Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA


“DI RUANG PERAWATAN ASOKA RSUD JOMBANG”

Disusun Oleh Kelompok 22:

1. DINAR
2. ERIVIA EKA PUSPITASARI
3. LAILATUL QOMARIYAH
4. RINDA ANDRIAN ARIFIN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PEMKAB
JOMBANG
TAHUN AJARAN 2014/2015
BAB I
LANDASAN TEORI

1.1 Definisi Cidera Otak Ringan

Cidera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau pembbengkakan otak sebagai
respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial (Smeltzer, 2000)
Cedera Otak Ringan (COR) Adalah cidera otak yang ditandai dengan tidak adanya
kehilangan kesadaran, pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing, dan pasien dapat
menderita laserasi dan hematoma kulit kepala.(Mansjoer Arif, :2000)
Cedera Orak Ringan (COR) adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran
tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2002)
Cedera Otak Ringan (COR) adalah cedera kapala tertutup yang ditandai dengan hilangnya
kesadaran sementara (Corwin, 2000)

1.2 Klasifikasi

Trauma /cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkanGlasgow Coma Scale (GCS):


1. Ringan (Minor)
 Total GCS 13 – 15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
 Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur serebral, hematoma.
2. Sedang
 Total GCS 9 – 12
 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam.
 Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
 Total GCS 3 – 8
 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
 Juga dapat terjadi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakanial.
1.3 Etiologi

Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, dan cedera
olahraga, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab terbesar kematian dan kecacatan utama pada
usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan
dilokasi kejadian dan transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal diruang
gawat darurat sangat menentukan pelaksanaan dan prognosis selanjutnya.(Corwin, 2000)

a. Trauma tumpul : Kecepatan tinggi (Tabrakan motor dan mobil)


b. Trauma tembus : Luka tembus peluru dari cedera tembus lainnnya (Mansjoer, 2000)

1.4 Manifestasi Klinis

Tanda-tanda :
a. Pingsan tidak lebih dari 10 menit
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau menurun
c. Setelah sadar timbul nyeri
d. Pusing
e. Muntah
f. GCS 13-15
g. Tidak terdapat kelainan neurologis

Gejala :
a. Pernafasan secara progresif menjadi abnormal
b. Respon pupil mungkin lenyap atau progresif memburuk
c. Nyeri kepala dapat timbul segera atau bertahap seiring dengan TIK
d. Mual-muntah akibat TIK
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara serta gerakan motoric
dapat timbul segera atau secara lambat (Corwin, 2000)
Gejala-gejala cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama
setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.

1.5 Patofisiologi

1.6 Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.

Pasien dengan cedera kepala ringan umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu
dilakukan pemeriksaan CT Scan bila memenuhi criteria berikut:
Hasil pemeriksaan neurologist dalam batas normal
Foto servikal jelas normal
Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam pertama,
dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan
(Corwin, 2000)

1.7 Pemeriksaan Diagnostik


a. CT Sean : tanpa/ dengan kontras mengidentifikasi adanya heronagik, menentukan ukuran
ventrikel, pergeseran jaringan otak.
b. Angiografi Serebial : menunjukkan kelainan sirkulasi serebial, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, pendarahan, trauma.
c. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(pendarahan/ edema), fragmen tulang.
d. Analisa gas darah : mendeteksi ventilasi oleh atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika
terjadi kenaikan tekanan intra kronial
e. Elektrolit : untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tik.

1.8 Komplikasi
Menurut Mansjoer, (2000) komplikasi yang dapat terjadi pada cedera kepala adalah :
a. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknyaleptomeningen dan
terjadi pada 2 – 6% pasien dengan cedera kepala tertutup.
b. Fistel karotis-kavernosus ditandai oleh trias gejala : eksolelamos,kemosis,dan bruit
orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
c. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik
d. Edema pulmonal, komplikasi paru-paru yang serius pada pasien cedera kepala adalah
edema paru. Ini mungkin terutama berasal dari gangguan neurologis atau akibat dari
sindrom distres pernapasan dewasa.
e. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam), dan (minggu pertama) atau
lanjut (setelah satu minggu).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

