaya tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk

antibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang

amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.

Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka

jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat

pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear.

Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak

kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,

bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus

disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi

satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala

sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh

merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat

menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah


bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan

otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit

pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar

menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang

tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.

Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran

semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena

proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid

terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti

jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara

kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini

meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan

dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai

dengan pembesaran kelenjar limfe submandibular (Reeves, Roux,

Lockhart, 2001 ).

E. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala Tonsilitis menurut ( Smeltzer & Bare, 2000) ialah

sakit tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan. Sedangkan

menurut Effiaty Arsyad Soepardi,dkk ( 2007 ) tanda dan gejala yang

timbul yaitu nyeri tenggorok, tidak nafsu makan, nyeri menelan,

kadang-kadang disertai otalgia, demam tinggi, serta pembesaran

kelenjar submandibuler dan nyeri tekan.


F. Komplikasi

Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu :

1. Abses pertonsil

Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole,

abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya

disebabkan oleh streptococcus group A ( Soepardi, Effiaty

Arsyad,dkk. 2007 ).

2. Otitis media akut

Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius

(eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat

mengarah pada ruptur spontan gendang telinga ( Soepardi, Effiaty

Arsyad,dkk. 2007 ).

3. Mastoiditis akut

Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke

dalam sel-sel mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).

4. Laringitis

Merupakn proses peradangan dari membran mukosa yang

membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang

disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan, maupunmkarena

alergi ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).

5. Sinusitis

Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau

lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau
ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa

( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).

6. Rhinitis

Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal

dan nasopharynx ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien tonsilitis menurut ( Mansjoer, 2000) yaitu :

1. Penatalaksanaan tonsilitis akut

a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan

obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi

dengan diberikan eritromisin atau klindomisin.

b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder,

kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat

simptomatik.

c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari

komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil

usapan tenggorok 3x negatif.

d. Pemberian antipiretik.

2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik

a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.

b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa

atau terapi konservatif tidak berhasil.


The American Academy of Otolaryngology – Head and

Neck Surgery Clinical Indikators Compendium tahun 1995

menetapkan indikasi dilakukannya tonsilektomi yaitu:

1) Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun

telah mendapatkan terapi yang adekuat

2) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan

menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial

3) Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan

sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, dan

gangguan bicara.

4) Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses

peritonsil, yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.

5) Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan

6) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A

Sterptococcus β hemoliticus

7) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan

8) Otitis media efusa / otitis media supurataif

( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 )

Tonsilektomi menurut ( Nettina, 2006 ) yaitu:

1) Perawatan pra Operasi :

a) Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok

secara seksama dan dapatkan kultur yang diperlukan

untuk menentukan ada tidak dan sumber infeksi.


b) Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi

untuk menentukan adanya resiko perdarahan : waktu

pembekuan, pulasan trombosit, masa protrombin, masa

tromboplastin parsial.

c) Lakukan pengkajian praoperasi :

Perdarahan pada anak atau keluarga, kaji status hidrasi,

siapkan anak secara khusus untuk menghadapi apa yang

diharapkan pada masa pascaoperasi, gunakan teknik-

teknik yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak

( buku, boneka, gambar ), bicaralah pada anak tentang

hal- hal baru yang akan dilihat di kamar operasi, dan

jelaskan jika terdapat konsep-konsep yang salah, bantu

orang tua menyiapkan anak mereka dengan

membicarakan istilah yang umum terlebih dahulu

mengenai pembedahan dan berkembang ke informasi

yang lebih spesifik, yakinkan orang tua bahwa tingkat

komplikasi rendah dan masa pemulihan biasanya

cepat, anjurkan orang tua untuk tetap bersama anak

dan membantu memberikan perawatan.

2) Perawatan pascaoperasi :

a) Kaji nyeri dengan sering dan berikan analgesik sesuai

indikasi.
b) Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan

pascaoperasi

c) Siapkan alat pengisap dan alat-alat nasal packing untuk

berjaga-jaga seandainya terjadi kedaruratan.

d) Pada saat anak masih berada dalam pengaruh anestesi,

beri posisi telungkup atau semi telungkup pada anak

dengan kepala dimiringkan kesamping untuk mencegah

aspirasi

e) Biarkan anak memperoleh posisi yang nyaman sendiri

setelah ia sadar ( orangtua boleh menggendong anak )

f) Pada awalnya anak dapat mengalami muntah darah

lama. Jika diperlukan pengisapan, hindari trauma pada

orofaring.

g) Ingatkan anak untuk tidak batuk atau membersihkan

tenggorok kecuali jika perlu.

h) Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu 1

sampai 2 jam setelah sadar dari anestesi. Saat muntah

susah berhenti, berikan air jernih dengan hati-hati.

i) Tawarkan jus jeruk dingin disaring karena cairan itulah

yang paling baik ditoleransi pada saat ini, kemudian

berikan es loli dan air dingin selama 12 sampai 24 jam

pertama.
j) Ada beberapa kontroversi yang berkaitan dengan

pmberian susu dan es krim pada malam pembedahan :

dapat menenangkan dan mengurangi pembengkakan,

tetapi dapat meningkatkan produksi mukus yang

menyebabkan anak lebih sering membersihkan

tenggorokanya, meningkatkan resiko perdarahan.

k) Berikan collar es pada leher, jika didinginkan. ( lepas

collar es tersebut, jika anak menjadi gelisah ).

l) Bilas mulut pasien dengan air dingin atau larutan

alkalin.

m) Jaga agar anak dan lingkungan sekitar bebas dari

drainase bernoda darah untuk membantu menurunkan

kecemasan.

n) Anjurkan orang tua agar tetap bersama anak ketika

anak sadar.

I. Pengkajian Fokus dan Pemeriksaan Penunjang

1. Fokus pengkajian menurut (Firman S, 2006), yaitu :

a. Wawancara

1) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)

2) Apakah pengobatan adekuat

3) Kapan gejala itu muncul

4) Bagaimana pola makannya


5) Apakah rutin / rajin membersihkan mulut

b. Pemeriksaan fisik

Data dasar pengkajian menurut ( Doengoes, 2000), yaitu :

a) Intergritas Ego

Gejala : Perasaan takut, khawatir

Tanda : ansietas, depresi, menolak.

b) Makanan / Cairan

Gejala : Kesulitan menelan

Tanda : Kesulitan menelan, mudah terdesak, inflamasi

c) Hygiene

Tanda : kebersihan gigi dan mulut buruk

d) Nyeri / Keamanan

Tanda : Gelisah, perilaku berhati-bati

Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke

telinga

e) Pernapasan

Gejala : Riwayat menghisap asap rokok ( mungkin ada

anggota keluarga yang merokok ), tinggal di tempat yang

berdebu.

2. Pemeriksaan penunjang

a. Tes Laboratorium

Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri

yang ada dalam tubuh pasien dengan tonsilitis merupakan bakteri


grup A, kemudian pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung

jenisnya, serta laju endap darah. Persiapan pemeriksaan yang perlu

sebelum tonsilektomi adalah :

1) Rutin : Hemoglobine, lekosit, urine.

2) Reaksi alergi, gangguan perdarahan, pembekuan.

3) Pemeriksaan lain atas indikasi (Rongten foto, EKG, gula darah,

elektrolit, dan sebagainya.

b. Kultur

Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.

c. Terapi

Dengan menggunakan antibiotik spectrum lebar dan sulfonamide,

antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

( Soetomo, 2004 )
J. Pathways Keperawatan

Kuman ( Streptococcus beta hemolyticus,


Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes ),
Virus

Reaksi antigen dan antibody dalam tubuh


tidak dapat melawan antigen kuman

Virus dan bakteri menginfeksi tonsil

Epitel terkikis

Inflamasi tonsil

Pembengkakan tonsil

Sumbatan jalan nafas

Tonsilektomi

Pre operasi Post Operasi

Nyeri saat Respon Kurang Efek anestesi Terputusnya


Menelan inflamasi pengetahuan jaringan

Anoreksia Kerja Terputusnya Luka


Nyeri Cemas syaraf pembuluh Nyeri
Intake tidak menurun darah
adekuat
Rangsangan Reflek batuk Perdarahan
Resiko Termoregulasi dan menelan menurun Pemajanan
perubahan hipotalamus mikroorganisme
nutrisi : kurang suhu tubuh Penumpukan
dari kebutuhan meningkat sekret
Resiko infeksi
tubuh
Hiperte Resiko bersihan Resiko
jalan nafas kekurangan
tidak efektif cairan

( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 )


K. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :

1. Pre Operasi

a. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake tidak adekuat.

b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi.

c. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akan

dilakukannya tonsilektomi.

2. Post Operasi

a. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas

jaringan.

b. Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan

penumpukan sekret.

c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya

perdarahan .

d. Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan mikroorganisme.

( Doengoes, 2000 )

L. Fokus Intervensi

1. Pre Operasi

a. Dx 1 : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia

Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi


Kriteria hasil : kebutuhan nutrisi pasien adekuat, tidak ada tanda

malnutrisi, mampu menghabiskan makanan sesuai porsi yang

diberikan

Intervensi :

1) Awasi masukan dan berat badan sesuai indikasi

Rasional : Memberikan informasi sehubungan dengan

kebutuhan nutrisi dan keefektifan terapi

2) Auskultasi bunyi usus

Rasional : Makanan hanya dimulai setelah bunyi usus

membaik

3) Mulai dengan makanan kecil dan tingkatkan sesuai toleransi

Rasional : Kandungan makanan dapat mengakibatkan

ketidaktoleransian, memerlukan perubahan pada kecepatan

4) Berikan diet nutrisi seimbang ( makanan cair atau halus ) atau

makanan selang sesuai indikasi

Rasional : mempertahankan nutrisi yang seimbang

( Doengoes, 2000 )

b. Dx 2 : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon

inflamasi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

suhu tubuh normal

Kriteria hasil : suhu tubuh normal ( 36ºC-37ºC ) tubuh tidak

terasa panas,pasien tidak gelisah.


Intervensi :

1) Pantau suhu tubuh pasien, perhatikan menggigil atau

diaphoresis

Rasional : suhu 38,1°C-41,1°C menunjukan infeksius

2) Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahan linen tempat

tidur sesuai indikasi

Rasional : Suhu ruangan harus diubah untuk

mempertahankan suhu mendekati normal

3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol

Rasional : Dapat membantu menurunkan suhu tubuh

4) Berikan antipiretik

Rasional : obat antipiretik sebagai obat penurun demam

( Doengoes, 2000 )

c. Dx 3: Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akan

dilakukanya tonsilektomi

Tujuan : cemas berkurang atau hilang

Kriteria hasil : kecemasan berkurang, pasien tampak tenang.

Intervensi :

1) Jelaskan prosedur bedah kepada anak dan orang tua dengan

menggunakan bahasa yang sederhana.

Rasional : informasi yang demikian dapat mengurangi rasa

takut dan kecemasan dengan mempersiapkan anak dan

orang tua.
2) Jelaskan bahwa tergantung waktu pembedahan, anak

mungkin tidak diberi makan atau minum setelah tengah

malam pada hari pembedahan dilakukan untuk mencegah

anak muntah dan aspirasi selama pembedahan.

Rasional : anak mungkin terjadi takut jika ia tidak

memperoleh makanan atau minuman sepanjang malam, atau

pagi hari sebelum pembedahan.

3) Jelaskan kepada orang tua bahwa pembedahan mungkin

tidak dilakukan jika anak memiliki tanda dan gejala infeksi

akut, termasuk peningkatan suhu, hidung terdapat sekret,

dan nyeri pada telinga pada hari pembedahan.

Rasional : pembedahan tidak dapat dilakukan dalam kondisi

ini, sehubungan dengan risiko septikemia atau infeksi

meluas.

4) Beri tahu orang tua tentang kemungkinan lama pembedahan

dan tempat mereka menungggu selama prosedur dan

periode pemulihan.

Rasional : tidak mengetahui berapa lama pembedahan

berlangsung dapat membuat orang tua cemas selama

pembedahan.

5) Jelaskan kepada anak dan orang tua tentang kemungkinan

kondisi pasca operasi


Rasional : memahami apa yang akan terjadi setelah prosedur,

dapat mengurangi rasa cemas

( Doengoes, 2000 )

2. Post Operasi

a. Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah,

diskontinuitas jaringan.

Tujuan : tidak ada masalah tentang nyeri , nyeri dapat hilang atau

berkurang

Kriteria hasil :

1) Melaporkan nyeri berkurang

2) Ekspresi wajah tampak rileks

Intervensi :

1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor

presipitasi.

Rasional : sebagai dasar penentuan intervensi berikutnya

2) Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan

nafas dalam.

Rasional : teknik distraksi/latihan nafas dalam dapat

mengurangi nyeri

3) Tingkatkan istirahat pasien

Rasional : istirahat dapat melupakan dari rasa nyeri


4) Anjurkan klien untuk mengurangi nyeri dengan:

a) Minum air dingin atau es

b) Hindarkan makanan panas, pedas, keras

c) Melakukan teknik relaksasi

Rasional : tindakan non analgesik diberikan dengan cara

alternatif untuk mengurangi nyeri dan menghilangkan

ketidaknyamanan

5) Ciptakan lingkungan tenang dan nyaman

Rasional : menurunkan sterss dan rangsangan berlebihan,

meningkatkan istirahat

( Doengoes, 2000 )

b. Dx 2 : Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan

dengan penumpukan sekret

Tujuan : jalan nafas efektif

Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan, resiko

ketidakefektifan jalan nafas dapat teratasi ditandai dengan tidak

adanya sekret

Intervensi :

1) Pantau irama / frekuensi irama pernafasan

Rasional : pernafasan dapat melambat dan frekuensi

ekspirasi memanjang dibanding inspirasi

2) Auskultasi bunyi nafas, cata adanya bunyi nafas, misalnya

mengi, krekles, atau ronkhi


Rasional : bunyi nafas krekles dan ronkhi terdengar pada

inspirasi dan atau ekspirasi pada respon terhadap

pegumpulan sekret

3) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya

peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran

tempat tidur

Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah

fungsi pernafasan

4) Dorong pasien untuk mengeluarkan lendir secara perlahan

Rasional : membersihkan jalan nafas dan membantu

mencegah komplikasi pernafasan

( Doengoes, 2000 )

c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan

perdarahan yang berlebihan

Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil : setelah dilakukan tindaka keperawatan resiko

kekurangan volume cairan dapat teratasi ditandai dengan tanda

vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik, kapiler

refill cepat

Intervensi :

1) Kaji / ukur dan catat jumlah perdarahan

Rasional : potensi kekurangan cairan, khususnya jika tidak

ada tambahan cairan


2) Awasi tanda-tanda vital

Rasional : perubahan tekanan darah, nadi dapat digunakan

untuk perkiraan kehilangan darah

3) Cata respon fisiologis individual pasien terhadap perdarahan,

misalnya perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas,

pucat, berkeringat, peningkatan suhu

Rasional : simtomatologi dapat berguna dalam mengukur

berat badan atau lamanya episode perdarahan

4) Awasi batuk dan bicara karena akan mengiritasi luka dan

menambah perdarahan

Rasional : aktifitas batuk dan bicara meningkatkan tekana

intra abdomen dan dapat mencetuskan perdarahan langit-

langit.

( Doengoes, 2000 )

d. Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan mikroorganisme.

Tujuan : menyatakan pemahaman penyebab atau fakto resiko

individu

Kriteria hasil : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau

menurunkan resiko infeksi, tidak ada tanda-tanda

infeksi, tanda-tanda vital normal.


Intervensi :

1) Pantau tanda-tanda vital.

Rasional : Jika ada peningkatan suhu tubuh kemungkinan

infeksi

2) Lakukan perawatan luka aseptik dan lakukan pencucian

tangan yang baik.

Rasional : Mencegah risiko infeksi

3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasive.

Rasional : Mengurangi infeksi nosokomial

4) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

Rasional : Mencegah perkembangan mikroorganisme

patogen.

( Doengoes, 2000 )

Anda mungkin juga menyukai