Anda di halaman 1dari 39

BAB 1

PENDAHULUAN

Penjabaran bab pendahuluan dari pekerjaan Rencana Induk Pembangunan


Kepariwisataan Daerah Provinsi Maluku Utara akan dibagi dalam beberapa sub bab yang
menjelaskan. Bagian-bagian dari bab pendahuluan yang perlu dijabarkan lebih lanjut
antara lain:

1. Latar Belakang

2. Tujuan dan Sasaran

3. Lingkup Kegiatan

4. Alur Pikir dan Pendekatan Perencanaan

Secara detil tanggapan terhadap aspek-aspek tersebut diatas dapat diuraikan sebagai
berikut:

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I-1


1.1. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang kaya dengan beraneka ragam daya tarik wisata
baik alam, budaya dan buatan manusia yang tersebar di seluruh wilayah nusantara
yang dapat dimanfaatkan sebagai modal sektor kepariwisataan Indonesia untuk
mampu menarik minat kunjungan wisatawan mancanegara serta meningkatkan
penyebaran pergerakan wisatawan nusantara ke seluruh wilayah nusantara.

1.1.1. DINAMIKA KEPARIWISATAAN NASIONAL

Pariwisata yang semula disebut turisme mempunyai makna kegiatan perjalanan


dari suatu tempat ke tempat lain. Definisi ini kemudian berkembang menjadi “...
suatu (kegiatan) perjalanan seseorang dari tempat asalnya ke suatu tempat/
lingkungan yang berbeda dengan kondisi lingkungan asalnya untuk suatu tujuan
tertentu seperti rekreasi, bisnis, silaturahmi/ kunjungan keluarga atau tujuan
lainnya, yang memerlukan waktu lebih dari 24 jam serta memanfaatkan unsur-
unsur pendukung/ fasilitas penunjang kepariwisataan (al: transportasi, akomodasi,
rumah makan, hiburan, dstnya) ... “.

Kegiatan kepariwisataan Indonesia dapat dikatakan dimulai dengan dibentuknya


Badan Pusat Hotel Negara (BPHN) yang merupakan organisasi perhotelan
pertama di Indonesia pada bulan November 1946, yang kemudian dengan
Maklumat Presiden No.1/H/47 tanggal 1 Juli 1947 diubah menjadi Badan Hotel
Negara dan Turisme (HONET). Badan inilah yang mengatur tempat perundingan
antara Pemerintah RI dan Kolonial Belanda di Kaliurang yang dikenal sebagai
Perundingan Roem-Rooyen. Tahun 1952 lahir Serikat Gabungan Hotel dan
Turisme Indonesia (SERGANTI) yang bertugas mengusahakan terbukanya
Indonesia sebagai daerah tujuan wisata (DTW). Selanjutnya pada bulan Mei 1953
dibentuk PT Natour yang merupakan perusahaan negara dalam bidang perhotelan
yang bersifat komersial dan dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan
pariwisata di masa mendatang. Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung yang
merupakan cikal bakal Gerakan Non Blok (GNB) adalah tonggak yang bersejarah
bagi perkembangan kepariwisataan Indonesia. Saat itu lahir Yayasan Turisme

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I-2


Indonesia (YTI) yang bertujuan membina dan mengembangkan industri pariwisata
secara lebih efektif guna menunjang perekonomian Indonesia. Dari hasil
musyawarah YTI pertama pada bulan Juni 1957 di Tugu Jawa Barat, terbentuk
Dewan Turisme Indonesia (DTI) yang akan bertindak sebagai
badan/lembaga/yayasan di daerah untuk membantu dan mendampingi pemerintah
dalam hal pengurusan soal-soal kepariwisataan.

Perubahan kata turisme menjadi kata pariwisata adalah merupakan salah satu hasil
musyawarah DTI kedua pada tahun 1959. DTI berhasil meyakinkan Dewan
Perancang Nasional (DEPPERNAS) untuk memasukkan pariwisata sebagai bagian
dari Pembangunan Semesta Berencana. Kemudian melalui musyawarah DTI ketiga
pada bulan Agustus 1961 DTI diubah menjadi DEPARI (Dewan Pariwisata Republik
Indonesia).

Kurun waktu tahun 1960-1966 merupakan periode "batu loncatan" bagi pariwisata
Indonesia yaitu dengan diresmikannya Hotel Indonesia sebagai hotel pertama yang
bertaraf internasional pada bulan Agustus 1962 bersamaan dengan dibukanya
Asian Games IV di Jakarta. Mulai saat itu Indonesia memasuki era dunia
perhotelan modern. Setelah itu berturut-turut didirikan tiga hotel bertaraf
internasional lainnya, yaitu Samudera Beach Hotel di Pelabuhan Ratu, Ambarukmo
Palace Hotel di Yogyakarta, dan Hotel Bali Beach di Sanur, Bali.

Dalam rangka pengintegrasian, pengusahaan dan pengawasan hotel-hotel


pemerintah bertaraf internasional ini, maka pada tanggal 17 Agustus 1966 dibentuk
sebuah badan usaha sebagai pengelolanya yaitu PT Hotel Indonesia Internasional
(PT. HII). Bersamaan dengan itu dibentuk pula Lembaga Kepariwisataan Republik
Indonesia (GATARI) yang kemudian diubah lagi namanya menjadi Lembaga
Pariwisata Nasional (LPN). Pariwisata kini telah menjadi penghasil devisa yang
besar dan telah turut memberikan andil dalam memperluas kesempatan kerja,
meningkatkan dan memeratakan pendapatan masyarakat di daerah, serta
memperkenalkan Indonesia di luar negeri.

Berdasarkan data tahun 1998 sampai dengan tahun 2008, tercatat kunjungan
wisatawan mancanegara ke Indonesia telah mencapai sekitar 6,4 Juta kunjungan,

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I-3


dengan tingkat pertumbuhan mencapai 17% dari tahun sebelumnya. Angka
kunjungan tersebut. merupakan yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir.

Dari angka tersebut, telah menghasilkan nilai devisa mencapai 7,4 Juta USD.
Perolehan devisa ini juga merupakan pencapaian tertinggi bidang pariwisata (dari
pembelanjaan wisman) dalam satu dekade terakhir. Pertumbuhan yang dicapai
juga sangat signifikan mencapai 38% pada tahun 2008. Pencapaian nilai devisa ini
pula yang menyebabkan peran sektor pariwisata terhadap perekonomian nasional
sangat penting. Kedudukan sektor pariwisata berada diuruan ke-3 sebagai
kontributor perolehan devisa nasional, setelah migas dan minyak kelapa sawit.

Tabel 1.1. Kontribusi Devisa dari Sektor Pariwisata dibandingkan dengan Sektor Lainnya, Tahun 2004-
2008 (dalam juta USD)

SECTOR 2004 SECTOR 2005 SECTOR 2006 SECTOR 2007 SECTOR 2008

1 Oil & Gas 15,59 Oil & Gas 19,23 Oil & Gas 21,21 Oil & Gas 22,09 Oil & Gas 27,71
2 Tourism 4,70 Garments 4,96 Garments 5,61 Plam Crude oil 7,87 Plam Crude oil 11,64
3 Garments 4,27 Tourism 4,52 Processed 5,46 Processed 6,18 Tourism 7,37
Rubber Rubber
4 Electricity 3,41 Electricity 4,36 Plam Crude oil 4,82 Garments 5,71 Garments 5,25
equipment equipment
5 Textile 3,23 Plam Crude oil 3,76 Electricity 4,45 Tourism 5,35 Electricity 4,68
equipment equipment
6 Plam Crude oil 3,23 Textile 3,70 Tourism 4,45 Electricity 4,84 Textile 3,84
equipment
7 Processed 3,14 Processed 3,54 Textile 3,32 Textile 4,18 Processed paper 3.52
Rubber Rubber
8 Processed 2,85 Processed 3,08 Processed 2,86 Chemical 3,40 Processed food 2.75
wood wood wood
Sumber : BPS 2009, diolah

