BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Jambu biji mengandung kalium yang berfungsi meningkatkan keteraturan denyut jantung,
mengaktifkan kontraksi otot, mengatur pengiriman zat-zat gizi lainnya ke sel-sel tubuh,
mengandalikan keseimbangan cairan pada jaringan dan sel tubuh serta menurunkan kadar
kolesterol total dan trigliserida darah, serta menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi).
Menurut dr. James Cerda dengan memakan jambu biji 0,5-1 kg/hari selama 4 minggu resiko
terkena penyakit jantung dapat berkurang sebesar 16%.
1
hipertensi ini bisa terjadi karena kerusakan pada organ-organ ini akibat dari tekanan darah tinggi
kronis (Nurheti, 2011).
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti efek jus jambu biji
terhadap tekanan darah.
2. Perumusan Masalah
3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum : Mengetahui pengaruh jus jambu biji terhadap penurunan tekanan
darah.
Tujuan khusus : Mengetahui efek penyembuhan hipertensi dengan obat standar
dan efektifitas dengan obat standard dan jus jambu biji.
4. Manfaat Penelitian
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg (Kaplan N.M. , 2006). Tekanan darah diukur dengan
spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi
lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang,
atau paling sedikit selama 5 menit sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi
(Feldman R.D. et al., 1999). Hipertensi didiagnosis berdasarkan peningkatan tekanan darah
sistolik dan diastolik. Ketika tekanan darah sistolik dan diastolik berada pada pada kategori
yang berbeda, maka dipilih kategori yang lebih tinggi untuk mengklasifikasikan tekanan
darah individu (Scohlze, 2007).
2. Etiologi dan Klasifikasi
a. Hipertensi Primer (essensial)
Onset hipertensi essensial biasanya muncul pada usia antara 25-55 tahun, sedangkan
usia di bawah 20 tahun jarang ditemukan. Patogenesis hipertensi essensial adalah
multifaktorial. Faktor-faktor yang terlibat dalam patogenesis hipertensi essensial antara lain
faktor genetik, hipertaktivitas sistem saraf simpatis, sistem rennin angiotensin, defek
natriuresis, natrium dan kalsium intraseluler, serta konsumsi alkohol secara berlebihan
(Stewart P.M., 1999).
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik. Hipertensi sekunder dapat
terjadi pada individu dengan usia sangat muda tanpa disertai riwayat hipertensi dalam
keluarga. Individu dengan hipertensi pertama kali pada usia di atas 50 tahun atau yang
sebelumnya diterapi tapi mengalami refrakter terhadap terapi yang diberikan mungkin
mengalami hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi sekunder antara lain penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler ginjal, hiperaldosteronisme primer dan
sindroma chusing, feokromsitoma, koarktasio aorta, kehamilan, serta penggunaan obat-
obatan (Adcock B.B. et al., 1997).
3
3. Hipertensi pada Obesitas
Berbagai penelitian epidemiologik telah membuktikan adanya hubungan yang kuat
antara obesitas dan hipertensi. Data yang diperoleh dari NHANES pada populasi orang
Amerika Serikat memberikan gambaran yang jelas mengenai hubungan linier antara
kenaikan IMT dengan tekanan darah sistolik dan diastolik serta tekanan nadi (El-Atat et al.,
2003). Farmingham study (2007) melaporkan risiko terjadinya hipertensi sebesar 65% pada
wanita dan 78% pada laki-laki berhubungan langsung dengan obesitas dan kelebihan berat
badan. Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga berhubungan
dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan menurunnya resistensi
vaskuler sistemik (M. Wahba, 2007). Beberapa mekanisme lain yang berperan dalam
kejadian hipertensi pada obesitas antara lain peningkatan sistem saraf simpatik,
meningkatnya aktivitas renin angiotensin aldosteron (RAAS), peningkatan leptin,
peningkatan insulin, peningkatan asam lemak bebas (FFA), peningkatan endotelin 1,
terganggunya aktivitas natriuretic peptide (NP), serta menurunnya nitrit oxide (NO)
(Kintscher U. et al., 2007; M. Wahba, 2007).
4. Patofisiologi hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt
memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
4
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan
hipertensi ( Dekker, 1996 )
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung
jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin,2001).
5. Diagnosis
Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama 5 menit.
Angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi diagnosis tidak
dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran. Jika pada pengukuran pertama
memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan darah diukur kembali dan kemudian diukur
sebanyak 2 kali pada 2 hari berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil
pengukuran bukan hanya menentukan adanya tekanan darah tinggi, tetepi juga digunakan
untuk menggolongkan beratnya hipertensi. Setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan
pemeriksaan terhadap organ utama, terutama pembuluh darah, jantung, otak dan ginjal.
Retina (selaput peka cahaya pada permukaan dalam bagian belakang mata) merupakan satu-
satunya bagian tubuh yang secara langsung bisa menunjukkan adanya efek dari hipertensi
terhadap arteriola (pembuluh darah kecil). Dengan anggapan bahwa perubahan yang terjadi
di dalam retina mirip dengan perubahan yang terjadi di dalam pembuluh darah lainnya di
dalam tubuh, seperti ginjal. Untuk memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop. Dengan
menentukan derajat kerusakan retina (retinopati), maka bisa ditentukan beratnya hipertensi.
Perubahan di dalam jantung, terutama pembesaran jantung, bisa ditemukan
pada elektrokardiografi (EKG) dan foto rontgen dada. Pada stadium awal, perubahan tersebut
5
bisa ditemukan melalui pemeriksaan ekokardiografi (pemeriksaan dengan gelombang
ultrasonik untuk menggambarkan keadaan jantung). Bunyi jantung yang abnormal (disebut
bunyi jantung keempat), bisa didengar melalui stetoskop dan merupakan perubahan jantung
paling awal yang terjadi akibat tekanan darah tinggi. Petunjuk awal adanya kerusakan ginjal
bisa diketahui terutama melalui pemeriksaan air kemih. Adanya sel darah
dan albumin (sejenis protein) dalam air kemih bisa merupakan petunjuk terjadinya kerusakan
ginjal. Pemeriksaan untuk menentukan penyebab dari hipertensi terutama dilakukan pada
penderita usia muda.
Pemeriksaan ini bisa berupa rontgen dan radioisotop ginjal, rontgen dada serta
pemeriksaan darah dan air kemih untuk hormon tertentu. Untuk menemukan adanya kelainan
ginjal, ditanyakan mengenai riwayat kelainan ginjal sebelumnya. Sebuah stetoskop
ditempelkan diatas perut untuk mendengarkan adanya bruit (suara yang terjadi karena darah
mengalir melalui arteri yang menuju ke ginjal, yang mengalami penyempitan). Dilakukan
analisa air kemih dan rontgen atau USG ginjal. Jika penyebabnya adalah feokromositoma,
maka di dalam air kemih bisa ditemukan adanya bahan-bahan hasil penguraian hormon
epinefrin dan norepinefrin. Biasanya hormon tersebut juga menyebabkan gejala sakit kepala,
kecemasan, palpitasi (jantung berdebar-debar), keringat yang berlebihan, tremor (gemetar)
dan pucat. Penyebab lainnya bisa ditemukan melalui pemeriksaan rutin tertentu. Misalnya
mengukur kadar kalium dalam darah bisa membantu menemukan
adanya hiperaldosteronisme dan mengukur tekanan darah pada kedua lengan dan tungkai
bisa membantu menemukan adanya koartasio aorta.
Jambu biji
6. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klas : Magnoliopsida
Subklas : Rosidae
6
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus :
Spesies : Psidium guajava L.
Nama lain : Jambu batu (Indonesia), Jambu klutuk (Indonesia, Jawa, Sunda), jambu krikil
(Jawa), Jambu petakol (Jawa), jambu bayawas (Jawa), jambu siki (Sunda), jambu bhendher
(madura), jambu bighi (Madura), guava (Inggris)
Asal-usul : Amerika tropis
PROFIL TANAMAN
Perdu atau pohon kecil, yinggi 3 – l0 m. kulit perang, licin, terkelupas dalam potongan. Ruas
tangkai teratas segiempat tajam. Daun yang muda berbulu abu-abu. Daun bertangkai pendek,
bulat panjang atau memanjang, 6 – l4 kali 3 – 6 cm. Bunga terletak di ketiak, bertangkai,
anak paying berbunga l – 3; tangkai l – 4 cm. Tabung kelopak berbentuk lonceng atau bentuk
corong, panjang 0,5 cm; pinggiran tidakrontok, +/- l cm panjangnya. Daun mehkota bulat
telur terbalik, panjang l,5 – 2 cm, putih, segers rontok. Benagsari pada tonjolan dasar bunga
yang berbulu, putih, pipih dan lebar, seperti halnya tangkai putik berwarna serupa mentega.
Bakal buah tenggelam, beruang 4 – 5. Buah buni bundar, bentuk pper atau bentuk telur
terbalik, kuning, panjang 5 – 8,5 cm; daging buah putih kekuningan atau merah. 0 – 1000 m
dpl
7
Sumber Potasium dan Serat Jambu biji juga mengandung potasium sekitar 14 mg/
100 gram buah. Potasium berfungsi meningkatkan keteraturan denyut jantung, mengaktifkan
kontraksi otot, mengatur pengiriman zat-zat gizi lainnya ke sel- sel tubuh, mengendalikan
keseimbangan cairan pada jaringan sel tubuh, serta menurunkan tekanan darah tinggi
(hipertensi).
8
10. Kerangka Teori
POTASIUM
HIPERTENSI HIPERTENSI
PRIMER SEKUNDER
MENINGAKTKAN
KETERATURAN DENYUT
JANUTNG
KANDUNGAN MENINGKATKAN
MENURUNKAN
BUAH JAMBU BIJI KETERATURAN
HIPERTENSI
(POTASIUM) DENYUT JANTUNG
12. Hipotesis
9
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental dengan pendekatan
pre test-post test control group design.
2.2.2 Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, 1995). Tekanan darah diukur dengan
spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset
menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak
atau terlentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah
merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah
10
hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder
karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi
menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2
(Yogiantoro M, 2006).
Skala : interval
3.2. Sampel
Cara pengambilan sampel penelitian adalah semua total populasi yang
memenuhi criteria inklusi dan eksklusi :
a. Kriteria inklusi : pasien hipertensi kasus baru berdasarkan
pemeriksaan tekanan darah lebih dari sama dengan 165/100 mmHg, pada
pria usia 40-60 tahun.
11
b. Kriteria eksklusi : pasien hipertensi dengan komplikasi dan pasien
yang mengundurkan diri dari penelitian.
Besar sampel
Besar sampel yang akan dimasukkan dalam penelitian ini didistribusikan
menjadi 2 kelompok, masing-masing kelompok perlakuan dan kelompok control.
Kelompok perlakuan adalah responden yang di beri jus jambu biji. Kelompok
control adalah responden yang tidak diberi jus jambu biji.
4. Instrumen penelitian
Alat dan instrument yang digunakan pada penelitian ini berupa :
4.1. Instrumen penelitian ini berupa rekam medic pasien hiprtensi. Dan mencoba
melakukan perlakuan terhadap penderita dengan di beri jus jambu biji.
4.2. Alat yang di gunakan sphygmomanometer,stetoskop.
Bahan penelitian :
- Jambu biji.
5. Cara penelitian
Penelitian dilakukan dengan cara berikut :
5.1. Perizinan ke rumah sakit.
5.2. Pengambilan data yang diperoleh dari rekam medic pasien hipertensi di
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.
5.3. Bahan:
300 ml air.
Cara Membuat:
12
Di saring.
7. Alur penelitian
Observasi
responden
Analisis hasil
8. Analisa hasil
Analisis data dilakukan secara eksperimen. Semua data yang diperoleh dari hasil
penelitian dicatat dan dianalisis. Pengaruh jus jambu terhadap penurunan hipertensi.
Nilai p kurang dari 0.05 dinyatakan bermakna.
13