PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Jumlah penduduk yang besar dan mempunyai keterampilan hidup yang baik
adalah merupakan potensi sumber daya manusia (SDM) dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi jika jumlah penduduk yang besar tanpa
keterampilan hidup hanya akan menjadi beban kelangsungan hidup suatu negara,
maka hal ini harus segera dicarikan solusinya. Dewasa ini jumlah penduduk di
Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, kalau kita cermati data yang ada
di dinas Sensus Kependudukan Negara ini, dalam setiap tahun, bulan bahkan hari
selalu ada bayi yang lahir, hal ini sangat berpengaruh pada perkembangan
perekonomian Negara, apalagi Negara kita termasuk Negara yang masih
berkembang, dengan begitu melonjaknya jumlah penduduk dari tahun ke tahun,
pemerintah mencanangkan gerakan Keluarga Berencana sebagai salah satu solusi
untuk menghambat kelonjakan pertumbuhan penduduk tersebut, hakikatnya dalam
suatu keluarga berencana itu idealnya hanya memiliki dua orang anak.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia bulan Maret 2013, jumlah
penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah
Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,07 juta orang (11,37 persen),
berkurang sebesar 0,52 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada
September 2012 yang sebesar 28,59 juta orang (11,66 persen). Selama periode
September 2012–Maret 2013, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan
berkurang 0,18 juta orang (dari 10,51 juta orang pada September 2012 menjadi 10,33
juta orang pada Maret 2013), sementara di daerah perdesaan berkurang 0,35 juta
orang (dari 18,09 juta orang pada September 2012 menjadi 17,74 juta orang pada
Maret 2013).
Beberapa wacana yang bergulir di tengah-tengah opini publik adalah
program Keluarga Berencana (KB). Program ini sempat didengung-dengungkan
ketika pemerintah orde baru zaman presiden Soeharto. Mulai dari media cetak
elektronik iklan tentang KB ini terus di kumandangkan laksana seruan suatu
kewajiban bagi masyarakat waktu itu. Namun sekarang kayaknya paradigma itu
mulai bergeser. Ini dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan dan jumlah penduduk
Indonesia menempati urutan ke 4 .yaitu 241.452.952 jiwa setelah Republik Rakyat
Cina sejumlah 1.298.847.624 jiwa, RRT (Hongkong dan Makau) sejumlah
1.306.148.035 jiwa dan negara Amerika 297.336.946 jiwa.
Penduduk Indonesia yang mana mayoritas menganut agama islam
mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang setiap kebijakan-kebijakan
yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini khususnya kebijakan tentang
Keluarga Berencana. Untuk itu diharapakan agar umat islam khususnya
memperhatikan dan menerapkan pentingnya keluraga berencana tersebut dalam
setiap mereka melangsungkan perkawinan, disini perlu kita ketahui bersama bahwa
antara maksud dan tujuan agama Islam (maqasih syari’ah) dari adanya pernikahan
adalah untuk mendapatkan keturunan (littanasul) dan menghindari suami atau isteri
jatuh kepada perbuatan zina. Oleh karena itu, dalam banyak hadits disebutkan bahwa
Rasulullah saw memerintahkan ummatnya untuk menikahi wanita yang penyayang
dan subur (untuk memperoleh keturunan). Dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam
Ahmad dari Anas bin Malik disebutkan artinya: “Dari Anas bin Malik, bahwasannya
Rasulullah saw memerintahkan kami untuk menikah, dan melarang dengan sangat
keras untuk tidak menikah”. Beliau kemudian bersabda: “Nikahilah oleh kalian
(perempuan) yang penyayang dan subur untuk memperoleh keturunan, karena
sesungguhnya saya kelak pada hari Kiamat adalah yang paling banyak ummatnya”
(HR. Ahmad).
Bahkan, bukan hanya itu, dalam sebuah hadits shahih lainnya yang
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasai, dari Ma’qal bin Yasar, bahwa
seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw sambil berkata: “Ya Rasulullah, saya
mendapatkan seorang wanita dari keturunan yang sangat baik dan sangat cantik,
akan tetapi dia mandul (tidak dapat hamil), apakah saya boleh menikahinya?”
Rasulullah saw menjawab: “Nikahilah oleh kamu (perempuan) yang penyayang dan
subur, karena aku kelak pada hari Kiamat yang paling banyak ummatnya”.
Keluarga Berencana secara prinsipil dapat diterima oleh Islam, bahkan
keluarga berencana dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas
dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam
yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi umatnya. Selain itu, program KB juga
memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan, yaitu
dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemudlaratan maka tidak diragukan
untuk ikut dalam program KB dalam Islam. Namun, Permasalahan terkait KB harus
dibahas menjadi 2 aspek, karena setiap aspek memiliki hukum cabang yang berbeda-
beda. pertama aspek tujuan dari seseorang itu KB dan kedua aspek bagaimana ia
KB?
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah
ini adalah:
1. Apakah keluarga berencana tersebut diatur dalam hukum islam?
2. Apakah Islam meperbolehkan keluarga berencana tersebut?
3. Bagaimana implikasinya terhadap laju pertumbuhan penduduk di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 195, yang artinya: “Janganlah
kalian menjerumuskan diri dalam kerusakan”.
Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan hal ini
sesuai dengan hadits Nabi: “Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati
kekufuran”.
Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran
anak terlalu dekat sebagai mana hadits Nabi: “Jangan bahayakan dan jangan
lupa membahayakan orang lain.
Hadis Muslim meriwayatkan: “Saat Nabi di laporkan bahwa menurut orang -
orang yahudi azl adalah merupakan pembunuhan kecil, maka Nabi
bersabda:”orang-orang yahudi itu dusta. kalau Alloh berkehendak untuk
menjadikannya hamil ,maka walau azl, tetap tidak akan bisa menolaknya”.
Jadi, kalau kita masih juga ngebet untuk berusaha membatasi kelahiran ,maka
agar aman secara agama, maka kita sebaiknya mengerjakan cara azl saja,
yaitu mengeluarkan sperma di luar rahim disaat akan keluar. Sedangkan
memakai Kondom, boleh kita pilih sebagai alternatif, karena cara kerja
kondom hampir mirip dengan azl,yaitu ‘membuang’ sperma di luar rahim.
Jadi secara dalil aqli, kondom dianggap boleh dipakai sebagai alternatif
selain Azl
• Bonus Demografi
Dinamika penduduk menyebabkan transisi demografi dimana terjadi
penurunan fertilitas dalam jangka panjang menyebabkan perubahan struktur
penduduk terutama penduduk usia produktif dan non produktif diidentifikasi dengan
rasio ketergantungan yaitu rasio antara penduduk non produktif terhadap penduduk
usia produktif. Keuntungan ekonomis akibat penurunan Rasio Ketergantungan
disebut dengan Bonus Demografi atau dikenal dengan demographic dividend atau
demographic giff. Turunnya rasio ketergantungan pada suatu saat akan mencapai
titik terendah dan berbalik meningkat kembali, pada saat menunjukkan angka yang
paling terendah yang biasanya berada dibawah 50%, disebut dengan Jendela
Kesempatan (The Window of Opportunity) dimana kesempatan tersebut sangat
singkat hanya terjadi satu kali saja dalam satu dekade seluruh berjalanan kehidupan
penduduk. Penurunan proporsi penduduk muda mengurangi besarnya investasi untuk
pemenuhan kebutuhan mereka, sehingga sumber daya dapat dialihkan kegunaannya
untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan keluarga.
Keluarga Berencana dengan program pengaturan kelahiran mempunyai pengaruh
besar dalam terwujudnya Bonus Demografi. Bila pengaturan kelahiran melalui
Keluarga Berencana berhasil maka pemerintah dapat
mengalihkan biaya dari sektor makanan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan
dari penduduk tercegah pada pengembangan sektor pertanian, Industri dalam
penyediaan sektor kesempatan kerja.
3. Fertilitas
Angka Kelahiran atau TFR menunjukkan rata-rata jumlah anak yang
dilahirkan oleh seorang wanita sampai dengan akhir masa reproduksinya.Secara
Nasional TFR hasil SDKI tahun 2007 sebesar 2,6%. Tingkat Kabupaten/Kota angka
kelahiran ditunjukkan dengan Angka Kelahiran Kasar (CBR), yaitu jumlah kelahiran
per 1000 penduduk dalam suatu periode tertentu.
Berdasarkan kuantitasnya, penduduk Indonesia tergolong sangat besar namun dari
segi kualitasnya masih memprihatinkan dan tertinggal dibandingkan negara Asean
lainnya. Penduduk sebenarnya merupakan fenofena yang netral. Penduduk yang
besar dengan kualitas yang tinggi sebenarnya adalah aset bagi pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi, sedangkan penduduk yang besar tidak disertai dengan
kualitas yang memadai nampaknya bukan menjadi aset tetapi justru beban
pembangunan, dan menyulitkan Pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan. Program KB menjadi faktor penentu keberhasilan
sasaran pembangunan yang saling terkait dengan kuantitas dan kualitas penduduk.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhirnya dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan:
B. SARAN
Pada akhir penulisan ini penulis mengajak kepada semua komponen di negeri
ini, baik masyarakat secara khusus atau pemerintah secara umum untuk benar-benar
mengimplementasikan program KB ini. Hal ini dimaksudkan agar ke depan lonjakan
jumlah penduduk lebih terkontrol lagi dalam pemerataan pendapatan nasional. Sebab
jika jumlah penduduk yang besar tanpa diimbangi keterampilan hidup dari warganya
hanya akan menjadi beban pemerintah saja. Walaupun dalam UUD 1945 dikatakan
bahwa anak-anak terlantar dan orang tua dilindungi oleh negara. Tentu jika ini
terjadi menjadikan kontradiksi sendiri bagi pemerinta dan akan sulit untuk
menciptakan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan harapan dan amanah
pancasila yaitu sila ke lima.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Umran, Islam dan KB (PT Lentera Basritama: jakarta. 1997.
Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 1997.
Chuzamah, T. Yangro dkk. (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer, Pustaka
Firdaus, Jakarta. 2002.
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, PT Toko Gunung Agung, Jakarta, 1997
Musthafa Kamal, Fiqih Islam, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta. 2002.
Rahimahullah, (2004, 4 Desember). Hukum KB dalam islam. Diakses 5 Desember
2010, dari http://blog.vbaitullah.or.id/2003/02/22/48-hukum-kb-dalam-islam/