Untuk lebih jelasnya data kunjungan wisman ke Indonesia dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I-4


Tabel 1.2. Jumlah Kunjungan Wisman, Rata-Rata Pengeluaran, Lama Tinggal dan Penerimaan Devisa
Tahun 2000 – 2008

Rata-rata Pengeluaran per Rata-rata


Penerimaan
Kunjungan Orang (USD) Lama
Tahun Devisa
Wisman Tinggal
(juta USD)
Per Kunjungan Per Hari (hari)

2001 5,153,620 1,053.36 100.42 10.49 5,428.62

2002 5,033,400 893.26 91.29 9.79 4,496.15

2003 4,467,021 903.74 93.27 9.69 4,037.02

2004 5,321,165 901.66 95.17 9.47 4,797.87

2005 5,002,101 904.00 99.86 9.05 4,521.90

2006 4,871,351 913.09 100.48 9.09 4,447.98

2007 5,505,759 970.98 107.70 9.02 5,345.98

2008*) 6,234,497 1,178.54 137.38 8.58 7,347.60

2009**) 4,619,483 995.93 129.57 7.69 -

Sumber : Statistical Report on Visitor Arrivals to ndonesia, 2009

Secara visual perkembangan kunjungan wisman dalam 10 tahun terakhir dapat


dilihat pada Gambar 1 berikut ini, dimana pertumbuhan yang sangat fluktuatif
terjadi pada periode pasca krisis ekonomi tahun 1998 hingga akhir tahun 2007
(selama kurang lebih 10 tahun). Sementara itu, pertumbuhan tren yang positif mulai
tampak pada awal – akhir tahun 2008. Tren ini diharapkan akan terus tumbuh
secara positif, meskipun dampak krisis keuangan global diperkirakan masih akan
terus terjadi dan diperkirakan membaik dalam 4 – 5 tahun ke depan (sampai
dengan tahun 2012).

Bagi Indonesia juga negara-negara Asia pada umumnya, krisis keuangan dapat
dikatakan belum berdampak buruk. Namun demikian, kondisi ini perlu disikapi
dengan berbagai perencanaan dan strategi yang matang. Di sektor pariwisata krisis
keuangan selain perlu diwaspadai dampaknya, juga dapat dijadikan sebagai
peluang untuk memposisikan diri sebagai destinasi wisata alternatif (murah)
khususnya bagi wisatawan Intra Asia (antar negara-negara di Asia).

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I-5


Tabel 1.3. Rata-Rata Pengeluaran Dan Lama Tinggal Wisman Di Indonesia Berdasarkan
Asal Negara Tempat Tinggal Pada Tahun 2008
Avg. Expenditure Avg. Length of Avg. Expenditure Total Revenues
Source Markets
per Trip (USD) Stay (days) Per Day (USD millions)
Singapore 818.07 5.01 163.34 1,142.89
Malaysia 684.86 5.20 131.77 765.30
Japan 1,196.94 7.44 160.89 654.38
Australia 1,484.34 10.79 137.58 668.22
PR China 1,112.71 7.49 148.59 375.08
South Korea 1,014.68 6.48 156.52 325.52
Taiwan 1,044.24 6.73 155.16 234.11
USA 1,675.41 14.01 119.56 292.08
Philippines 1,131.81 9.29 121.79 180.00
UK 1,456.84 11.64 125.17 219.13
Netherlands 1,719.98 16.24 105.88 242.12
Germany 1,617.92 12.95 124.92 223.04
France 1,478.65 12.89 114.69 185.15
India 1,205.63 10.32 116.78 123.19
Hong Kong 1,261.13 6.96 181.20 102.24
Thailand 1,069.17 8.76 122.00 82.16
Russia 2,133.65 12.79 166.76 148.56
Saudi Arabia 2,266.06 9.82 230.76 107.59
Canada 2,070.23 16.79 123.32 82.36
Spain 1,388.45 10.11 137.30 46.38
Top 20 Total 1,391.54 10.09 142.20 6,199.50
All Markets 1,178.54 8.58 137.38 7,347.60
Sumber: Statistical Report on Visitor Arrivals to Indonesia 2008. MOCT. (2009).

Pada gambar berikut ini, terlihat terdapat perbedaan pola musim kunjungan wisman
ke Indonesia, berdasarkan asal negara tempat tinggal:

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I-6


300000
275000
250000
225000
200000
175000
150000
125000
100000
75000
50000
25000
0

ASEAN Other Asia Europe Oceania


Americas M. East Africa

Gambar 1.1. Pola Musim Kunjungan Wisman ke Indonesia, Berdasarkan Asal Negara Tempat Tinggal,
2008, Sumber: Statistical Report on Visitor Arrivals to Indonesia 2008. MOCT. (2009)

Berdasarkan data dari Passanger Exit Survey tahun 2008, dijelaskan bahwa
setelah mengunjungi Indonesia, wisatawan mancanegara memberikan persepsi
yang positif terhadap beberapa aspek pariwisata Indonesia, yaitu sebagai berikut:

A. Persepsi mengenai keamanan sebelum dan sesudah mengunjungi


Indonesia:

a. Buruk dan sangat buruk: 9.28% sebelum dan 3.43% setelah.

b. Sangat baik dan baik: 50.09% sebelum dan 69.87% setelah.

B. Persepsi mengenai kenyamanan sebelum dan setelah mengunjungi


Indonesia:

a. Buruk dan sangat buruk: 10.69% sebelum dan 4.29% setelah.

b. Sangat baik dan baik: 47.39% sebelum dan 67.81% setelah.

C. Persepdi mengenai kebersihan sebelum dan setelah mengunjungi


Indonesia:

a. Buruk dan sangat buruk: 18.88% sebelum dan 17.22% setelah.

b. Sangat baik dan baik: 35.04% sebelum dan 46.29% setelah.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I-7


D. Persepsi mengenai keragaman atraksi sebelum dan setelah mengunjungi
Indonesia:

a. Buruk dan sangat buruk: 10.88% sebelum dan 9.25% setelah.

b. Sangat baik dan baik: 49.18% sebelum dan 60.69% setelah.

Salah satu kendala masuknya wisatawan internasional ke Indonesia adalah pada


masalah aksesibilitas. Indonesia memiliki ketergentungan yang sangat tinggi
dengan Hub seperti Singapura, karena sedikitnya penerbangan langsung yang
dapat masuk ke Indonesia. Hal ini terutama terjadi pada pasar-pasar long haul
(Eropa, Amerika).

Saat ini Indonesia hanya memiliki 3 pintu masuk utama yang mampu menampung
pesawat-pesawat berbadan lebar yang merupakan maskapai-maskapai asing, dan
menempuh penerbangan jarak jauh. Ketiga pintu masuk tersebut adalah Jakarta,
Batam, dan Bali. Bali merupakan pintu masuk dengan jumlah kedatangan
wisatawan terbanyak (32%), kedua adalah Jakarta (21%), dan ketiga adalah Batam
(20%).

Gambar 1.2. Tiga Pintu Masuk Utama Wisman Tahun 2008


Sumber : www.bps.go.id, 2009; diolah

Pola ketergantungan terhadap akses masuk tersebut juga berpengaruh terhadap


pola distribusi wisatawan ke berbagai daerah di Indonesia. Sebagian besar

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I-8


wisatawan mancanegara di Indonesia masih terkonsentrasi di 3 wilayah pintu
masuk tersebut, khususnya kota-kota besar di Jawa, sedangkan di daerah-daerah
lain relatif sangat terbatas.

Pasar wisatawan mancanegara adalah segmen pasar internasional yang


berkunjung ke Indonesia. Kategori pasar ini utamanya adalah yang tergabung
sebagai Top 10 Market (Singapura, Jepang, Malaysia, Australia, Taiwan, Cina,
Korea, Belanda, USA, dan Inggris) dan pasar potensial (emerging market) yaitu
Rusia, India, dan Timur Tengah.

