Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jumlah penduduk yang besar dan mempunyai keterampilan hidup yang baik
adalah merupakan potensi sumber daya manusia (SDM) dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi jika jumlah penduduk yang besar tanpa
keterampilan hidup hanya akan menjadi beban kelangsungan hidup suatu negara,
maka hal ini harus segera dicarikan solusinya. Dewasa ini jumlah penduduk di
Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, kalau kita cermati data yang ada
di dinas Sensus Kependudukan Negara ini, dalam setiap tahun, bulan bahkan hari
selalu ada bayi yang lahir, hal ini sangat berpengaruh pada perkembangan
perekonomian Negara, apalagi Negara kita termasuk Negara yang masih
berkembang, dengan begitu melonjaknya jumlah penduduk dari tahun ke tahun,
pemerintah mencanangkan gerakan Keluarga Berencana sebagai salah satu solusi
untuk menghambat kelonjakan pertumbuhan penduduk tersebut, hakikatnya dalam
suatu keluarga berencana itu idealnya hanya memiliki dua orang anak.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia bulan Maret 2013, jumlah
penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah
Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,07 juta orang (11,37 persen),
berkurang sebesar 0,52 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada
September 2012 yang sebesar 28,59 juta orang (11,66 persen). Selama periode
September 2012–Maret 2013, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan
berkurang 0,18 juta orang (dari 10,51 juta orang pada September 2012 menjadi 10,33
juta orang pada Maret 2013), sementara di daerah perdesaan berkurang 0,35 juta
orang (dari 18,09 juta orang pada September 2012 menjadi 17,74 juta orang pada
Maret 2013).
Beberapa wacana yang bergulir di tengah-tengah opini publik adalah
program Keluarga Berencana (KB). Program ini sempat didengung-dengungkan
ketika pemerintah orde baru zaman presiden Soeharto. Mulai dari media cetak
elektronik iklan tentang KB ini terus di kumandangkan laksana seruan suatu
kewajiban bagi masyarakat waktu itu. Namun sekarang kayaknya paradigma itu
mulai bergeser. Ini dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan dan jumlah penduduk
Indonesia menempati urutan ke 4 .yaitu 241.452.952 jiwa setelah Republik Rakyat
Cina sejumlah 1.298.847.624 jiwa, RRT (Hongkong dan Makau) sejumlah
1.306.148.035 jiwa dan negara Amerika 297.336.946 jiwa.
Penduduk Indonesia yang mana mayoritas menganut agama islam
mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang setiap kebijakan-kebijakan
yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini khususnya kebijakan tentang
Keluarga Berencana. Untuk itu diharapakan agar umat islam khususnya
memperhatikan dan menerapkan pentingnya keluraga berencana tersebut dalam
setiap mereka melangsungkan perkawinan, disini perlu kita ketahui bersama bahwa
antara maksud dan tujuan agama Islam (maqasih syari’ah) dari adanya pernikahan
adalah untuk mendapatkan keturunan (littanasul) dan menghindari suami atau isteri
jatuh kepada perbuatan zina. Oleh karena itu, dalam banyak hadits disebutkan bahwa
Rasulullah saw memerintahkan ummatnya untuk menikahi wanita yang penyayang
dan subur (untuk memperoleh keturunan). Dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam
Ahmad dari Anas bin Malik disebutkan artinya: “Dari Anas bin Malik, bahwasannya
Rasulullah saw memerintahkan kami untuk menikah, dan melarang dengan sangat
keras untuk tidak menikah”. Beliau kemudian bersabda: “Nikahilah oleh kalian
(perempuan) yang penyayang dan subur untuk memperoleh keturunan, karena
sesungguhnya saya kelak pada hari Kiamat adalah yang paling banyak ummatnya”
(HR. Ahmad).
Bahkan, bukan hanya itu, dalam sebuah hadits shahih lainnya yang
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasai, dari Ma’qal bin Yasar, bahwa
seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw sambil berkata: “Ya Rasulullah, saya
mendapatkan seorang wanita dari keturunan yang sangat baik dan sangat cantik,
akan tetapi dia mandul (tidak dapat hamil), apakah saya boleh menikahinya?”
Rasulullah saw menjawab: “Nikahilah oleh kamu (perempuan) yang penyayang dan
subur, karena aku kelak pada hari Kiamat yang paling banyak ummatnya”.
Keluarga Berencana secara prinsipil dapat diterima oleh Islam, bahkan
keluarga berencana dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas
dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam
yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi umatnya. Selain itu, program KB juga
memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan, yaitu
dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemudlaratan maka tidak diragukan
untuk ikut dalam program KB dalam Islam. Namun, Permasalahan terkait KB harus
dibahas menjadi 2 aspek, karena setiap aspek memiliki hukum cabang yang berbeda-
beda. pertama aspek tujuan dari seseorang itu KB dan kedua aspek bagaimana ia
KB?

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang diatas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah
ini adalah:
1. Apakah keluarga berencana tersebut diatur dalam hukum islam?
2. Apakah Islam meperbolehkan keluarga berencana tersebut?
3. Bagaimana implikasinya terhadap laju pertumbuhan penduduk di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

A. PERSPEKTIF KB MENURUT ISLAM

1. Defenisi Keluarga Berencana


Keluarga berencana (KB) adalah istilah resmi yang dipakai dalam
lembaga-lembaga Negara kita seperti BKKBN. Keluarga Berencana juga
mempunyai arti yang sama dengan istilah arab ”tandhdimunnahli” yang artinya
pengaturan kelahiran, bukan ”tahdziidhunnahli” yang artinya pembatasan kelahiran.
Sementara dalam literatur keluarga berencana berarti pasangan suami istri yang telah
mempunyai perencanaan yang kongkrit mengenai kapan anaknya diharapkan lahir
agar setiap anaknya lahir disambut dengan rasa gembira dan syukur dan
merencanakan berapa anak yang dicita-citakan, yang disesuaikan dengan
kemampuannya dan situasi kondisi masyarakat dan negaranya.

2. Keluarga Berencana Dalam Agama Islam


a. Pandangan Al-Qur’an Tentang Keluarga Berencana
Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu
kita laksanakan dalam kaitannya dengan KB diantaranya ialah Surat An-Nisa’ ayat 9,
yang artinya:
“Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah. Mereka khawatir terhadap kesejahteraan
mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah
mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Selain ayat diatas masih banyak ayat yang berisi petunjuk tentang pelaksanaan KB
diantaranya ialah surat al-Qashas: 77, al-Baqarah: 233, Lukman: 14, al-Ahkaf: 15,
al-Anfal: 53, dan at-Thalaq: 7. Dari ayat-ayat diatas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa petunjuk yang perlu dilaksanakan dalam KB antara lain, menjaga kesehatan
istri, mempertimbangkan kepentingan anak, memperhitungkan biaya hidup brumah
tangga.

b. Pandangan al-Hadits Tentang Keluarga Berencana


Dalam Hadits Nabi diriwayatkan: “sesungguhnya lebih baik bagimu
meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan dari pada meninggalkan
mereka menjadi beban atau tanggungan orang banyak”. Dari hadits ini menjelaskan
bahwa suami istri mempertimbangkan tentang biaya rumah tangga selagi keduanya
masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain.
Dengan demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama.

B. HUKUM KELUARGA BERENCANA

1. Menurut al-Qur’an dan Hadits


Sebenarnya dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ada nas yang shoreh yang
melarang atau memerintahkan KB secara eksplisit, karena hukum ber-KB harus
dikembalikan kepada kaidah hukum Islam. Tetapi dalam al-Qur’an ada ayat-ayat
yang berindikasi tentang diperbolehkannya mengikuti program KB, yakni karena
hal-hal berikut:

 Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 195, yang artinya: “Janganlah
kalian menjerumuskan diri dalam kerusakan”.
 Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan hal ini
sesuai dengan hadits Nabi: “Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati
kekufuran”.
 Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran
anak terlalu dekat sebagai mana hadits Nabi: “Jangan bahayakan dan jangan
lupa membahayakan orang lain.
 Hadis Muslim meriwayatkan: “Saat Nabi di laporkan bahwa menurut orang -
orang yahudi azl adalah merupakan pembunuhan kecil, maka Nabi
bersabda:”orang-orang yahudi itu dusta. kalau Alloh berkehendak untuk
menjadikannya hamil ,maka walau azl, tetap tidak akan bisa menolaknya”.
Jadi, kalau kita masih juga ngebet untuk berusaha membatasi kelahiran ,maka
agar aman secara agama, maka kita sebaiknya mengerjakan cara azl saja,
yaitu mengeluarkan sperma di luar rahim disaat akan keluar. Sedangkan
memakai Kondom, boleh kita pilih sebagai alternatif, karena cara kerja
kondom hampir mirip dengan azl,yaitu ‘membuang’ sperma di luar rahim.
Jadi secara dalil aqli, kondom dianggap boleh dipakai sebagai alternatif
selain Azl

2. Menurut Pandangan Ulama’


• Ulama’ yang memperbolehkan
Diantara ulama’ yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh al-
Hariri, Syaikh Syalthut, Ulama’ yang membolehkan ini berpendapat bahwa
diperbolehkan mengikuti progaram KB dengan ketentuan antara lain, untuk menjaga
kesehatan si ibu, menghindari kesulitan ibu, untuk menjarangkan anak. Mereka juga
berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan karena
pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap ketujuh dari penciptaan.
Mereka mendasarkan pendapatnya pada surat al-Mu’minun ayat: 12, 13, 14.

• Ulama’ yang melarang


Selain ulama’ yang memperbolehkan ada para ulama’ yang melarang
diantaranya ialah Prof. Dr. Madkour, Abu A’la al-Maududi. Mereka melarang
mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk membunuh keturunan seperti firman
Allah:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut (kemiskinan) kami
akan memberi rizkqi kepadamu dan kepada mereka”.
Syaikh Shaleh al-Fauzan berkata: “Aku tidak menyangka ada seorang ulama ahli
fikih pun yang menghalalkan (membolehkan) mengonsumsi obat-obatan pencegah
kehamilan, kecuali jika ada sebab (yang dibenarkan) dalam syariat, seperti jika
seorang wanita tidak mampu menanggung kehamilan (karena penyakit), dan
(dikhawatirkan) jika dia hamil akan membahayakan kelangsungan hidupnya. Maka
dalam kondisi seperti ini dia (boleh) mengonsumsi obat-obatan pencegah kehamilan,
disebabkan dia tidak (mampu) menanggung kehamilan, karena kehamilan
(dikhawatirkan) akan membahayakan hidupnya, maka dalam kondisi seperti ini
boleh mengonsumsi obat-obatan pencegah kehamilan, karena darurat (terpaksa).
Adapun mengonsumsi obat-obatan pencegah kehamilan tanpa ada sebab (yang
dibenarkan) dalam syariat, maka ini tidak boleh (diharamkan), karena kehamilan dan
keturunan (adalah perkara yang) diperintahkan dalam Islam (untuk memperbanyak
jumlah kaum muslimin). Maka jika mengonsumsi obat-obatan pencegah kehamilan
itu (bertujuan untuk) menghindari (banyaknya) anak dan karena (ingin) membatasi
(jumlah) keturunan, sebagaimana yang diserukan oleh musuh-musuh Islam, maka ini
diharamkan (dalam Islam), dan tidak ada seorang pun dari ulama ahli fikih yang
diperhitungkan membolehkan hal ini. Adapun para ahli kedokteran mungkin saja
mereka membolehkannya, karena mereka tidak mengetahui hukum-hukum syariat
Islam (al-Muntaqa min fatawa al-Fauzan (89/25)).
Dalam fatwa Lajnah Daimah: “…Berdasarkan semua itu, maka membatasi
(jumlah keturunan) diharamkan secara mutlak (dalam Islam), (demikian juga)
mencegah kehamilan diharamkan, kecuali dalam kondisi-kondisi tertentu yang
jarang (terjadi) dan tidak umum, seperti dalam kondisi yang mengharuskan wanita
yang hamil untuk melahirkan secara tidak wajar, dan kondisi yang memaksa wanita
yang hamil melakukan operasi (caesar) untuk mengeluarkan bayi (dari
kandungannya), atau kondisi yang jika seorang wanita hamil maka akan
membahayakannya karena adanya penyakit atau (sebab) lainnya. Ini semua
dikecualikan dalam rangka untuk menghindari mudharat (bahaya) dan menjaga
kelangsungan hidup (bagi wanita tersebut), karena sesungguhnya syariat Islam
datang untuk mewujudkan kemaslahatan (kebaikan) dan mencegah kerusakan…
(Majallatul Buhuutsil Islaamiyyah (5/127)).

C. BATASAN KELUARGA BERENCANA DALAM ISLAM


Mengenai boleh atau tidaknya keluarga berencana dalam islam, terjadi pro dan
kontra, ada yang melarang dan ada yang memperbolehkan seperti yang diuraikan
sebelumnya. Walaupun demikian dalam karya tulis ini saya setuju dengan
dibolehkannya kelurga berencana, karena dengan begitu akan mempermudah
pemerintah untuk pemerataan perekonomian sebagai salah satu upaya pemerintah
dalam mensejahterakan warga negaranya. Ada banyak pendapat mengenai boleh atau
tidaknya KB dalam pandangan islam antara lain:

 Mahmud Syaitut berpendapat, kalau program KB itu dimaksudkan sebagai


usaha pembatasan anak dalam jumlah tertentu, misalnya hanya 3 anak untuk
setiap keluarga dalam segala kondisi tanpa kecuali, maka hal tersebut
bertentangan dengan syariat Islam, hukum alam dan hikmah Allah
menciptakan manusia ditengah-tengah alam semesta ini untuk kesejahteraan
hidupnya. Tetapi jika kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara
atau untuk selamanya , sehubungan dengan kondisi khusus, baik untuk
kepentingan keluarga yang bersangkutan maupun untuk kepentingan
masyarakat dan negara tidak dilarang oleh agama. Misalnya suami/istri
menderita penyakit yang berbahaya yang bisa menurun kepada
keturunannya.(Vide Mahmud Syaitut, Al-Fatawa . Darul Qalam, s.a,
hlm.294-297)
 Dari abu Said al-Khudri ra., dia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam
pernah ditanya mengenai Azl (yaitu mengeluarkan mani diluar kemaluan istri
waktu jima’), beliau bersabda: Tidak ada mudharat jika kalian tidak
melakukan azl, karena sesungguhnya hal itu hanyalah berkenaan dengan
takdir Allah. Dan Muhammad(salah seorang rawi dalam hadits ini) berkata,
dan sabda beliau: Tidak ada mudharat jika kalian tidak melakukannya”, itu
lebih mendekati larangan. (HR. Muslim: 2602). Dan hadits, berikut: Dari
Abu Sa’id al-Khudri dia berkata; masalah Azl pernah dibicarakan di hadapan
Rasulullah SAW, lantas beliau bersabda: kenapa kalian melakukan hal itu? –
beliau tidak bersabda: janganlah salah seorang dari kalian melakukan hal itu-
sesungguhnya tidak ada jiwa yang telah diciptakan, melainkan Allah Azza
wa Jalla-lah Penciptanya (HR. Muslim 2604). Mengenai Syarah hadits ini
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: lafadz “kenapa kalian melakukan hal itu? –
beliau tidak bersabda: janganlah salah seorang dari kalian melakukan hal itu”
ini mengisyaratkan bahwa beliau tidak melarang secara tegas kepada mereka,
tetapi hanya mengisyaratkan bahwa yang terbaik adalah tidak melakukannya.
Karena ‘azl dilakukan hanyalah karena khawatir memperoleh anak, padahal
perbuatan ini tidak ada gunanya. Karena jika Allah telah menciptakan anak
maka ‘azl tidak dapat menghalangi-Nya. (Ibnu Hajar Al-Atsqalani, Fathul
Baari, juz IX hal 307). Dari Ibarat yang diberikan Ibnu Hajar diatas bisa kita
lihat bahwa larangannya tidak bersifat tegas, tetapi dianjurkan untuk tidak
dilakukan karena hal ini adalah sia-sia, maka hukumnya untuk hal semacam
ini adalah makruh.

