Anda di halaman 1dari 20

DOPS

Laringoscopy Inderect

Oleh:

Aulia Sari Pratiwi 1618012032

Intan Fajar Ningtyas 1718012003

Emir Gahara 0818011045

Perceptor:
dr. Hanggoro Sapto, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

RSUD PROVINSI DR. H. ABDOEL MOELOEK

BANDAR LAMPUNG

2018
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. T

Umur : 49 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Wiraswasta

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Alamat : Kemiling, Bandar Lampung

Tanggal Pemeriksaan : 29 Juni 2018

1.2 Anamnesis

Dilakukan secara autoanamnesis pada hari Jum’at, 29 Juni 2018 pukul 10.15 WIB di
Poliklinik THT-KL RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.

a. Keluhan Utama
Suara serak sejak 1 bulan yang lalu.

b. Keluhan Tambahan
Batuk dan sakit pada tenggorokan.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik THT-KL RSUD Dr. H. Abdul Moeloek dengan keluhan
batuk, sakit tenggorokan dan suara serak kurang lebih sejak 1 bulan yang lalu.
Keluhan diawali dengan batuk berdahak berwarna putih dan suara serak sepanjang
hari dan tidak membaik. Pada tanggal 4 Juni 2018, pasien datang ke poliklinik
pribadi dokter umum dan diberikan obat rawat jalan dan 2 minggu kemudian, pasien
datang kontrol dengan keluhan dirasakan membaik, tetapi masih merasa suara serak
dan terdapat dahak di tenggorokan. Obat rawat jalan di lanjutkan. Kemudian pasien
memutuskan untuk berobat ke poliklinik THT RSUD Abdul Moeluk dikarenakan
keluhan dirasakan ada perbaikan, hanya pasien masih mengeluh dengan rasa tidak
nyaman pada tenggorokan. Nyeri di tenggorokan dan menelan, batuk dan pilek,
demam, muntah disangkal oleh pasien.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan pernah mengalami hal yang sama pada 2 tahun yang lalu.

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien. Riwayat penyakit THT dalam keluarga pasien juga disangkal oleh pasien.

f. Riwayat Alergi
Pasien tidak ada riwayat alergi.

g. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah pernah berobat sebelumnya dan mengatakan tidak ingat obat apa yang
diberikan, namun pasien mengatakan diberikan obat sirup yang diminum 3x1 dan
diberikan antibiotik.

h. Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien adalah seorang guru vocal dan penyanyi vocal yang berkerja di perusahaan
swasta. Pasien mengakui sering memakai suara untuk mengajar dan bernyanyi di
lingkungan tempat bekerjanya.
1.3 Pemeriksaan Fisik (29 Juni 2018)

Keadaan Umum : Baik


Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 130/80 mmHg


Nadi : 80 kali / menit
Suhu : 36,6 oC
Respirasi : 20 kali / menit

Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Anemis - / - , ikterus - / - , hiperemis - / - , pupil 2 mm

refleks +/+ isokor

THT : sesuai status lokalis

Leher : pembesaran kelenjar limfe -/-, pembesaran kelenjar parotid -/-,


tiroid dalam batas normal, bruit (-), stridor (-)

Thorax : Cor : tidak diperiksa


Pulmo : simetris, suara napas bronchial di daerah suprasternal,
bronchovesikular di daerah medial, vesicular di daerah
lateral. Rongkhii-/- & Wheezing -/-
Abdomen : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstrimitas : hangat dan tidak ditemukan oedem di keempat
ekstrimitas.
Status THT
Telinga

Pemeriksaan Kanan Kiri


Deformitas (-), hiperemis Deformitas (-), hiperemis
Aurikula
(-), edema (-) (-), edema (-)
Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),
Daerah
fistula (-), abses (-), nyeri fistula (-), abses (-), nyeri
preaurikula
tekan tragus (-) tekan tragus (-)
Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),
Daerah
fistula (-), abses (-), nyeri fistula (-), abses (-), nyeri
retroaurikula
tekan (-) tekan (-)
Serumen (-),edema (-), Serumen (-),edema (-),
Meatus akustikus hiperemis(-),furunkel(-), hiperemis(-),furunkel(-),
otorea(-),corpus alienum(-) otorea(-),corpus alienum(-)
Membran timpani Intak Intak

Hidung dan Sinus Paranasal

Pemeriksaan Kanan Kiri

Hidung Luar Bentuk (N), Inflamasi (-), Bentuk (N), Inflamasi (-


nyeri tekan (-), deformitas (-). ), nyeri tekan (-),
deformitas (-).

