08e00898 PDF
08e00898 PDF
Disusun Oleh:
APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si
NIP. 132 303 844
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2008
Puji syukur pada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga
Tulisan ini berisi tentang gambaran umum secara singkat mengenai pembuatan
dan pengujian kayu lapis. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat
Akhirnya penulis tetap membuka diri terhadap kritik dan saran yang
Desember, 2008
Penulis
Halaman
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.............................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................iv
PENDAHULUAN ............................................................................................1
KAYU LAPIS...................................................................................................2
PENUTUP ........................................................................................................14
REFERENSI .....................................................................................................15
No Keterangan Halaman
No Keterangan Halaman
Perkembangan industri kayu lapis dimulai setelah tahun 1930-an yang ditandai
dengan penggunaan kempa panas dari Eropa dan perekat resin sintetis sebagai
perkembangan teknik yang memainkan peranan penting pada pertumbuhan awal
industri kayu lapis. Pada tahun 1972 di Amerika Serikat ada sekitar 600 perusahaan
pembuat kayu lapis dan vinir yang telah mampu mengekspor kayu lapis sebesar US$ 3
milyar (Haygreen and Bowyer, 1993). Di Indonesia sendiri, perkembangan industri
kayu lapis terjadi sekitar tahun 1980-an semenjak diberlakukannya larangan ekspor
kayu bulat oleh pemerintah. Pada tahun tersebut kondisi hutan di Indonesia masih
sangat mendukung perkembangan industri kayu lapis, ketersediaan log-log berdiameter
besar dan silindris yang berasal dari hutan alam sebagai syarat utama bahan baku
dalam pembuatan kayu lapis masih cukup melimpah.
Lain halnya dengan sekarang, kondisi hutan alam sudah tidak mampu lagi
mensuplai kayu berdiameter besar, hal ini berdampak pada terancamnya keberadaan
industri kayu lapis yang ada. Ketersediaan bahan baku berkualitas dari hutan alam
semakin menurun, telah membuat para ahli dan pelaku industri kayu lapis mulai
berpikir mengenai efisiensi dan regulasi terhadap bahan baku (log) untuk membuat
kayu lapis.
KAYU LAPIS
Kayu lapis adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun
bersilangan tegak lurus bersilangan lembaran vinir yang diikat dengan perekat,
minimal 3 (tiga) lapis (SNI, 1992). Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa, kayu lapis
adalah produk panel yang terbuat dengan merekatkan sejumlah lembaran vinir atau
merekatkan lembaran vinir pada kayu gergajian, dimana kayu gergajian sebagai bagian
intinya/core (yang lebih dikenal sebagai wood core plywood). Arah serat pada
lembaran vinir untuk face dan core adalah saling tegak lurus, sedangkan antar
lembaran vinir untuk face saling sejajar. Youngquist (1999) mengemukakan bahwa
kayu lapis merupakan panel datar yang tersusun atas lembaran-lembaran vinir yang
disatukan oleh bahan pengikat (perekat) dibawah kondisi pengempaan.
Haygreen dan Bowyer (1993) mengemukakan bahwa kayu lapis merupakan
produk panel vinir-vinir kayu yang direkat bersama sehingga arah serat sejumlah
vinirnya tegak lurus dan yang lainnya sejajar sumbu panjang panil. Pada kebanyakan
tipe kayu lapis, serat setiap dua lapisan sekali diletakkan sejajar yang pertama. Hali ini
untuk menjaga keseimbangan dari satu sisi panil ke yang lainnya. Jumlah vinir yang
digunakan biasanya ganjil (3, 5, 7, dst), namun ada sejumlah kayu lapis yang
diproduksi dengan jumlah vinir genap misalnya kayu lapis dari jenis softwood yang
terbuat dari 4 atau 6 vinir dalam hal ini dua vinir sebagai bagian core diletakkan
sejajar.
Keunggulan dari kayu lapis dibandingkan dengan kayu solid adalah dimensinya
lebih stabil, tidak pecah/ retak pada pinggirnya jika dipaku, keteguhan tarik tegak lurus
serat lebih besar, ringan dibandingkan luas permukaannya, bidang yang luas dapat
ditutup dalam waktu yang singkat, kuat pegang sekrupnya relative tinggi serta warna,
tektsur dan serat dapat diseragamkan sehingga corak atau polanya bisa simetris.
Vick (1999) mengemukakan bahwa perekat UF ada yang berbentuk serbuk atau
cair, berwarna putih, garis rekatnya tidak berwarna dan lebih durable apabila
dikombinasikan dengan melamin. Penggunaan perekat ini adalah untuk kayu lapis,
meubel, papan serat dan papan partikel.
Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa UF tersedia dalam bentuk cair atau
serbuk. Resin ini mengeras pada suhu 95-1300C. UF tidak cocok dipakai untuk
eksterior, namun kinerjanya dapat diperbaiki dengan penambahan Melamin
Formaldehyde atau Resocynol Formaldehyde sekitar 10-20%. Hasil sambungan
dengan UF tidak berwarna sampai berwarna coklat terang. Kelemahan dari UF antara
lain tidak tahan air serta menyebabkan emisi formaldehyde yang berdampak pada
kesehatan.
Perekat UF termasuk dalam kelompok perekat termoseting. Dalam
pemakaiannya sering ditambahkan hardener, filler, extender dan air. Menurut Rayner
(1967) dalam Joyoadikusumo (1984) perekat UF memiliki ketahanan yang sangat baik
terhadap air dingin, agak tahan terhadap air panas, tetapi tidak tahan terhadap
perebusan.
• Perekatan
Aplikasi pelaburan perekat pada kayu lapis dapat dilakukan dengan cara roller
coater, curtain coater, spry coater, atau liquid and foam extruder (Youngquist,
1999). Perekat yang dapat dipergunakan dalam pembuatan kayu lapis antara
lain Phenol Formaldehyde (PF), Urea Formaldehyde (UF), Melamine Urea
Formaldehyde (MUF), Polyurethan dan Isocyanat (Vick, 1999). Tsoumis
(1991) mengemukakan bahwa berat labur (jumlah perekat yang dipersiapkan
per satuan luas permukaan vinir) antara 100-500 g/m2 tergantung dari beberapa
faktor seperti jenis kayu, jenis perekat serta cara pelaburannya.
• Pengempaan
Menurut Tsoumis (1991) pengempaan dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu
hot press (kempa panas) dan cold press (kempa dingin). Sebagian besar kayu
lapis diproduksi dengan menggunakan kempa panas. Besarnya tekanan
berkisar antara 100-250 psi tergantung pada kerapatan kayunya. Untuk jenis
kayu berkerapatan rendah (100-150 psi), untuk jenis kayu berkerapatan sedang
(150-200 psi) serta untuk kayu berkerapatan tinggi (200-250 psi). Besarnya
temperatur pengempaan tergantung pada jenis perekat yang digunakan. UF
(1200C) dan PF (1500C). Kempa dingin dilakukan apabila perekat yang
dipakai adalah perekat alami atau perekat sintetik yang mengeras pada suhu
ruang. Besarnya tekanan pada pengempaan dingin berkisar antara 150-350 psi
tergantung pada kerapatan kayu. Penggunaan pengempaan dingin (tekanan
mekanik ataupun klem) sulit untuk mendapatkan keseragaman ketebalan pada
kayu lapis yang dibuat.
• Pengkondisian
Pengukuran leathe check dilakukan pada vinir yang dipergunakan sebagai core.
Pengukuran hanya diwakili pada core vinir 4, 6, dan 8. Berdasarkan hasil pengukuran
leathe check diperoleh data sebagai berikut:
Perbesaran
30x
Perbesaran 10x
Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa leathe check terjadi pada vinir yang
diproduksi dengan metode rotary cutting / pelling, dimana pada metode ini ada dua
bagian penting. Pertama, bagian permukaan vinir yang terkena bar dikenal dengan
sebutan tight side dan yang kedua yaitu baian permukaan vinir yang terkena ujung
mata pisau dikenal dengan sebutan loose side. Bagian ini merupakan bagian yang
20
18 18.28 17.55
16.26
16
13.32 13.32 13.13
14 11.89
12.18 12.85
Kadar Air
12 13.65
11.95
10 11.81 11.93
8.65 8.9810.72
8 8.30
8.18
9.02
6 6.60
4
2
0
P1 P2 P3 P5 P4 P7 P6 P9 P8 P10
Kayu Lapis
SS DS
Berdasarkan Gambar 2, nilai kadar air rata-rata pada kayu lapis hasil praktikum
berkisar antara 10.72 – 18.28% (14.5%) pada double spread (DS). Dan 8.65 – 16.26%
(12.46%) pada single spread (SS). Nilai kadar air rata-rata tertinggi terdapat pada
kayu lapis dengan kode P1 (tanpa ekstensi dan berat labur 110 g/cm2) dengan teknik
12
10
8
6
4
2
0
P1 P2 P3 P5 P4 P7 P6 P9 P8 P10
Kayu Lapis
O PEN SS O PEN DS C LO SE SS C LO SE DS
Berdasarkan Gambar 3, nilai keteguhan rekat tipe Interior I rata-rata pada kayu
lapis hasil praktikum berkisar antara 5.85 - 10.76 kg/cm2 (8.31 kg/cm2) untuk
keteguhan rekat terbuka dengan teknik pelaburan SS, 5.61 – 12.76 kg/cm2 (9.19
kg/cm2) untuk keteguhan rekat terbuka dengan teknik pelaburan DS, 5.71 – 13.75
kg/cm2 (9.73 kg/cm2 ) untuk keteguhan rekat tertutup dengan teknik pelaburan SS
serta 3.06 – 10.75 kg/cm2 (6.91 kg/cm2 ) untuk keteguhan rekat tertutup dengan teknik
pelaburan DS.
