Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH JUS JAMBU BIJI TERHADAP PENURUNAN HIPERTENSI

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di


atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps,2005).

Di Indonesia, penderita hipertensi di perkirakan 15 juta tetapi hanya 4% yang hipertensi


terkendali. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukkan
prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7%. Menurut Depkes RI (2010)
mengemukakan hipertensi penyebab kematian nomer 3 dengan PMR mencapai 6,7% dari
populasi kematian pada semua umur di Indonesia.

Pengendalian hipertensi ini dapat dilakukan penderitanya dengan memonitoring tekanan


darah secara teratur, berhenti merokok, meningkatkan aktivitas fisik, mengkonsumsi makanan
tinggi serat dan rendah garam. Tetapi kenyataan membuktikan bahwa pengendalian hipertensi
tidak semudah yang diperkirakan. Banyak faktor yang harus diperhatikan baik dari penderita,
tenaga kesehatan, obat-obatan maupun pelayanan kesehatan (Fadilah, 2007).

Jambu biji mengandung kalium yang berfungsi meningkatkan keteraturan denyut jantung,
mengaktifkan kontraksi otot, mengatur pengiriman zat-zat gizi lainnya ke sel-sel tubuh,
mengandalikan keseimbangan cairan pada jaringan dan sel tubuh serta menurunkan kadar
kolesterol total dan trigliserida darah, serta menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi).
Menurut dr. James Cerda dengan memakan jambu biji 0,5-1 kg/hari selama 4 minggu resiko
terkena penyakit jantung dapat berkurang sebesar 16%.

Hipertensi dapat menyebabkan meningkatnya risiko terhadap serangan jantung (infark


miokard akut), gagal jantung, gagal ginjal, kerusakan mata dan stroke. Komplikasi-komplikasi

1
hipertensi ini bisa terjadi karena kerusakan pada organ-organ ini akibat dari tekanan darah tinggi
kronis (Nurheti, 2011).
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti efek jus jambu biji
terhadap tekanan darah.

2. Perumusan Masalah

Apakah pemberian jus jambu biji berpengaruh terhadap penurunan hipertensi?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum : Mengetahui pengaruh jus jambu biji terhadap penurunan tekanan
darah.
Tujuan khusus : Mengetahui efek penyembuhan hipertensi dengan obat standar
dan efektifitas dengan obat standard dan jus jambu biji.

4. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian : sebagai sumber informasi dan bahan pengembangan penelitian


bagi peneliti selanjutnya.
Manfaat praktis : memberikan informasi tentang kandungan jus jambu terhadap
penderita hipertensi agar dapat memberikan masukan guna
pelayanan kesehatan dalam menangani hipertensi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg (Kaplan N.M. , 2006). Tekanan darah diukur dengan
spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi
lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang,
atau paling sedikit selama 5 menit sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi
(Feldman R.D. et al., 1999). Hipertensi didiagnosis berdasarkan peningkatan tekanan darah
sistolik dan diastolik. Ketika tekanan darah sistolik dan diastolik berada pada pada kategori
yang berbeda, maka dipilih kategori yang lebih tinggi untuk mengklasifikasikan tekanan
darah individu (Scohlze, 2007).
2. Etiologi dan Klasifikasi
a. Hipertensi Primer (essensial)
Onset hipertensi essensial biasanya muncul pada usia antara 25-55 tahun, sedangkan
usia di bawah 20 tahun jarang ditemukan. Patogenesis hipertensi essensial adalah
multifaktorial. Faktor-faktor yang terlibat dalam patogenesis hipertensi essensial antara lain
faktor genetik, hipertaktivitas sistem saraf simpatis, sistem rennin angiotensin, defek
natriuresis, natrium dan kalsium intraseluler, serta konsumsi alkohol secara berlebihan
(Stewart P.M., 1999).
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik. Hipertensi sekunder dapat
terjadi pada individu dengan usia sangat muda tanpa disertai riwayat hipertensi dalam
keluarga. Individu dengan hipertensi pertama kali pada usia di atas 50 tahun atau yang
sebelumnya diterapi tapi mengalami refrakter terhadap terapi yang diberikan mungkin
mengalami hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi sekunder antara lain penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler ginjal, hiperaldosteronisme primer dan
sindroma chusing, feokromsitoma, koarktasio aorta, kehamilan, serta penggunaan obat-
obatan (Adcock B.B. et al., 1997).

