PENDAHULUAN
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi terkuat
untuk terjadinya osteoartritis (OA), terutama pada sendi lutut. Setengah dari berat
badan seseorang bertumpu pada sendi lutut selama berjalan. Berat badan yang
meningkat akan memperberat beban sendi lutut. Obesitas adalah jumlah Indeks Massa
Tubuh (IMT) lebih dari 30 kg per m2. Prevalensi obesitas di seluruh dunia selalu
meningkat dari tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) pada tahun 2003
mencatat bahwa 300 juta orang menderita obesitas secara klinis, WHO juga
memprediksikan bahwa pada tahun 2015 orang dewasa akan mengalami obesitas 700
juta. Pada tahun 2010 Riskesdas mendapatkan obesitas pada penduduk usia di atas 18
tahun tercatat sebanyak 27,1%. Prevalensi obesitas pun lebih tinggi didaerah
perkotaan dibanding dengan pedesaan, berdasarkan jenis kelamin prevalensi obesitas
pada perempuan lebih tinggi (32,9%) dibanding laki-laki (19,7%) dan pada tahun
2013 Riskesdas mendapatkan 14,8 % diantaranya obesitas dengan prevalensi gemuk
tertinggi adalah provinsi Sulawesi Utara dan terendah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
(1)
Dari Penelitian yang dilakukan oleh Niken dan Lucia (2014) tentang
Hubungan Obesitas dan Faktor-Faktor Pada Individu dengan Kejadian Osteoarthritis
Genu di Rumah Sakit Islam Surabaya pada bulan Maret 2013 sampai bulan Juli 2013,
didapatkan bahwa osteoarthritis akibat obesitas merupakan penyakit nomor tiga
terbanyak dan prevalensi osteoarthritis genu di Rumah Sakit Islam Surabaya sekitar
10,3 % pada tahun 2012 dilihat dari jumlah pasien yang melakukan pemeriksaan foto
rontgen. Dilihat dari pengamatan dan data catatan medis, pasien yang datang untuk
melakukan foto rontgen dengan klinis osteoarthritis genu sebagian besar mempunyai
berat badan berlebih. Dari 32 pasien yang terkena osteoarthritis didapatkan 25 pasien
yang tergolong obesitas dengan IMT lebih dari 30 kg per m2.(4)
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Obesitas
2.1.1. Definisi
skeletal dan fisik akibat akumulasi lemak secara berlebihan di dalam tubuh. (5)
lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adipose sehingga dapat
antara masukan energi (intake) dan energi yang dikeluarkan, dimana masukan
2.1.2. Epidemiologi
Saat ini diperkirakan jumlah orang di seluruh dunia dengan IMT 30 kg/m2
melebihi 250 juta orang, yaitu sekitar 7% dari populasi orang dewasa di dunia.
di daerah sub urban, yaitu di Koja dan Jakarta Utara, pada tahun 1982, didapatkan
prevalensi obesitas sebesar 4,2%; di daerah Kayu putih, Jakarta Pusat, yaitu pada
Pada populasi obesitas tersebut, didapatkan kasus dyslipidemia pada 19% laki-laki
laki. Pada penelitian epidemiologi di daerah Abadijaya, Depok, pada tahun 2001
didapatkan 48,6%, pada tahun 2002 didapatkan 45%, dan pada tahun 2003
didapatkan 44% orang dengan berat badan lebih dan obesitas; sedangkan IMT pada
tahun 2001 yaitu 25,1 kg/m2, tahun 2002; 24,8 kg/m2 dan pada tahun 2003; 24,3
kg/m2. (6)
dari tahun ke tahun (WHO, 2004). Prevalensi nasional obesitas pada penduduk
Kalimantan Timur (23,5%), Papua Barat (23,0%), Kepulauan Riau (22,8%), Papua
2007).
2.1.3. Etiologi
a.Faktor genetik
Obesitas jelas menurun dalam keluarga. Namun peran genetik yang pasti
umumnya memiliki kebiasaan makan dan pola aktivitas fisik yang sama. Akan
b. Kelainan neurogenik
lemak, makin besar pula jumlah sel lemak. Oleh karena itu, dianggap bahwa
nutrisi yang berlebih pada anak, terutama pada bayi dapat menimbulkan obesitas
makan yang tidak normal, masukan energi yang berlebih, dan obesitas.
Pengaruh faktor lingkungan terhadap perilaku makan yang tidak baik sangat
makanan berenergi tinggi (terutama makanan berlemak) dan gaya hidup tidak
aktif. (7)
berikut :
a. Faktor psikologis
individu. Misalnya berat badan orang seringkali meningkat selama atau setelah
orang tersebut mengalami stres, seperti kematian orang tua, penyakit yang parah
b. Aktivitas fisik
pada remaja dan dewasa seharusnya digunakan untuk aktivitas fisik. Kurangnya
berolahraga akan menjadi gemuk. Hal ini disebabkan oleh jumlah kalori yang
dibakar lebih sedikit dibandingkan kalori yang diperoleh dari makanan yang
dikonsumsi sehingga berpotensi menimbulkan penimbunan lemak berlebih di
dalam tubuh.(8)
kelebihan berat badan dan obesitas, seperti faktor sosial yang tidak baik, akses
yang mudah untuk makanan tidak sehat atau makanan cepat saji, fasilitas
rekreasi yang kurang, dan paparan bahan kimia yang disebut sebagai obesogens
yang dapat mengubah hormon dan meningkatkan jaringan lemak dalam tubuh.
(9)
distribusi lemak yang tersebar dalam tubuh. Penumpukan lemak di tubuh bagian
atas seperti abdomen, dada, lengan, leher, dan muka lebih berbahaya daripada
penumpukan lemak di tubuh bagian bawah seperti pinggul, paha, bokong, dan
perut.
2.1.6. Patofisiologi
yang diakibatkan asupan energi yang jauh melebihi kebutuhan tubuh. Pada bayi
karbohidrat, lemak dan protein yang tinggi. Obesitas terjadi karena adanya
keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer)
sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat
adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%). Pengaturan
energi, dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi
mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose, usus, dan lambung).
pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia atau menurunkan
makanan dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu pengaturan jangka pendek dan
atau mencegah makan yang berlebihan di setiap waktu makan, yang berhubungan
dengan faktor distensi lambung dan faktor hormonal saluran cerna yang
panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur
energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai
sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan
menyebabkan penurunan nafsu makan (Robins, 2009 dan Guyton & Hall, 2007).
Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan
saat ini antara lain pengukuran indeks massa tubuh (IMT), Lingkar Pinggang
tubuh :
Body Mass Indexatau Indeks Massa Tubuh adalah ukuran tinggi dan
berat individu, yang dihitung dengan membagi berat badan seseorang dalam
pengukuran gizi pada orangdewasa (usia 18 tahun keatas). IMT tidak dapat
diterapkan pada bayi usia kurang dari 2 tahun, anak, remaja, ibu hamil,
olahragawan serta keadaan khusus (penyakit) seperti adanya edema, asites dan
yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Batas ambang
Tabel2.3. Klasifikasi Berat Badan Rendah, Berat Badan Berlebih dan Obesitas
berdasarkan BMI
penyakit kronik
meningkat karena
penyebab lain)
Overweight ≥25,0
Obese ≥30,0
melihat ciri fisik bentuk tubuh. Ukuran lingkar pinggang sebetulnya sudah
cukup bisa jadi parameter. Ukuran pinggang yang lebih dari normal
menggambarkan banyak lemak yang tertimbun di daerah perut. Lemak perut ini
hati, jantung, dan usus yang dapat mempengaruhi organ tersebut. Itulah
sebabnya, orang yang memiliki ukuran lingkar pinggang lebih dari normal
sel lemak dapat mempengaruhi berbagai hal antara lain orang menjadi resistan
(12)
Tabel.2.5. Ukuran lingkar pinggang berdasarkan jenis kelamin
Lingkar pinggang
Berisiko Sangat
berisiko
Untuk menilai waist-hip ratio, hasil ukur yang didapat dimasukkan ke dalam
Hasil yang didapat selanjutnya akan disesuaikan dengan kategori pada tabel
Waist-Hip Ratio
Nilai (cm) Klasifikasi
2.1.8. Penatalaksanaan
diperlukan suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat terapi
diet dan aktivitas fisik. Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri
terhadap kebiasaan makan dan aktivitas fisik, manajemen stress, stimulus control,
berat badan yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) di
Amerika Serikat, untuk penggunaan jangka panjang. Pada pasien dengan indikasi
rendah kalori dan aktivitas fisik terbukti dapat menurunkan berat badan. Namun,
hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, aritmia atau riwayat
secara berkelanjutan oleh dokter dibutuhkan untuk mengawasi tingkat efikasi dan
keamanan. (6)
Selain farmakoterapi, dapat juga dilakukan prosedur pembedahan untuk
menghasilkan penurunan berat badan yang berarti pada orang obese, pembedahan
tersebut merupakan operasi besar, dan efek jangka panjangnya terhadap kesehatan
2.2. Osteoartritis
2.2.1. Definisi
dengan adanya degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi pada tepi tulang, dan
perubahan pada membran sinovial. Gangguan ini disertai dengan nyeri, biasanya
setelah aktivitas berkepanjangan, dan kekakuan, khususnya pada pagi hari atau
diketahui. (6)
2.2.2. Etiologi
osteoartritis idiopatik yaitu osteoartritis yang kausanya tidak diketahui dan tidak
ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada
herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama. (6)
bekerja sebagai bahan seperti semen dalam tulang rawan dan kolagen). (13)
2.2.3. Epidemiologi
patogenesis yang belum jelas. Pada umumnya penderita osteoartritis berusia di atas
menimbulkan gangguan sendi, dan menduduki urutan pertama baik yang pernah
dilaporkan di Indonesia maupun di luar negeri. Dari sekian banyak sendi yang
dengan kelompok umur 60-64 tahun yang menderita OA sebanyak 22%. Pada pria
dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita osteoartritis pada
lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita osteoartritis pada lutut
kiri. Berbeda halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden
osteoartritis pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7%.
(16)
Pasien OA biasanya berusia lebih dari 40 tahun dan osteoartritis lutut lebih
banyak terjadi pada penderita dengan kelebihan berat badan.Pada umumnya, pasien
berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan. Berikut adalah keluhan yang
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Perubahan ini dapat
Umumnya rasa nyeri tersebut akan semakin bertambah berat sampai sendi
konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan
sumber dari nyeri yang timbul didugaberasal dari peradangan sendi (sinovitis),
efusi sendi, dan edema sumsum tulang.Osteofit merupakan salah satu penyebab
bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang
pada sendi disebabkan oleh adanya fibrosis pada kapsul, osteofit atau
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu
yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari. (17)
4. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeretak dapat timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien osteoartritis lutut. Pada awalnyahanya berupa
sendi yang biasanya tidak banyak (<100 cc) atau karena adanya osteofit,
7. Tanda-tanda peradangan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) karena adanya sinovitis.
Biasanya tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit
yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada osteoartritis lutut. (6)
pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri,
dan persentase gangguan yang berbeda, sehingga peran faktor-faktor risiko tersebut
Umur
Dari semua faktor risiko untuk timbulnya OA, faktor usia adalah yang
umur. OA hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40
tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun. Akan tetapi harus diingat bahwa OA
bukan akibat menua saja. Perubahan tulang rawan sendi pada usia lanjut berbeda
Jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA sendi lainnya, dan lelaki lebih
bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi
daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis OA.
(6)
Suku bangsa
diantara orang-orang kulit hitam dan Asia daripada Kaukasia, OA lebih sering
dijumpai pada orang-orang Amerika asli (Indian) daripada orang-orang kulit putih.
Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada
Genetik
wanita dengan ibu yang mengalami OA pada sendi-sendi interfalang distal (nodus
rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan
untuk timbulnya OA baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata
tidak hanya berkaitan dengan OA pada sendi yang menanggung beban, tapi juga
mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya
pemakaian satu sendi yang terus menerus (misalnya tukang pahat, pemetik kapas)
berkaitan dengan peningkatan risiko OA tertentu. Demikian juga cedera sendi dan
olahraga berkaitan dengan risiko terjadinya OA yang lebih tinggi(misalnya
Kelainan pertumbuhan
usia muda. Mekanisme ini juga diduga berperan pada lebih banyaknya OA pada
Faktor-faktor lain
OA. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu
mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya
2.2.6. Patofisiologi
degeneratif yang tidak dapat dihindari. Namun, hasil penelitian terbaru para pakar
fisiologis, sendi lutut mendapat beban pada saat melakukan mobilisasi. Pada
yang khas, sklerosis tulang subkondral, dan pembentukan osteofit perifer, hal
tersebut biasanya timbul pada kasus yang parah, permukaan sendi dapat kehilangan
kartilago sama sekali dan tulang yang mendasari akhirnya dapat remuk. Kerusakan
kartilago sendi dan tulang subkondral normal, tetapi terjadi beban berlebihan
terhadap sendi sehingga jaringan rusak,atau(2) Beban yang ada secara fisiologis
normal, tetapi sifat bahan kartilago atau tulang kurang baik. (18)
replikasi dan memproduksi matriks baru. Proses perbaikan ini dipengaruhi oleh
transforming growth factor ß (TGF-ß) dan coloni stimulating factor (CSFs). Faktor
tulang rawan sendi. Pada keadaan inflamasi, sel menjadi kurang sensitif terhadap
prostaglandin E2 (PGE2) dan melawan efek inhibisi sintesis PGE2. Hormon lain
yang mempengaruhi sintesis komponen kartilago adalah testosterone, ß estradiol,
platelet derivate growth factor (PDGF), fibroblast growth factor dan kalsitonin.
(6)
sendi ini cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi
serta mengawali suatu respon imun yang menyebabkan inflamasi sendi. (6)
menghantarkan rasa sakit. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit
yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta
dirangsang oleh jejas mekanik, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs,
Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF-α dan ß, dan Interferon (IFN) αdan τ.
rawan sendi secara langsung. Pasien osteoartritis mempunyai kadar PA yang tinggi
pada cairan sendinya. Sitokin ini juga mempercepat resorpsi matriks rawan sendi.
(6)
kondrosit. Kondrosit pasien osteoartritis mempunyai reseptor IL-1 dua kali lipat
lebih banyak dibanding individu normal dan kondrosit sendiri dapat memproduksi
2.2.7. Diagnosis
sendi yang terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik.
Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian
dapat digradasi menjadi ringan sampai berat (kriteria Kellgren dan Lawrence).
Harus diingat bahwa pada awal penyakit, radiografi seringkali masih normal.
1. Grade 0 :
2. Grade 1 :
3. Grade 2 :
Minimal, osteofit sedikit pada tibia dan patella dan permukaan sendi
menyempit asimetris.
4. Grade 3 :
5. Grade 4 :
berguna. Pemeriksaan darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) masih
Rheumatology
Radiografik
- Pembesaran - Krepitus
perabaan tulang
- RF < 1 : 40
OSTEOFIT
- Analisis cairan
sendi normal
edukasi pasien, pengendalian rasa sakit, memperbaiki fungsi sendi yang terserang
osteoartritis berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya osteoartritis
1. Terapi non-farmakologis
a. Edukasi
dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit. (6)
osteoartritis. Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak
2. Terapi farmakologis
b. Analgesik topikal
sekali yang dijual bebas. Pada umumnya pasien telah mencoba terapi dengan
dalam penanganan rasa nyeri pada osteoartritis. Cara lain untuk mengurangi
d. Chondroprotective Agent
obatan yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam
3. Terapi bedah
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk
mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi
diperdebatkan. Namun, ada dua teori besar yang diduga menjelaskan hubungan ini, yaitu
menyimpulkan bahwa obesitas yang lama meningkatkan beban aksial pada sendi lutut
pada metabolik kartilago secara berlebih dan meningkatkan efek stress pada persendian
panggul, pinggang dan terutama lutut. Obesitas akan meningkatkan stress pada sendi
mengeluh tentang besarnya rasa nyeri yang dialami pada lutut mereka dibandingkan
dengan orangyang kurang gemuk. Osteoartritis sering ditemukan pada penderita obesitas
dan lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Wanita yang mengalami obesitas
dibandingkan wanita yang massa tubuhnya lebih kecil. Biasanya, gejala klinis
osteoartritis mulai muncul pada usia pertengahan, ditandai dengan nyeri sendi yang
berlangsung perlahan-lahan, kaku sendi, keterbatasan gerak dan dapat disertai dengan
nyeri pada daerah persendian lutut dibandingkan dengan pasien yang tidak obesitas.
Berdasarkan dua hal tersebut dapat dikatakan bahwa obesitas merupakan salah satu
faktor yang meningkatkan intensitas rasa nyeri yang dirasakan pada lutut pasien
osteoartritis. Untuk itu, mereka yang memiliki badan gemuk disarankan untuk sering
adipocytokinesseperti leptin, resitin dan juga produk sitokin : IL-6 dan TNF-α dapat
memicu respon inflamasi dan peradangan. Sedangkan faktor metabolik seperti resistensi
insulin dapat menyebabkan glukosa darah meningkat sehingga molekul gula akan
menempel pada protein atau lipid dalam tubuh dan memproduksi produk akhir glikasi
lanjut (AGEs), yang merusak struktur biomolekuler dan termasuk merusak jaringan
lunak intraarticular. Dan beban mekanis dapat menyebabkan kerusakan atau ausnya
tulang rawan karena bergesernya titik tumpu badan sehingga merangsang terbentuknya
molekul abnormal dan produk degradasi kartilago dalam cairan sinovial sendi yang
Awalnya osteoartritis berupa nyeri sendi, terutama lutut, yang timbul saat akan
memulai suatu pekerjaan sehari-hari, dan menghilang setelah beristirahat. Biasanya nyeri
atau kaku timbul pada saat akan berdiri dari posisi duduk. Pada stadium lebih lanjut,
nyeri terasa sepanjang hari, berjalan menjadi sulit, dan selanjutnya dapat terjadi
Indeks Massa
Tubuh (IMT)
Beban sendi
bertambah
Menekan Degenerasi
radix saraf kartilago sendi Homeostasis
sendi lutut dan pembentukan biokimiawi dan
osteofit biomekanis
sendi lutut
terganggu
Nyeri dan
disabilitas
Osteoartritis
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa
4. Genetik
5. Cedera sendi,
pekerjaan dan
olahraga
6. Kelainan
pertumbuhan
7. Faktor lainnya
Yang diteliti :
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep penelitian ini adalah :
Obesitas Osteoartritis
2.6. Hipotesis
METODE PENELITIAN
pendekatan case control. Penelitian analitik observasional atau survei analitik adalah
penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu
terjadi. Kemudian melakukan analisis bagaimana korelasi antara faktor resiko dengan
retrospective. Dengan kata lain, efek (penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi
pada saat ini, kemudian faktor risiko diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko
3.3.1 Populasi
diteliti.(20) Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang berobat di
Pengambilan sampel secara acak dengan sistem mengundi nama dari semua
populasi dan setiap nama yang keluar saat diundi dijadikan sampel.
a. Kriteria inklusi
b. Kriteria eksklusi
arthritis.
3. Asites
4. Ibu hamil
α
Z1− 𝑃(1−𝑃)
2
n=
d
1,96.0,50(1−0,50)
n=
0,01
0,49
n=
0,01
= 49 sampel
Keterangan :
N = BesarSampel
sebanyak 49 responden..
pengaruh atau diterangkan oleh variabel lain. Variabel terikat dalam penelitian
3.5.2.1 Obesitas
dalam tubuh.
ditandai dengan adanya degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi pada tepi
1. Rekam Medik
1. Memilih rekan medis setiap pasien yang menderita Osteoarthritis Genu yang
berobat ke Poliklinik Penyakit Dalam sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi
Apabila data belum lengkap atau ada kesalahan data diklengkapi dengan
kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan
komputer.
versi 17).
Analisis data merupakan bagian penting dari suatu penelitian. Dimana tujuan
dari analisis data ini adalah agar diperoleh suatu kesimpulan dari masalah yang
diteliti. Data yang telah terkumpul akan diolah dan dianalisis dengan
meliputi :
1. Analisis univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik
menggunakan rumus :
𝐹
P = 𝑁 100 %
Keterangan :
P = presentase
N = Jumlah sampel
2. Analisis bivariat
(0−E)2
X2 = ∑ 𝐸
Keterangan :
penelitian meliputi:
dicantumkan nama pada lembar penelitian, cukup dengan diberi nomor kode pada
b. Confidentiality (kerahasiaan)
Informasi yang diberikan oleh responden serta semua data yang terkumpulkan
menjamin semua kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dan akan
DAFTAR PUSTAKA
: EGC.
7. Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta :
EGC.
8.
9. Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodelogi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka
Cipta. Jakarta. (Hal.41-42, 127, 174-178, 182-183 )
10.