Pasar Internasional (wisman) yang berkunjung ke Indonesia, secara umum masih


didominasi oleh pasar-pasar tradisional yang merupakan sumber-sumber pasar
utama Indonesia sejak puluhan tahun sebelumnya. Di akhir tahun 2007, dominasi
pasar tradisional mulai bergeser dengan masuknya Cina sebagai bagian dari Top
10 Market. Masuknya pasar Cina tersebut kemudian menggeser posisi pasar
Belanda yang tidak lagi masuk dalam kategori 10 besar.

Cina menjadi emerging market yang paling progresif di dunia. Pasar ini tidak saja
menjadi incaran bagi destinasi-destinasi di kawasan Asia, tetapi juga di hampir
semua destinasi di dunia (khususnya Eropa dan Amerika). Dari sekitar 1,3 milyar
penduduk Cina, ada kurang lebih 3% atau berjumlah kira-kira 35 juta orang yang
rutin melakukan perjalanan ke luar negeri setiap tahunnya (outbound traveller).
Keberangkan para outbound traveller Cina ini diperkirakan akan terus meningkat
sejalan dengan semakin membaiknya perekonomian di Cina, yang berdampak
pada tinggi pendapatan per kapita masyarakat. Cina juga dikenal sebagai pasar
dengan kemampuan pembelanjaan yang cukup tinggi (highly spender).

1.1.2. PERAN DAN POSISI STRATEGIS SEKTOR PARIWISATA DALAM


PEMBANGUNAN

Pariwisata sebagai sebuah sektor telah mengambil peran penting dalam


pembangunan perekonomian. Kemajuan dan kesejahteraan yang makin tinggi telah
menjadikan pariwisata sebagai bagian pokok dari kebutuhan atau gaya hidup
manusia, dan menggerakkan jutaan manusia untuk mengenal alam dan budaya ke
belahan atau kawasan-kawasan dunia lainnya. Pergerakan jutaan manusia

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I-9


selanjutnya menggerakkan mata rantai ekonomi yang saling kait mengkait menjadi
industri jasa yang memberikan kontribusi penting bagi perekonomian, serta
peningkatan kesejahteraan ekonomi di tingkat masyarakat lokal.

Dalam lingkup global, pariwisata sebagai industri yang berkembang pesat telah
mencatat angka lebih kurang 715 juta perjalanan internasional yang menghasilkan
lebih dari US$ 475 triliun dari pengeluaran wisatawan. Dengan pertumbuhan
pariwisata global rata-rata 4% pertahunnya, World Tourism Organisation (WTO)
atau badan pariwisata dunia memperkirakan bahwa mobilitas wisatawan dunia
akan mencapai angka 1 milyar wisatawan pada tahun 2010. WTO lebih lanjut
menggarisbawahi bahwa kawasan Asia Pasifik (termasuk Indonesia didalamnya)
akan menjadi kawasan tujuan wisata utama yang mengalami pertumbuhan paling
tinggi diantara kawasan-kawasan lain di dunia.

Prospek yang sangat strategis sektor pariwisata tersebut tentu menjadi peluang
yang sangat berarti bagi provinsi Maluku Utara, sebagai sebuah kabupaten yang
memiliki kekayaan alam dan budaya yang sangat besar dan beragam. Dalam
konteks tersebut diatas, maka pengembangan sektor pariwisata harus digarap
secara serius, terarah dan profesional agar pengembangan dan pemanfaatan aset-
aset pariwisata dapat memberi kontribusi signifikan dalam mewujudkan peran
sektor pariwisata sebagai andalan pembangunan di masa depan.

1.1.3. POTENSI KEPARIWISATAAN PROVINSI MALUKU UTARA

Provinsi Maluku Utara, merupakan salah satu provinsi yang berada pada wilayah
perbatasan Indonesia dengan negara tetangga (dalam hal ini Filipina). Secara
geografis Provinsi Maluku Utara terletak di antara 3° Lintang Utara - 3° Lintang
Selatan dan 124° - 129° Bujur Timur dengan batas-batas wilayah : Samudera
Pasifik di sebelah Utara, Laut Seram di sebelah Selatan, Laut Halmahera di
sebelah Timur, Laut Maluku di sebelah Barat. Provinsi Maluku Utara mempunyai
luas wilayah 145.818,1 km², terdiri dari 45.087,66 km² (30,92 %) wilayah daratan
dan 100.731,44 km² (69,08 %) wilayah perairan.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 10


Gambar 1.3. Peta Lokasi Provinsi Maluku Utara

Provinsi Maluku Utara terbagi menjadi 7 (tujuh) Kabupaten dan 2 (dua) Kota, yaitu:

a. Kabupaten Halmahera Utara

b. Kabupaten Halmahera Timur

c. Kabupaten Halmahera Barat

d. Kabupaten Halmahera Tengah

e. Kabupaten Halmahera Selatan

f. Kabupaten Kepulauan Sula

g. Kabupaten Morotai

h. Kota Ternate

i. Kota Tidore Kepulauan

Sebagai wilayah perbatasan provinsi Maluku Utara menyandang peran dan posisi
strategis dari sisi geopolitik maupun ekonomi. Oleh karena potensi unggulan yang
dimiliki provinsi Maluku Utara perlu dibangkitkan dan dikembangkan untuk menjadi
pilar pembangunan perekonomian provinsi tersebut.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 11


Gambar 1.4. Peta Sebaran Daya Tarik Wisata Provinsi Maluku Utara

Dalam konteks kepariwisataan, provinsi Maluku Utara memiliki potensi


kepariwisataan yang cukup besar dan beragam, baik berupa daya tarik wisata alam
(utamanya bahari/ kepulauan) maupun budaya (peninggalan sejarah maupun adat
tradisi kehidupan masyarakat). Gambaran potensi daya tarik wisata provinsi Maluku
Utara tersebut, antara lain:

1. GUNUNG GAMALAMA
Gunung Gamalama merupakan salah
satu gunung api yang ada di Provinsi
Maluku Utara ini memiliki ketinggian
sekitar 1.715 m dpl. Gunung yang
berdiameter 11 km ini, memiliki danau
kawah dan kawah ganda.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 12


2. DANAU TOLIRE
Danau Tolire yang berada di bawah
kaki Gunung Gamalama terbagi
menjadi dua bagian, yakni Tolire besar
dan Tolire kecil. Jarak dari Danau
Tolire besar dan Danau Tolire kecil
hanya 200 meter.

3. BENTENG TOLOKO
Benteng yang mula-mula dikenal
dengan nama Tolukko dan kemudian
lebih dikenal dengan nama Benteng
Hollandia ini, dibangun pada tahun
1540 oleh Francisco Serao, seorang
panglima Portugis. Benteng ini juga
dijadikan sebagai tempat untuk
menggiring rakyat yang melarikan diri
dari serangan Spanyol.
4. ISTANA KESULTANAN TERNATE
Istana Kesultanan Ternate terletak di
dataran pantai di Kampung Soa-Sio,
Kelurahan Letter C, Kodya Ternate,
Provinsi Maluku Utara. Letak Istana
Kesultanan Ternate tidak jauh dari
pusat kota

5. MUSEUM SONYINE MALIGE


Dalam bangunan megah berwarna
kuning ini tersimpan benda-benda
bersejarah. Satu di antaranya adalah
Mahkota Berambut Kesultanan
Ternate. Dipercaya, rambut yang
melekat pada bagian atas mahkota
tumbuh setiap tahun.
6. MASJID SULTAN TERNATE
Masjid Sultan Ternate terletak di
kawasan Jalan Sultan Khairun,
Kelurahan Soa Sio, Kecamatan
Ternate Utara, Kota Ternate, Provinsi
Maluku Utara. Masjid ini menjadi bukti
keberadaan Kesultanan Islam pertama
di kawasan timur Nusantara ini.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 13


7. UPACARA ADAT KOLOLI KIE
Upacara Adat Kololi Kie mempunyai
arti yaitu sebuah kegiatan ritual
masyarakat tradisional untuk mengitari
atau mengililingi gunung Gamalama
sambil menziarahi beberapa makam
keramat yang ada di sekeliling pulau
kecil yg memiliki gunung berapi.
8. FESTIVAL LEGU GAM
Legu Gam atau pesta rakyat berasal
dari tradisi adat istiadat Maluku Utara.
Secara historis pesta rakyat yang
melibatkan pihak kerajaan /
kesultanan ini dilakukan dalam bentuk
tari-tarian atau biasa disebut Tarian
Legu.
9. PAPEDA TERNATE
Papeda Ternate adalah makanan
Khas Maluku utara. Sepintas tampak
seperti bubur sumsum biasa,
warnanya putih, dan teksturnya
lengket seperti bubur. Papeda ini
biasa dimakan bersama dengan gulai
atau sup ikan. Rasa papeda sendiri
tawar.
10. PANTAI SULAMADAHA
Pantai berpasir hitam ini
menyuguhkan pemandangan yang
indah, yakni Pulau Hiri di seberang
pantai. Dulunya, Pulau Hiri merupakan
tempat persembunyian Sultan Ternate
Muhammad Djabir
Wisata lainnya yang terdapat di Provinsi Maluku Utara, antara lain:

1. Wisata Alam (bahari, hutan alam), antara lain : Pulau Dodola, Pantai Manaf,
Danau Duma dan Makete, Danau Ngade dan Danau Tolire, Air Terjun
Cibicebi, Kepulauan Gura Ici Kayoa, Pulau Bobale, Kao , Pantai Kupa-kupa
dan Luari, Pantai Cobo, Pulau Zum-zum, Goa Sagea, Cagar Alam Gunung
Sibela di Pulau Bacan, Cagar Alam di Pulau Obi, Cagar Alam Taliabu di
Pulau Taliabu dan Cagar Alam di Pulau Seho.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 14


2. Wisata Budaya (peninggalan sejarah dan tradisi kehidupan masyarakat),
antara lain: Sasadu, Benteng Oranye, Benteng Kalumata , Benteng
Bernaveld, Benteng Santosa, Benteng Jenderal Mc. Arthur, Benteng De
Verwachting, Meriam antik dan Bunker; Upacara Coka Iba Coka Iba, Tarian
Dadansa, Tarian Legu Kadato, Tarian Soya-soya, Gala).

Potensi daya tarik wisata tersebut tersebar di wilayah provinsi Maluku Utara
meliputi wilayah kota Ternate, Tidore, Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten
Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan, dan Halmahera Utara.

Tabel 1.4. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Domestik di Maluku Utara 2008

Tahun Wisman Wisnus

2005 415 8725

2006 196 9454

2007 162 5201

2008 201 2786

Sumber: Maluku Utara dalam Angka 2009

Dari tabel kunjungan wisatawan di atas dapat di liat bahwa kunjungan wisatawan
baik wisatawan nusantara maupun mancanegara mengalami penurunan setiap
tahun mulai sejak tahun 2005 sampai 2008, terutama pada jumlah kunjungan
wisatawan nusantara mengalami penurunan yang sangat pesat + 86 %, dari 8.725
wisatawan pada tahun 2005 menjadi 2.786 pada tahun 2008.

1.1.4. ISU DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI MALUKU UTARA

Terdapat sejumlah isu dan tantangan strategis dalam kaitannya dengan


pengembangan kepariwisataan Provinsi Maluku Utara, antara lain:

1. Lokasi geografis yang berada di wilayah perbatasan, dan gugusan wilayah


kepulauan memiliki peran dan potensi strategis dalam konteks nasional
maupun regional.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 15


2. Sumber daya lingkungan yang rentan, menuntut pengelolaan yang cermat
dan berkelanjutan

3. Keterbatasan aksesibilitas, baik dari sisi sarana, prasarana maupun sistem


jejaringnya secara internal maupun eksternal dengan hub nasional.

4. Keterbatasan pengembangan dan pengelolaan produk kepariwisataan di


Provinsi Maluku Utara

5. Keterbatasan ketersediaan dan dukungan fasilitas kepariwisataan bagi


kemudahan dan kenyamanan kunjungan wisatawan

6. Keterbatasan sumber daya manusia pendukung sektor pariwisata

7. Belum terintegrasinya secara baik kebijakan dan program pengembangan


lintas sektor dan daerah dalam mendukung upaya pembangunan
kepariwisataan.

Mencermati kembali isu dan tantangan pembangunan Provinsi Maluku Utara dalam
penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi
Maluku Utara ini perlu digarisbawahi dan diperjelas sebagai berikut:

1. Belum adanya arahan secara sistematis dan terpadu dalam pengelolaan


serta perencanaan kepariwisataan di Provinsi Maluku Utara.

2. Lokasi strategis Provinsi Maluku Utara yang berada di daerah perbatasan


yang rawan konflik sehingga perlu dikembangankan untuk menjaga keutuhan
dan kedaulatan negara.

1.1.5. PENTINGNYA RENCANA INDUK PEMBANGUNAN


KEPARIWISATAAN PROVINSI MALUKU UTARA

Sejalan dengan perkembangan industri pariwisata yang semakin kompetitif dan


tren pasar dunia yang semakin dinamis, maka pembangunan kepariwisataan
Provinsi Maluku Utara harus didorong pengembangannya secara lebih kuat dan
diarahkan secara tepat untuk meningkatkan keunggulan banding dan keunggulan

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 16


saing kepariwisataan Provinsi Maluku Utara dalam peta kepariwisataan regional,
nasional maupun Internasional.

Oleh karena itu, dengan mendasarkan pada:

1) Tantangan pengembangan kepariwisataan yang semakin ketat pada tataran


lokal, regional, nasional maupun Internasional.

2) Keinginan kuat seluruh stakeholders pariwisata untuk meningkatkan


keunggulan saing dan keunggulan banding kepariwisataan Provinsi Maluku
Utara yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan dengan provinsi/
destinasi pariwisata lain.

Maka Pemerintah Provinsi Maluku Utara menyadari pentingnya menyiapkan grand


design pengembangan pariwisata Provinsi Maluku Utara dalam wujud Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Maluku Utara.

Langkah strategis dalam bentuk penyiapan Dokumen Rencana Induk


Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Maluku Utara tersebut akan menjadi
pondasi dan dasar yang sangat penting bagi pengembangan dan pengelolaan
sumber-sumber daya pariwisata budaya dan alam di Provinsi Maluku Utara saat ini
dan masa mendatang. Dokumen ini secara konkret akan memberikan arah dan visi
serta rencana yang jelas bagi pengembangan daya tarik wisata unggulan maupun
potensial di seluruh Provinsi Maluku Utara. Dokumen Rencana Induk ini sekaligus
akan memberikan guidance atau arahan bagi stakeholders yang terkait di daerah,
baik pemerintah/ sektor publik, swasta dan masyarakat dalam melaksanakan upaya
pembangunan kepariwisataan secara terarah, tepat sasaran serta berkelanjutan.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 17


1.2. TUJUAN DAN SASARAN
1.2.1. TUJUAN

Menyiapkan arah kebijakan dan strategi pembangunan kepariwisataan nasional


untuk kurun waktu 5 sampai dengan 10 tahun ke depan, dalam format keterpaduan
pembangunan kepariwisataan baik secara lintas sektor maupun lintas wilayah/
regional yang berorientasi pada 3 (tiga) tujuan:

1. Meningkatkan keunggulan banding dan keunggulan saing kepariwisataan


provinsi Maluku Utara dalam peta kepariwisataan nasional maupun lingkup
yang lebih luas.

2. Membangun sektor pariwisata sebagai salah satu pilar utama pembangunan


perekonomian provinsi Maluku Utara yang berkelanjutan.

3. Membangun sektor pariwisata sebagai instrumen strategis dalam rangka


pengembangan wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di
wilayah provinsi Maluku Utara.