Fokus pengkajian pada cedera otak ringan menurut (Dongoes, 2000) meliputi :
1) Riwayat kesehatan meliputi : keluhan utama, kapan cedera terjadi, penyebab cedera,
riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat kesehatan keluarga
2) Pemeriksaan fisik head to toe
3) Keadaan umum (tingkat kesadaran dan kondisi umum klien)
4) Pemeriksaan persistem
a. Sistem persepsi sensori (pemeriksaan panca indera : penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecap dan perasa)
b. Sistem persarafan (tingkat kesadaran/nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi waktu
dan tempat)
c. Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan nafas)
d. Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas dan frekuensi)
e. Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/minum, peristaltic,
eliminasi)
f. Sistem integument (nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/lesi)
g. Sistem reproduksi
h. Sistem perkemihan (nilai frekuensi BAK, volume BAB)
5) Pemeriksaan Fungsional
a. Pola makan/cairan
Gejala : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda : muntah kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia)
b. Aktifitas/istirahat
Gejala : merasa lemah, letih, kaku, kehilangan keseimbangan
Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, kuadreplegia, ataksia, cara berjalan
tak tegap, masalah keseimbangan, kehilangan tonus otot dan tonus spatik
c. Sirkulasi
Gejala : normal atau perubahan tekanan darah
Tanda : perubahan frekuensi jantung (bradikardia,takikardia yang diselingsi
disritmia)
d. Integritas Ego
Gejala : perubahan tingkah laku kepribadian (terang atau dramatis)
Tanda : cemas, mudah tersingguung, deliurin, agitasi, bingung,depresi , dan impulsive
e. Eliminasi
Gejala : inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi
f. Neurosensori
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia seputar keadian, vertigo, sinkope, tinnitus,
kehilangan pendengaran, perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagin lapang pandang, fotopobia
Tanda : perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian/konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi, atau tingkah laku dan memori). Perubahan
pupil (respon erhadap cahaya simetris), ketidak mampuan kehilangan penginderaan
sepertipengecapan, penciuman dan pendengaran.Wajah tidak simetris, genggaman
lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam tidak ada atau lemah, apaksia,
hemiparese, postur dekortikasi atau deselebrasi, kejang sangat sensitivitas terhadap
sentuhan atau gerakan.
g. Nyeri dan kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dengan lokasi yang berbeda biasanya sama
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyericyang hebat,
gelisah, tidak bisa istirahat, merintih
(Dongoes, 2000)

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskular (cedera pusat pernapasan di
otak).
2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler, obstruksi trakeabronkial
3. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d edema serebral
4. Perubahan persepsi sensori b.d trauma defisit neurologis
5. Resti infeksi b.d trauma jaringan, kerusakan kulit, prosedur invasif.
6. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan tubuh, cedera ortopedi.
7. Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan tingkat kesadaran,
mual, muntah.

NANDA NOC NIC


Bersihan jalan nafas tidak Status pernapasan: jalan Manajemen jalan napas
efektif b.d kerusakan napas paten
neurovaskular (cedera Aktivitas
pusat pernapasan di otak). Indikator: Membuka jalan nafas
Tidak ada demam dengan cara dagu diangkat atau
Batasan karakteristik: Tidak ada cemas rahang ditinggikan.
Tidak adanya batuk Tidak ada hambatan Memposisikan pasien agar
Bunyi nafas yang jalan napas mendapatkan ventilasi yang
menguntungkan Pengeluaran dahak maksimal.
Perubahan nilai nafas Bebas dari bunyi Mengidentifikasi pasien
Perubahan irama napas berdasarkan penghirupan nafas
pernafasan yang potensial pada jalan nafas.
Cyanosis Penghirupan nafas melalui
Kesulitan bersuara mulut atau nasopharing.
Pengurangan bunyi Memberikan terapi fisik
nafas pada dada.
Dyspnea Mengeluarkan sekret
Kelebihan dahak dengan cara batuk atau
Batuk yang tidak penyedotan.
efektif Mendorong pernapasan
Orthopnea yang dalam, lambat, bolak-balik,
Kurang istirahat dan batuk.
Mata yang melebar Menginstruksikan
bagaimana batuk yang efektif.
Mendengarkan bunyi
nafas, mancatat daerah yang
mangalami penurunan atau ada
tidaknya ventilasi dan adanya
bunyi tambahan.
Melakukan penyedotan
pada endotrakea atau nasotrakea.
Memeriksa
bronchodilators dengan tepat.
Mengajarkan pasien
bagaimana penghirupan nafas
yang tepat.
Memberikan perawatan
ultrasonic.
Memberikan oksigen yang
tepat.
Memeriksa keadaan
pernafasan dan oksigen.