Jika program Keluarga Berencana (KB) dimaksudkan untuk membatasi


kelahiran, maka hukumnya tidak boleh. Karena Islam tidak mengenal pembatasan
kelahiran (tahdid an-nasl). Bahkan, terdapat banyak hadits yang mendorong umat
Islam untuk memperbanyak anak. Misalnya: Tidak bolehnya membunuh anak
apalagi karena takut miskin (QS. al-Isra’: 31), perintah menikahi perempuan yang
subur dan banyak anak, penjelasan yang menyebutkan bahwa Rasulullah berbangga
di Hari Kiamat dengan banyaknya pengikut beliau (HR. Nasa’i, Abu Dawud, dan
Ahmad), dan sebagainya. Yang dikenal dalam Islam adalah pengaturan kelahiran
(tanzhim an-nasl). Hal ini didasarkan pada para sahabat yang melakukan azal di
masa Nabi, dan beliau tidak melarang hal tersebut. (HR. Bukhari dan Muslim). Azal
adalah mengeluarkan sperma di luar rahim ketika terasa akan keluar, atau istilah
medisnya Coitus interuptus atau senggama terputus, yaitu dilakukan sewaktu
berhubungan suami isteri , dimana pengeluaran dari sperma dilakukan diluar vagina.
Beberapa alasan yang membenarkan pengaturan kelahiran antara lain:
pertama, kekhawatiran akan kehidupan dan kesehatan ibu jika ia hamil atau
melahirkan, berdasarkan pengalaman atau keterangan dari dokter yang terpercaya.
Firman Allah: “Dan janganlah kalian campakkan diri kalian dalam kebinasaan.” (QS.
al-Baqarah: 195)., khawatir akan kesulitan materi yang terkadang menyebabkan
munculnya kesulitan dalam beragama, lalu menerima saja sesuatu yang haram dan
melakukan hal-hal yang dilarang demi anak-anaknya. Allah berfirman: “Allah
menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan.” (QS. al-
Baqarah: 185). Ketiga, alasan kekhawatiran akan nasib anak-anaknya; kesehatannya
buruk atau pendidikannya tidak teratasi). Alasan lainnya adalah agar bayi
memperoleh susuan dengan baik dan cukup, dan dikhawatirkan kehadiran anak
selanjutnya dalam waktu cepat membuat hak susuannya tidak terpenuhi. Membatasi
anak dengan alasan takut miskin atau tidak mampu memberikan nafkah bukanlah
alasan yang dibenarkan. Sebab, itu mencerminkan kedangkalan akidah, minimnya
tawakal dan keyakinan bahwa Allah Maha Memberi rezeki. Allah Swt. berfirman:
“Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah
yang memberi rezeki kepada mereka dan kepada kalian.” (QS. al-Isra: 31).
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa didalam Al-qur`an dan
Hadist , yang merupakan sumber pokok hukum Islam dan yang menjadi pedoman
hidup umat islam, tidak ada nas yang sharih (clear steatment) yang melarang ataupun
yang memerintahkan ber-KB secara eksplisit. Karena itu hukum ber-KB harus
dikembalikan kepada kaidah kaidah hukum islam yang menyatakan Pada dasarnya
segala sesuatu perbuatan itu boleh , kecuali ada dalil yang menunjukan
keharamannya.
Selain berpegang dengan kaidah hukum islam tersebut diatas , kita juga bisa
menemukan beberapa ayat Al-qur`an dan Hadist Nabi yang memberikan indikasi,
bahwa pada dasarnya Islam memperbolehkan orang ber-KB. Bahkan kadang-kadang
hukum ber-KB itu bisa berubah dari mubah (boleh) menjadi sunah, wajib makruh
atau haram , seperti halnya hukum perkawinan bagi orang islam yang hukum asalnya
mubah. Tetapi hukum mubah ini bisa berubah sesuai dengan kondisi dan situasi
individu muslim yang bersangkutan dan juga memperhatikan perubahan zaman,
tempat dan keadaan masyarajkat dan negara. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum
islam yang artinya: hukum – hukum itu bisa berubah sesuai dengan perubahan
zaman tempat dan keadaan. Ayat-ayat Al-qur`an yang dapat dijadikan dalil untuk
dibenarkan ber-KB antara lain:

• Surat An-nisa ayat 9 yang artinya


”Dan hendaklah orang-orang merasa khawatir kalau mereka meninggalkan
dibelakang mereka anak cucu yang lemah , yang mereka khawatir akan
kesejahteraanya . oleh karena itu hendaknya merka bertakwa kepada Allah dan
hendaknya mengucapkan yang benar”
.
• Surat Al-Baqarah ayat 233 yang artinya :
”Para ibu hendaknya menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
orang yang ingin menyempurnakan penyusuannya. Dan ayah berkewajiban memberi
makan dan pakaian kepada ibu dengna cara yang patut. Seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya . Janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan ahli warisnya berkewajiban demekian. Apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengna kerelaan dari keduannya
untuk musyawarah , maka tidak adadosa atau keduanya. Dan jika ingin anaknya
disusukan oleh orang lain , maka tidak ada dosa baginya apabila kamu memberikan
pembayaran mneurut yang patut. Bertakwalah kepada Allh dan ketahuilah bahwa
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.

• Surat Luqman ayat 14, yang artinya:


”Dan Kami amanatkan kepada manusia terhadap kedua orang tuanya. Ibunya yang
telah mengandung dalam keadaan lemah dan telah menyapihnya dalam dua tahun .
bersyukurlah kepada-KU dan kepada orang tuamu. KepadaKu-lah kamu kembali.”
Dari ayat-ayat diatas memberi petunjuk kepada kita bahwa kita perlu melaksanakan
perencanaan keluarga atas dasar mencapai keseimbangan antara mendapatkan
keturunan dengan:

 Terpeliharanya kesehatan ibu anak, terjaminnya keselamatan jiwa ibu karena


beban jasmani dan rohani selama hamil , melahirkan, menyusui dan
memelihara anak serta timbulbya kejadian-kejadian yang tidak diinginkan
dalam keluarganya.
 Terpeliharanya kesehatan jiwa , kesehatan jasmani dan rohani anak serta
tersedianya pendidikan bagi anak
 Terjaminnya keselamatan agama orang tua yang dibebani kewajiban
mencukupkan kebutuhan hidup keluarga
 Dalan ber-KB islam membolehkan untuk KB coitus Interuptus, IUD dan
laktasi, tetapi untuk KB yang sifatnya sterilisasi seperti vasektomi dan
tubektomi yang berakibat pemandulan tetap hal ini dilarang dalam agama,
karena ada beberpa hal yang prinsipal, yaitu sterilisasi bertentangan dengan
tujuan pokok perkawinan menurut islam, yakni perkawinan lelaki dan wanita
selain bertujuan unutk mendapatkan kebhagiaan suami istri dalam hidupnya
dunia akhirat, jiga unutk mendapatkan keturunan yang sah yang diharapakan
menjadi anak yang saleh sebagai penerus cita-citanya. Mengubah ciptaan
Tuhan dengan jalan memotong dan menghilangkan sebagian tubuh yang
sehat dan berfungsi (saluran telur). Melihat aurat orang lain (aurat besar),
karena pada dasarnya islam melarang orang melihat aurat orang lain
meskipun sama jenis kelaminnya, kecuali dalam keadaan emergency/ darurat.

D. IMPLIKASINYA KB TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK


DI INDONESIA

1. Manfaat dan Dampak Program KB


Melalui program KB akan memberikan keuntungan berkurangnya belanja
konsumsi disebabkan kelahiran dapat dicegah dapat dialihkan dari belanja yang tidak
dikonsumsikan ke belanja untuk masyarakat secara luas. Biaya konsumsi yang dapat
dialihkan karena penurunan kehamilan dan kelahiran menyangkut :

 Biaya Antenatal Care ( ANC)


 Biaya persalinan
 Biaya komplikasi kehamilan dan persalinan yang mungkin timbul seperti
pendarahan, abortus, gangguan kesehatan bayi
 Biaya perawatan nifas
 Biaya makan dan memelihara bayi dan anak dalam rangka memenuhi gizi
anak

Manfaat lain dari pelaksanaan Program KB, pemerintah mempunyai ”Public


Saving” dengan cara mempangkas subsidi biaya pelayanan sosial (Pendidikan,
Kesehatan). Sebagai gambaran terhadap ”Public Saving”untuk Provinsi Bengkulu
dalam 3 - 4 tahun kedepan dapat mengalihkan subsidi biaya pendidikan dan
kesehatan sebesar Rp. 28.397.611.200, yang mana dana tersebut dapat dialihkan
pada sektor pertanian, perkebunandan industri dalam memberikan kesempatan kerja
dan penghasilan keluarga.

Perhitungan diatas memperlihatkan keuntungan ekonomi untuk


pemerintah mendapatkan public saving lebih besar dibandingkan biaya yang harus
dikeluarkan untukprogram KB. Selain pemerintah mempunyai ”Public
Saving”,keluarga jugamempunyai tabunganindividu (Private Saving) sebagai akibat
menurunnya pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, sandang, pangan, papan.
Pengurangan ini keluarga dapat meningkatkan produktivitas salah satunya
meningkatkan status gizi.
Bila Pemerintah kurang perhatian terhadap masalah kependudukan dapat
memberikan dampak sosial diantaranya tidak tersedianya lapangan kerja
menyebabkan banyak pengangguran, akibatnya masyarakat menjadi miskin,
kriminalitasmeningkat, anak jalanan dan penyakit sosial masyarakat seperti
pelacuran, Trafficking. Dampak lain tidak terkendalinya penduduk,pemerintah harus
menyiapkan lahan untuk perumahan, bila masalah perumahan tidak terpenuhi dan
teratur membawa dampak perkampungan padat, kumuh, polusi, pemenuhan air
bersihkurang, lingkungan sosial kurang sehat.
Pemerintah baik pusat maupun daerah harus meratifikasi delapan (8) isu pokok
kesepakatan Millenium Development Goals (MDGs), yaitu a) Menghapuskan
kemiskinan dan kelaparan berat; b) Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua
orang; c) Mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; d)
Menurunkan angka kematian anak; e) Meningkatkan kesehatan maternal; f)
Melawan persebaran HIV/AIDS, dan penyakit kronis lainnya (malaria dan
turberkulosa); g) Menjamin keberlanjutan lingkungan; h) Mengembangkan
kemitraan global untuk pembangunan.

2. Program KB dan Implikasi Terhadap Kependudukan


• Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Indonesia diprediksikan akan menjadi sekitar 263 juta pada
tahun 2025 (Bappenas, 2005) Proyeksi tersebut kemungkinan tidak akan banyak
berubah jika pengelolaan program KB dilaksanakan seperti saat ini. Namun jumlah
tersebut sangat mungkin meningkat, apabila intensitas dan frekuensi pengelolaan
program KB menurun

• Bonus Demografi
Dinamika penduduk menyebabkan transisi demografi dimana terjadi
penurunan fertilitas dalam jangka panjang menyebabkan perubahan struktur
penduduk terutama penduduk usia produktif dan non produktif diidentifikasi dengan
rasio ketergantungan yaitu rasio antara penduduk non produktif terhadap penduduk
usia produktif. Keuntungan ekonomis akibat penurunan Rasio Ketergantungan
disebut dengan Bonus Demografi atau dikenal dengan demographic dividend atau
demographic giff. Turunnya rasio ketergantungan pada suatu saat akan mencapai
titik terendah dan berbalik meningkat kembali, pada saat menunjukkan angka yang
paling terendah yang biasanya berada dibawah 50%, disebut dengan Jendela
Kesempatan (The Window of Opportunity) dimana kesempatan tersebut sangat
singkat hanya terjadi satu kali saja dalam satu dekade seluruh berjalanan kehidupan
penduduk. Penurunan proporsi penduduk muda mengurangi besarnya investasi untuk
pemenuhan kebutuhan mereka, sehingga sumber daya dapat dialihkan kegunaannya
untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan keluarga.
Keluarga Berencana dengan program pengaturan kelahiran mempunyai pengaruh
besar dalam terwujudnya Bonus Demografi. Bila pengaturan kelahiran melalui
Keluarga Berencana berhasil maka pemerintah dapat
mengalihkan biaya dari sektor makanan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan
dari penduduk tercegah pada pengembangan sektor pertanian, Industri dalam
penyediaan sektor kesempatan kerja.