Nilai keteguhan rekat tipe Interior I rata-rata tertinggi terdapat pada kayu lapis
dengan kode P7 (keteguhan rekat tertutup, ekstensi 25% dan berat labur 130 g/cm2)
dengan teknik pelaburan single spread (SS), sedangkan nilai keteguhan rekat rata-rata
Nilai keteguhan rekat rata-rata kayu lapis tipe Interior II disajikan pada Gambar
4.
Keteguhan Rekat Tipe Interior II
18
16
14
Keteguhan Rekat
12
10
8
6
4
2
0
P1 P2 P3 P5 P4 P7 P6 P9 P8 P10
Kayu Lapis
O PEN SS O PEN DS C LO SE SS C LO SE DS
Berdasarkan Gambar 4, nilai keteguhan rekat tipe interior II rata-rata pada kayu
lapis hasil praktikum berkisar antara 4.36 - 13.17 kg/cm2 ( 8.77 kg/cm2) untuk
keteguhan rekat terbuka dengan teknik pelaburan SS, 3.32 - 12.14 kg/cm2 ( 7.73
kg/cm2) untuk keteguhan rekat terbuka dengan teknik pelaburan DS, 5.85 - 15.37
kg/cm2 ( 10.61 kg/cm2 ) untuk keteguhan rekat tertutup dengan teknik pelaburan SS
serta 7.22 - 12.53 kg/cm2 (9.88 kg/cm2 ) untuk keteguhan rekat tertutup dengan teknik
pelaburan DS.
Nilai keteguhan rekat tipe Interior II rata-rata tertinggi terdapat pada kayu lapis
dengan kode P5 (keteguhan rekat tertutup, ekstensi 20% dan berat labur 120 g/cm2)
dengan teknik pelaburan single spread (SS), sedangkan nilai keteguhan rekat rata-rata
rata-rata terendah terdapat pada kayu lapis dengan kode P10 (keteguhan rekat terbuka,
ekstensi 400% dan berat labur 180 g/cm2) dengan teknik pelaburan double spread
(DS).
Berdasarkan Gambar 3 dan 4, secara umum bila dilihat dari tingkat ekstensi pada
masing-masing kayu lapis, tren dari grafik tersebut bersifat acak. Peningkatan ekstensi
berdasarkan grafik tersebut tidak bisa digambarkan secara jelas pola distribusi
PENUTUP
• Nilai rata-rata panjang leathe check 2.1365 mm, kedalaman leathe check 1.1451
mm serta rasio kedalaman leathe check terhadap tebal vinir sebesar 50% .
• Nilai kadar air rata-rata tertinggi terdapat pada kayu lapis dengan kode P1 (tanpa
ekstensi dan berat labur 110 g/cm2) dengan teknik pelaburan double spread (DS),
sedangkan nilai kadar air rata-rata terendah terdapat pada kayu lapis dengan kode
P7 (ekstensi 25% dan berat labur 130 g/cm2) dengan teknik pelaburan double
spread (DS)
• Nilai keteguhan rekat tipe Interior I rata-rata tertinggi terdapat pada kayu lapis
dengan kode P7 (keteguhan rekat tertutup, ekstensi 25% dan berat labur 130 g/cm2)
dengan teknik pelaburan single spread (SS), sedangkan terendah pada kayu lapis
dengan kode P5 (keteguhan rekat tertutup, ekstensi 20% dan berat labur 120 g/cm2)
dengan teknik pelaburan double spread (DS).
• Nilai keteguhan rekat tipe Interior II rata-rata tertinggi terdapat pada kayu lapis
dengan kode P5 (keteguhan rekat tertutup, ekstensi 20% dan berat labur 120 g/cm2)
REFERENSI
Haygreen and Bowyer. 1993. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu (Suatu Pengantar).
Diterjemahkan oleh Sutjipto A. Hadikusumo. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Massijaya, M.Y. 2006. Plywood. Bahan Kuliah Ilmu dan Teknologi Kayu. Program
Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor
Pizzi, A. 1994. Advanced Wood Adhesives Technology. Marcel Dekker, Inc. New
York. USA
SNI. 1992. Standar Nasional Indonesia untuk Kayu Lapis (SNI 01-2704-1992).
Vick, B. Charles. 1999. Adhesive Bonding of Wood Materials. Wood Hand Book:
Wood as an Engineering Material. USA.
Youngquist. 1999. Wood Based Composites and Panel Product. Wood Hand Book:
Wood as an Engineering Material. USA.