1.2.2. SASARAN

Sasaran dari pelaksanaan pekerjaan Rencana Induk Pembangunan


Kepariwisataan Daerah Maluku Utara, antara lain:

1. Tersusunnya Arah kebijakan, Strategi dan indikasi program pembangunan


Kepariwisataan provinsi Maluku Utara untuk kurun waktu 5 sd 10 tahun ke
depan, yang akan menjadi acuan/ pedoman pembangunan kepariwisataan
oleh pemangku kepentingan terkait di provinsi Maluku Utara.

2. Tersusunnya pedoman atau arahan pola keterpaduan pembangunan


kepariwisataan nasional dalam format keterpaduan lintas sektor dan lintas
wilayah/ regional yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pembangunan
kepariwisataan di daerah.

3. Tersusunnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk


Pengembangan Kepariwisataan Provinsi Maluku Utara.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 18


1.3. LINGKUP KEGIATAN
Serangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan untuk dapat mengakomodasikan
tujuan, sasaran dan keluaran pekerjaan ini, mencakup:

1. Studi kepustakaan;

2. Penyusunan rancangan pelaksanaan, meliputi:

a. Penyiapan Tim Pelaksana pekerjaan

b. Identifikasi isu dan permasalahan strategsi;

c. Metodologi dan kerangka konsep analisis;

d. Penyiapan instrumen penlitian;

e. Pengumpulan data dan informasi awal;

f. Penyiapan rencana kerja.

3. Survey (observasi lapangan, FGD/ interview), meliputi:

a. Observasi lapangan untuk mengamati secara langsung kondisi sumber


daya yang ada;

b. Interview dengan tokoh, pelaku atau aparat dari berbagai


instansi/lembaga, tokoh masyarakat, dan pelaku industri pariwisata.

4. Pengolahan data dan analisis serta perancangan visi, misi, tujuan,


sasaran, arah kebijakan, strategi, indikasi program.

a. Analisis Konsep arahan kebijakan pengembangan pariwisata Daerah


Provinsi Maluku Utara. Profil awal fisik dan non fisik Provinsi Maluku
Utara, mencakup :

1) Gambaran kondisi dan karakteristik fisik Geografis, topografis


wilayah perbatasan;

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 19


2) Gambaran kondisi dan karakteristik sosial ekonomi, sosial
budaya dan kependudukan di wilayah perbatasan;

3) Profil kepariwisataan wilayah Provinsi Maluku Utara: Profil


potensi dan kondisi obyek dan daya tarik wisata (atraksi), Profil
potensi dan kondisi fasilitas penunjang pariwisata, profil potensi
dan kondisi aksesibilitas dan infrastruktur, Profil Kunjungan
Wisatawan, Profil Segmentasi Pasar

b. Analisis data hasil temuan survei, baik hasil observasi lapangan,


interview maupun penyebaran kuesioner;

c. Analisis lingkungan strategis baik internal maupun eksternal dengan


SWOT Untuk menghasilkan berbagai rekomendasi kebijakan;

d. Analisis penyusunan rancangan konsep kebijakan dan strategi


pengembangan

5. Penyusunan Laporan, meliputi:

a. Laporan Pendahuluan, yang didalamnya akan mencakup:

1) Pendekatan, metode dan kerangka konsep analisis,;

2) Rencana kerja dan menyusun jadwal penelitian;

3) Identifikasi permasalahan;

4) Profil awal fisik dan non fisik Provinsi Maluku Utara, mencakup:

a) Gambaran kondisi dan karakteristik fisik Geografis,


topografis wilayah perbatasan.

b) Gambaran kondisi dan karakteristik sosial ekonomi, sosial


budaya dan kependudukan di wilayah perbatasan.

c) Profil kepariwisataan Provinsi Maluku Utara.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 20


b. Laporan Kemajuan, yang didalamnya akan mencakup:

1) Analisis Hasil Identifikasi, Review dan analisis konsep dan


arahan kebijakan pengembangan pariwisata Provinsi Maluku
Utara yang dituangkan dalam bentuk bahan atau materi
rancangan Pra Raperda Kebijakan pengembangan Pariwisata
Provinsi Maluku Utara;

2) Perumusan draft arah kebijakan, strategi, dan indikasi program,


yang mencakup: perumusan visi dan misi serta arahan strategi
dan rencana pengembangan produk wisata, yang mencakup di
dalamnya: Pengembangan Destinasi (Perwilayahan, Daya Tarik,
Aksesibilitas, Fasilitas, Pemberdayaan Masyarakat, Investasi),
Pemasaran, Industri, dan Kelembagaan (Organisasi, SDM).

c. Laporan Akhir, yang didalamnya akan mencakup:

1) Rancangan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Pembangunan


kepariwisataan Provinsi Maluku Utara

2) Arah kebijakan, strategi, dan indikasi program Pembangunan


kepariwisataan Provinsi Maluku Utara, yang mencakup:
Pengembangan Destinasi (Perwilayahan, Daya Tarik,
Aksesibilitas, Fasilitas, Pemberdayaan Masyarakat, Investasi),
Pemasaran, Industri, dan Kelembagaan (Organisasi, SDM).

3) Arahan implementasi atau pelaksanaan program pembangunan


yang dijabarkan dalam prioritas dan tahapan waktu, pola
koordinasi (kelembagaan) antarpelaku/sektor yang terlibat dalam
kegiatan pembangunan.

4) Draft rancangan Peraturan Daerah Tentang Pembangunan


Kepariwisataan Provinsi Maluku Utara

d. Executive Summary

6. Pelaksanaan pembahasan Laporan dengan tim narasumber/tim


pengarah, berisi tentang:

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 21


a. Penyempurnaan dan Penajaman Arah kebijakan, strategi, dan indikasi
program.

b. Masukan dari tim narasumber/tim pengarah mengenai penyempurnaan


laporan

7. Workshop/ Seminar

8. Finalisasi Laporan

9. Penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah


tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Maluku
Utara.

10. Pembahasan Raperda

11. Finalisasi Naskah Akademik dan Raperda.

1.4. ALUR PIKIR DAN PENDEKATAN


PERENCANAAN
1.4.1. ALUR PIKIR

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 22


Gambar 1.5. Diagram Pelaksanaan Pekerjaan

1.4.2. PENDEKATAN PERENCANAAN

Secara umum tujuan pendekatan perencanaan pengembangan pariwisata Provinsi


Maluku Utara terdiri atas tercapainya pertumbuhan (growth), pemetaan (equity) dan
keberlanjutan (sustainability) dimana konsep pendekatan perencanaan, mengacu
pada pariwisata berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, dimana manifestasi
strategi implementasinya bisa kedalam berbagai tingkatan, nasional regional atau
pada level kawasan.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 23


Pengembangna pariwisata Provinsi Maluku Utara harus mampu mempertahankan
keberlangsungan hidup (sustainability) sumber – sumber daya yang dimilikinya baik
sumber daya alam (narutral resources) seperti panorama alam, kondisi topografi,
flora dan fauna serta iklim maupun aneka sumbedaya budaya (cultural resources)
yang berupa budaya fisik dan budaya non fisik (living culture).

Selain itu, pengembangan pariwisata Provinsi Maluku Utara juga harus mampu
memberikan pertumbuhan baik pertumbuhan lokal (local growth) pada level
komunitas dan pertumbuhan secara menyeluruh dalam pariwista Provinsi Maluku
Utara (regional growth). Pertumbuhan lokal diharapkan dapat terlihat dengan
munculnya daerah – daerah strategis baru yang belum berkembang / tumbuh
sehingga dapat terjadi dekonsentrasi kegiatan dari pusat – pusat pertumbuhan
yang telah jenuh sekarang ini.

Pemerataan dan keseimbangan pemanfaatan ruang dapat terjadi dengan


pembagaian wilayah pengembangan disertai dengan penentuan karakteristik
pengembangan sesuai untuk masing – masing wilayah pariwisata Provinsi Maluku
Utara. Sehingga diharpkan sektor pariwisata dapat berinteraksi secara sinergis
dengan berbagai sektor lain untuk meningkatkan kesejahtraan di Pariwisata
Provinsi Maluku Utara.