3
3. Hipertensi pada Obesitas
Berbagai penelitian epidemiologik telah membuktikan adanya hubungan yang kuat
antara obesitas dan hipertensi. Data yang diperoleh dari NHANES pada populasi orang
Amerika Serikat memberikan gambaran yang jelas mengenai hubungan linier antara
kenaikan IMT dengan tekanan darah sistolik dan diastolik serta tekanan nadi (El-Atat et al.,
2003). Farmingham study (2007) melaporkan risiko terjadinya hipertensi sebesar 65% pada
wanita dan 78% pada laki-laki berhubungan langsung dengan obesitas dan kelebihan berat
badan. Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga berhubungan
dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan menurunnya resistensi
vaskuler sistemik (M. Wahba, 2007). Beberapa mekanisme lain yang berperan dalam
kejadian hipertensi pada obesitas antara lain peningkatan sistem saraf simpatik,
meningkatnya aktivitas renin angiotensin aldosteron (RAAS), peningkatan leptin,
peningkatan insulin, peningkatan asam lemak bebas (FFA), peningkatan endotelin 1,
terganggunya aktivitas natriuretic peptide (NP), serta menurunnya nitrit oxide (NO)
(Kintscher U. et al., 2007; M. Wahba, 2007).

4. Patofisiologi hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt
memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan

4
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan
hipertensi ( Dekker, 1996 )
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung
jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin,2001).

5. Diagnosis

Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama 5 menit.
Angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi diagnosis tidak
dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran. Jika pada pengukuran pertama
memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan darah diukur kembali dan kemudian diukur
sebanyak 2 kali pada 2 hari berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil
pengukuran bukan hanya menentukan adanya tekanan darah tinggi, tetepi juga digunakan
untuk menggolongkan beratnya hipertensi. Setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan
pemeriksaan terhadap organ utama, terutama pembuluh darah, jantung, otak dan ginjal.
Retina (selaput peka cahaya pada permukaan dalam bagian belakang mata) merupakan satu-
satunya bagian tubuh yang secara langsung bisa menunjukkan adanya efek dari hipertensi
terhadap arteriola (pembuluh darah kecil). Dengan anggapan bahwa perubahan yang terjadi
di dalam retina mirip dengan perubahan yang terjadi di dalam pembuluh darah lainnya di
dalam tubuh, seperti ginjal. Untuk memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop. Dengan
menentukan derajat kerusakan retina (retinopati), maka bisa ditentukan beratnya hipertensi.
Perubahan di dalam jantung, terutama pembesaran jantung, bisa ditemukan
pada elektrokardiografi (EKG) dan foto rontgen dada. Pada stadium awal, perubahan tersebut

5
bisa ditemukan melalui pemeriksaan ekokardiografi (pemeriksaan dengan gelombang
ultrasonik untuk menggambarkan keadaan jantung). Bunyi jantung yang abnormal (disebut
bunyi jantung keempat), bisa didengar melalui stetoskop dan merupakan perubahan jantung
paling awal yang terjadi akibat tekanan darah tinggi. Petunjuk awal adanya kerusakan ginjal
bisa diketahui terutama melalui pemeriksaan air kemih. Adanya sel darah
dan albumin (sejenis protein) dalam air kemih bisa merupakan petunjuk terjadinya kerusakan
ginjal. Pemeriksaan untuk menentukan penyebab dari hipertensi terutama dilakukan pada
penderita usia muda.

Pemeriksaan ini bisa berupa rontgen dan radioisotop ginjal, rontgen dada serta
pemeriksaan darah dan air kemih untuk hormon tertentu. Untuk menemukan adanya kelainan
ginjal, ditanyakan mengenai riwayat kelainan ginjal sebelumnya. Sebuah stetoskop
ditempelkan diatas perut untuk mendengarkan adanya bruit (suara yang terjadi karena darah
mengalir melalui arteri yang menuju ke ginjal, yang mengalami penyempitan). Dilakukan
analisa air kemih dan rontgen atau USG ginjal. Jika penyebabnya adalah feokromositoma,
maka di dalam air kemih bisa ditemukan adanya bahan-bahan hasil penguraian hormon
epinefrin dan norepinefrin. Biasanya hormon tersebut juga menyebabkan gejala sakit kepala,
kecemasan, palpitasi (jantung berdebar-debar), keringat yang berlebihan, tremor (gemetar)
dan pucat. Penyebab lainnya bisa ditemukan melalui pemeriksaan rutin tertentu. Misalnya
mengukur kadar kalium dalam darah bisa membantu menemukan
adanya hiperaldosteronisme dan mengukur tekanan darah pada kedua lengan dan tungkai
bisa membantu menemukan adanya koartasio aorta.

Jambu biji

6. Taksonomi

Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klas : Magnoliopsida
Subklas : Rosidae

6
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus :
Spesies : Psidium guajava L.
Nama lain : Jambu batu (Indonesia), Jambu klutuk (Indonesia, Jawa, Sunda), jambu krikil
(Jawa), Jambu petakol (Jawa), jambu bayawas (Jawa), jambu siki (Sunda), jambu bhendher
(madura), jambu bighi (Madura), guava (Inggris)
Asal-usul : Amerika tropis

PROFIL TANAMAN
Perdu atau pohon kecil, yinggi 3 – l0 m. kulit perang, licin, terkelupas dalam potongan. Ruas
tangkai teratas segiempat tajam. Daun yang muda berbulu abu-abu. Daun bertangkai pendek,
bulat panjang atau memanjang, 6 – l4 kali 3 – 6 cm. Bunga terletak di ketiak, bertangkai,
anak paying berbunga l – 3; tangkai l – 4 cm. Tabung kelopak berbentuk lonceng atau bentuk
corong, panjang 0,5 cm; pinggiran tidakrontok, +/- l cm panjangnya. Daun mehkota bulat
telur terbalik, panjang l,5 – 2 cm, putih, segers rontok. Benagsari pada tonjolan dasar bunga
yang berbulu, putih, pipih dan lebar, seperti halnya tangkai putik berwarna serupa mentega.
Bakal buah tenggelam, beruang 4 – 5. Buah buni bundar, bentuk pper atau bentuk telur
terbalik, kuning, panjang 5 – 8,5 cm; daging buah putih kekuningan atau merah. 0 – 1000 m
dpl

7. Definisi Jambu Biji


Jambu biji, buah ajaib yang akrab dalam kehidupan kita, punya multimanfaat bagi
kesehatan. Buah ini sangat kaya vitamin C dan beberapa jenis mineral yang mampu
menangkal berbagai jenis penyakit degeneratif, serta menjaga kebugaran tubuh. Daun dan
kulit batangnya mengandung zat antibakteri, yang dapat menyembuhkan beberapa jenis
penyakit.

8. Kandungan jambu biji

7
Sumber Potasium dan Serat Jambu biji juga mengandung potasium sekitar 14 mg/
100 gram buah. Potasium berfungsi meningkatkan keteraturan denyut jantung, mengaktifkan
kontraksi otot, mengatur pengiriman zat-zat gizi lainnya ke sel- sel tubuh, mengendalikan
keseimbangan cairan pada jaringan sel tubuh, serta menurunkan tekanan darah tinggi
(hipertensi).

9. Pengaruh jambu biji pada hipertensi


Cara kerja potasium di dalam tubuh adalah kebalikan dengan natrium (pemicu
hipertensi). Karena itu, di dalam menu harian sangat dianjurkan untuk mengonsumsi natrium
dan kalium dalam rasio 1:1. Proses pengolahan makanan dengan menggunakan garam
cenderung untuk menaikkan natrium jauh melebihi kalium. Jambu biji juga merupakan
sumber serat pangan (dietary fiber). Serat pangan bermanfaat untuk mencegah berbagai
penyakit degeneratif, seperti kanker usus besar (kanker kolon), divertikulosis, aterosklerosis,
gangguan jantung, diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit batu ginjal. Konsumsi serat
pangan masyarakat Indonesia saat ini masih sangat rendah, yaitu sekitar 10 gram/orang/hari.
Padahal, konsumsi serat pangan yang dianjurkan adalah 20-30 gram/orang/hari. Jambu biji
mengandung serat pangan sekitar 5,6 gram per 100 gram daging buah. Jenis serat yang cukup
banyak terkandung di dalam jambu biji adalah pektin, yang merupakan jenis serat yang
bersifat larut di dalam air. Serat yang bersifat larut di dalam air memiliki peran besar dalam
menurunkan kadar kolesterol, yaitu mengikat kolesterol dan asam empedu dalam tubuh, serta
membantu pengeluarannya melalui proses buang air besar. Dengan demikian, serat yang
bersifat larut di dalam air berguna untuk mencegah aterosklerosis (penyumbatan pembuluh
darah penyebab terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke). Serat sejenis itu juga
berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah, sehingga sangat berperan dalam mencegah
penyakit diabetes melitus. ***Oleh: Prof. DR. Made Astawan, Ahli Teknologi Pangan dan
Gizi

8
10. Kerangka Teori

HIPERTENSI PENATALAKSANAAN JAMBU BIJI

POTASIUM
HIPERTENSI HIPERTENSI
PRIMER SEKUNDER

MENINGAKTKAN
KETERATURAN DENYUT
JANUTNG

11. Kerangka Konsep

KANDUNGAN MENINGKATKAN
MENURUNKAN
BUAH JAMBU BIJI KETERATURAN
HIPERTENSI
(POTASIUM) DENYUT JANTUNG

12. Hipotesis

Adanya pengaruh jus jambu terhadap penderita Hipertensi.

