Anda di halaman 1dari 42

KELEMBAGAAN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN

REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN PANCASILA

DAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

UNIVERITAS TRISAKTI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

BOGOR

2017
Oleh

ADITYA MAULANA (023001706502)

MUHAMAD ROBINTA JIBRIL (023001706503)

MUHAMMAD ZAKARIA (023001706504)

ADREAN TRIYANDANA (023001706506)

SAVIRA RIZKI DAMAYANTI (023001706507)

NUR SITI FAHRENA (023001706509)

DEVI DWI AGUSTINA (023001706510)

MAURA ADELLA TANTHIA (023001706511)

NANDHA PANGESTU (023001706512)

GANIS MUSTIKA (023001706513)


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Kelembagaan dalam Sistem Ketatanegaraan Republik
Indonesia Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Tugas ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Bogor, November 2017

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, berdasarkan atas


hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat. Kedaulatan
yang sesungguhnya berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (demokrasi).
Pelaksanaan kedaulatan rakyat tersebut disalurkan dan diselenggarakan menurut
prosedur konstitusional, yang diatur didalam Undang-Undang Dasar 1945, sebagai
peraturan dasar atau konstitusi yang merumuskan dan mengatur sistem
ketatanegaraan dan tata cara pelaksanaan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Undang-Undang Dasar 1945 adalah konstitusi negara Republik Indonesia yang
merupakan aturan tertinggi di negara Indonesia yang di dalamnya mencakup tentang
hukum tata negara Indonesia yang menjelaskan sistem penyelenggaraan dan
pembagian kekuasaan negara yang dianut negara Indonesia. Undang-Undang Dasar
1945 sebagai konstitusi negara bukanlah sesuatu yang sakral dan tidak bisa diubah.
Dalam artian UUD tetap harus mengikuti perkembangan zaman, yang bisa
mengadopsi semua tuntutan perubahan yang ada.
Membahas tentang Lembaga Tinggi suatu Negara pasti tidak bisa lepas dari
konstitusi yang berlaku di negara tersebut. Karena konstitusi merupakan hukum dasar
penyelenggaraan suatu pemerintahan. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945 (UUD 1945) adalah konstitusi Republik Indonesia yang disahkan pada tanggal
18 Agustus 1945, satu hari setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, dalam sidang
BPUPKI. UUD 1945 berlaku dari sejak disahkan hingga waktu pengakuan kedaulatan
RIS (di mana konstitusi yang berlaku adalah UUD RIS sampai dengan 17 Agustus
1950, digantikan dengan UUD Sementara sampai Dekrit Presiden 5 Juli 1959.) UUD
1945 mulai berlaku kembali setelah Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959, sampai
sekarang. Pada masa Orde Reformasi, UUD 1945 telah mengalami proses
amandemen sebanyak 4 kali. UUD 1945 merupakan landasan dasar Nasional dan
landasan dasar Internasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dapat
mempertahankan kemerdekaan dan persatuan Indonesia sampai saat ini. Dalam
sistem ketatanegaraan RI, DPR termasuk lembaga tinggi negara bersama Presiden,
BPK dan MA. Masing-masing lembaga tinggi negara tersebut mempunyai tugas,
wewenang dan hak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Sistem
pemerintahan bukan parlementer, tetapi presidensil.
Berdasarkan landasan tersebut, kami mengambil judul Kelembagaan dalam
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran atau fungsi kelembagaan dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia?
2. Bagaimana hubungan antar lembaga negara?
3. Bagaimana sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD sebelum
dan sesudah amandemen?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui peran atau fungsi kelembagaan dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia.
2. Mengetahui hubungan antar lembaga negara.
3. Mengetahui sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD sebelum
dan sesudah amandemen.
1.4 Metode Penulisan

Penulis menggunakan satu metedologi dalam penulisan makalah ini yaitu Studi
Kepustakaan. Studi Kepustakaan adalah metode yang dilakukan penulis dengan cara
membaca hingga mengutip dari buku-buku, catatan, dan artikel terkait dengan
pembahasan di makalah ini.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Sistem Ketatanegaraan

Pengertian Ketatanegaraan Republik Indonesia menurut Kamus Besar Bahasa


Indonesia, tata negara adalah seperangkat prinsip dasar yang mencakup peraturan
susunan pemerintah, bentuk negara dan sebagainya yang menjadi dasar peraturan
suatu negara. Ketatanegaraan adalah segala sesuatu mengenai tata negara. Menurut
hukumnya, tata negara adalah suatu kekuasaan sentral yang mengatur kehidupan
bernegara yang menyangkut sifat, bentuk, tugas negara dan pemerintahannya serta
hak dan kewajiban para warga terhadap pemerintah atau sebaliknya. Dan dalam
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, memerlukan sebuah Amandemen
Undang-Undang Dasar 1945 demi berlangsungnya sistem ketatanegaraan di
Indonesia dan terciptanya tujuan negara Republik Indonesia. Sebelum membahas
sebuah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, saya akan menjelaskan pengertian
dari sebuah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945.