Pola napas tidak efektif b.d Status pernapasan:ventilasi Terapi oksigen


kerusakan neurovaskuler,
obstruksi trakeobronkial Indikator: Aktivitas:
Frekuensi napas IER* Menyediakan peralatan
Batasan karakteristik: Irama napas IER pemberian oksigen, sistem
Napas dalam Kedalaman inspirasi kekebalan.
Perubahan gerakan Pengembangan dada Memberikan oksigen
dada simetris tambahan, sesuai petunjuk dokter.
Mengambil posisi Kenyamanan Mengontrol aliran oksigen.
tiga titik bernapas Memeriksa alat
Bradipneu Penggunaan otot pentransferan oksigen.
Penurunan tekanan aksesoris/tambahan tidak ada Memeriksa secara berkala
ekspirasi Suara napas alat pemberian oksigen untuk
Penurunan tekanan tambahan tidak ada memastikan bahwa telah sesuai
inspirasi Penarikan dada tidak dengan resep untuk konsentrasi
Penurunan ventilasi ada yang diberikan.
semenit Pengerutan bibir pada Mengubah tempat masker
Penurunan kapasitas saat bernapas tidak ada oksigen kapan saja alat tersebut
vital Dispnea saat istirahat dipindahkan.
Dispneu tidak ada Mengamati tanda-tanda
Peningkatan diameter Dispnea dengan oksigen yang menyebabkan
anterior-posterior pengerahan tenaga tidak hypoventilasi
Napas cuping hidung ada/hilang Memeriksa tanda-tanda
Ortopneu Orthopnea tdak keracunan oksigen dan penyerapan
Fase ekspirasi yang ada/hilang atelektasis.
lama Napas pendek tidak Memeriksa alat pernafasan
Pernapasan pursed- ada/hilang untuk memastikan
lip Fremitus tidak ketidakcampuran dengan usaha
Takipneu ada/hilang pasien untuk bernafas.
Penggunaan otot-otot Suara perkusi tidak Memeriksa/mengontrol
bantu untuk bernapas ada/hilang kecemasan pasien yang
Auskultasi suara mempengaruhi terapi oksigen.
napas, IER Memeriksa kerusakan kulit
Volume tidal IER karena pergeseran alat bantu
Kapasitas vital IER pernafasan.
Memasukkan/memberikan
alat bantu nafas yang lain untuk
kenyamanan.

Perfusi jaringan Status neurologi:kesadaran Kenaikan perfusi serebral


serebraltidak efektif b.d
edema serebral Indikator: Aktivitas:
Fungsi saraf dalam rentang tersebut.
Faktor resiko: Kontrol pusat motorik konsultasikan dengan dokter
Trauma kepala Fungsi untuk menentukan posisi kepala
Tumor otak motorik/sensori saraf otak dan monitor respon pasien
Gangguan jaringan (krnil) terhadap posisi kepalanya
otak Fungsi hindari fleksi leher atau
motorik/sensori saraf otak fleksi panggul/ lutut yang
spinal berlebihan
Fungsi saraf otonom beri dan monitor efek
Tekanan dalam diuretic dan kortikosteroid
cranial berikan anti nyeri tersedia
Komunikasi monitor tanda-tanda
Ukuran pupil pendarahan
Rangsangn pupil monitor status neurologi
Gerakan pupil hitung dan monitor tekanan
Pola nafas perfusi serebral
Tanda-tanda vital monitor TIK dan neurologi
(WNL) untuk aktivitas perawatan
Aktifitas otak(yang monitor tekanan arteri rata-
tak terlihat) rata
Sakit kepala (yang tak monitor tekanan
terlihat) kardiovaskuler
monitor status respirasi
monitor factor penentu dari
transport oksigen ke jaringan
seperti PaCO2,SaO2 dan Hb serta
CO2
montor hasil laboratorium
untuk erubahan oksigenasi dan
perubahan asam basa
monitor intake dan output
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius.FKUI. 2000.


Smeltzer, S.C & Bare, B.G., (2002). Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2, Alih Bahasa
Kuncara, H.Y,dkk, EGC, Jakarta
Corwin, E.J., (2000). Patofisiologi, Alih Bahasa Brahn U, Pandit EGC, Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6.
EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai