KEMAMPUAN MATEMATIKA
6.1 Deskripsi
Matematika adalah salah satu hal yang termasuk sangat sulit untuk dipelajari. Untuk
dapat memahami matematika diperlukan kemampuan , yang biasa disebut sebagai kemampuan
matematika . Kemampuan matematika adalah kemampuan untuk manghadapi permasalahan ,
baik dalam matematika maupun kehidupan nyata.
6.2 Relevansi
Namun , di dalam paradigma pembelajaran kita harus tahu bagaimana cara pandang
kita terhadap proses pembelajaran . Maksudnya bagaimana cara pandang kita terhadap
kemampuan matematika itu berdasarkan aspek kehidupan kita sehari – hari . Di dalam
paradigma pembelajaran ada dua pembelajaran yang saling bertentangan yaitu: Paradigma
yang pertama , Paradigma lama yang percaya bahwa factor guru adalah paling menentukan ,
sedangkan paradigma yang kedua paradigma baru dimana siswa dituntut untuk lebih aktif
dalam pembelajaran matematika. Akan tetapi jika kita mengaitkan hubungan Paradigma
Sehingga jika kita sudah memikirkan strategi apa yang akan kita gunakan di dalam mengajar
maka kita akan lebih mudah dalam membuat model pembelajarannya .
1. Untuk menumbuh kembangkan kemampuan berpikir logis dan sikap positif siswa
dalam matematika .
2. Untuk meningkatkan motivasi belajar didalam pembelajaran matematika .
3. Minat anak semakin berkembang .
1. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik , berpikiran baik dan berperilaku baik.
2. Memperkuat dan membangun perilaku yang banyak pemahaman .
3. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia .
A.5 . Tujuan dari pembelajaran High Order Thinking
Menurut Chuang (2002) alur belajar terdiri atas tiga komponen yaitu:
1. Tujuan-tujuan belajar (the learning goals)
2. Aktivitas belajar (the learning activities) dan,
3. Proses belajar hipotesis (hypothetical learning process).
2.Mathematical Attitude
Menurut Allport (1980: 356) sikap adalah kesiapan mental dan saraf yang diorganisasi
melalui pengalaman yang mempengaruhi respon seseorang terhadap semua objek dan situasi
yang saling berhubungan. Menurut Mammana dan Pennisi sikap terhadap matematika terdiri
dari tiga komponen yang saling berinteraksi, yaitu emosional, pandangan seseorang tentang
matematika, dan kepercayaan diri.
Tapia dan Marsh dalam Curtis (2006) menyebutkan bahwa ada lima faktor yang
mempengaruhi sikap siswa terhadap matematika, yaitu:
1. Kepercayaan.
Kepercayaan mengukur bagaimana siswa merasa yakin akan
performanya dalam matematika.
2. Kekhawatiran.
Kekhawatiran mengukur perasaan khawatir akan matematika.
3. Nilai
Nilai merujuk pada keykinan siswa akan kegunaan, relevansi, dan
keberhargaan matematika dalam kehidupan pribadi siswa dan kehidupan
professional mereka di masa depan.
4. Kesenangan
Kesenangan matematika mengukur seberapa siswa merasa nyaman
dalam matematika dan terlibat dalam kelas matematika.
5. Motivasi
Motivasi mengukur minat siswa dalam matematika dan keinginan siswa
untuk mempelajari matematika lebih lanjut.
3.Karakter Siswa
Pengertian Karakter
Kata karakter berasal dari kata Yunani, Charassein, yang berarti mengukir sehingga
terbentuk sebuah pola. Mempunyai akhlak mulia adalah tidak secara otomatis dimiliki oleh
setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan
pendidikan proses pengukiran. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang
khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa, dan Negara. Secara universal berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup
bersama berdasarkan atas pilar: kedamaian (peace), menghargai (respect), kerja sama
(cooperation), kebebasan (freedom), kebahagiaan (happiness), kejujuran (honesty),
kerendahan hati (humility), kasih sayang (love), tanggung jawab (responsibility),
kesederhanaan (simplicity), toleransi (tolerance), dan persatuan (unity).
Sedangkan pengertian karakter siswa adalah ciri atau sifat dan atribut yang melekat
pada siswa yang menggambarkan kondisi siswa, misalnya, kemampuan akademis yang telah
dimiliki, gaya dan cara belajar, serta kondisi sosial dan ekonomi (Pribadi, 2009:211) Jadi
karakter siswa merupakan keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yag ada pada siswa
sebagai hasil dari pembawaaan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas
dalam meraih cita-citanya.
K. Bertens mendefinisikan “nilai” dalam bukunya “ETIKA” dalam uraian berikut ini.
Dalam hati kita pahami nilai yaitu sesuatu yang punya konotasi positif, sesuatu yang baik, yang
berharga, yang memiliki suatu arti. Nilai adalah sesuatu yang ingin kita wujudkan atau
perjuangkan, sesuatu yang kita setujui dan kita sukai, yang menarik dan yang punya arti (Gea,
2002: 144). Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan
melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan
masing-masing. Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah
teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan
nasional, yaitu: (1) Religius; (2) Jujur; (3) Toleransi; (4) Disiplin; (5) Kerja keras; (6) Kreatif;
(7) Mandiri;(8) Demokratis; (9) Rasa Ingin Tahu; (10) Semangat Kebangsaan; (11) Cinta
Tanah Air; (12) Menghargai Prestasi; (13) Bersahabat/Komunikatif ; (14) Cinta Damai; (15)
Gemar Membaca; (16) Peduli Lingkungan; (17) Peduli Sosial; (18) Tanggung Jawab
(Puskurbuk, 2009:9-10). 7.
High Order Thinking yaitu proses berpikir yang mengharuskan murid untuk
memanipulasi informasi dan ide – ide dalam cara tertentu yang memberikan mereka
pengertian dan implikasi baru (Gunawan , 2012 : 171 ). Berdasarkan beberapa pendapat para
ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa HOT adalah kemampuan berpikir yang bukan hanya
sekedar mengingat , menyatakan kembali , dan juga merujuk tanpa melakukan pengolahan ,
akan tetapi kemampuan berpikir untuk menelaah secara kritis , kreatif , berkreasi ,dan mampu
memecahkan masalah .
Krathwohl dalam Lewy , dkk (2009:16) menyatakan bahwa indicator untuk mengukur
kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi :
Jadi kemampuan berpikir tingkat tinggi itu dapat digunakan untuk memanipulasi
pengetahuan dan ide – ide siswa berdasarkan kemampuan tingkat berpikirnya .
5. Metakognisi
Pengertian Metakognisi
(a) Mengidentifikasi “apa yang kau ketahui” dan “apa yang kau tidak ketahui”
(b) Berbicara tentang berpikir (Talking about thinking)
(c) Membuat jurnal berpikir (keeping thinking journal)
(d) Membuat perencanaan dan regulasi-diri
(e) Melaporkan kembali proses berpikir (Debriefing thinking process)
(f) Evaluasi-diri (Self-evaluation)
Strategi guru untuk meningkatkan metakognitif siswa dalam pembelajaran matematika dapat
dilakukan sebagai berikut:
a. Memilih sebuah strategi metakognitif yang sesuai dengan keterampilan matematika (misal,
memahami konsep).
b. Mengecek pemahaman siswa. Pastikan mereka mehamami strategi tersebut dan bagaimana
menggunakannya.
d. Memberi waktu untuk mengoreksi umpan balik dan memodelkan kembali strategi tersebut
sesuai kebutuhan.
e. Menyediakan lembaran petunjuk bagi siswa untuk memulai sendiri menggunakan strategi
tersebut.
f. Memberi penguatan bagi siswa yang mampu menggunakan strategi tersebut secara tepat.
TES FORMATIF
Polya, G. (1973). How to solve it: A new aspect of mathematical method. Princeton
University Press
Gea, Antonius Atosokhi. 2002. Character building II (Relasi dengan Sesama). Jakarta: PT
Alex Media Komputindo.