2.2Pengertian Kelembagaan

Lembaga adalah aturan di dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi


yang menfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk membantu mereka dengan
harapan di mana setiap orang dapat bekerjasama atau berhubungan satu dengan yang
lain untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan (Ruttan dan Hayami, 1984).
Lembaga adalah aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh
para anggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling
mengikat atau saling tergantung satu sama lain. Penataan institusi (institutional
arrangements) dapat ditentukan oleh beberapa unsur: aturan operasional untuk
pengaturan pemanfaatan sumber daya, aturan kolektif untuk menentukan, menegakan
hukum atau aturan itu sendiri dan untuk merubah aturan operasional serta mengatur
hubungan kewenangan organisasi (Ostrom, 1985; 1986).
Lembaga adalah suatu himpunan atau tatanan norma-norma dan tingkah laku
yang bisa berlaku dalam suatu periode tertentu untuk melayani tujuan kolektif yang
akan menjadi nilai bersama. Institusi ditekankan pada norma-norma prilaku, nilai
budaya dan adat istiadat (Uphoff, 1986).
Lembaga adalah sekumpulan batasan atau faktor pengendali yang mengatur
hubungan perilaku antar anggota atau antar kelompok. Dengan definisi ini
kebanyakan organisasi umumnya adalah institusi karena organisasi umumnya
mempunyai aturan yang mengatur hubungan antar anggota maupun dengan orang lain
di luar organisasi itu (Nabli dan Nugent, 1989).
Lembaga adalah aturan main di dalam suatu kelompok sosial dan sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial, dan politik. Institusi dapat berupa
aturan formal atau dalam bentuk kode etik informal yang disepakati
bersama. North membedakan antara institusi dari organisasi dan mengatakan bahwa
institusi adalah aturan main sedangkan organisasi adalah pemainnya (North, 1990).
Lembaga adalah mencakup penataan institusi (institutional arrangement)
untuk memadukan organisasi dan institusi. Penataan institusi adalah suatu penataan
hubungan antara unit-unit ekonomi yang mengatur cara unit-unit ini apakah dapat
bekerjasama dan atau berkompetisi. Dalam pendekatan ini organisasi adalah suatu
pertanyaan mengenai aktor atau pelaku ekonomi di mana ada kontrak atau transaski
yang dilakukan dan tujuan utama kontrak adalah mengurangi biaya transaksi
(Williamson, 1985).
Umumnya definisi lembaga mencakup konsep pola perilaku sosial yang sudah
mengakar dan berlangsung terus menerus atau berulang. Dalam hal ini sangat penting
diperhatikan bahwa perilaku sosial tidak membatasi lembaga pada peraturan yang
mengatur perilaku tersebut atau mewajibkan orang atau organisasi untuk harus
berpikir positif ke arah norma-norma yang menjelaskan perilaku mereka tetapi juga
pemahaman akan lembaga ini memusatkan perhatian pada pengertian mengapa orang
berprilaku atau bertindak sesuai dengan atau bertentangan dengan peraturan yang ada.
Merangkum dari berbagai pengertian yang dikemukakan sebelumnya, maka
yang dimaksud kelembagaan dalam Bahan Ajaran ini adalah:
Suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang
saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antara
organisasi yang diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh
faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal maupun
informal untuk pengendalian prilaku sosial serta insentif untuk bekerjasama dan
mencapai tujuan bersama.

2.3 Pengertian Kelembagaan Legislatif

Lembaga Legislatif di Indonesia ini meliputi Dewan Perwakilan Rakyat


(DPR). DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai
lembaga negara. Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu yang
dipilih berdasarkan hasil pemilu. DPR berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan
yang berada di tingkat provinsi disebut DPRD provinsi dan yang berada di
kabupaten/kota disebut DPRD kabupaten/kota.
Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPR
berdomisili di ibukota negara. Masa jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan
berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji yang dipandu
oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna DPR. Jumlah Anggota
DPR/DPRD Berdasarkan UU Pemilu No. 10 Tahun 2008 ditetapkan sebagai berikut:
 Jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang;
 Jumlah anggota DPRD provinsi sekurang-kurangnya 35 orang dan sebanyak-
banyaknya 100 orang;
 Jumlah anggota DPRD kabupaten/kota sedikitnya 20 orang dan sebanyak-
banyaknya 50 orang.
2.4Struktur Kelembagaan Negara
2.4.1 Sebelum Amandemen

1. MPR
MPR merupakan lembaga tertinggi negara yang diberi kekuasaan tak
terbatas (super power) karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat
Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden
dan wakil presiden. Dengan kata lain MPR merupakan penjelmaan pendapat dari
seluruh warga Indonesia. Susunan keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan
utusan daerah serta utusan golongan yang diangkat termasuk di dalamnya
TNI/Polri.

2. DPR
DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai
lembaga negara. Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu
yang dipilih berdasarkan hasil pemilu. Oleh karena itu, presiden tidak dapat
membubarkan DPR yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat melalui
pemilihan umum secara berkala lima tahun sekali. Meskipun demikian, presiden
tidak bertanggung jawab kepada DPR. DPR berkedudukan di tingkat pusat,
sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut DPRD provinsi dan yang
berada di kabupaten/kota disebut DPRD kabupaten/kota.
3. Presiden
Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif.
Maksudnya, presiden mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan.
Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus
sebagai kepala negara. Sebelum adanya amandemen UUD 1945, presiden dan
wakil presiden diangkat dan diberhentikan oleh MPR dan bertanggung jawab
kepada MPR.

4. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan
kehakiman. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah
Agung adalah pengadilan tertinggi di negara kita. Perlu diketahui bahwa
peradilan di Indonesia dapat dibedakan peradilan umum, peradilan agama,
peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara (PTUN).