3. Fertilitas
Angka Kelahiran atau TFR menunjukkan rata-rata jumlah anak yang
dilahirkan oleh seorang wanita sampai dengan akhir masa reproduksinya.Secara
Nasional TFR hasil SDKI tahun 2007 sebesar 2,6%. Tingkat Kabupaten/Kota angka
kelahiran ditunjukkan dengan Angka Kelahiran Kasar (CBR), yaitu jumlah kelahiran
per 1000 penduduk dalam suatu periode tertentu.
Berdasarkan kuantitasnya, penduduk Indonesia tergolong sangat besar namun dari
segi kualitasnya masih memprihatinkan dan tertinggal dibandingkan negara Asean
lainnya. Penduduk sebenarnya merupakan fenofena yang netral. Penduduk yang
besar dengan kualitas yang tinggi sebenarnya adalah aset bagi pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi, sedangkan penduduk yang besar tidak disertai dengan
kualitas yang memadai nampaknya bukan menjadi aset tetapi justru beban
pembangunan, dan menyulitkan Pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan. Program KB menjadi faktor penentu keberhasilan
sasaran pembangunan yang saling terkait dengan kuantitas dan kualitas penduduk.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Akhirnya dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan:

 Di dalam Al-qur`an dan Hadist , yang merupakan sumber pokok hukum


Islam dan yang menjadi pedoman hidup umat islam, tidak ada nas yang
shahih (clear steatment) yang melarang ataupun yang memerintahkan ber-KB
secara eksplisit. Karena itu hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah
kaidah hukum islam yang menyatakan Pada dasarnya segala sesuatu
perbuatan itu boleh , kecuali ada dalil yang menunjukan keharamannya.
 Keluarga berencana dalam islam, terjadi pro dan kontra, ada yang melarang
dan ada yang memperbolehkan seperti yang diuraikan sebelumnya.
Walaupun demikian dalam tulisan ini saya setuju dengan dibolehkannya
kelurga berencana, karena dengan begitu akan mempermudah pemerintah
untuk pemerataan perekonomian sebagai salah satu upaya pemerintah dalam
mensejahterakan warga negaranya.

B. SARAN
Pada akhir penulisan ini penulis mengajak kepada semua komponen di negeri
ini, baik masyarakat secara khusus atau pemerintah secara umum untuk benar-benar
mengimplementasikan program KB ini. Hal ini dimaksudkan agar ke depan lonjakan
jumlah penduduk lebih terkontrol lagi dalam pemerataan pendapatan nasional. Sebab
jika jumlah penduduk yang besar tanpa diimbangi keterampilan hidup dari warganya
hanya akan menjadi beban pemerintah saja. Walaupun dalam UUD 1945 dikatakan
bahwa anak-anak terlantar dan orang tua dilindungi oleh negara. Tentu jika ini
terjadi menjadikan kontradiksi sendiri bagi pemerinta dan akan sulit untuk
menciptakan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan harapan dan amanah
pancasila yaitu sila ke lima.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Umran, Islam dan KB (PT Lentera Basritama: jakarta. 1997.
Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 1997.
Chuzamah, T. Yangro dkk. (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer, Pustaka
Firdaus, Jakarta. 2002.
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, PT Toko Gunung Agung, Jakarta, 1997
Musthafa Kamal, Fiqih Islam, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta. 2002.
Rahimahullah, (2004, 4 Desember). Hukum KB dalam islam. Diakses 5 Desember
2010, dari http://blog.vbaitullah.or.id/2003/02/22/48-hukum-kb-dalam-islam/

Anda mungkin juga menyukai