Dalam Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Provinsi


Maluku Utara, pendekatan perencanaan yang digunakan, meliputi:

1. Pendekatan Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism Development)

2. Pendekatan Good Tourism Governance

3. Pendekatan Kesesuaian antara Permintaan dan Penawaran (Demand and


Supply)

4. Pendekatan Pengembangan Wilayah

5. Pendekatan Budaya

6. Pendekatan Ekowisata

7. Pengembangan Pariwisata Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Community


Based Tourism)

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 24


1.4.2.1. PENDEKATAN PARIWISATA BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE
TOURISM DEVELOPMENT)

Pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism adalah sebuah konsep turunan


dari konsep pembangunan berkelanjutan yang ada pada laporan World
Commission on Environment and Development, berjudul Our Common Future (atau
lebih dikenal dengan the Brundtland Report) yang diserahkan ke lembaga PBB
pada tahun 1987 (Mowforth dan Munt 1998). Pembangunan berkelanjutan
merupakan suatu proses pembangunan yang berusaha untuk memenuhi
kebutuhan sekarang dan selanjutnya diwariskan kepada generasi mendatang.
Singkat kata, dengan pembangunan berkelanjutan generasi sekarang dan generasi
yang akan datang mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menikmati
alam beserta isinya.

Sedangkan pariwisata berkelanjutan sendiri adalah sebuah proses dan sistem


pembangunan pariwisata yang dapat menjamin keberlangsungan atau keberadaan
sumber daya alam, kehidupan sosial-budaya dan ekonomi hingga generasi yang
akan datang. Intinya, pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang dapat
memberikan manfaat jangka panjang kepada perekonomian lokal tanpa merusak
lingkungan.

Salah satu mekanisme dari pariwisata berkelanjutan adalah ekowisata yang


merupakan perpaduan antara konservasi dan pariwisata, yaitu pendapatan yang
diperoleh dari pariwisata seharusnya dikembalikan untuk kawasan yang perlu
dilindungi untuk pelestarian dan peningkatan kondisi social ekonomi masyarakat di
sekitarnya.

Sementara itu, menurut United Nations Environment Programme on Tourism,


sustainable tourism merupakan pengembangan pariwisata yang mempertemukan
antara kebutuhan wisatawan pada saat ini dengan tetap mempertimbangkan,
melindungi dan mempertinggi potensi asset untuk masa yang akan datang. Hal ini
juga berarti mempertimbangkan potensi masa yang akan datang dalam segala
sektor, termasuk di dalamnya adalah faktor ekonomi, sosial, dan budaya yang akan

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 25


dipenuhi, yang didukung oleh sistem integrasi kebudayaan, proses ekologi yang
esensial, keragaman biologi, dan life support.

Mekanisme pembangunan secara keseluruhan yang berlangsung pada suaut


wilayah tertentu akan selalu memiliki pengaruh terhadap semua aspek
pembangunan pada suatu wilayah, berupa efek langsung (direct effect), efek tak
langsung (indirect effect), maupun efek ikutan (induced effect). Sehubungan
dengan hal tersebut kebijakan serta arahan dan program – program implementasi
yang direkomendasikan akan bertumpu pada tatanan:

1. Layak secara ekonomi (economically visible)

2. Berwawasan lingkungan (enviromentaly sustainable)

3. Diterima secara sosial (socially acceptable)

4. Dapat diterapkan secara teknologis (tecnologically appropriate)

Gambar 1.6. Skema Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan


1.4.2.2. PENDEKATAN GOOD TOURISM GOVERNANCE

Istilah “governance” sudah dikenal dalam literature adminstrasi dan ilmu politik
hamper 120 tahun, wacana tentang governance dalam pengertian yang telah
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah sebagai bentuk dari tata
pemerintahan, penyelenggaraan pemerintah atau pengelolaan pemerintah, tata
pamong. Setelah berbagai lembaga pembiayaan menetapkan good governance
sebagai persyaratan utama untuk setiap program bantuan meraka. Oleh para
teoritisi dan praktisi adminisitrasi Negara Indonesia ; istilah “good governance” telah

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 26


diterjemahkan ke berbagai istilah, misalnya ; penyelengaraan pemerintahan yang
amanah (Bintarao Tjokroamidjojo), tata-pemerintahan yang baik (UNDP), dan ada
juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (clean
government).

Ada tiga pokok pendukung kemampuan suatu bangsa dalam melaksanakan good
governance, yakni : pemerintah (the state), civil society (masyarakat adab,
masyarakat madani, masyarakat sipil) dan pasar atau dunia usaha.
Penyelengaraan pemerintahaan yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai
bila dalam penerapan otoritas politik,ekonomi dan administrasi ketiga unsur
tersebut memiliki jaringan dan interaksi yang setara dan sinerjik. Interaksi dan
kemitraan seperti itu biasannya baru dapat berkembang subur bila ada
kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta tata aturan yang jelas dan pasti,
good governance yang sehat juga akan berkembang sehat dibawah kepemimpinan
yang beribawa dan memiliki visi yang jelas.

Seperti pernah dikemukakan oleh Mahathir dan Ishihara (1995) yang mengatakan
bahwa; Pengalaman telah menunjukan bahwa dalam rangka mewujudkan
kepemerintahan yang baik (good governance), ternyata sangat memerlukan
terciptanya kondisi ideal dari ketiga petaruh (stakeholders) sebagai berikut:

1. Partisipatif ; Dalam arti semua anggota/ warga masyarakat mampu


memberikan suaranya dalam pengambilan keputusan, langsung ataupun
melalui lembaga perantara yang diakui mewakili kepentingannya. Partisipasi
yang luas dibangun atas kebebasan berorganisasi dan menyampaikan
pendapatnya secara konstruktif.

2. Penegakan dan kepatuhan pada peraturan perundangan; Dalam arti hukum


harus ditegakkan atas dasar keadilan tanpa memandang golongan dan
perbedaan yang ada.

3. Transparansi; Dalam arti adanya aliran informasi yang bebas, serta adanya
kelembagaan dan informasi yang langsung dapat diakses oleh berbagai
pihak yang berkepentingan. Disamping itu, informasi juga harus cukup

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 27


tersedia untuk dimengerti dan dipantau oleh semua fihak yang
berkepentingan.

4. Daya tanggap (responsiveness); dalam arti adanya kemampuan


kelembagaan dari pemerintah untuk memproses dan melayani keluhan dan
pendapat semua anggota masyarakat.

5. Orientasi pada konsesus; Di sini kepemerintahan yang baik dituntut harus


dapat menjembatani perbedaan kepentingan antar warga masyarakat untuk
mencapai konsesus yang luas dan mampu mengakomodasi kepentingan
kelompok serta mencari kemungkinan dalam penentuan kibijakan dan
prosedur yang dapat diterima.

6. Bersikap adil; Dalam arti harus diupayakan bahwa semua warga masyarakat
mempunyai kesempatan untuk meperbaiki dan memelihara
kesejahteraannya.

7. Efektivitas dan efisiensi; Disini berarti setiap kinerja kelembagaan yang ada
dan prosesnya mampu membuahkan hasil yang memadahi untuk memenuhi
kebutuhan dengan pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana (best use).

8. Akuntabilitas dan pertanggungjawaban; Harus selalu diupayakan bahwa


pengambilan keputusan pada institusi pemerintah, sektor swasta dan
organisasi kemasyarakatan bisa dipertanggungjawabkan kepada publik dan
segenap stakeholders. Kadar dan takaran akuntabilitas ini memang berbeda
antara satu organisasi dengan organisasi yang lain serta tergantung juga
pada apakah kebijakan itu diambil untuk keperluan internal atau eksternal.

9. Visi strategik: disini berarti bahwa pemimpin dan publik harus sama sama
memiliki perspektif yang luas dan jauh kedepan tentang pemerintahan yang
baik, pengembangan manusia dan kebersamaan serta mempunyai kepekaan
atas apa yang diperlukan untuk pembangunan dan perkembangan bersama.

Secara diagramatis, visi penyelenggaraan pemerintahan yang baik, dengan


bersendikan kepada proses kolaborasi sinergis antara para stakeholders dalam

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 28


penyelenggaraan pengembangan kebudayaan dan pariwisata ini dapat
digambarkan dalam model bagan alir (flow chart) berikut ini:

Gambar 1.7. Diagram Good Tourism Governance Model

1.4.2.3. PENDEKATAN KESESUAIAN ANTARA PERMINTAAN DAN


PENAWARAN (DEMAND AND SUPPLY)

Perencanaan pengembangan pariwisata pada dasarnya adalah mencari titik temu


antara permintaan (demand) dan penawaran (supply). Dengan mengacu pada sisi
permintaan dan penawaran yang ada, maka akan diketahui tingkat perkembangan
yang telah dicapai.

Pendekatan Demand and Supply dilakukan melalui pasar wisatawan (domestik dan
mancanegara) yang akan menuntut barang/obyek yang baik, yang disertai dengan
pelayanan yang baik. Disamping obyek wisata yang menarik, obyek tersebut harus
didukung oleh sarana dan prasarana yang memuaskan wisatawan. Wisatawan
akan menuntut pelayanan transportasi yang baik, akomodasi yang baik, hiburan
yang segar, makanan – minuman yang menarik sesuai selera, dan pelayanan lain –
lainnya. Jika supply (obyek wisata) sudah ditingkatkan dan dikemas dengan baik
sesuai dengan tuntutan permintaan pasar (wisatawan), maka dapat diperkirakan
bahwa arus wisatwan akan meningkat di masa depan.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 29


Aspek-aspek yang akan dikaji dalam tinjauan terhadap komponen penawaran
(supply), akan mencakup:

1. Kualitas dan kuantitas (jenis dan jumlah) atraksi wisata yang telah
berkembang dan dikunjungi/ dimanfaatkan wisatawan

2. Kualitas dan kuantitas ameniti (akomodasi, restoran, informasi dan fasilitas


yang lain) menurut wisatawan

3. Kualitas dan kuantitas akses terhadap atraksi wisata (sistem transportasi)


menurut wisatawan

4. Sistem promosi dan pemasaran yang telah dilakukan, direncanakan dan


efektifitasnya terhadap tingkat kunjungan dan motivasi wisatawan

5. Jumlah, jenis, dan asal wisatawan (jumlah kunjungan), Length of Stay, pola/
besaran pengeluaran.

Gambar 1.8. Diagram kesesuaian permintaan dan penawaran


1.4.2.4. PENDEKATAN PENGEMBANGAN WILAYAH

Tiga konsep utama pengembangan wilayah yang mengacu pada penataan ruang
yaitu pusat pertumbuhan (growth pole), integrasi fungsional (functional integration)
dan pendekatan desentralisasi (decentralization approach) merupakan teori yang
relevan untuk diterapkan dalam program pengembangan pariwisata. Sebagai
sebuah komoditi, pariwista dimaksudkan menjadi penggerak kegiatan
perekonomian wilayah dalam pengertian yang luas, sehingga perlu disediakan
secara lengkap fasilitas – fasilitas pelayanan regional untuk memfasilitasinya.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 30


a. Pusat pertumbuhan

Konsep pusat pertumbuhan adalah mengembangkan wilayah sebagai pusat


pertumbuhan berdasarkan potensi yang dimilikinya (area strategis, ekonomi,
produk, image dan sebagainya) serta mengintegrasikan pusat tersebut dalam
pengembangan sistem infrastruktur pendukung yang efisien.

b. Integrasi fungsional

Konsep integrasi fungsional adalh merupakan alternatif pendekatan yang


mengutamakan adanya integrasi yang diciptakan secara sengaja di berbagai
pusat pertumbuhan karena adanya fungsi – fungsi yang komplementer.

c. Desentralisasi

Konsep desentralisasi adalah mencegah terjadinya aliran yang keluar


(outflow) dari sumber daya manusia (braindrain). Melalui konsep ini
diharapkan pengelola wilayah (dengan daerah yang lebih kecil) memiliki
kewenangan lebih dalam memutuskan jenis strategi dan kebijakan untuk
daerahnya.

Gambar 1.9. Konsep Pengembangan Wilayah Berdasar pada Penataan Ruang

1.4.2.5. PENDEKATAN BUDAYA

Pariwisata budaya adalah kegiatan kepariwisataan yang memanfaatkan dan


mengembangkan secara selektif, terencana dan terprogram, berbagau asset

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 31


budaya masyarakat, baik berupa tata nilai, adat – istiadat, mapun produk budaya
fisik sebagai daya tarik wisata. Termasuk dalam pengertian tata nilai budaya
adalah segala nilai – nilai/norma – norma kehidupan masyarakat yang masih ada
dan digunakan sebagai pegangan hidup maupun yang telah ditinggalkan.
Termasuk dalam pengertian adat – istiadat adalah segala bentuk perilaku dan
tingkah laku kehidupan masyarakat sehari – hari yang dilakukan berdasar tata nilai
yang dianut dan yang berlaku.

Dr. Heddy Shri Ahimsa – Putra (2000) menjelaskan bahawa pengembangan wisata
budaya pada dasarnya tidak hanya mencakup obyke wisata ataupun paket wisata
itu sendiri, tetapi juga unsur – unsur lain yang terkait di dalamnya, yang juga tidak
dapat diabaikan, jika pengembangan tersebut diinginkan keberhasilannya. Paling
tidak ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan wisata budaya;
(1) pengembangan obyek wisata itu sendiri; (2) pengembangan paket wisata
budaya; (3) pengembangan pelayanan wisata budaya ; (4) pengembangan promosi
wisata budaya tersebut. Tiga hal ini terkait satu sama lain. Kegagalan yang satu
akan dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pada keseluruhan.

Pendekatan budaya dalam perencanaan pariwisata Provinsi Maluku Utara melalui:

a. Mengidentifikasi wisata budaya yang potensial dikembangkan berdasarkan


kajian budaya dalam bentuk obyek wisata maupun atraksi wisata budaya.

b. Pengamatan langsung pada sosial budaya masyarakat tradisional terutama


dalam bentuk obyek dan atraksi budaya yang ada di Provinsi Maluku Utara

c. Melakukan wawancara dennga para budayawan – budayawan yang ada di


Provinsi Maluku Utara terutama budayawan dari suku Ternate dan Tidore

1.4.2.6. PENDEKATAN EKOWISATA

Rumusan 'ecotourism' sebenarnya sudah ada sejak 1987 yang dikemukakan oleh
Hector Ceballos-Lascurain yaitu sbb:

"Nature or ecotourism can be defined as tourism that consist in travelling to


relatively undisturbed or uncontaminated natural areas with the specific objectives

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 32


of studying, admiring, and enjoying the scenery and its wild plantas and animals, as
well as any existing cultural manifestations (both past and present) found in the
areas."

"Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan ketempat-tempat alami


yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi (tercemari) dengan tujuan
untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan
dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik
dari masa lampau maupun masa kini."

Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip
konservasi, bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan
strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdayaguna
dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih
alami. Bahkan dengan ekowisata pelestaraian alam dapat ditingkatkan kualitasnya
karena desakan dan tuntutan dari pada eco – traveler.

Sementara itu destinasi yang diminati wisatwan ecotour adalah daerah alami.
Pendekatan lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan.
Maksud dari menjamin kelestarian ini seperti halnya tujuan konservasi (UNEP,
1980) sebagai berikut:

1. Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung


sistem kehidupan

2. Melindungi keanekaragaman hayati

3. Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya.

