Anda di halaman 1dari 19

Hipokalemia

IYAN DARMAWAN
Medical Department PT Otsuka Indonesia

Pendahuluan

Hipokalemia (K+ serum < 3,5 mEq/L) merupakan salah satu kelainan elektrolit yang ditemukan pada pasien
rawat inap. Di Amerika, 20% dari pasien rawat-inap didapati mengalami hipokalemia 1, namun hipokalemia yang
bermakna klinik hanya terjadi pada 4—5% dari para pasien ini. Kekerapan pada pasien rawat-jalan yang
mendapat diuretik sebesar 40%2. Walaupun kadar kalium dalam serum hanya sebesar 2% dari kalium total
tubuh dan pada banyak kasus tidak mencerminkan status kalium tubuh; hipokalemia perlu dipahami karena
semua intervensi medis untuk mengatasi hipokalemia berpatokan pada kadar kalium serum.

Patofisiologi
Perpindahan Trans-selular

Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini disebabkan faktor-faktor yang merangsang
berpindahnya kalium dari intravaskular ke intraseluler, antara lain beban glukosa, insulin, obat adrenergik,
bikarbonat, dsb. Insulin dan obat katekolamin simpatomimetik diketahui merangsang influks kalium ke dalam sel
otot. Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na +/K+ ATP ase yang berfungsi sebagai antiport di tubulus
ginjal. Efek perangsangan ini adalah retensi natrium dan sekresi kalium 1.

Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami penurunan kadar K serum sebesar 0,2—0,4
mmol/L2,3, sedangkan dosis kedua yang diberikan dalam waktu satu jam akan mengurangi sampai 1 mmol/L 3.
Ritodrin dan terbutalin, yakni obat penghambat kontraksi uterus bisa menurunkan kalium serum sampai
serendah 2,5 mmol per liter setelah pemberian intravena selama 6 jam.

Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa merangsang pelepasan amina
simpatomimetik serta meningkatkan aktivitas Na +/K+ ATP ase. Hipokalemia berat hampir selalu merupakan
gambaran khas dari keracunan akut teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi bisa menurunkan kalium
serum sebesar 0,4 mmol/L. Karena insulin mendorong kalium ke dalam sel, pemberian hormon ini selalu
menyebabkan penurunan sementara dari kalium serum. Namun, ini jarang merupakan masalah klinik, kecuali
pada kasus overdosis insulin atau selama penatalaksanaan ketoasidosis diabetes.
Obat-obat lain yang bisa menyebabkan hipokalemia dirangkum dalam tabel:

Deplesi Kalium

Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium tubuh. Dalam keadaan normal,
kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan kalium plasma 3,5--5 mEq/L. Asupan K + yang sangat kurang
dalam diet menghasilkan deplesi cadangan kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi tanggapan yang sesuai
dengan mengurangi ekskresi K+, melalui mekanisme regulasi ini hanya cukup untuk mencegah terjadinya
deplesi kalium berat. Pada umumnya, jika asupan kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium bersifat
moderat. Berkurangnya asupan sampai <10 mEq/hari menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250 s.d. 300 mEq
(kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam 7—10 hari 4. Setelah periode tersebut, kehilangan lebih lanjut dari ginjal
minimal. Orang dewasa muda bisa mengkonsumsi sampai 85 mmol kalium per hari, sedangkan lansia yang
tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak mendapat cukup kalium dalam diet mereka 2.

Kehilangan K+ Melalui Jalur Ekstra-renal

Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna. Pencahar dapat menyebabkan kehilangan
kalium berlebihan dari tinja. Ini perlu dicurigai pada pasien-pasien yang ingin menurunkan berat badan.
Beberapa keadaan lain yang bisa mengakibatkan deplesi kalium adalah drainase lambung (suction), muntah-
muntah, fistula, dan transfusi eritrosit.

Kehilangan K+ Melalui Ginjal

Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa menguras cadangan kalium tubuh. Tiazid
dan furosemid adalah dua diuretik yang terbanyak dilaporkan menyebabkan hipokalemia

2
Implikasi Klinik pada Pasien Penyakit Jantung

Tidak mengherankan bahwa deplesi kalium sering terlihat pada pasien dengan CHF. Ini membuat semakin
bertambah bukti yang memberi kesan bahwa peningkatan asupan kalium bisa menurunkan tekanan darah dan
mengurangi risiko stroke. Hipokalemia terjadi pada pasien hipertensi non-komplikasi yang diberi diuretik, namun
tidak sesering pada pasien gagal jantung bendungan, sindrom nefrotik, atau sirosis hati. Efek proteksi kalium
terhadap tekanan darah juga dapat mengurangi risiko stroke.

Deplesi kalium telah dikaitkan dalam patogenesis dan menetapnya hipertensi esensial. Sering terjadi salah
tafsir tentang terapi ACE-inhibitor (misal Kaptopril). Karena obat ini meningkatkan retensi kalium, dokter enggan
menambah kalium atau diuretik hemat kalium pada terapi ACE-inhibitor. Pada banyak kasus gagal jantung
bendungan yang diterapi dengan ACE-inhibitor, dosis obat tersebut tidak cukup untuk memberi perlindungan
terhadap kehilangan kalium.
Potensi digoksin untuk menyebabkan komplikasi aritmia jantung bertambah jika ada hipokalemia pada pasien
gagal jantung. Pada pasien ini dianjurkan untuk mempertahankan kadar kalium dalam kisaran 4,5-5 mmol/L.
Nolan dkk. mendapatkan kadar kalium serum yang rendah berkaitan dengan kematian kardiak mendadak di
dalam uji klinik terhadap 433 pasien di UK.

Hipokalemia ringan bisa meningkatkan kecenderungan aritmia jantung pada pasien iskemia jantung, gagal
jantung, atau hipertrofi ventrikel kanan. Implikasinya, seharusnya internist lebih "care" terhadap berbagai
konsekuensi hipokalemia. Asupan kalium harus dipikirkan untuk ditambah jika kadar serum antara 3,5--4
mmol/L. Jadi, tidak menunggu sampai kadar < 3,5 mmol/L.

Derajat Hipokalemia

Hipokalemia moderat didefinisikan sebagai kadar serum antara 2,5--3 mEq/L, sedangkan hipokalemia berat
didefinisikan sebagai kadar serum < 2,5 mEq/L. Hipokalemia yang < 2 mEq/L biasanya sudah disertai kelainan
jantung dan mengancam jiwa.

Hipokalemia pada Anak

Hipokalemia pada anak juga merupakan gangguan elektrolit yang lazim dijumpai dan memiliki manifestasi
beragam serta serius, seperti kelumpuhan otot, ileus paralitik, kelumpuhan otot pernapasan, aritmia jantung,
dan bahkan henti jantung. Dari suatu kajian prospektif terhadap 1350 anak yang dirawat-inap6, diagnosis
hipokalemia dipikirkan pada setiap anak dengan diare akut dan kronik dengan gambaran klinik leher terkulai,
kelemahan anggota gerak, dan distensi abdomen. Sebanyak 38 anak didiagnosis sebagai hipokalemia, dengan
gejala bervariasi sebagai berikut:

Sebanyak 85% dari anak yang hipokalemia tersebut mengidap malnutrisi dan 50% di antaranya dikategorikan
malnutrisi berat. Berbagai etiologi hipokalemia mencakup gastroenteritis akut dan kronik, renal tubular asidosis,
bronkopneumonia, serta penggunaan diuretik. Pemberian kalium oral (20 mEq/L) pada kasus ringan dan infus
intravena 40 mEq/L pada kasus berat, diketahui aman dan efektif mengatasi hipokalemia.

Hipokalemia pada Pasien Bedah7

Hipokalemia lazim dijumpai pada pasien bedah. K + < 2,5 mmol/L berbahaya dan perlu tatalaksana segera
sebelum pembiusan serta pembedahan. Defisit 200—400 mmol perlu untuk menurunkan K + dari 4 ke 3 mmol/L.
Demikian juga defisit serupa menurunkan K+ dari 3 ke 2 mmol/L.

Sebab-sebab

 Asupan berkurang: asupan K+ normal adalah 40—120 mmol/hari. Umumnya ini berkurang pada pasien
bedah yang sudah anoreksia dan tidak sehat.
 Meningkatnya influks K+ ke dalam sel: alkalosis, kelebihan insulin, B-agonis, stress, dan hipotermia.
Semuanya menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. Tidak akan ada deplesi K + sejati jika ini adalah
satu-satunya penyebab.
 Kehilangan berlebihan dari saluran cerna: muntah-muntah, diare, dan drainase adalah gambaran khas
seorang pasien sebelum dan setelah pembedahan abdomen. Penyalahgunaan pencahar pada usia
lanjut biasa dilaporkan dan bisa menyebabkan hipokalemia pra-bedah.
 Kehilangan berlebihan dari urin: hilangnya sekresi lambung, diuretik, asidosis metabolik, Mg ++ rendah,
dan kelebihan mineralokortikoid menyebabkan pemborosan K + ke urin. Mekanisme hipokalemia pada
kehilangan cairan lambung bersifat kompleks. Bila cairan lambung hilang berlebihan (muntah atau via
pipa nasogastrik), NaHCO3 yang meningkat diangkut ke tubulus ginjal. Na + ditukar dengan K+ dengan
akibat peningkatan ekskresi K+. Kehilangan K+ melalui ginjal sebagai respons terhadap muntah adalah
faktor utama yang menyebabkan hipokalemia. Ini disebabkan kandungan K + dalam sekresi lambung
sedikit. Asidosis metabolik menghasilkan peningkatan transpor H+ ke tubulus. H+ bersama K+ bertukar
dengan Na+ , sehingga ekskresi K+ meningkat.
 Keringat berlebihan dapat memperberat hipokalemia.

Risiko

 Aritmia jantung, khususnya pada pasien yang mendapat digoksin.


 Ileus paralitik berkepanjangan
 Kelemahan otot
 Keram

Pendekatan Diagnostik

 Anamnesis biasanya memungkinkan identifikasi faktor penyebab.


 pH darah dibutuhkan untuk menginterpretasikan K + yang rendah. Alkalosis biasa menyertai hipokalemia
dan menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. Asidosis menyebabkan kehilangan K + langsung dalam
urin.

Hipokalemia pada Pasien Stroke8

Dalam suatu kajian observasi terhadap 421 pasien stroke, 150 pasien infark miokard, dan 161 pasien rawat-
jalan dengan hipertensi, didapatkan hasil sebagai berikut:8 Hipokalemia didapatkan lebih sering pada pasien
stroke dibandingkan pasien infark miokard, yakni 84 (20%) vs 15 (10%), p = .008) atau pasien hipertensi 84
(20%) vs 13 (8%), p < .001. Bahkan, ketika pasien yang diberi diurteik dikeluarkan dari analisis 56 (19%) vs 12
(9%) kelompok pasien infark, p = .014 dan 56 (19%) vs 4 (5%) kelompok hipertensi, p = .005, masing-masing.
Pada analisis terhadap kelangsungan hidup, kadar kalium yang lebih rendah ketika pasien masuk berkaitan
dengan meningkatnya risiko kematian.

Tatalaksana Hipokalemia

Untuk bisa memperkirakan jumlah kalium pengganti yang bisa diberikan, perlu disingkirkan dulu faktor-faktor
selain deplesi kalium yang bisa menyebabkan hipokalemia, misalnya insulin dan obat-obatan. Status asam-
basa mempengaruhi kadar kalium serum.

Jumlah Kalium

Walaupun perhitungan jumlah kalium yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan tidak rumit, tidak ada rumus
baku untuk menghitung jumlah kalium yang dibutuhkan pasien. Namun, 40—100 mmol K+ suplemen biasa
diberikan pada hipokalemia moderat dan berat.

Pada hipokalemia ringan (kalium 3—3,5 mEq/L) diberikan KCl oral 20 mmol per hari dan pasien dianjurkan
banyak makan makanan yang mengandung kalium. KCL oral kurang ditoleransi pasien karena iritasi lambung.
Makanan yang mengandung kalium cukup banyak dan menyediakan 60 mmol kalium 5.

Kecepatan Pemberian Kalium Intravena

Kecepatan pemberian tidak boleh dikacaukan dengan dosis. Jika kadar serum > 2 mEq/L, maka kecepatan
lazim pemberian kalium adalah 10 mEq/jam dan maksimal 20 mEq/jam untuk mencegah terjadinya
hiperkalemia. Pada anak, 0,5—1 mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum
dewasa.

Pada kadar < 2 mEq/L, bisa diberikan kecepatan 40 mEq/jam melalui vena sentral dan monitoring ketat di ICU.
Untuk koreksi cepat ini, KCl tidak boleh dilarutkan dalam larutan dekstrosa karena justru mencetuskan
hipokalemia lebih berat.

Koreksi Hipokalemia Perioperatif

 KCL biasa digunakan untuk menggantikan defisiensi K+, karena juga biasa disertai defisiensi Cl-.
 Jika penyebabnya diare kronik, KHCO3 atau kalium sitrat mungkin lebih sesuai.
 Terapi oral dengan garam kalium sesuai jika ada waktu untuk koreksi dan tidak ada gejala klinik.
 Penggantian 40—60 mmol K+ menghasilkan kenaikan 1—1,5 mmol/L dalam K+ serum, tetapi ini sifatnya
sementara karena K+ akan berpindah kembali ke dalam sel. Pemantauan teratur dari K+ serum
diperlukan untuk memastikan bahwa defisit terkoreksi.

Kalium iv

 KCl sebaiknya diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami hipokalemia berat.
 Secara umum, jangan tambahkan KCl ke dalam botol infus. Gunakan sediaan siap-pakai dari pabrik.
Pada koreksi hipokalemia berat (< 2 mmol/L), sebaiknya gunakan NaCl, bukan dekstrosa. Pemberian
dekstrosa bisa menyebabkan penurunan sementara K + serum sebesar 0,2—1,4 mmol/L karena
stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.
 Infus yang mengandung KCl 0,3% dan NaCl 0,9% menyediakan 40 mmol K + /L. Ini harus menjadi
standar dalam cairan pengganti K+.
 Volume besar dari normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika ada aritmia jantung,
dibutuhkan larutan K+ yang lebih pekat diberikan melalui vena sentral dengan pemantauan EKG.
Pemantauan teratur sangat penting. Pikirkan masak-masak sebelum memberikan > 20 mmol K +/jam.
 Konsentrasi K+ > 60 mmol/L sebaiknya dihindari melalui vena perifer, karena cenderung menyebabkan
nyeri dan sklerosis vena.

Kesimpulan
Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang cukup sering dijumpai dalam praktik klinik, dan bisa mengenai
pasien dewasa dan anak. Berbagai faktor penyebab perlu diidentifikasi sebagai awal dari manajemen.
Pemberian kalium bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti oleh para klinisi, seandainya diketahui kecepatan
pemberian yang aman untuk setiap derajat hipokalemia. Pemberian kalium perlu dipertimbangkan pada pasien-
pasien penyakit jantung, hipertensi, stroke, atau pada keadaan-keadaan yang cenderung menyebabkan deplesi
kalium.

Daftar Pustaka

1. Zwanger M. Hypokalemia. emedicine.com/emerg/topic273.html


2. Cohn JN, Kowey PR, Whelton PK, Prisant LM. New Guidelines for potassium Replacement in Clinical
Practice. Arch Intern Med 2000;160:2429-2436.
3. Gennari F.J. Hypokalemia: Current Concept. The New England Journal of Medicine 1998 Aug
13;339(7): 451-458
4. Tannen R.L. Potassium Disorders. In Kokko & Tannen. Fluid and ELectrolytes. WB Saunders Company
3rd ed., p.123
5. Halperin ML, Goldstein MB. Fluid Electrolyte and Acid-Base Physiology. A problem-based approach.
WB Saunders Co. 2nd ed., p 358
6. Sunil Gomber and Viresh Mahajan. Clinico-Biochemical Spectrum of Hypokalemia. Indian Pediatrics
1999;36:1144-1146
7. AJ Nicholls & IH Wilson. Perioperative Medicine : managing surgical patients with medical problems.
OXFORD University Press; 2000.
8. Salah E. Gariballa, Thompson G. Robinson and Martin D. Fotherby. Hypokalemia and Potassium
Excretion in Stroke Patients. Journal of the American Geriatrics Society 1997;45(12)

HIPERKALEMIA

Definisi:
Kadar kalium (K) dalam plasma > 5 mEq/liter.

Gejala Klinis:
Penderita merasa sesak napas. Gejala ini timbul pada kadar kalium > 7 mEq/liter atau kenaikan yang terjadi
dalam waktu cepat.

Pemeriksaan Penunjang:
1. Kadar K dalam plasma
2. Analisis gas darah
3. Kadar ureum dan kreatinin
4. Kalium dalam urin 24 jam
5. Creatinin phosphokinase
6. Kadar aldosteron darah bila perlu
7. Kadar digoksin bila perlu

Terapi:
1. Bila K mencapai 7 mEq/liter, keadaan darurat, segeralah ditanggulangi (keadaan akut):
Langkah pertama: beri kalsium glukonat 10%, 10-20 ml diberikan intravena bolus dalam 3-5 menit.
Langkah selanjutnya: Natrium bikarbonat 44 mEq (50 ml) intravena bolus dalam beberapa menit, dapat
ditambahkan sesuai hasil analisis gas darah yang masuk. Dapat juga dengan memberikan 50 gram glukosa
bersama insulin 15 unit intravena.
2. Bila K kurang dari 7 mEq/liter (keadaan sub-akut):
a. Resin pengikat kalium,
b. Hemodialisis pada gagal ginjal.

Penyulit:
1. Gangguan fungsi neuromuskuler (kelemahan, paralisis flaksid, distensi abdomen, diare)
2. Bradikardi
3. Fibrilasi ventrikel
4. Henti jantung

Diagnosis Banding:
1. Pseudohiperkalemia
a. lisis sel (rabdomiolisis, luka bakar, hemolisis, lisis tumor)
b. leukositosis berat
c. bendungan vena terlalu kuat pada saat pengambilan sampel darah.
2. Peningkatan ekskresi K melalui ginjal
3. Penurunan ekskresi K melalui ginjal

Catatan:
Dalam keadaan normal, jarang terjadi hiperkalemia karena adanya mekanisme adaptasi tubuh.

Referensi:
1. Simadibrata M., dkk. (ed.). Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Informasi
dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. Hlm 79-80.

2. Sudoyo AW, dkk, (ed.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007. hlm 138-9.

HIPERKALEMIA
DEFINISI
Hiperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium darah lebih dari 5 mEq/L
darah.

Biasanya konsentrasi kalium yang tinggi adalah lebih berbahaya daripada konsentrasi kalium yang rendah.
Konsentrasi kalium darah yang lebih dari 5.5 mEq/L akan mempengaruhi sistem konduksi listrik jantung.
Bila konsentrasi yang tinggi ini terus berlanjut, irama jantung menjadi tidak normal dan jantung akan berhenti berdenyut.

PENYEBAB
Hiperkalemia biasanya terjadi jika ginjal tidak mengeluarkan kalium dengan baik.
Mungkin penyebab paling sering dari hiperkalemia adalah penggunaan obat yang menghalangi pembuangan kalium oleh
ginjal, seperti triamterene, spironolactone dan ACE inhibitor.

Hiperkalemia juga dapat disebabkan oleh penyakit Addison, dimana kelenjar adrenal tidak dapat menghasilkan hormon
yang merangsang pembuangan kalium oleh ginjal dalam jumlah cukup.
Penyakit Addison dan penderita AIDS yang mengalami kelainan kelenjar adrenal semakin sering menyebabkan
hiperkalemia.

Gagal ginjal komplit maupun sebagian, bisa menyebabkan hiperkalemia berat.


Karena itu orang-orang dengan fungsi ginjal yang buruk biasanya harus menghindari makanan yang kaya akan kalium.

Hiperkalemia dapat juga dapat terjadi akibat sejumlah besar kalium secara tiba-tiba dilepaskan dari cadangannnya di dalam
sel.
Hal ini bisa terjadi bila:
- sejumlah besar jaringan otot hancur (seperti yang terjadi pada cedera tergilas)
- terjadi luka bakar hebat
- overdosis kokain.
Banyaknya kalium yang masuk ke dalam aliran darah bisa melampaui kemampuan ginjal untuk membuang kalium dan
menyebabkan hiperkalemia yang bisa berakibat fatal.

GEJALA
Hiperkalemia ringan menyebabkan sedikit gejala.

Gejalanya berupa irama jantung yang tidak teratur, yang berupa palpitasi (jantung berdebar keras).

DIAGNOSA
Biasanya hiperkalemia pertama kali terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin atau karena ditemukannya perubahan pada
pemeriksaan EKG.

PENGOBATAN
Pengobatan harus segera dilakukan jika kalium meningkat diatas 5 mEq/L pada seseorang dengan fungsi ginjal yang buruk
atau diatas 6 mEq/L pada seseorang dengan fungsi ginjal yang normal.

Kalium bisa dibuang dari tubuh melalui saluran pencernaan atau ginjal ataupun melalui dialisa.
Kalium dapat dibuang dengan merangsang terjadinya diare dan dengan menelan sediaan yang mengandung resin pengisap
kalium.
Resin ini tidak diserap di saluran pencernaan, sehingga kalium keluar dari tubuh melalui tinja.

Bila ginjal berfungsi dengan baik, diberikan obat diuretik untuk meningkatkan pengeluaran kalium.

Jika diperlukan pengobatan segera, dapat diberikan larutan intravena yang terdiri dari kalsium, glukosa atau insulin.
Kalsium membantu melindungi jantung dari efek kalium konsentrasi tinggi, meskipun efek ini hanya berlangsung beberapa
menit saja.
Glukosa dan insulin memindahkan kalium dari darah ke dalam sel, sehingga menurunkan konsentrasi kalium darah.

Jika pengobatan ini gagal atau jika terjadi gagal ginjal, mungkin perlu dilakukan dialisa.

Hiperkalemia Saat berolahraga berat


Ketika berolahraga berat yg memerlukan banyak oksigen spt bermain futsal, kita dapat mengalami metabolisme anaerob.
Pada keadaan anaerob (keadaan tanpa oksigen), metabolisme karbohidrat utk memproduksi tenaga akan menghasilkan asam
laktat. Akibatnya dapat terjadi asidosis laktat jika asam laktat itu tidak sempat diproses dalam hati menjadi glukosa lewat
siklus Cori.

Keadaan tubuh yg menjadi asam ini ternyata dapat menaikkan kadar kalium. Proses terjadinya adalah bahwa pada keadaan
asidosis dengan beban kerja yang berat (misalnya pada olahraga yg sangat menguras tenaga) bisa terjadi keausan bahkan
kerusakan sel-sel otot. Akibat rusaknya sel-sel otot (rhabdomiolisis), banyak ion kalium keluar dari sel dan keadaan ini akan
menimbulkan hiperkalemia (kenaikan kadar kalium dalam darah).

Hiperkalemia merupakan keadaan berbahaya bagi jantung krn dapat menimbulkan gangguan irama jantung sampai henti
jantung (cardiac arrrest) yg tentunya akan diikuti oleh kematian secara mendadak.

Untuk mencegah hiperkalemia dan asidosis sebetulnya ada cara sederhana. Kita bisa minum soda yg kaya akan natrium
bikarbonat (baking powder; soda kue) dan gula. Natrium dapat meningkatkan ekskresi kalium lewat ginjal sedangkan gula
yg masuk ke sel sebagai sumber energi akan membawa pula kalium kembali ke dalam sel. Dengan cara demikian
kemungkinan asidosis laktat dan hiperkalemia dapat dicegah.

Mengapa Terjadi Hiperkalemia (Kadar Kalium Darah yang Tinggi)?

DEFINISI
Hiperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium darah lebih dari 5 mEq/L
darah. Biasanya konsentrasi kalium yang tinggi adalah lebih berbahaya daripada konsentrasi kalium yang rendah.
Konsentrasi kalium darah yang lebih dari 5.5 mEq/L akan mempengaruhi sistem konduksi listrik jantung. Bila konsentrasi
yang tinggi ini terus berlanjut, irama jantung menjadi tidak normal dan jantung akan berhenti berdenyut.

PENYEBAB
Hiperkalemia biasanya terjadi jika ginjal tidak mengeluarkan kalium dengan baik. Mungkin penyebab paling sering dari
hiperkalemia adalah penggunaan obat yang menghalangi pembuangan kalium oleh ginjal, seperti triamterene,
spironolactone dan ACE inhibitor.

Hiperkalemia juga dapat disebabkan oleh penyakit Addison, dimana kelenjar adrenal tidak dapat menghasilkan hormon
yang merangsang pembuangan kalium oleh ginjal dalam jumlah cukup. Penyakit Addison dan penderita AIDS yang
mengalami kelainan kelenjar adrenal semakin sering menyebabkan hiperkalemia. Gagal ginjal komplit maupun sebagian,
bisa menyebabkan hiperkalemia berat. Karena itu orang-orang dengan fungsi ginjal yang buruk biasanya harus menghindari
makanan yang kaya akan kalium. Hiperkalemia dapat juga dapat terjadi akibat sejumlah besar kalium secara tiba-tiba
dilepaskan dari cadangannnya di dalam sel.

Hal ini bisa terjadi bila:


- sejumlah besar jaringan otot hancur (seperti yang terjadi pada cedera tergilas)
- terjadi luka bakar hebat
- overdosis kokain.

Banyaknya kalium yang masuk ke dalam aliran darah bisa melampaui kemampuan ginjal untuk membuang kalium dan
menyebabkan hiperkalemia yang bisa berakibat fatal.

GEJALA
Hiperkalemia ringan menyebabkan sedikit gejala. Gejalanya berupa irama jantung yang tidak teratur, yang berupa palpitasi
(jantung berdebar keras).

DIAGNOSA
Biasanya hiperkalemia pertama kali terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin atau karena ditemukannya perubahan pada
pemeriksaan EKG.

PENGOBATAN
Pengobatan harus segera dilakukan jika kalium meningkat diatas 5 mEq/L pada seseorang dengan fungsi ginjal yang buruk
atau di atas 6 mEq/L pada seseorang dengan fungsi ginjal yang normal. Kalium bisa dibuang dari tubuh melalui saluran
pencernaan atau ginjal ataupun melalui dialisa. Kalium dapat dibuang dengan merangsang terjadinya diare dan dengan
menelan sediaan yang mengandung resin pengisap kalium. Resin ini tidak diserap di saluran pencernaan, sehingga kalium
keluar dari tubuh melalui tinja.

Bila ginjal berfungsi dengan baik, diberikan obat diuretik untuk meningkatkan pengeluaran kalium. Jika diperlukan
pengobatan segera, dapat diberikan larutan intravena yang terdiri dari kalsium, glukosa atau insulin. Kalsium membantu
melindungi jantung dari efek kalium konsentrasi tinggi, meskipun efek ini hanya berlangsung beberapa menit saja.

Glukosa dan insulin memindahkan kalium dari darah ke dalam sel, sehingga menurunkan konsentrasi kalium darah. Jika
pengobatan ini gagal atau jika terjadi gagal ginjal, mungkin perlu dilakukan dialisa.

Askep Hipokalemia

A. Konsep Dasar Medis


1. Anatomi fisiologi
a Anatomi
Sebuah sel ialah setitik massa (berbentuk seperti selei) protoplasma yang berisi inti atau nukleus yang
dibungkus oleh membran sel. Dalam memperhatikan struktur selmaka perlu diperhatikan perhubungan
bagian-bagiannya dengan fungsinya. Sel terdiri dari beberapa bagian seperti berikut : protoplasma,
sitoplasma (mitokhondria, alat golgi, sitoplasma dasar, sentrosom dan membran sel), dan nukleus.
(Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis, hal.7-8)
b Fisiologi
Kalium adalah kation utama cairan intrasel. Kenyataannya 98 % dari simpanan tubuh (3000-4000
mEq) berada didalam sel dan 2 % sisanya (kira-kira 70 mEq) terutama dalam pada kompetemen ECF.
Kadar kalium serum normal adalah 3,5-5,5 mEq/L dan sangat berlawanan dengan kadar di dalam sel
yang sekitar 160 mEq/L. Kalium merupakan bagian terbesar dari zat terlarut intrasel, sehingga
berperan penting dalam menahan cairan di dalam sel dan mempertahankan volume sel. Kalium ECF,
meskipun hanya merupakan bagian kecil dari kalium total, tetapi sangat berpengaruh dalam fungsi
neuromuskular. Perbedaan kadar kalium dalam kompartemen ICF dan ECF dipertahankan oleh suatu
pompa Na-K aktif yang terdapat dimembran sel.
Pada orang dewasa yang sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-100 mEq. Sehabis makan,
semua kalium diabsorpsi akan masuk kedalam sel dalam beberapa menit, setelah itu ekskresi kalium
yang terutama terjadi melalui ginjal akan berlangsung beberapa jam. Sebagian kecil (<20%) akan
diekskresikan melalui keringat dan feses. Ekskresi kalium melalui ginjal dipengaruhi oleh aldosteron,
natrium tubulus distal dan laju pengeluaran urine.
Keseimbangan asam basa dan pengaruh hormon mempengaruhi distribusi kalium antara ECF dan ICF.
Asidosis cenderung untuk memindahkan kalium keluar dari sel, sedangkan alkalosis cenderung
memindahkan dari ECF ke ICF. Beberapa hormon juga berpengaruh terhadap pemindahan kalium
antara ICF dan ECF. Insulin dan Epinefrin merangsang perpindahan kalium ke dalam sel. (Price &
Wilson, edisi 6, hal 341)

2. Definisi
a. Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana kadar atau serum mengacu pada konsentrasi dibawah
normal yang biasanya menunjukkan suatu kekurangan nyata dalam simpanan kalium total. (Brunner
dan Suddarth, 2002).
b. Hipokalemia didefinisikan sebagai kadar kalium serum yang kurang dari 3,5 mEq/L. (Price &
Wilson, 2006)

3. Etiologi
a. Asupan kalium dari makanan yang menurun.
b. Kehilangan melalui saluran cerna.
c. Kehilangan melalui ginjal.
d. Kehilangan yang meningkat melalui keringat pada udara panas.
e. Perpindahan kalium kedalam sel.
(Price & Wilson, 2006)
Adapun penyebab lain dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah berulang-ulang, diare kronik,
hilang melalui kemih (mineral kortikoid berlebihan obat-obat diuretik). (Ilmu Faal, Segi Praktis, hal
209)

4. Patofisiologi
Kalium adalah kation utama cairan intrasel. Kenyataannya 98 % dari simpanan tubuh (3000-4000
mEq) berada didalam sel dan 2 % sisanya (kira-kira 70 mEq) terutama dalam pada kompetemen ECF.
Kadar kalium serum normal adalah 3,5-5,5 mEq/L dan sangat berlawanan dengan kadar di dalam sel
yang sekitar 160 mEq/L. Kalium merupakan bagian terbesar dari zat terlarut intrasel, sehingga
berperan penting dalam menahan cairan di dalam sel dan mempertahankan volume sel. Kalium ECF,
meskipun hanya merupakan bagian kecil dari kalium total, tetapi sangat berpengaruh dalam fungsi
neuromuskular. Perbedaan kadar kalium dalam kompartemen ICF dan ECF dipertahankan oleh suatu
pompa Na-K aktif yang terdapat dimembran sel.
Rasio kadar kalium ICF terhadap ECF adalah penentuan utama potensial membran sel pada jaringan
yang dapat tereksitasi, seperti otot jantung dan otot rangka. Potensial membran istirahat
mempersiapkan pembentukan potensial aksi yang penting untuk fungsi saraf dan otot yang normal.
Kadar kalium ECF jauh lebih rendah dibandingkan kadar di dalam sel, sehingga sedikit perubahan
pada kompartemen ECF akan mengubah rasio kalium secara bermakna. Sebaliknya, hanya perubahan
kalium ICF dalam jumlah besar yang dapat mengubah rasio ini secara bermakna. Salah satu akibat dari
hal ini adalah efek toksik dari hiperkalemia berat yang dapat dikurangi kegawatannya dengan
meingnduksi pemindahan kalium dari ECF ke ICF. Selain berperan penting dalam mempertahankan
fungsi nueromuskular yang normal, kalium adalah suatu kofaktor yang penting dalam sejumlah proses
metabolik.
Homeostasis kalium tubuh dipengaruhi oleh distribusi kalium antara ECF dan ICF, juga keseimbangan
antara asupan dan pengeluaran. Beberapa faktor hormonal dan nonhormonal juga berperan penting
dalam pengaturan ini, termasuk aldostreon, katekolamin, insulin, dan variabel asam-basa.
Pada orang dewasa yang sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-100 mEq. Sehabis makan,
semua kalium diabsorpsi akan masuk kedalam sel dalam beberapa menit, setelah itu ekskresi kalium
yang terutama terjadi melalui ginjal akan berlangsung beberapa jam. Sebagian kecil (<20%) akan
diekskresikan melalui keringat dan feses. Dari saat perpindahan kalium kedalam sel setelah makan
sampai terjadinya ekskresi kalium melalui ginjal merupakan rangkaian mekanisme yang penting untuk
mencegah hiperkalemia yang berbahaya. Ekskresi kalium melalui ginjal dipengaruhi oleh aldosteron,
natrium tubulus distal dan laju pengeluaran urine. Sekresi aldosteron dirangsang oleh jumlah natrium
yang mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium serum diatas normal, dan tertekan bila kadarnya
menurun. Sebagian besar kalium yang di filtrasikan oleh gromerulus akan di reabsorpsi pada tubulus
proksimal. Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang terekskresi kedalam
tubulus distal sebagai penukaran bagi reabsorpsi natrium atau H+. Kalium yang terekskresi akan
diekskresikan dalam urine. Sekresi kalium dalam tubulus distal juga bergantung pada arus pengaliran,
sehingga peningkatan jumlah cairan yang terbentuk pada tubulus distal (poliuria) juga akan
meningkatkan sekresi kalium.
Keseimbangan asam basa dan pengaruh hormon mempengaruhi distribusi kalium antara ECF dan ICF.
Asidosis cenderung untuk memindahkan kalium keluar dari sel, sedangkan alkalosis cenderung
memindahkan dari ECF ke ICF. Tingkat pemindahan ini akan meingkat jika terjadi gangguan
metabolisme asam-basa, dan lebih berat pada alkalosis dibandingkan dengan asidosis. Beberapa
hormon juga berpengaruh terhadap pemindahan kalium antara ICF dan ECF. Insulin dan Epinefrin
merangsang perpindahan kalium ke dalam sel. Sebaliknya, agonis alfa-adrenergik menghambat
masuknya kalium kedalam sel. Hal ini berperan penting dalam klinik untuk menangani ketoasidosis
diabetik. (Price & Wilson, edisi 6, hal 341)

Patoflodiagram

5. Manifestasi klinis
a CNS dan neuromuskular; lelah, tidak enak badan, reflek tendon dalam menghilang.
b Pernapasan; otot-otot pernapasan lemah, napas dangkal (lanjut)
c Saluran cerna; menurunnya motilitas usus besar, anoreksia, mual mmuntah.
d Kardiovaskuler; hipotensi postural, disritmia, perubahan pada EKG.
e Ginjal; poliuria,nokturia.
(Price & Wilson, 2006, hal 344)

6. Pemeriksaan diagnostik
Kalium serum : penurunan, kurang dari 3,5 mEq/L.
Klorida serum : sering turun, kurang dari 98 mEq/L.
Glukosa serum : agak tinggi.
Bikarbonat plasma : meningkat, lebih besar dari 29 mEq/L.
Osmolalitas urine : menurun.
GDA : pH dan bikarbonat meningkat (Alkalosit metabolik).
(Doenges 2002, hal 1049)
7. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan penyakit hipokalemia yang paling baik adalah pencegahan. Berikut adalah
contoh-contoh penatalaksanaannya :
a. Pemberian kalium sebanyak 40-80 mEq/L.
b. Diet yang mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-rata 50-100 mEq/hari (contoh
makanan yang tinggi kalium termasuk kismis, pisang, aprikot, jeruk, advokat, kacang-kacangan, dan
kentang).
c. Pemberian kalium dapat melalui oral maupun bolus intravena dalam botol infus.
d. Pada situasi kritis, larutan yang lebih pekat (seperti 20 mEq/L) dapat diberikan melalui jalur sentral
bahkan pada hipokalemia yang sangat berat, dianjurkan bahwa pemberian kalium tidak lebih dari 20-
40 mEq/jam ( diencerkan secukupnya) : pada situasi semacam ini pasien harus dipantua melalui
elektrokardigram (EKG) dan diobservasi dengan ketat terhadap tanda-tanda lain seperti perubahan
pada kekuatan otot.
(Brunner & Suddarth, 2002, hal 260).

8. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit hipokalemia ini adalah sebagai berikut :
a. Akibat kekurangan kalium dan cara pengobatan yang kurang hati-hati dapat menimbulkan otot
menjadi lemah, kalau tidak diatasi dapat menimbulkan kelumpuhan.
b. Hiperkalemia yang lebih serius dari hipokalemia, jika dalam pengobatan kekuarangan kalium tidak
berhati-hati yang memungkinkan terlalu banyaknya kalium masuk kedalam pembuluh darah.
(Ilmu Gizi, 1991, hal 99)
Selain itu juga adapun hal-hal yang dapat timbul pada hipokalemia yaitu :
a. Aritmia (ekstrasistol atrial atau ventrikel) dapat terjadi pada keadaan hipokalemia terutama bila
mendapat obat digitalis.
b. Ileus paralitik.
c. Kelemahan otot sampai kuadriplegia.
d. Hipotensi ortostatik.
e. Vakuolisasi sel epitel tubulus proksimal dan kadang-kadang tubulus distal.
f. Fibrosis interstisial, atropi atau dilatasi tubulus.
g. pH urine kurang akibatnya ekskresi ion H+ akan berkurang.
h. Hipokalemia yang kronik bila ekskresi kurang dari 20 mEq/L.
(Ilmu penyakit Dalam, 2001, hal.308)

B. Konsep Dasar Keperawatan


Proses keperawatan adalah dimana konsep diterapkan dalam raktek keperawatan. Hal ini disebut
problem salving yang memerlukan ilmu, tehnik dan keterampilan interpersonal dan ditunjukkan untuk
memenuhi kebutuhan pasien baik sebagai individu, keluarga maupun masyarakat. (Nursalam, 2000)

1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan
informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah,
kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan. (Nasrul
Effendy, 1995)
a. Aktifitas atau istirahat
Gejala : kelemahan umum, latergi.
b. Sirkulasi
Tanda :
Hipotensi
Nadi lemah atau menurun, tidak teratur.
Bunyi jantung jauh.
Perubahan karakteristik EKG.
Disritmis, PVC, takikardia / fibrasi ventrikel.
c. Eliminasi
Tanda :
Nokturia, poliuria bila faktor pemberat pada hipokalemia meliputi GJK atau DM.
Penurunan bising usus, penurunan mortilitas, usus, ilues paralitik.
Distensi abdomen.
d. Makanan / cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah.
e. Neurosensori
Gejala : parestesia
Tanda :
Penurunan status mental / kacau mental, apatis, mengantuk, peka rangsangan, koma, hiporefleksia,
tetani, paralisis.
Penurunan bising usus, penurunan mortilitas, usus, ileus paralitik.
Distensi abdomen
f. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri / kram otot
g. Pernapasan
Tanda : hipoventilasi / menurun dalam pernapasan karena kelemahan atau paralisis otot diafragma.
(Marilyn E. Doenges 2002 hal 1048)
Karena hipokalemia dapat mengancam jiwa, penting artinya untuk memantau timbulnya hipokalemia
pad pasien-pasien yang beresiko. Adanya keletihan, anoreksia, kelemahan otot, penurunan mortilitas
usus, parestesia, atau disritmia harus mendorong perawat untuk memeriksa konsentrasi kalium serum.
Jika tersedia, elektrokardiogram dapat memberikan informasi yang bernmanfaat. Pasien-pasien yang
menerima digitalis yang berisiko mengalami defisiensi kalium harus dipantau dengan ketat terhadap
tanda-tanda terjadinya toksisitas digitalis karena hipokalemia meningkatkan aksi digitalis. Pada
kenyataannya, dokter biasanya memilih untuk mempertahankan kadar kalium serum lebih besar dari
3,5 mEq/L (SI : 3,5 mmol/L) pada pasien-pasien yang menerima digitalis. (Brunner & Suddarth, 2002,
hal.261)

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan , dan mengatasi kebutuhan spesifik
pasien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi. (Doenges 2002)
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan informasi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah.
(Nursalam dikutip dari carpenito, hal 35, 2000)
Penetapan prioritas masalah keperawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien berdasarkan kepada
tindakan kebutuhan dasar manusia. Ada 2 contoh hirarki yang biasa digunakan yaitu :
a. Hirarki Maslow
Maslow menjelaskan kebutuhan manusia dibagi menjadi lima tahap : fisiologis, rasa aman dan
nyaman, mencintai dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri. Maslow mengatakan pasien
memerlukan suatu tahapan kebutuhan, jika pasien menghendaki suatu tindakan yang memuaskan.
Dengan kata lain kebutuhan fisiologis biasanya sebagai prioritas utama bagi pasien dari pada
kebutuhan lain. (Nursalam, hal 52, 2001).
Dimana Maslow menggambarkan dengan skema piramida yang menunjukkan bagaimana seseorang
bergerak dari kebutuhan dasar dari tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dengan tujuan akhir adalah
fungsi dan kesehatan manusia yang terintegrasi.

Aktualisasi
Diri
Harga diri
Mencintai dan dicintai
Kebutuhan keselamatan dan keamanan
Kebutuhan fisiologis
(O2, CO2, elektrolit, makanan dan sex)

Hirarki Abraham Maslow


Keterangan :
1) kebutuhan fisiologis O2, CO2, elektrolit, makanan dan sex
2) Kebutuhan keselamatan dan keamanan, terhindar dari penyakit dan perlindungan hukum
3) Mencintai dan dicintai : kasih sayang, mencintai, dicintai, diterima dikelompok.
4) Harga diri : dihargai dan menghargai (respek dan toleransi)
5) Aktualisasi diri : ingin diakui, berhasil dan menonjol
b. Hirarki “Kalish”
Kalish menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan
untuk bertahan dan stimulasi. Kalish mengidentifikasi kebutuhan untuk mempertahankan hidup :
udara, air, temperatur, eliminasi, istirahat dan menghindari nyeri, jika terdapat kekurangan kebutuhan
tersebut, pasien cenderung menggunakan prasarana untuk memuakan kebutuhan tertentu, hanya saja
mereka akan mempertimbangkan terlebih dahulu kebutuhan yang paling tinggi prioritasnya, misalnya
keamanan dan harga diri. (Nursalam, hal 53, 2001).
Adapun diagnosa yang sering ditemukan pada pasien hipokalemia secara teoritis adalah sebagai
berikut :
a. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan proses penyakit hipokalemia.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik akibat kelelahan.
c. Hipertermi berhubungan dengan kegagalan untuk mengatasi infeksi akibat penyakit hipokalemia.
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan akibat penurunan fungsi otot dalam tubuh.
e. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan anoreksi; mual muntah.
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

3. Perencanaan
Rencana asuhan keperawatan adalah catatan yang ada tentang intervensi rencana keperawatan (Hunt
Jennifer & Mark, 1995) rencana asuhan keperawatan adalah pengkajian yang sistematis dan
identifikasi masalah, penentuan tujuan dan pelaksanaan serta cara atau strategi (Mayer, 1995)
Beberapa komponen yang perlu diperhatikan untuk mengevaluasi rencana tindakan keperawatan
meliputi menentukan prioritas, kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi.
(Nursalam, 2001)
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan hipokalemia maka rencana
keperawatan yang dapat dirumuskan adalah :

Tips Praktis Mengenali Hipokalemia


Oleh : Dr. Dito Anurogo | 20-Jan-2008, 22:15:43 WIB

Definisi:

Kadar kalium (K) dalam serum atau plasma < 3,5 mEq/liter.

Gejala Klinis:

1. Kelemahan pada otot


2. Perasaan lelah
3. Nyeri otot
4. Restless legs syndrome
5. Tekanan darah dapat meningkat
6. Kelumpuhan atau rabdomiolisis (jika penurunan K amat berat)
7. Gangguan toleransi glukosa
8. Gangguan metabolisme protein
9. Poliuria dan polidipsia
10. Alkalosis metabolik

Gejala klinis nomor 1,2,3,4 di atas merupakan gejala pada otot yang timbul jika kadar kalium kurang dari 3
mEq/liter.

Pemeriksaan Penunjang:

1. Kadar K dalam serum


2. Kadar K, Na, Cl dalam urin 24 jam
3. Kadar Mg dalam serum
4. Analisis gas darah
5. Elektrokardiografi

Terapi:

1. Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena lebih mudah. Pemberian 40-60 mEq dapat
menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L, sedangkan pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar
kalium sebesar 2,5-3,5 mEq/L.
2. Bila ada intoksikasi digitalis, aritmia, atau kadar K serum < 3 mEq/L, koreksi K secara intravena 20
mEq/jam dalam 50-100 cc larutan dekstrosa 5%.
3. Bila kadar kalium dalam serum > 3 mEq/L, koreksi K cukup per oral.
4. Monitor kadar kalium tiap 2-4 jam untuk menghindari hiperkalemia terutama pada pemberian secara
intravena.
5. Pemberian K intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena yang besar dengan kecepatan 10-
20 mEq/jam, kecuali disertai aritmia atau kelumpuhan otot pernafasan, diberikan dengan kecepatan 40-100
mEq/jam. KCl dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonik.

Penyulit:

1. Kelemahan otot
2. Lelah
3. Kejang atau kaku otot
4. Konstipasi
5. Ileus
6. Paralisis flaksid
7. Hiporefleksi
8. Rabdomiolisis
9. Tetanus

Diagnosis Banding:

1. Kehilangan melalui ginjal


a.Kalium dalam urin > 15 mEq/24 jam.
b.Ekskresi kalium disertai poliuria (obat-obat diuretik, diuretik osmotik)

2. Kehilangan tidak melalui ginjal (K dalam urin < 15mEq/24 jam)


a. Kehilangan melalui saluran cerna (diare)
b. Kehlangan melalui keringat berlebihan
c. Diet rendah kalium
d. Muntah
e. Perpindahan kalium ke dalam sel (alkalosis, insulin agonis beta, paralisis periodik, leukemia, keracunan
barium)

Catatan:

1. Hipokalemia merupakan keadaan yang sering ditemukan dalam klinik.


2. Ekskresi kalium dalam urin rendah, disertai alkalosis metabolik, pertanda dari muntah kronik, atau
pemberian diuretik lama.
3. Ekskresi kalium dalam urin tinggi, disertai alkalosis metabolik, dan tekanan darah rendah, pertanda
sindrom Bartter.
4. Ekskresi kalium dalam urin tinggi, disertai alkalosis metabolik, dan tekanan darah tinggi, pertanda dari
hiperaldosteronisme primer.
5. Ekskresi kalium yang berlebihan melalui ginjal disertai asidosis metabolik merupakan pertanda adanya
ketoasidosis diabetik atau renal tubular acidosis (RTA) baik yang distal maupun proksimal.

Referensi:

1. Simadibrata M., dkk. (ed.). Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Informasi
dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. Hlm 93-4.

2. Sudoyo AW, dkk, (ed.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007. hlm 137-8.
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Hipokalemia

A. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan
informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah,
kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan. (Nasrul
Effendy, 1995)
1. Aktifitas atau istirahat
Gejala : kelemahan umum, latergi.
2. Sirkulasi
Tanda :
o Hipotensi
o Nadi lemah atau menurun, tidak teratur.
o Perubahan karakteristik EKG.
o Disritmis, PVC, takikardia / fibrasi ventrikel.
3. Eliminasi
Tanda :
o Nokturia, poliuria bila faktor pemberat pada hipokalemia meliputi GJK atau DM.
o Penurunan bising usus, penurunan mortilitas, usus, ilues paralitik.
o Distensi abdomen.
4. Makanan / cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah.
5. Neurosensori
Gejala : parestesia
Tanda :
o Penurunan status mental / kacau mental, apatis, mengantuk, peka rangsangan, koma,
hiporefleksia, tetani, paralisis.
o Penurunan bising usus, penurunan mortilitas, usus, ileus paralitik.
o Distensi abdomen
6. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri / kram otot
7. Pernapasan
Tanda : hipoventilasi / menurun dalam pernapasan karena kelemahan atau paralisis otot
diafragma.
(Marilyn E. Doenges 2002 hal 1048)

Karena hipokalemia dapat mengancam jiwa, penting artinya untuk memantau timbulnya hipokalemia
pad pasien-pasien yang beresiko. Adanya keletihan, anoreksia, kelemahan otot, penurunan mortilitas
usus, parestesia, atau disritmia harus mendorong perawat untuk memeriksa konsentrasi kalium serum.
Jika tersedia, elektrokardiogram dapat memberikan informasi yang bernmanfaat. Pasien-pasien yang
menerima digitalis yang berisiko mengalami defisiensi kalium harus dipantau dengan ketat terhadap
tanda-tanda terjadinya toksisitas digitalis karena hipokalemia meningkatkan aksi digitalis. Pada
kenyataannya, dokter biasanya memilih untuk mempertahankan kadar kalium serum lebih besar dari
3,5 mEq/L (SI : 3,5 mmol/L) pada pasien-pasien yang menerima digitalis. (Brunner & Suddarth, 2002,
hal.261)
B. Diagnoasa Keperawatan

Diagnosa yang sering ditemukan pada pasien hipokalemia secara teoritis adalah sebagai berikut :
1. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan proses penyakit hipokalemia.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik akibat kelelahan.
3. Hipertermi berhubungan dengan kegagalan untuk mengatasi infeksi akibat penyakit
hipokalemia.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan akibat penurunan fungsi otot dalam tubuh.
5. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan anoreksi; mual muntah.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

Pengertian :

Pengambilan darah arteri melalui fungsi untuk memeriksa gas-gas dalam darah yang berhubungan
dengan fungsi respirasi dan metabolisma.

Tujuannya :

1. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel

2. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.

3. Kemampuan HB dalam mengangkut O2 dan CO2.

4. Tingkat tekanan O2 dalam darah arteri.

Tempat pengambilan darah arteri :

1. Arteri Radialis, merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk fungsi arteri
kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau haematoem juga apabila Allen test negatif.

2. Arteri Dorsalis Pedis, merupakan pilihan kedua.

3. Arteri Brachialis, merupakan pilihan ketiga karena lebih banyak resikonya bila terjadi
obstruksi pembuluh darah.

4. Arteri Femoralis, merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak dapat
diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah ke seluruh tubuh /
tungkai bawah dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat menyebabkan kematian
jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar, sehingga dapat terjadi percampuran antara
darah vena dan arteri.
Langkah-langkah melakukan fungsi darah arteri :

1. Persiapan alat.

Baki (Troli) yang berisi antara lain:

- 1 Buah spuit 2,5 cc yang disposible.

- 1 buah spuit 1 cc yang disposible.

- Gabus / karet sebagai penutup jarum.

- 2 lembar kain kassa steril.

- Bengkok, plester, gunting.

- Obat lokal anesthesi (bila) perlu.

- Kapas alkohol dengan campuran bethadine.

- Kantong plastik berisi es bila pengirimannya jauh.

- Heparin injeksi 5000 unit

Spuit 2,5 cc diisi dengan heparin 0,1 cc atau asal membasahi dinding spuit untuk mencegah terjadinya
pembekuan darah. Heparin tidak boleh terlalu banyak dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

2. Memberitahukan pasien tentang tujuan daripada pengambilan darah arteri yang akan di
pungsi.

3. Memilih arteri yang akan di pungsi.

4. Menyiapkan posisi pasien :

a. Arteri Radialisi :

- Pasien tidur semi fowler dan tangan diluruskan.

- Meraba arteri kalau perlu tangan boleh diganjal atau ditinggikan.

- Arteri harus benar-benar teraba untuk memastikan lokalisasinya.

b. Arteri Dorsalis Pedis

- Pasien boleh flat / fowler.

c. Arteri Brachialis

- Posisi pasien semi fowler, tangan di hyperextensikan / diganjal dengan siku.

d. Arteri Femoralis

- Posisi pasien flat

5. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perasat

6. Raba kembali arteri untuk memastikan adanya pulsasi daerah yang akan ditusuk sesudah
dibersihkan dengan kapas bethadine secara sirkuler. Setelah 30 detik kita ulangi dengan kapas alkohol
dan tunggu hingga kering.
7. Bila perlu obat anethesi lokal gunakan spuit 1 cc yang sudah diisi dengan obat (adrenalin 1
%), kemudian suntikan 0,2-0,3 cc intracutan dan sebelum obat dimasukkan terlebih dahulu aspirasi
untuk mencegah masuknya obat ke dalam pembuluh darah.

8. Lokalisasi arteri yang sudah dibersihkan difiksasi oleh tangan kiri dengan cara kulit
diregangkan dengan kedua jari telunjuk dan jari tengah sehingga arteri yang akan ditusuk berada di
antara 2 jari tersebut.

9. Spuit yang sudah di heparinisasi pegang seperti memegang pensil dengan tangan kanan,
jarum ditusukkan ke dalam arteri yang sudah di fiksasi tadi.

- Pada arteri radialis posisi jarum ± 45 derajat

- Pada arteri brachialis posisi jarum 60 derajat

- Pada arteri femoralis posisi jarum 90 derajat

Sehingga arteri ditusuk, tekanan arteri akan mendorong penghisap spuit sehingga darah dengan mudah
akan mengisi spuit, tetapi kadang-kadang darah tidak langsung keluar. Kalau terpaksa dapat
menghisapnya secara perlahan-lahan untuk mencegah hemolisis. Bila tusukan tidak berhasil jarum
jangan langsung dicabut, tarik perlahan-lahan sampai ada dibawah kulit kemudian tusukan boleh
diulangi lagi kearah denyutan.

10. Sesudah darah diperoleh sebanyak 2 cc jarum kita cabut dan usahakan posisi pemompa spuit
tetap untuk mencegah terhisapnya udara kedalam spuit dan segera gelembung udara dikeluarkan dari
spuit

11. Ujung jarum segera ditutup dengan gabus / karet.

12. Bekas tusukan pungsi arteri tekan dengan kapas alkohol campur dengan bethadine.

- Pada arteri radialis dan dorsalis pedis selama 5 menit

- Pada arteri brachialis selama 7 – 10 menit

- Pada arteri femoralis selama 10 menit

- Jika pasien mendapat antikoagulan tekan selama 15 menit.

13. Lokalisasi tusukan tutup dengan kassa + bethadine steril.

14. Memberi etiket laboratorium dan mencantumkan nama pasien, ruangan tanggal dan jam
pengambilan, suhu dan jenis pemeriksaan.

15. Bila pengiriman / pemeriksaannya jauh, darah dimasukkan kantong plastik yang diisi es supaya
pemeriksaan tidak berpengaruh oleh suhu udara luar.

16. Kembali mencuci tangan setelah selesai melakukan perasat.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum dan sesudah melakukan pengambilan darah.

1. Daerah pengambilan darah sebaiknya pada tempat yang bergantian / selang-seling untuk
mencegah terjadinyakerusakan pada pembuluh darah

2. Apabila menggunakan obat lokal anesthesi harus ditest terlebih dahulu untuk menghindari
terjadinya reaksi alergi oleh karena obat tersebut.

3. Apabila pasien yang memerlukan perawatan lama sebaiknya dipasang arteri line.
4. Warna merah darah dapat merupakan petunjuk baik / buruknya dari darah arteri. Pasien
PPOM dengan nilai PaO2 rendah darah berwarna lebih gelap biasanya mengandung lebih rendah O2.

5. Bila mungkin cegahlah penusukan pada arteri femoralis.

6. Apabila diperlukan pengambilan darah melalui arteri radialis perlu diketahui dahulu adanya
kolateral arteri ulnaris dengan cara percobaan Allen ( test Allen ).

Caranya :

a. Anjurkan pasien untuk mengepalkan tangannya dengan kuat supaya darah sebanyak mungkin
keluar sehingga telapak tangan pucat.

b. Tekan arteri radialis dan ulnaris agar tertutup sambil pasien membuka kepalannya beberapa kali
dan menutupnya kembali. Kemudian tangan dibuka, lepaskan tekanan pada arteri ulnaris.

ANALISA GAS DARAH ARTERI

Oleh Widjijati, MN

 Evaluasi pH
 Evaluasi Fungsi Pernafasan (Ventilasi)
 Evaluasi Proses Metabolik
 Tentukan Gangguan Primer dan Kompensasinya.
 Evaluasi Oksigenasi

1. Evaluasi pH
 Jika pH < 7.35  asidosis
 Jika pH > 7.45  alkalosis

2. Evaluasi fungsi pernafasan (Ventilasi)

 Jika PaCO2 > 45 mmHg  gagal nafas/respiratory failure & asidosis respiratorik.
 Jika PaCO2 < 35 mmHg  hiperventilasi & alkalosis respiratorik.

3. Evaluasi proses metabolik


 Jika serum HCO3 < 22 mEq/L dan/atau kelebihan basa (base excess/BE) < -3  asidosis metabolik.
 Jika serum HCO3 > 26 mEq/L dan/atau kelebihan basa (base excess/BE) > -3  alkalosis metabolik

4. Tentukan gangguan primer dan kompensasinya.

 Tentukan nilai analisa gas darah arteri (PaCO2 & HCO3) yang mengikuti penyimpangan pH dan tentukan
penyimpangan yang paling besar dari nilai normal.
 Nilai penyimpangan yang mengikuti penyimpangan nilai normal pH dan mempunyai nilai penyimpangan terbesar
dari nilai normal merupakan identifikasi gangguan primer.

Contoh
 Jika

pH : 7.28 (asidosis)

PaCO2 : 28.9 (alkalosis respiratorik)

HCO3 : 11 mEq/L (asidosis metabolik)

BE :-3

Karena nilai HCO3 mengindikasikan adanya asidosis (mengikuti penyimpangan nilai pH) dan juga menunjukkan
nilai penyimpangan yang terbesar dari nilai normal, maka proses gangguan primernya adalah asidosis metabolik
dan proses kompensasinya adalah alkalosis respiratorik.
5. Evaluasi oksigenasi
 Status oksigenasi pasien dikaji dengan melihat nilai PaO2 dan SaO2.
 Normal PaO2 : 80 – 100 mmHg
 Normal SaO2 > 95% (menunjukkan oksigenasi jaringan adekuat)
 Jika PaO2 turun < 60 mmHg & SaO2 turun  Hipoksia

Jumlah O2 yg dibawa hemoglobin

SaO2 = ------------------------------------------------------ X 100

Jumlah maksimal O2 yg dpt dibawa Hb.

Anda mungkin juga menyukai