9
BAB III

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental dengan pendekatan
pre test-post test control group design.

2. Variabel dan Definisi Operasional


2.1. Variable
a. Variable bebas : jus jambu biji.
b. Variable terikat : hipertensi.
2.2. Definisi operasional
2.2.1 Jambu biji
Jambu biji (psidium guajava) adalah tanaman holtikultura yang berasal dari
family Myrtaceae. Jambu biji banyak dibudidayakan di daerah tropis. Jambu biji
banyak sekali mengandung manfaat terutama untuk mengobati penyakit,
diantaranya diare, disentri, demam berdarah, sariawan, jantung dan diabetes.
Buah ini menjadi hipoglikemik di alam dan kaya akan serat yang bermanfaat
untuk menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol. Selain itu, jambu biji
berukuran sedang bisa mencukupi 20 persen kebutuhan harian tubuh akan
potasium. Penelitian juga menunjukkan rutin mengonsumsi potasium bisa
menurunkan tekanan darah.
Skala : rasio

2.2.2 Hipertensi

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, 1995). Tekanan darah diukur dengan
spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset
menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak
atau terlentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah
merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah

10
hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder
karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi
menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2
(Yogiantoro M, 2006).

Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7

Kategori Sistol (mmHg) Diastole (mmHg)

Normal <120 <80

Pre hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 ≥ 100

Skala : interval

3. Populasi dan sampel


3.1. Populasi
a. Populasi target
Populasi target penelitian ini adalah pasien hipertensi.
b. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua pasien hipertensi yang di
rawat jalan di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang, periode 2012 yaitu
sebanyak 950 pasien.

3.2. Sampel
Cara pengambilan sampel penelitian adalah semua total populasi yang
memenuhi criteria inklusi dan eksklusi :
a. Kriteria inklusi : pasien hipertensi kasus baru berdasarkan
pemeriksaan tekanan darah lebih dari sama dengan 165/100 mmHg, pada
pria usia 40-60 tahun.

11
b. Kriteria eksklusi : pasien hipertensi dengan komplikasi dan pasien
yang mengundurkan diri dari penelitian.

Besar sampel
Besar sampel yang akan dimasukkan dalam penelitian ini didistribusikan
menjadi 2 kelompok, masing-masing kelompok perlakuan dan kelompok control.
Kelompok perlakuan adalah responden yang di beri jus jambu biji. Kelompok
control adalah responden yang tidak diberi jus jambu biji.

4. Instrumen penelitian
Alat dan instrument yang digunakan pada penelitian ini berupa :
4.1. Instrumen penelitian ini berupa rekam medic pasien hiprtensi. Dan mencoba
melakukan perlakuan terhadap penderita dengan di beri jus jambu biji.
4.2. Alat yang di gunakan sphygmomanometer,stetoskop.

Bahan penelitian :

- Jambu biji.

5. Cara penelitian
Penelitian dilakukan dengan cara berikut :
5.1. Perizinan ke rumah sakit.
5.2. Pengambilan data yang diperoleh dari rekam medic pasien hipertensi di
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.
5.3. Bahan:

 6 buah jambu biji warna merah, buang bijinya, potong kecil.

 300 ml air.

Cara Membuat:

 Masukkan semua bahan ke dalam blender, lalu blender hingga lembut


dan tercampur rata.

 Jika terlalu kental, tambahkan air secukupnya.

12
 Di saring.

 Tuang ke dalam gelas.

 Untuk hasil: 4 gelas.

5.4. Pemberian jus jambu kepada responden selama 1 bulan.


5.5. Observasi tekanan darah penderita hipertensi.
5.6. Analisis hasil.

6. Tempat dan waktu


6.1.1. Tempat : Rumah Sakit Islam Sultan Agung.
6.1.2. Waktu : 1 bulan.

7. Alur penelitian

Perizinan kerumah Pengambilan data Pemberian jus


sakit sampel jambu biji

Observasi
responden

Analisis hasil

8. Analisa hasil

Analisis data dilakukan secara eksperimen. Semua data yang diperoleh dari hasil
penelitian dicatat dan dianalisis. Pengaruh jus jambu terhadap penurunan hipertensi.
Nilai p kurang dari 0.05 dinyatakan bermakna.

13

Anda mungkin juga menyukai