5. BPK dan DPA


Di samping lembaga-lembaga tinggi negara di atas terdapat lembaga
tinggi negara yang lain yang wewenangnya cukup minim, yaitu BPK dan DPA.
Tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Adapun
wewenang dari Dewan Pertimbangan Agung (DPA), yaitu berkewajiban
memberi jawab atas pertanyaan presiden dan berhak memajukan usul kepada
pemerintah.
2.4.2 Sesudah Amandemen

1. MPR
MPR adalah Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan
lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
Yang mempunyai fungsi legeslasi. pasca perubahan UUD 1945 Keberadaan
MPR telah sangat jauh berbeda dibanding sebelumnya. Kini MPR tidak lagi
melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat dan tidak lagi berkedudukan
sebagai Lembaga Tertinggi Negara dengan kekuasaan yang sangat besar,
termasuk memilih presiden dan wakil presiden.

2. Presiden
Berbeda dengan sistem pemilihan presiden dan wakil presiden sebelum
adanya amandemen dipilih oleh MPR, sedangkan setelah adanya amandemen
UUD 1945 sekarang menentukan bahwa mereka dipilih secara langsung oleh
rakyat. Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh parpol atau
gabungan parpol peserta pemilu. Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada
MPR melainkan bertanggung jawab langsung kepada rakyat Indonesia.
Konsekuensinya karena pasangan presiden dan wakil presiden dipilih oleh
rakyat, mereka mempunyai legitimasi yang sangat kuat. Presiden dan wakil
presiden dapat dipilih kembali dalam masa jabatan yang sama hanya untuk satu
kali masa jabatannya.

3. DPR
Melalui perubahan UUD 1945, kekuasaan DPR diperkuat dan dikukuhkan
keberadaannya terutama diberikannya kekuasaan membentuk UU yang memang
merupakan karakteristik sebuah lembaga legislatif. Hal ini membalik rumusan
sebelum perubahan yang menempatan presiden sebagai pemegang kekuasaan
membentuk UU. Dalam pengaturan ini memperkuat kedudukan DPR terutama
ketika berhubungan dengan presiden.

4. DPD
DPD adalah Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi
keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional
setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai
anggota MPR. Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan negara
Republik Indonesia. DPD dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah
melalui pemilu.

5. BPK
BPK yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang
bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh
presiden. BPK Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan
negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan
kepada DPR dan DPD serta ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang
bersangkutan ke dalam BPK.

6. Mahkamah Agung
Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan
yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan. di
bawah MA terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum,
lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

7. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (MK) mempunyai kewenangan: menguji UU
terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus
pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu, dan memberikan
putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan
atau wakil presiden menurut UUD.

8. Komisi Yudisial
Berdasarkan UU No 22 Tahun 2004 Komisi Yudisial adalah lembaga
negara yang bersifat mandiri dan berfungsi mengawasi perilaku hakim dan
mengusulkan nama calon Hakim Agung.

2.5 Pengertian, Kedudukan, dan Fungsi UUD 1945


2.5.1 Pengertian UUD 1945
UUD Negara adalah peraturan perundang-undangan yang tertinggi dalam
negara dan merupakan hukum dasar negara tertulis yang mengikat berisi aturan
yang harus ditaati. Hukum dasar negara meliputi keseluruhan sistem
ketatanegaraan yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk negara dan
mengatur pemerintahannya. UUD merupakan dasar tertulis (convensi). Oleh
karena itu, UUD menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naska yang
memaparkan karangan dan tugas-tugas pokok cara kerja badan tersebut. UUD
menentukan cara-cara bagaimana pusat kekuasaan itu bekerja sama dan
menyesuaikan diri satu sama lainnya (Kaelan. Pendidikan Pancasila 2008:178).
UUD merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara. UUD
disebutkan bersifat singkat dan super karena hanya memuat 37 pasal adapun
pasal-pasal yang lain, hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan.
Yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan
naskah yang terdiri dari Pembukaan dan pasal-pasal (Pasal II Aturan
Tambahan). Pembukaan terdiri atas 4 Alinea, yang di dalam Alinea keempat
terdapat rumusan dari Pancasila, dan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945
terdiri dari 20 Bab (Bab I sampai dengan Bab XVI) dan 72 pasal (pasal 1
sampai dengan pasal 37), ditambah dengan 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal
Aturan Tambahan. Bab IV tentang DPA dihapus, dalam amandemen keempat
penjelasan tidak lagi merupakan kesatuan UUD 1945. Pembukaan dan pasal-
pasal UUD 1945 merupakan satu kebulatan yang utuh, dengan kata lain
merupakan bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan.
Naskahnya yang resmi telah dimuat dan disiarkan dalam “Berita Republik
Indonesia” Tahun II No. 7 yang terbit tanggal 15 Februari 1946, suatu
penerbitan resmi pemerintah RI. Sebagaimana kita ketahui Undang-Undang
Dasar 1945 itu telah ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indoneisa
(PPKI) dan mulai berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945. Rancangan UUD
1945 dipersiapkan oleh suatu badan yang bernama Badan Penyelidik Usaha-
usaha Pesiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyunbi
Tjoosakai, suatu badan bentukan Pemerintah Penjajah Jepang untuk
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam rangka persiapan
kemerdekaan Indonesia.
2.5.2 Kedudukan dan Fungsi UUD 1945
UUD bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar. Sebagai hukum
dasar, ia merupakan sumber hukum. Setiap produk hukum haruslah
berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi dan dapat
dipertanggungjawabkan ketentuan UUD. Dalam kedudukan demikian, UUD
dalam kerangka tata urutan norma hukum yang berlaku, merupakan hukum
yang menempati kedudukan tertinggi. Dalam hubungan ini UUD memiliki
fungsi sebagai alat kontrol, apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau
tidak sesuai dengan ketentuan UUD termasuk UUD 1945.
Bagaimana caranya UUD 1945 mengontrol norma hukum yang ada
dibawahnya? Untuk menjawab masalah ini mungkin anda mengenal yang
disebut dengan judicial review. Judicial review secara umum meninjau kembali
aturan hukum tersebut melalui pengadilan, atau dalam bahasa teknis hukum
artinya hak untuk meminta pada pengadilan untuk meninjau kembali aturan
hukum yang dianggap bertentangan materinya/isinya dengan peraturan di
atasnya atau juga cara pembentukannya tidak sesuai dengan aturan hukumnya
karena itu judicial review dibedakan jadi 2 yakni : judicial review materiil dan
formal. Judicial review materiil memandang bahwa isi peraturan perundangan
bertentangan dengan peraturan diatasnya. Contoh : marilah kita lihat tata urutan
perundangan Republik Indonesia menurut UU No 10 th 2004 sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. UU/Perpu
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah (Perda)
Pada tata urutan tersebut UUD 1945 menempati kedudukan tertinggi dan
yang terendah adalah peraturan daerah. Peraturan daerah sebagai peraturan
yang terendah materinya tidak boleh bertentangan dengan materi di atasnya
yakni, Peraturan Presiden demikian seterusnya (Rahardiansah, 2012).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Peran dan Fungsi Kelembagaan dalam Sistem Ketatanegaraan Republik