Untuk mengembangkan ekowisata dilaksanakan dengan cara pengembangan


pariwista pada umumnya, ada dua aspek yang perlu dipikirkan, pertama aspek
destinasi, kemudia kedua adalah aspek market. Untuk pengembangan ekowisata
dilaksanakan dengan konsep product driven. Meskipun aspek market perlu
dipertimbangkan namun macam, sifat dan perilakuk obyek dan daya tarik wisata
alam dan budaya diusahakan untuk menjaga kelestarian dan keberadaannya.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 33


Pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan alam dan
budaya masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan hanya keberlanjutan.
Pembangunan ekowisata berwawasan lingkungan jauh lebih terjamin hasilnya
dalam melestarikan alam dibanding dengan keberlanjutan pembangunan. Sebag
ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam
dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan fisik dan psikologi
wisatawan. Ekowisata bukan menjual destinasi tetapi menjual filosofi. Dari aspek
inilah ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar.

1.4.2.7. PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS PEMBERDAYAAN


MASYARAKAT (COMMUNITY BASED TOURISM)

Community-based tourism merupakan suatu pendekatan yang menyeluruh dari


pariwisata yang menyatukan dampak aspek lingkungan, sosial, budaya, dan
ekonomi dari pariwisata.

Pada bulan Juli 2000, Bank Dunia mulai memikirkan bagaimana caranya
menanggulangi masalah kemiskinan melalui sektor pariwisata yang kemudian
dikenal dengan “ community-based tourism ” (CBT). Selanjutnya diidentifikasi
adanya tiga kegiatan pariwisata yang dapat mendukung konsep CBT yakni
adventure travel , cultural travel dan ecotourism.

CBT akan melibatkan pula masyarakat dalam proses pembuatan keputusan, dan
dalam perolehan bagian pendapatan terbesar secara langsung dari kehadiran para
wisatawan. Sehingga dengan demikian CBT akan dapat menciptakan kesempatan
kerja, mengurangi kemiskinan dan membawa dampak positif terhadap pelestarian
lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu
menumbuhkan jati diri dan rasa bangga dari penduduk setempat yang tumbuh
akibat peningkatan kegiatan pariwisata. Jadi sesungguhnya CBT adalah konsep
ekonomi kerakyatan di sektor riil, yang langsung dilaksanakan oleh masyarakat dan
hasilnyapun langsung dinikmati oleh mereka.

Pentingnya peran masyarakat atau komunitas lokal juga digarisbawahi oleh


Wearing (2001) yang menegaskan bahwa sukses atau keberhasilan jangka
panjang industri pariwisata sangat tergantung pada tingkat penerimaan dan

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 34


dukungan dari komunitas lokal. Karena itu, untuk memastikan bahwa
pengembangan pariwisata di suatu tempat dapat dikelola dengan baik dan
berkelanjutan, maka hal mendasar yang harus diwujudkan untuk mendukung tujuan
tersebut adalah bagaimana memfasilitasi keterlibatan yang luas dari komunitas
lokal dalam proses pengembangan dan memaksimalkan nilai manfaat sosial dan
ekonomi dari kegiatan pariwisata. Ilustrasi yang dikemukakan oleh Wearing
tersebut menegaskan bahwa masyarakat lokal memiliki kedudukan yang sama
pentingnya sebagai salah satu pemangku kepentingan (stakeholders) dalam
pengembangan pariwisata, selain pemerintah dan swasta.

Gambar 1.10. Pemangku Kepentingan dalam pengembangan pariwisata

Pendekatan perencanaan pariwista pada masyarakat ini melalui proses dialog


antara wisatawan sebagai guest dan masyarakat sebagai host, yaitu
pengembangan pariwisata memandang masyarakat lokal sebagai sumber daya
yang berkembang dinamis untuk berperan sebagai subyek dan bukan sekedar
obyek. Dalam kaitan ini pengembangan pariwisata pada dasarnya adalah
pengembangan masyarakat dan wilyah yang selanjutnya didasarkan pada kriteria
sebagai berikut:

a. Memajukan tingkat hidup masyarakat sekaligus melestarikan identitas


budaya dan tradisi lokal;

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 35


b. Meningkatkan tingkat pendapatan secara ekonomis sekaligus
mendistribusikan secara merata pada penduduk lokal;

c. Berorientasi pada pengembangan wirausaha berskala kecil dan menengah


dengan daya serap tanaga kerja besar dan berorientasi pada teknologi
kooperatif;

d. Memanfaatkan pariwisata seoptimal mungkin sebagai penyumbang tradisi


budaya dengan dampak negatif yang seminimal mungkin.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 36


1.1. LATAR BELAKANG 2

1.1.1. DINAMIKA KEPARIWISATAAN NASIONAL 2

1.1.2. PERAN DAN POSISI STRATEGIS SEKTOR PARIWISATA DALAM PEMBANGUNAN 9

1.1.3. POTENSI KEPARIWISATAAN PROVINSI MALUKU UTARA 10

1.1.4. ISU DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI MALUKU UTARA 15

1.1.5. PENTINGNYA RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI MALUKU


UTARA 16

1.2. TUJUAN DAN SASARAN 18

1.2.1. TUJUAN 18

1.2.2. SASARAN 18

1.3. LINGKUP KEGIATAN 19

1.4. ALUR PIKIR DAN PENDEKATAN PERENCANAAN 22

1.4.1. ALUR PIKIR 22

1.4.2. PENDEKATAN PERENCANAAN 23

1.4.2.1. PENDEKATAN PARIWISATA BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE TOURISM DEVELOPMENT) 25

1.4.2.2. PENDEKATAN GOOD TOURISM GOVERNANCE 26

1.4.2.3. PENDEKATAN KESESUAIAN ANTARA PERMINTAAN DAN PENAWARAN (DEMAND AND


SUPPLY) 29

1.4.2.4. PENDEKATAN PENGEMBANGAN WILAYAH 30

1.4.2.5. PENDEKATAN BUDAYA 31

1.4.2.6. PENDEKATAN EKOWISATA 32

1.4.2.7. PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (COMMUNITY


BASED TOURISM) 34

GAMBAR 1.1. POLA MUSIM KUNJUNGAN WISMAN KE INDONESIA,


BERDASARKAN ASAL NEGARA TEMPAT TINGGAL, 2008,

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I-1


SUMBER: STATISTICAL REPORT ON VISITOR ARRIVALS TO
INDONESIA 2008. MOCT. (2009) 7

GAMBAR 1.2. TIGA PINTU MASUK UTAMA WISMAN TAHUN 2008 8

GAMBAR 1.3. PETA LOKASI PROVINSI MALUKU UTARA 11

GAMBAR 1.4. PETA SEBARAN DAYA TARIK WISATA PROVINSI MALUKU


UTARA 12

GAMBAR 1.5. DIAGRAM PELAKSANAAN PEKERJAAN 23

GAMBAR 1.6. SKEMA PEMBANGUNAN PARIWISATA BERKELANJUTAN 26

GAMBAR 1.7. DIAGRAM GOOD TOURISM GOVERNANCE MODEL 29

GAMBAR 1.8. DIAGRAM KESESUAIAN PERMINTAAN DAN PENAWARAN 30

GAMBAR 1.9. KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH BERDASAR PADA


PENATAAN RUANG 31

GAMBAR 1.10. PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGEMBANGAN


PARIWISATA 35

TABEL 1.1. KONTRIBUSI DEVISA DARI SEKTOR PARIWISATA


DIBANDINGKAN DENGAN SEKTOR LAINNYA, TAHUN 2004-
2008 (DALAM JUTA USD) 4

TABEL 1.2. JUMLAH KUNJUNGAN WISMAN, RATA-RATA PENGELUARAN,


LAMA TINGGAL DAN PENERIMAAN DEVISA TAHUN 2000 –
2008 5

TABEL 1.3. RATA-RATA PENGELUARAN DAN LAMA TINGGAL WISMAN DI


INDONESIA BERDASARKAN ASAL NEGARA TEMPAT TINGGAL
PADA TAHUN 2008 6

TABEL 1.4. JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA DAN


DOMESTIK DI MALUKU UTARA 2008 15

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I-2


Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I-3

Anda mungkin juga menyukai