Vestibulum N N

Kavum nasi Lapang Lapang

Septum Deviasi (-)

Discharge (-) (-)

Mukosa N N

Tumor (-) (-)


Konka Eutrofi Eutrofi

Daerah sinus Tidak ada kelainan, nyeri Tidak ada kelainan,


frontalis tekan (-) nyeri tekan (-)

Daerah sinus Tidak ada kelainan, nyeri Tidak ada kelainan,


maksilaris tekan (-) nyeri tekan (-)

Mulut dan Tenggorok

Pemeriksaan Kanan Kiri


Arcus Faring Warna merah muda, hiperemis (-), oedem (-)
Ulvula Warna merah muda, berada di garis median
Tonsil Hiperemis (-/-), ukuran T1/T1, detritus (-/-)
Laring (Laringoskopi
Hiperemis (+), oedem (+), massa/ nodul (-)
indirek)

1.4 Resume
Seorang laki-laki, 49 tahun datang ke poliklinik THT RSUD Abdul Moeluk dengan
keluhan batuk, sakit tenggorokan dan suara serak kurang lebih sejak 1 bulan yang lalu.
Setelah berobat, keluhan sempat dirasakan membaik oleh pasien namun masih terasa
tidak nyaman di tenggorokan.

Pasien tidak mempunyai riwayat alergi. Pasien bekerja sebagai guru vocal dan
penyanyi. Pada anamnesa dan pemeriksaan fisik dengan laringoskopi indirek
didapatkan adanya gejala oedem dan hiperemis pada mukosa laring yang menyebabkan
keluhan suara serak dan sakit tenggorokan dengan batuk berdahak.

1.5 Diagnosis Kerja


Laringitis Akut
1.6 Penatalaksanaan

Non Medikamentosa:

 Menganjurkan pasien untuk beristirahat dan tidak banyak bicara


 Menganjurkan pasien untuk menjauhi faktor pemicu
 Makan makanan bergizi dan hindari goreng-gorengan dan makanan berminyak
 Kontrol ke poliklinik THT

Medikamentosa:

 Cefadroxil 2x500mg i.o


 Ambroxol 3x30mg i.o
 Methyl Prednisolon 2x16mg i.o
 Omeprazole 2x20mg i.o

1.7 Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam


Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Pemeriksaan Laringoskopi langsung (laringoskop direct) merupakan pemeriksaan
laring secara langsung dengan menggunakan spekulum. Pemeriksaan ini menggunakan
visualisasi secara langsung pada laring, berbeda dengan gambaran yang dihasilkan dengan
kaca pada laringoskopi tak langsung (laringoskop indirect). Perbedaan ini menjadi sedikit
berkurang dengan kemampuan melihat laring dengan mempergunakan laringoskop serat optik
(lentur), bronkoskop dan teleskop. Gambar laring direfleksikan dari permukaan laring ke
mata pemeriksa. Sumber cahaya biasanya terletak di bagian distal laringoskop yang
digunakan sekarang, dan sudut antara sumber cahaya yang mengenai permukaan laring
dengan sorotan pantulan cahaya sangat besar.
Laringoskopi langsung (laringoskop direct) merupakan pelengkap untuk pemeriksaan
laringoskopi tak langsung (laringoskop indirect), dan bukan sebagai penggantinya.. Pada
laringoskopi langsung gambar tidak terbalik, gambaran yang dihasilkan merupakan gambaran
yang asli dan sesuai dengan posisi tubuh pasien.
Tujuan dan keuntungan dari pemeriksaan laringoskopi langsung (laringoskop direct)
adalah dapat melihat laring secara langsung untuk mendeteksi adanya tumor, benda asing,
kerusakkan saraf atau struktur lain atau kelainan-kelainan lain. Terdapat dua cara
pemeriksaan laringoskopi langsung (laringoskop direct) yang saat ini dilakukan agar dapat
memeriksa laring secara langsung. Pertama, dengan menggunakan selang yang lentur
(fleksibel), yang dibantu dengan suatu alat serat optik yang disusupkan melalui hidung dan
dimasukkan terus hingga masuk ke dalam tenggorokan, sedangkan metode lainnya adalah
dengan menggunakan selang kaku yang dimasukkan langsung dari mulut hingga ke dalam
laring. Kedua metode ini, pada endoskopnya akan dilengkapi sebuah lampu dan lensa yang
akan digunakan sebagai alat penerangan sehingga diharapkan akan lebih jelas dalam
melakukan evaluasi pada laring serta daerah-daerah disekitarnya. Selain itu pada selang
endoskopik ini juga akan dilengkapi dengan alat penyedot lendir atau kotoran sehingga akan
sangat berguna untuk membersihkan daerah yang akan dievaluasi, sehingga akan semakin
jelas daerah-daerah disekitar laring yang diperiksa.

A. Indikasi Laringoskopi direct


Indikasi Laringoskopi direct atau laringoskopi langsung adalah untuk memperjelas
permasalahan klinik yang berhubungan dengan suara dan laring. Pasien dengan suara serak
yang telah menetap selama 2 sampai 3 minggu, dimana pada pemeriksaan laringoskop tak
langsung tidak dapat dilihat adanya kelainan, atau keadaan suara serak yang tidak dapat
dijelaskan secara tepat dengan laringoskopi tak langsung, pada keadaan ini harus dilakukan
laringoskopi langsung untuk menyingkirkan adanya lesi yang mungkin hanya akan terlihat
dengan pemeriksaan laringoskopi langsung, misalnya tumor di daerah subglotik.
Selain itu sebagai prosedur yang telah lazim dilakukan dibagian THT-KL, bahwa
semua massa dan lesi yang terdapat didaerah laring dan sekitarnya harus dilakukan tindakan
biopsi jaringan, tindakan ini dilakukan untuk guna pemeriksaan patologi anatomi jaringan,
sehingga dari hasil pemeriksaan jaringan tersebut akan diketahui jenis dari tumor atau lesi di
daerah tersebut. Laringoskopi langsung pada oleh sebagian ahli dianggap sebagai metode
yang aman dan tepat untuk melakukan biopsi laring. Jika dicurigai adanya tumor ganas, maka
tujuan laringoskopi langsung selain untuk melakukan biopsi, juga dapat digunakan untuk
menentukan perluasan tumor sehingga akan dapat lebih menentukan terapi serta tindakan
yang akan dilakukan terhadap pasien sehingga pada akhirnya akan diperoleh hasil
kesembuhan yang optimal. Pengangkat polip pada pita suara, nodul pada pita suara serta
biopsi ulkus pada pita suara juga juga dapat dilakukan dengan direct laring, yang biasanya
akan dilakukan dalam anestesi umum dan menggunakan mikroskop. Demikian juga papiloma
dan tumor jinak laring lainnya, pengangkatan dilakukan dengan laringoskopi langsung.
Pada kasus yang dicurigai atau telah dipastikan ada benda asing di laring, laringoskopi
langsung perlu dilakukan untuk menemukan dan mengeluarkan benda asing tersebut. Banyak
benda asing di laring yang hanya dapat dikeluarkan setelah dilakukan trakeostomi.
Trakeostomi mungkin diperlukan untuk menjamin dan mempertahankan jalan nafas yang
adekuat serta untuk menginduksi obat-obat anestesi umum sehubungan dengan tindakan
direct laring yang sedang dilakukan.

Posisi pasien saat pemeriksaan laringoskop langsung


Pasien dengan trauma leher mungkin memerlukan tindakan laringoskopi langsung dan
juga trakeoskopi serta esofagoskopi untuk menetapkan luas dan beratnya trauma.
Laringoskopi dan trakeoskopi juga dilakukan jika terdapat trauma tumpul pada leher yang
disertai hemoptosis atau adanya emfisema subkutis, meskipun gambaran laring pada lari-
ngoskopi tak langsung tidak dapat sepenuhnya menunjukkan kelainan yang berarti, untuk
menyingkirkan kemungkinan fraktur trakea atau terpisahnya trakea.
Pada pasien dengan endolaring yang telah mengalami perubahan akibat trauma,
biasanya diperlukan trakeostorni. Setelah trakeostomi, laringoskopi langsung dapat dilakukan
dengan anestesi umum untuk menilai kerusakan dan merencanakan rekonstniksi laring.
Rekonstmksi mungkin memerlukan laringofisur untuk memperbaiki mukosa endolaring,
mereduksi tulang rawan yang fraktur serta pemasangan bidai internal laring jika memang
sangat diperlukan. Pada trauma yang tidak terlalu berat, mungkin fraktur tulang rawan yang
disertai dengan sedikit laserasi mukosa serta bergesernya tulang rawan, maka pemasangan
bidai internal dapat dipassang dengan bantuan laringoskopi langsung.
Pasien dengan paralisis pita suara yang penyebabnya tidak diketahui, juga harus
dievaluasi dengan laringoskopi langsung, di samping melakukan foto tengkorak, toraks,
esofagus dan laring serta pemeriksaan CT-scan laring. Pemeriksaan laringoskopi harus
dilakukan bersama dengan bronkoskopi, esofagoskopi dan pemeriksaan nasofaring. Paralisis
pita suara harus dibedakan dengan artritis krikoaritenoid dengan melakukan uji gerakan pasif
aritenoid. Pada paralisis pita suara aku, maka tidak akan dijumpai pembatasan gerakan
sewaktu dilakukan manipulasi pasif pada aritenoid dengan spatula laring. Sedangkan pada
artritis krikoaritenoid, pembatasan gerakannya akan terlihat sangat berat. Namun juga harus
diingat, bahwa pada paralisis pita suara yang telah berlangsung lama juga akan terlihat sedikit
pembatasan gerakan sendi krikoaritenoid karena fiksasi.
Laringoskopi langsung harus dilakukan pada pasien dengan massa di leher yang tidak
diketahui penyebabnya. Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara teliti, yang
disertai pemeriksaan kelenjar liur, nasofaring, faring, hipofaring, laring, radiografi sinus
paranasal, leher, toraks, esofagus dan CTscan tiroid, maka laringoskopi langsung harus
dilakukan bersamaan dengan bronkoskopi, esofagoskopi, nasofaringoskopi dan biopsy
nasofaring secara acak. Jika evaluasi laring hanya tergantung pada laringoskopi tak langsung,
maka lesi yang tersembunyi pada permukaan laringeal epiglotis, sinus piriformis, daerah
postkrikoid dan subglotik mungkin akan terlewati.
Alat laringoskop

Evaluasi nafas yang berbunyi pada bayi, memerlukan pemeriksaan endoskopi,


termasuk laringoskopi. Obstruksi jalan nafas di setiap tempat, antara nares anterior dan
bronkiolus, akan dapat menimbulkan nafas berbunyi atau stridor. Penting untuk mencoba
menetapkan anatomi letak lesi, sebelum dilakukan evaluasi endoskopik. Fase respirasi
terjadinya nafas berbunyi terutama tergantung dari letak obstruksi (Snow). Pada saluran nafas
bawah, dilatasi jalan nafas terjadi saat inspirasi, dan kontraksi jalan nafas akan terjadi saat
ekspirasi, maka obstruksi parsial cenderung akan menimbulkan nafas berbunyi yang lebih
jelas sewaktu ekspirasi. Saluran nafas bagian atas ukurannya tidak berubah karena ada rangka
tulang rawan.
Pada obstruksi parsial jalan nafas atas, inspirasi dengan tekanan intralumen yang
negatif cenderung akan menarik jaringan lunak ke arah lumen, sehingga akan menambah
derajat obstruksi. Nafas akan berbunyi lebih jelas pada saat inspirasi. Ekspirasi dengan
tekanan positif intralumen, akan mengesampingkan jaringan lunak yang menyumbat ke
samping. Obstruksi pada daerah trakea akan menimbulkan bunyi nafas pada saat inspirasi dan
saat ekspirasi, serta akan menimbulkan bunyi napas (stridor) yang sangat jelas dan akann
terdengar bolak-balik.
Demikian juga, lama masa fase respirasi yang relatif, terutama akan ditentukan oleh
letak obstruksi karena alasan yang sama. Masa inspirasi relatif cenderung akan lebih besar
pada obstruksi jalan nafas atas dan masa ekspirasi relatif cenderung lebih besar pada obstruksi
jalan nafas bawah.
Di antara penyebab obstruksi jalan nafas atas yang telah diketahui dan ditemukan
pada neonatus adalah atresia koana bilateral, celah palatum pada sindrom Pierre Robin,
bersama hipoplasia mandibula dan lidah yang relatif besar, paralisis pita suara bilateral dan
subluksasi aritenoid sekunder akibat trauma dan atresia laring, atau selaput pada kista laring
laring; hemangioma subglotik; lesi trakea intrinsik, seperti trakeomalasia. Tidak terdapatnya
cincin trakea dan stenosis trakea; serta kompresi trakea ekstrinsik, antara lain dapat
disebabkan karena tumor tiroid, timus, esofagus, mediastinum dan cincin vaskuler. Tetanus
pada bayi baru lahir yang disertai spasme laring biasanya dikenal dari sifatnya yang khas.
Neonatus dengan fistel trakeoesofagus pasti menderita nafas berbunyi akibat aspirasi, tetapi
biasanya tidak ada obstruksi jalan nafas yang sebenarnya.
Selain berhubungan dengan timbulnya bunyi nafas dengan fase respirasi, lama masa
inspirasi dan ekspirasi relatif, perbedaan pokok dalam menentukan letak lesi, ialah ada atau
tidaknya hiperekstensi leher, kualitas suara atau tangis ada atau tidaknya kesulitan pada saat
memberi makan, seringnya terjadi infeksi paru. Hiperekstensi leher lebih mungkin timbul
pada obstruksi supraglotik dan obstruksi trakea ekstrinsik. Gejala ini biasanya timbul pada
abses retrofaring, adanya cicin vaskuler, serta tumor yang menekan trakea. Hiperekstensi
leher tidak mungkin terjadi pada obstruksi laring instrinsik. Kualitas suara biasanya normal,
kecuali jika pita suara cacat. Sebagai contoh pada paralisis pita suara bilateral biasanya suara
tangisan normal, sedangkan selaput laring biasanya menyebabkan suara yang sangat serak.
Kesulitan pemberian makan biasanya terjadi pada lesi ekstrinsik di esofagus dan
trakea, antara lain pada tumor mediastinum dan pada cincin vaskuler berupa arkus aorta
ganda atau arkus aorta kanan dengan ligamentum arteri kiri. Cacat vaskuler lain berupa
anomali arteri inominata dan anomali arteri karotis komunis kiri, akan dapat menimbulkan
obstruksi trakea tanpa kompresi esofagus (Fearon dan Shortreed). Arteri subklavia kanan
aberans mungkin dapat menimbulkan kompresi esofagus tanpa kompresi trakea.
Stridor akibat kelainan saraf dapat disebabkan oleh miastenia gravis infantil, glionia
pada batang otak dan ensefalitis yang mungkin disertai kesulitan pemberian makan. Fistel
trakeesofagus juga akan mengakibatkan kesulitan yang berat saat pemberian makan.
Sebaliknya, obstruksi laring dan obstruksi trakeobronkial ekstrinsik jarang bersamaan dengan
masalah pemberian makan. Tetapi, setiap bayi yang dyspne berat sangat mungkin disebabkan
karena aspirasi cairan. Pneumonitis yang disebabkan penyakit lain cenderung lebih sering
terjadi pada obstruksi trakea dan bronkus, sedangkan pada laringomalasia jarang.
Pada pemeriksaan auskultasi dada dan leher, untuk menentukan titik intensitas
maksimum dari stridor, mungkin juga dapat memberi informasi yang berharga mengenai
letak obstruksi. Selain itu mungkin juga terdapat tanda-tanda emfisem obstruktif atau
atelektasis disebelah distal dari tempat obstruksi.
Pemeriksaan radiografi yang berguna untuk penatalaksanaan stridor pada bayi dan
anak-anak adalah foto leher lateral serta foto toraks posteroanterior dan lateral. Foto lateral le-
her akan dapat memperlihatkan massa di retrofaring atau masa dihipofaring yang tidak diduga
sebelumnya, atau adanya benda asing di daerah esofagus. Foto dada dapat memperlihatkan
dengan baik gambaran kolom udara trakea, yang mungkin akan terdesak ke anterior oleh
cincin vaskuler.
Massa pada daerah mediastinum mungkin juga akan dapat terlihat pada tehnik
pemeriksaan foto ini. Bukti adanya emfisem obstruktif atau atelektasis mungkin juga akan
dapat terlihat pada foto posisi posteroanterior. Pemeriksan esofagografi dengan kontras yang
larut dalam air akan dapat memperlihatkan fistel trakeoesofagus, benda asing di esofagus,
kompresi esofagus oleh kista mediastinum, tumor atau cincin vaskuler. Trakeografi dan
bronkografl pada waktu laringoskopi, trakeoskopi dan bronkoskopi akan dapat memberikan
informasi yang sangat berharga mengenai adanya obstruksi ekstrinsik maupun obstruksi
instrinsik pada saluran trakeobronkial (Perguson dan Flake).
Keadaan pasien pada waktu stridor pertama kali ditemukan, yang dihubungan dengan
informasi tentang letak lesi, akan sangat membantu ahli endoskopi untuk melakukan
penatalaksanaan permasalahannya dengan efektif. Di kamar bersalin, atresia koana dan
sindrom Pierre Robin akan segera menimbulkan kesukaran bernafas. Jika salah satu kelainan
ini terdapat pada bayi baru lahir yang berupaya untuk bernafas tetapi tidak dapat mencukupi
ventilasi paru, pertolongan jalan nafas melalui mulut dapat menghilangkan obstruksi.
Pada laringomalasia terjadi prolapsus epiglotis dan aritenoid yang lentur ke dalam
glotis pada saat inspirasi, obstruksi ini dapat dihilangkan dengan cara membuka pita suara
dengan laringoskop. Meskipun hemangioma subglotik mungkin menimbulkan obstruksi jalan
nafas atas pada waktu lahir, penyakit ini lebih sering tanpa gejala, sampai bayi tersebut
menderita infeksi jalan nafas atas untuk pertama kalinya. Hemangioma ini tidak boleh
dibiopsi karena mungkin menyebabkan perdarahan di trakea yang tidak dapat diatasi. Terapi
kortikosteroid mungkin dapat mengecilkan besarnya lesi (Cohen dan Wang). Semprotan
dengan laser CO2 sekarang merupakan terapi pilihan (Simpson dkk).
Laringomalasia merupakan penyebab stridor yang paling sering pada bayi baru lahir
dan dapat membaik dengan bertambahnya umur. Jika terdapat stridor pada bayi baru lahir,
tetapi pertukaran ventilasi cukup adekuat untuk menunjang hidupnya, maka evaluasi secara
endoskopik sebaiknya ditunda. Jika terdapat perbaikan secara berangsur, penyelidikan
mungkin terbatas pada pemeriksaan radiologik saja. Seandainya derajat obstruksi jalan nafas
mernburuk atau tidak membaik dalam 2-3 bulan, evaluasi secara endoskopik segera harus
dilakukan.
Trakeomalasi didiagnosis secara endoskopik bila terjadi perbaikan nafas setelah
bronkoskop melewati daerah yang lemah Trakeomalasi juga dapat sembuh dengan
bertambahnya usia. Stenosis trakea dapat didiagnosis bila bronkoskop tidak dapat melewati
daerah tersebut. Tidak terdapatnya cincin trakea tampak seperti stenosis, tetapi bronkoskop
dapat melewati daerah tersebut dengan mudah. Trakeoskopi dapat memperlihatkan kompresi
yang berdenyut pada dinding anterior dan lateral trakea akibat kelainan vaskuler. Trakeografi
juga dapat memperlihatkan kompresi trakea. Angiografi secara jelas dapat melukiskan jenis
kelainan vaskuler yang terjadi (Seda dan Snow).
Akhirnya, laringoskopi langsung harus dilakukan pada setiap tindakan bronkoskopi
agar masalah pada saluran nafas atas yang mungkin berhubungan atau ada di samping gejala
dan tanda kelainan pada saluran nafas bawah tidak terlewatkan. Demikian juga, laringoskopi
langsung selalu dilakukan jika mungkin untuk mempertahankan jalan nafas dengan
melakukan intubasi endotrakea atau memasukkan bronkoskop sebelum dilakukan trakeostomi
pada obstniksi jalan nafas atas, sehingga trakeostomi tidak lagi merupakan tindakan darurat
melainkan tindakan yang dapat dilakukan dengan tenang dan benar.

B. Tehnik Laringoskopi Langsung


Ada dua cara melakukan laringoskopi langsung yang biasa digunakan. Pertama la-
ringoskop Jackson standar atau jenis komisura anterior dipegang dengan tangan kiri operator
yang tidak kidal. Teknik ini cocok untuk prosedur diagnostik, yang relatif lebih banyak
diperlukan gerakan dari laringoskop. Teknik ini juga digunakan untuk bermacam-macam
tujuan terapi. Pada teknik kedua, laringoskop dipegang oleh alat penopang, Gambar 65-4.
Laringoskopi langsung dengan memakai trukroskop dan digunakan mikroskop dan anestesi
umum. Teknik ini lebih cocok untuk tujuan terapi, tetapi penting juga untuk diagnostik.
Dengan cara kedua, kecermatan observasi atau manipulasi relatif lebih penting daripada
gerakan laringoskop dan lapangan penglihatan. Dengan cara kedua, manipulasi bimanual
dapat dilaksanakan, dan cara ini lebih cocok untuk manipulasi yang lama dan luas (Gambar
65-4).
Sering kedua cara ini dikombinasikan, sehingga penelitian awal terhadap laring dan
hipofaring dilakukan dengan laringoskop yang dipegang oleh tangan, dan kemudian
laringoskop dengan penopang dan mikroskop digunakan untuk mengevaluasi mukosa atau
tindakan bedah endolaring.
Cara lain yaitu pasien dibaringkan dalam posisi Boyce. Laringoskop Jackson standar
dipegang oleh tangan kiri dengan menggenggam bagian vertikal gagang laringoskop
memakai empat jari dan ibu jari diletakkan pada sudut antara bagian vertikal dan horizontal
gagang laringoskop. Kabel cahaya diletakkan di atas pergelangan tangan kiri agar berada di
luar lapangan pandang. Laringoskop dipegang dengan tangan kiri ahli bedah yang tidak kidal
agar tangan kanan bebas untuk melakukan manipulasi yang sulit dengan bermacam-macam
alat (Gambar 65-5) lewat laringoskop. Ahli bedah yang tidak kidal melihat lapangan operasi
dengan mata kanan, sehingga kepala ahli bedah berada lebih banyak ke kiri untuk
menghindarkan gangguan pada saat memasukkan alat dan melakukan manipulasi sambil
melihat terus menenis lewat laringoskop. Bibir atas ditarik dengan jari telunjuk kanan. Ujung
laringoskop dimasukkan melalui sisi kiri dasar lidah, kemudian dasar lidah, valekula dan tepi
bebas epiglotis serta permukaan lingual epiglotis diamati. Ujung distal laringoskop di-
masukkan melintasi bagian posterior epiglotis, dan permukaan laringeal epiglotis, serta
endolaring diamati. Laringoskop Jackson standar diteruskan mendekati pita suara palsu. Agar
endolaring terlihat seluruhnya, laringoskop harus diangkat. Bagian proksimal laringoskop
mungkin bersentuhan dengan gigi atas, akan tetapi gigi tidak boleh diperlakukan sebagai
tumpuan. Dinding hipofaring posterior dan masing-masing sinus piriformis diperiksa. Dalam
anestesi lokal gerakan pita suara dapat diamati dengan meminta pasien berfonasi dan menarik
nafas dalam.
Laringoskop komisura anterior dimasukkan dengan menggunakan cara yang sama
sampai ke batas glotis untuk melihat pita suara, komisura anterior dan ventrikel. Gerakan pita
suara dievaluasi lagi. Pita suara palsu ditarik ke latetal dengan memiringkan ujung
laringoskop untuk menginspeksi ventrikel. Gagang laringoskop di putar 90 derajat ke kanan
dan dimasukkan perlahan-lahan lewat pita suara agar dapat menginspeksi daerah subglotik.
Sinus piriformis dapat diperiksa dengan lebih memuaskan memakai laringoskop komisura
anterior dari pada laringoskop Jackson standar.
Sangat penting untuk membuat kebiasaan memeriksa dengan seksama setiap
sentimeter persegi dari daerah hipofaring dan laring supaya tidak ada lesi yang terlewatkan.
Jika diperlukan observasi yang lama dalam pembesaran tertentu serta manipulasi secara luas
atau dibutuhkan pembedahan untuk memperbaiki suara, laringoskop Jako atau Dedo
dimasukkan sampai batas glotis, kemudian dipasang mikroskop Zeiss dengan kepala lurus
dan lensa objektif 400 milimeter.
Konjungtivitis bakterial dan keratitis tuberkulosis dapat terjadi akibat kontaminasi
mata ahli endoskopi selama tindakan laringoskopi dan bronkoskopi. Ahli bedah dan siapa saja
yang melihat lewat laringoskop dan bronkoskop harus melindungi matanya dari sputum yang
mungkin dibatukkan kearah mereka dengan memakai kacamata (Gambar 65-6). Lensa normal
dipakai oleh orang yang tidak memerlukan refraksi. Kacamata harus dipakai bersama dengan
masker untuk beberapa waktu sebelum prosedur endoskopik, sehingga lensa akan menjadi
hangat oleh nafas ahli bedah dan tidak akan berkabut oleh kondensasi uap air akibat
pernafasan ahli bedah atau pasien. Harus diperhatikan bahwa tidak boleh memandang
langsung (tidak melewati lensa) seperti yang cenderung dilakukan orang. Kacamata optik
jauh lebih unggul dari pelindung plastik dan kacamata tidak mengganggu posisi kepala ahli
bedah atau manipulasi alat.

A. Laringoskopi Indirek
Alat-alat yang dibutuhkan :
 Lampu kepala
 Cermin tenggorok penampang 1 - 2 cm
 Lampu spiritus
 Alat-alat pemegang lidah atau cukup dengan kain kasa
 Pantocain spray

Prosedur :
 Penderita duduk dikursi badan tegak leher dan kepala sedikit kemuka
 Cermin tenggorok dipanaskan dengan nyala api spiritus secukupnya,
dengan maksud supaya cermin tidak menjadi basah oleh hawa pernafasan.
Sementara itu penderita disuruh membuka mulut dan mengeluarkan
lidahnya sepanjang-panjangnya serta bernafas melalui mulut
 Lidah penderita ditahan /dipegang dengan kain kasa (dengan sedikit
ditarik). Cara memegang lidah yaitu dipegang antara jari telunjuk dan ibu
jari, sedangkan jari tengah dipakai sebagai landasan lidah dengan maksud
supaya tidak mengenai gigi dan tidak sakit waktu lidah ditarik/ditahan
selama pemeriksaan, dapat pula lidah tersebut dipegang dengan alat
pemegang lidah.
 Berkas sinar dari lampu kepala diatur sedemikian penampangnya + 1,5 cm;
diarahkan kedalam mulut kearah uvula.
 Cermin tenggorok yang telah dipanaskan tadi dicoba dahulu pada
punggung tangan untuk mengukur seberapa panasnya supaya tidak
menyakiti penderita, lalu dimasukkan kedalam oropharynx, tanpa
menyinggung dinding belakang pharynx.
 Dengan jalan merubah-rubah posisi cermin tersebut berturut-turut
diperhatikan diperiksa bangunan-bangunan sebagai berikut :
1. Pangkal lidah dengan :
- tonsilla lingualis
- foramen coecum
- valleculae
2. Epiglotis
- ligamentumplica glosoepiglotica
- tepi-tepi epiglotis
- permukaan belakang epiglotis
- tuberculum epigloticum
- mucosa epigloticum
3. Aryepiglotica dengan eminentia Santorini dan Wrisbergi dan regio
interarytenoidea
4. Sinus pyriformis
5. Plica ventricularis
6. Plica vocalis
7. Comissura anterior
8. Comissura posterior
9. Rimaglolidis
10. Dinding anterior trachea
 Selanjutnya penderita disuruh bilang iiiiiiiiiiiiiiiiiiii, lalu dilihat gerakan
plica vocalis kanan dan kiri dibanding-bandingkan untuk memeriksa
gerakan plica vocalis (fungsi Plica Vocalis terhadap kemungkinan adanya
perese). Kemudian disuruh inspirasi dalam maka akan tampak plica
vocalis abdruksi maximal.
B. Laringoskopi Direk
Alat-alat yang dibutuhkan :
 Nasoendoskopi
 Xylocaine spray

Prosedur :
 Anastesi faring dengan xylocaine spray. Pemeriksaan dapat dimulai kira-kira
10 menit setelah dianastesi.
 Alat endoskopi diarahkan masuk ke laring dan didapatkan gambaran laring
pada monitor yang direkam melalui kamera yang terdapat dalam alat
endoskopi.
Dengan pemeriksaan laringoskopi langsung dan tidak langsung kita dapat menentukan
ukuran dan lokasi tumor. Pemeriksaan laringoskopi tidak langsung kurang begitu
bermakna dan hanya merupakan pemeriksaan pendahuluan sedang dengan
pemeriksaan laringoskopi langsung kita dapat membedakan massa tumor laring bila
dilihat dari gambarannya:
- Tumor Supraglotik : tampak tepi meninggi dan banyak bagian-bagian dengan ulserasi
sentral atau kemerahan dan sering kali meluas.
- Tumor Glotik : cenderung lebih proliferatif dari pada ulseratif. Lesi yang khas
menyerupai kembang kol dan berwarna keputihan.
- Tumor Subglotik : lebih difus dan mempunyai ulkus superficial dengan tepi lebih
tinggi dan lebar.

Anda mungkin juga menyukai

  • Olahraga Pada Anak
    Olahraga Pada Anak
    Dokumen2 halaman
    Olahraga Pada Anak
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Aryo
    Aryo
    Dokumen51 halaman
    Aryo
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Jasa
    Jasa
    Dokumen5 halaman
    Jasa
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • 1 Konsep Dasar Sistem Berkas
    1 Konsep Dasar Sistem Berkas
    Dokumen37 halaman
    1 Konsep Dasar Sistem Berkas
    Ippo Nardie
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen23 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Psikologi Industri Tugas
    Psikologi Industri Tugas
    Dokumen14 halaman
    Psikologi Industri Tugas
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Stres Kerja
    Stres Kerja
    Dokumen14 halaman
    Stres Kerja
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Graphical User Interface (GUI) Dan Multimedia: Syamsudin Arif 14020016
    Graphical User Interface (GUI) Dan Multimedia: Syamsudin Arif 14020016
    Dokumen23 halaman
    Graphical User Interface (GUI) Dan Multimedia: Syamsudin Arif 14020016
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen4 halaman
    Daftar Isi
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • ABSTRAK
    ABSTRAK
    Dokumen1 halaman
    ABSTRAK
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • SISTEMFILE
    SISTEMFILE
    Dokumen14 halaman
    SISTEMFILE
    Ebiet Mansyur
    Belum ada peringkat
  • DM KKN
    DM KKN
    Dokumen15 halaman
    DM KKN
    Rosi Indah
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Fisik Mata PDF
    Pemeriksaan Fisik Mata PDF
    Dokumen23 halaman
    Pemeriksaan Fisik Mata PDF
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Pengantar Sistem Operasi Komputer
    Pengantar Sistem Operasi Komputer
    Dokumen526 halaman
    Pengantar Sistem Operasi Komputer
    Leader Mechanizer
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Tuberkulosis Okular
    Tuberkulosis Okular
    Dokumen21 halaman
    Tuberkulosis Okular
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Fisik Mata PDF
    Pemeriksaan Fisik Mata PDF
    Dokumen39 halaman
    Pemeriksaan Fisik Mata PDF
    tanahbasah
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen52 halaman
    Bab Ii
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Case Pterigium
    Case Pterigium
    Dokumen40 halaman
    Case Pterigium
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Hipertensi Puskes
    Hipertensi Puskes
    Dokumen12 halaman
    Hipertensi Puskes
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Referat Ikj Ika
    Referat Ikj Ika
    Dokumen24 halaman
    Referat Ikj Ika
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • DM Puskes
    DM Puskes
    Dokumen8 halaman
    DM Puskes
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen4 halaman
    Daftar Isi
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Hipertensi Puskes
    Hipertensi Puskes
    Dokumen12 halaman
    Hipertensi Puskes
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • HM
    HM
    Dokumen1 halaman
    HM
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Indonesia Vs Timor Leste - Agung
    Indonesia Vs Timor Leste - Agung
    Dokumen8 halaman
    Indonesia Vs Timor Leste - Agung
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Tugas Kadek
    Tugas Kadek
    Dokumen29 halaman
    Tugas Kadek
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Cover Skripsi
    Cover Skripsi
    Dokumen1 halaman
    Cover Skripsi
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • DOPS
    DOPS
    Dokumen18 halaman
    DOPS
    Aulia Sari Pratiwi
    Belum ada peringkat