Indonesia Sebelum dan Sesudah Amandemen
3.1.1 Peran dan Fungsi Kelembagaan Sebelum Amandemen
Struktur ini digambarkan dalam sekema dibawah ini :

A. Pembahasan Pertama tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat


(MPR)
Pembahasan diawali dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) anggotanya terdiri dari anggota DPR
ditambah utusan daerah dari utusan golongan (Pasal 2 Ayat 1). Kedudukan
MPR menurut ketetapan MPR No. III/MPR/1978 merupakan lembaga tinggi
negara karena lembaga ini pemegang kekuasaan negara tertinggi dan
pelaksana dari kedaulatan rakyat (Dardji Darmodiharjo Cs, 1978 : 84)
sehingga majelis inilah yang memegang kekuasaan tertinggi. Sebagai lembaga
tertinggi negara, maka MPR mendistribusikan kekuasaan negara sesuai
dengan ketentuan UUD 1945 pada lembaga-lembaga tinggi negara. Meskipun
sebagai lembaga tertinggi negara MPR harus tunduk pada konstitusi yakni
UUD 1945. Dalam UUD 1945 ditentukan bahwa MPR bersidang sedikit-
sedikitnya dalam 5 (lima) tahun di ibukota negara. Segala putusan MPR
ditetapkan dengan suara yang terbanyak, MPR memiliki tugas selain
menetapkan UUD 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) juga
memilih atau mengangkat kepala negara (Presiden) dan wakil kepala negara
(Wakil Presiden). Presiden yang diangkat oleh MPR tunduk dan bertanggung
jawab kepada MPR karena presiden merupakan Mandataris MPR. Oleh
karena itu, MPR dapat memberhentikan presiden ketika presiden dianggap
melanggar GBHN. Di samping itu, MPR memiliki wewenang untuk
melakukan perubahan/amandemen terhadap UUD (Pasal 37 UUD 1945)
dengan syarat bahwa:
1. Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada
jumlah anggota MPR yang hadir.
2. Utusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada
jumlah anggota yang hadir.

B. Pembahasan Kedua tentang Lembaga Presiden


Pembahasan kedua tentang Lembaga Presiden (Pasal 4 Ayat 1 UUD
1945). Dalam melakukan kewajibannya, presiden dibantu oleh satu orang
wakil presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden dan wakil presiden
memegang jabatannya selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih
kembali (Pasal 7 UUD 1945). Pasal ini nampaknya dimanfaatkan oleh
pemegang kekuasaan untuk dapat memegang/menjabat kekuasaan selama
mungkin. Contoh presiden RI yang kedua memegang jabatan lebih 30 tahun
lamanya sehingga mengakibatkan kekuasaan cenderung menjadi otoriter
bahkan diktator. Oleh karena itu, pasal ini menjadi bahan gunjingan atau
perdebatan para ahli hukum tata negara dan sekaligus para pakar kenegaraan.
Bila dicermati presiden memiliki jabatan sebagai kepala pemerintahan (Pasal
4 Ayat 1, Pasal 17 UUD 1945) dan sebagai kepala negara (Pasal 10-15 UUD
1945).

C. Pembahasan Ketiga tentang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)


Susunan DPR ditetapkan dengan Undang-Undang. Undang-Undang
yang dimaksud pada hakikatnya mengatur tentang pemilihan umum untuk
anggota DPR (Pasal 19 Ayat 1 UUD 1945). Anggota-anggota DPR berhak
mengajukan rancangan Undang-Undang termasuk Rancangan UU tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Jika suatu rancangan
Undang-Undang tidak mendapat persetujuan DPR maka rancangan tadi tidak
boleh dimajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. Sebaliknya juga, jika
rancangan itu meskipun disetujui oleh MPR tidak disahkan oleh presiden,
maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan DPR
masa itu. Oleh karena itu, kedua bahan tersebut (DPR dan Presiden) harus
bekerja bersama dibidang legislatif.
Didalam penjelasan UUD 1945 dijelaskan bahwa kedudukan DPR
adalah kuat karena DPR tidak dapat dibubarkan oleh presiden, kecuali itu
anggota-anggota DPR semuanya merangkap menjadi anggota MPR. Tugas
DPR meliputi:
1) Bersama presiden menetapkan Undang-Undang.
2) Bersama presiden menetapkan APBN.
3) Melakukan pengawasan terhadap presiden dan jika DPR menganggap
bahwa presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan
oleh UUD atau oleh MPR, maka dapat diundang untuk persidangan
istimewa untuk meminta pertanggungjawaban presiden.
Untuk melaksanakan tugas, DPR memiliki beberapa hak yakni:
1) Hak bertanya bagi setiap anggota dewan.
2) Hak angket, hak untuk melakukan penyelidikan dalam masyarakat.
3) Hak interpelasi, hak untuk meminta keterangan atas kebijakan eksekutif.
4) Hak amandemen, yakni hak untuk melakukan perubahan terhadap
rancangan Undang-Undang.
5) Hak menyatakan pendapat.
6) Hak mengajukan/menganjurkan seorang untuk jabatan tertentu jika
ditentukan oleh peraturan perundangan.
7) Hak imunitas.
8) Hak menyampaikan usul dan pendapat.
9) Hak protokoler.
10) Hak keuangan dan administrasi.
Hak-hak yang dimiliki dewan tersebut bila dikualifikasikan meliputi
hak sebagai lembaga (DPR) dan hak sebagai anggota DPR. Yang termasuk
hak dewan adalah sebagai berikut:
1) Hak interpelasi.
2) Hak angket.
3) Hak menyatakan pendapat.
4) Mengajukan rancangan Undang Undang.
5) Mengajukan/seorang untuk jabatan tertentu.
Hak sebagai anggota DPR meliputi:
1) Mengajukan pertanyaan.
2) Menyampaikan usul dan pendapat.
3) Imunitas.
4) Protokoler.
5) Keuangan/administrasi.

D. Pembahasan Keempat tentang Dewan Pertimbangan


Lembaga ini diatur dalam Pasal 16 UUD 1945. Pada ayat 1
menjelaskan bahwa susunan DPA ditetapkan dengan Undang-Undang. UU
yang dimaksud pada waktu itu adalah UU No.3 Tahun 1967 tentang DPA yang
susunannya terdiri atas tokoh-tokoh politik, karya, daerah, dan nasional. Dari
susuan dewan tersebut, dewan dianggap ahli dalam bidang kenegaraan,
politik, dan kekaryaan. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas
pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan, memajukan usul kepada
pemerintah. Lebih rinci lagi dijelaskan dalam ketetapan No. III/MPr/1978
pada Pasal 9 menyatakan. Dewan Pertimbangan Agung adalah sebuah Badan
Penasihat Pemerintah yang memiliki kewajiban memberi jawab atas
pertanyaan presiden serta wajib mengajukan pertimbangan kepada presiden
dan memiliki hak mengajukan usul kepada presiden.
E. Pembahasan Kelima tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Dasar dibentuknya BPK adalah Pasal 23 ayat 5 UUD 1945 yang
menyatakan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan
negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya
ditetapkan dengan Undang-Undang. Undang-Undang yang dimaksud adalah
UU No. 5 tahun 1073 tentang BPK. Dalam ketetapan No. III/MPR/ 1978 pada
Pasal 10 menjelaskan bahwa BPK adalah badan yang memeriksa tanggung
jawab tentang keuangan negara yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas
dari pengaruh-pengaruh dan kekuasaan pemerintah artinya bahwa badan
tersebut mempunyai kedudukan sejajar dengan lembaga tinggi negara yang
lama termasuk presiden. BPK memiliki tugas memeriksa semua pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja negara. Hasil pemeriksaan diberitahukan
kepada DPR.

F. Pembahasan Keenam tentang Mahkamah Agung (MA)


Dasar pembenar lembaga ini adalah Pasal 24 ayat I yang menyatakan
bahwa kekuasaaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
lain-lain badan kehakiman memuat Undang-Undang. Ayat 2 menyatakan
bahwa susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman diatur dengan undang-
undang. Undang-undang yang dimaksud adalah UU No. 14 tahun 1970
tentang Ketentuan Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman telah diubah dengan
UU No. 35 tahun 1999 dan UU No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Menurut ketetapan No. III/MPR/ 1978 menjelaskan bahwa MA melaksanakan
kekuasaan kehakiman yang dalam pelaksaan tugasnya terlepas dari pengaruh-
pengaruh lainnya. MA memiliki tugas memberikan nasihat hukum kepada
presiden, kepada negara untuk pemberian ataupun penolakan grasi.
Memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta
maupun tidak kepada lembaga-lembaga tinggi negara.
3.1.2 Peran dan Fungsi Kelembagaan Sesudah Amandemen
Berikut ini adalah peran dan fungsi kelembagaan sesudah amandemen:

A. Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR)


MPR adalah Lembaga Tinggi Negara sejajar kedudukannya dengan
lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK. Yang
mempunyai fungsi legeslasi. Pasca perubahan UUD 1945, keberadaan MPR telah
sangat jauh berbeda dibanding sebelumnya. Kini MPR tidak lagi melaksanakan
sepenuhnya kedaulatan rakyat dan tidak lagi berkedudukan sebagai Lembaga
Tertinggi Negara dengan kekuasaan yang sangat besar, termasuk memilih
presiden dan wakil presiden.

B. Preisden
Berbeda dengan sistem pemilihan presiden dan wakil presiden sebelum
adanya amandemen dipilih oleh MPR, sedangkan setelah adanya amandemen
UUD 1945 sekarang menentukan bahwa mereka dipilih secara langsung oleh
rakyat. Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh parpol atau
gabungan parpol peserta pemilu. Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada
MPR melainkan bertanggung jawab langsung kepada rakyat Indonesia.
Konsekuensinya karena pasangan presiden dan wakil presiden dipilih oleh
rakyat, mereka mempunyai legitimasi yang sangat kuat. Presiden dan wakil
presiden dapat dipilih kembali dalam masa jabatan yang sama hanya untuk satu
kali masa jabatannya.
C. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Melalui perubahan UUD 1945, kekuasaan DPR diperkuat dan
dikukuhkan keberadaannya terutama diberikannya kekuasaan membentuk UU
yang memang merupakan karakteristik sebuah lembaga legislatif. Hal ini
membalik rumusan sebelum perubahan yang menempatan presiden sebagai
pemegang kekuasaan membentuk UU. Dalam pengaturan ini memperkuat
kedudukan DPR terutama ketika berhubungan dengan presiden.

D. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)


DPD adalah Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi
keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional
setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai
anggota MPR. Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan negara
Republik Indonesia. DPD dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah
melalui pemilu.

E. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)


Yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas
dan mandiri. Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh
presiden. BPK berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan
negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan
kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang
bersangkutan ke dalam BPK.
F. Mahkamah Agung (MA)
Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan
yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Di
bawah MA terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum,
lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, dan lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

G. Mahkamah Konstitusi (MK)


MK Mempunyai kewenangan: menguji UU terhadap UUD, memutus
sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai
politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat
DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden
menurut UUD.

H. Komisi Yudisial
Berdasarkan UU No 22 Tahun 2004 Komisi Yudisial adalah lembaga
negara yang bersifat mandiri dan berfungsi mengawasi perilaku hakim dan
mengusulkan nama calon Hakim Agung.

3.2 Hubungan Antar Lembaga Negara


A. MPR dengan DPR
Hubungan antar MPR dan DPR di atur di dalam :
a). UUD 1945 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi, “Majelis permusyawaratan
Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah
dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut
aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang.”
b). UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden
dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela
maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden. “

c). UUD 1945 pasal 7B ayat 1 yang berbunyi, “Usul pemberhentian


Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih
dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran
hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak
pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden.”

d). UUD 1945 pasal 7B ayat 6 yang berbunyi, “Majelis Permusyawaratan


Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan
Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis
Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.”

B. MPR dengan DPD


Hubungan antara MPR dan DPD dia atur didalam UUD 1945 pasal
2 ayat 1 yang berbunyi, “Majelis permusyawaratan Rakyat terdiri atas
anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-
utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang
ditetapkan dengan Undang-Undang.

C. MPR dengan Presiden


Hubungan antar MPR dan Presiden di atur di dalam :
a). UUD 1945 pasal 3 ayat 2 yang berbunyi, ”Majelis Permusyawaratan
Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden”
b). UUD 1945 pasal 3 ayat 3 yang berbunyi, “Majelis Permusyawaratan
Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden
dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.”

c). UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden
dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik
apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. “

d). UUD 1945 pasal 7B ayat 1 yang berbunyi, “Usul pemberhentian


Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih
dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran
hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak
pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden.”

e). UUD 1945 pasal 7B ayat 7 yang berbunyi, “Keputusan Majelis


Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau
Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari
jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi
kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
f). UUD 1945 pasal 8 ayat 2 yang berbunyi, “Dalam hal terjadi
kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh
hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk
memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.

g). UUD 1945 pasal 8 ayat 3 yang berbunyi, “Jika Presiden dan Wakil
Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas
kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan
Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh
hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan
siding untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan
calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil
Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan
umum sebelumnya, samapi berakhir masa jabatannya.

h). UUD 1945 pasal 9 ayat 1 yang berbunyi, “Sebelum memangku


jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat”.

i). UU no 27 tahun 2009 pasal 6 ayat 1 yang berbunyi, “Keanggotaan


MPR diresmikan dengan keputusan Presiden.

D. DPR dengan DPD


Hubungan antar DPR dan DPD di atur di dalam :
a). UUD 1945 pasal 22D ayat 1 yang berbunyi, “Dewan Perwakilan
Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah”

b). UUD 1945 pasal 22D ayat 2 yang berbunyi, “Dewan Perwakilan
Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran,
dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;
serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas
rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan
agama.”

c). UUD 1945 pasal 22D ayat 3 yang berbunyi, “Dewan Perwakilan
Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang
mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan
daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil
pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan
pertimbangan untuk ditindaklanjuti.”

d). UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi, “Rancangan undang-


undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden
untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.”

e). UUD 1945 pasal 23E ayat 2 yang berbunyi, “Hasil pemeriksa
keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan
kewenangannya.”
f). UUD 1945 pasal 23F ayat 1 yang berbunyi, “Anggota Badan
Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan
oleh Presiden.”

E. DPR dengan Presiden


Hubungan antar DPR dan Presiden di atur di dalam :
a). UUD 1945 pasal 5 ayat 1 yang berbunyi, “Presiden berhak
mengajukan rancangan Undang-undang kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.”

b). UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden
dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela
maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.”

c). UUD 1945 pasal 7B tentang tata cara pemberhentian Presiden atau
Wakil Presiden oleh DPR

d). UUD 1945 pasal 7C yang berbunyi, “Presiden tidak dapat


membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.”

e). UUD 1945 pasal 11 ayat 1 yang berbunyi, “Presiden dengan


persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

f). UUD 1945 pasal 13 ayat 2 yang berbunyi, “Dalam hal mengangkat
duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
g). UUD 1945 pasal 13 ayat 3 yang berbunyi, “Presiden menerima
penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.”

h). UUD 1945 pasal 14 ayat 2 yang berbunyi, “Presiden memberi amnesti
dan abolisi dengan memperhatikan pertimbanganDewan Perwakilan
Rakyat.”

i). UUD 1945 pasal 20 ayat 2 yang berbunyi, “Setiap rancangan Undang-
undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama.”

j). UUD 1945 pasal 20A mengenai hak-hak DPR

k). UUD 1945 pasal 22 mengenai tata cara pembentukan Undang-Undang

l). UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi, “Rancangan undang-


undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajuka oleh Presiden
untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.

m). UUD 1945 pasal 23F ayat 1 yang berbunyi, “Anggota Badan
Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan
oleh Presiden.”

n). UUD 1945 pasal 24A ayat 3 yang berbunyi, “Calon hakim agung
diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung
oleh Presiden.”

o). UUD 1945 pasal 24B ayat 3 yang berbunyi, “Anggota Komisi Yudisial
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.”
p). UUD 1945 pasal 24C ayat 2 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi
wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
menurut Undang-Undang Dasar.”

q). UUD 1945 pasal 24C ayat 3 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi
mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh
Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung,
tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.”

r). UU no 27 tahun 2009 pasal 74 ayat 2 yang berbunyi, “Keanggotaan


DPR diresmikan dengan keputusan Presiden.”

F. DPR dengan BPK


Hubungan antar DPR dan BPK di atur di dalam :
a). UUD 1945 pasal 23E ayat 2 yang berbunyi, “Hasil pemeriksa
keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan
kewenangannya.”

b). UUD 1945 pasal 23F ayat 1 yang berbunyi, “Anggota Badan
Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan
oleh Presiden.”

c). UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 1 yang berbunyi, “BPK


menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan
kewenangannya.”

d). UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 4 yang berbunyi, “Tata cara


penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD diatur
bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai
dengan kewenangannya.”
e). UU no 15 tahun 2006 pasal 11 mengenai kewenangan Badan
Pemeriksa Keuangan

f). UU no 15 tahun 2006 pasal 14 ayat 1 yang berbunyi, “Anggota BPK


dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.”

g). UU no 15 tahun 2006 pasal 14 ayat 3 yang berbunyi, “Calon anggota


BPK diumumkan oleh DPR kepada publik untuk memperoleh masukan
dari masyarakat.” UU no 15 tahun 2006 pasal 14 ayat 4 yang berbunyi,
“DPR memulai proses pemilihan anggota BPK terhitung sejak tanggal
diterimanya surat pemberitahuan dari BPK sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) dan harus menyelesaikan pemilihan anggota BPK yang
baru, paling lama 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan
Anggota BPK yang lama.”

h). UU no 15 tahun 2006 pasal 21 ayat 2 yang berbunyi, “Pemberhentian


Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diresmikan dengan Keputusan Presiden atas usul BPK atau DPR.”

i). UU no 15 tahun 2006 pasal 35 ayat 2 yang berbunyi, “Anggaran


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh BPK kepada DPR
untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.”

G. DPR dengan MK
Hubungan antar DPR dan MK di atur di dalam :
a). UUD 1945 pasal 24C ayat 2 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi
wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
menurut Undang-Undang Dasar.

b). UUD 1945 pasal 24C ayat 3 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi
mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh
Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung,
tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.”
c). UU no 48 tahun 2009 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi, “Selain
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi
wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran
hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak
pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”

H. DPR dengan MA
Hubungan antar DPR dan MA di atur di dalam :
a). UUD 1945 pasal 24A tentang Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan
hukum acara Mahkamah Agung.

b). UU no 27 tahun 2009 pasal 83 ayat 5 yang berbunyi, “Pimpinan DPR


sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji yang teksnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 yang dipandu oleh Ketua
Mahkamah Agung.”

I. DPD dengan Presiden


Hubungan antar DPR dan MA di atur di dalam :
a). UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi, “Rancangan undang-
undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden
untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.”

b). UUD 1945 pasal 23 ayat 3 yang berbunyi, “Apabila Dewan


Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan
belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.”

c). UUD 1945 pasal 23F ayat 1 yang berbunyi, “Anggota Badan
Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan
oleh Presiden.”

d). UU no 27 tahun 2009 pasal 227 ayat 3 yang berbunyi, “Keanggotaan


DPD diresmikan dengan keputusan Presiden.”

e). UU no 27 tahun 2009 pasal 240 ayat 2 yang berbunyi, “Tugas panitia
kerja dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berasal dari DPR
atau Presiden adalah melakukan pembahasan serta menyusun pandangan
dan pendapat DPD.”

J. DPD dengan BPK


Hubungan antar DPD dan BPK di atur di dalam :
a). UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi, “Rancangan undang-
undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden
untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.”

b).UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 1 yang berbunyi, “BPK


menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan
kewenangannya.”

c).UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 3 yang berbunyi, “Penyerahan hasil


pemeriksaan BPK kepada DPRD dilakukan oleh Anggota BPK atau
pejabat yang ditunjuk.”

d).UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 4 yang berbunyi, “Tata cara


penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD diatur
bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai
dengan kewenangannya.”

e).UU no 15 tahun 2006 pasal 14 ayat 1 yang berbunyi, “Anggota BPK


dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.”
K. Presiden/Wapres dengan MK
Hubungan antar Presiden/Wapres dan MK di atur di dalam :
a). UUD 1945 pasal 24C ayat 2 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi
wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
menurut Undang-Undang Dasar.

b). UUD 1945 pasal 24C ayat 3 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi
mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan
oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah
Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh
Presiden.”

c). UU no 48 tahun 2009 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi, “Selain


kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi
wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”

d). UU no 48 tahun 2009 pasal 34 ayat 1 yang berbunyi, “Hakim


konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung,
3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 (tiga) orang oleh
Presiden.”

L. Presiden/Wapres dengan MA
Hubungan antar Presiden/Wapres dan MA di atur di dalam :
UUD 1945 pasal 24A ayat 3 yang berbunyi, “Calon hakim agung
diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim
agung oleh Presiden.”
M. BPK dengan MA
Hubungan antar BPK dan MA di atur di dalam :
a). UU no 15 tahun 2006 pasal 16 ayat 1 yang berbunyi, “Anggota BPK
sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji
menurut agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.

b).UU no 15 tahun 2006 pasal 16 ayat 2 yang berbunyi, “Ketua dan


Wakil Ketua BPK terpilih wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut
agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.”

c).UU no 15 tahun 2006 pasal 16 ayat 3 yang berbunyi, “Apabila Ketua


Mahkamah Agung berhalangan, sumpah atau janji sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dipandu oleh Wakil Ketua
Mahkamah Agung.”

N. MK dengan MA
Hubungan antar MK dan MA di atur di dalam :
UUD 1945 Aturan Peralihan pasal III yang berbunyi, “Mahkamah
Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan
sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah
Agung.

3.3 Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD Sebelum dan


Sesudah Amandemen
A. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum
Diamandemen
Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD
1945 sebelum diamandemen tertuang dalam penjelasan UUD 1945 tentang tujuh
kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut sebagai berikut.
1. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
2. Sistem Konstitusional.
3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
6. Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak
bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan
Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial.
Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru di bawah
kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah
adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Hamper semua
kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa
melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena
itui tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan
presiden sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan. Mekipun adanya
kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden juga ada dampak positifnya
yaitu presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan
sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid. Sistem
pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik dan
pertentangan antar pejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik
perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia ternyata kekuasaan yang besar
dalam diri presiden lebih banyak merugikan bangsa dan negara daripada
keuntungan yang didapatkanya.
Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad untuk
menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun
pemerintahan yang konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada
konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa konstitusi negara itu
berisi
1. Adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif,
2. Jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.
Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah melakukan
perubahan atau amandemen atas UUD 1945. dengan mengamandemen UUD
1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional, diharapkan dapat
terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya.
Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali,
yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945 yang
telah diamandemen itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia
sekarang ini.

B. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sesudah


Diamandemen
Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi.
Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945
hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih
mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan
adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan
baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.
Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas.
Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi.
2. Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan
presidensial.
3. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan.
Presiden dan wakil presiden dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa
jabatan lima tahun. Untuk masa jabatan 2004-2009, presiden dan wakil
presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
4. Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab
kepada presiden.
5. Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
6. Para anggota dewan merupakan anggota MPR.
7. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya
pemerintahan.
8. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan
peradilan dibawahnya.
Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem
pemerintahan parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan
kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa variasi
dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari
DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun
secara tidak langsung.
2. Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau
persetujuan dari DPR.
3. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan
atau persetujuan dari DPR.
4. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk
undang-undang dan hak budget(anggaran)
Berdasarkan penjelasan UUD 1945, Indonesia menganut sistem
Presidensial. Tapi dalam praktiknya banyak elemen-elemen Sistem
Pemerintahan Parlementer. Jadi dapat dikatakan Sistem Pemerintahan Indonesia
adalah perpaduan antara Presidensial dan Parlementer.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia:
1. Presiden dan menteri selama masa jabatannya tidak dapat dijatuhkan
DPR.
2. Pemerintah punya waktu untuk menjalankan programnya dengan tidak
dibayangi krisis kabinet.
3. Presiden tidak dapat memberlakukan dan atau membubarkan DPR.
Kelemahan Sistem Pemerintahan Indonesia:
1. Ada kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan
di tangan Presiden.
2. Sering terjadinya pergantian para pejabat karena adanya hak perogatif
presiden.
3. Pengawasan rakyat terhadap pemerintah kurang berpengaruh.
4. Pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang mendapat
perhatian.
Simpulan

1.

2.

3. Indonesia menganut budaya demokrasi setelaah masa reformasi dan setelah


turunnya rezim Soeharto. Indonesia menganut demokrasi namun demokrasi
pancasila.

Anda mungkin juga menyukai