Anda di halaman 1dari 13

BAB VI

KEMAMPUAN MATEMATIKA

6.1 Deskripsi

Matematika adalah salah satu hal yang termasuk sangat sulit untuk dipelajari. Untuk
dapat memahami matematika diperlukan kemampuan , yang biasa disebut sebagai
kemampuan matematika . Kemampuan matematika adalah kemampuan untuk manghadapi
permasalahan , baik dalam matematika maupun kehidupan nyata.

Berdasarkan jenisnya kemampuan matematika dapat diklasifikasikan dalam lima


kompetensi utama yaitu : pemahaman matematika, pemecahan masalah , komunikasi
matematika , koneksi matematika ,dan penalaran matematika , kemampuan matematika yang
lebih tinggi diantaranya adalah kemampuan berpikir kritis matematika dan kemampuan
berpikir kreatif matematika.

6.2 Relevansi

Kompetensi guru adalah perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan,


teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi dasar profesi guru,
yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran yang
mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalitas. Berdasarkan pengertian diatas dapat
kita tarik kesimpulan bahwa untuk memiliki kompetensi guru terdapat beberapa aspek yang
harus dipenuhi oleh guru yaitu , kemampuan pribadi, keilmuan teknologi sosial,, spiritual ,
penguasaan materi , pemahaman terhadap peserta didik , pembelajaran yang mendidik ,
pengembangan pribadi , dan profesionalitas.

Kemampuan matematika dapat di kategorikan sebagai kemampuan personal.


Keilmuan merupakan pengetahuan tentang suatu bidang , untuk mendapatkan pengetahuan
dibutuhkan juga kemampuan matematika . Penguasaan materi merupakan salah satu
keilmuan juga. Pemahaman merupakan salah satu aspek kemampuan matematika , jadi
hampir semua kompetensi guru berhungan atau membutuhkan kemampuan matematika.

Hubungan kemampuan matematika , dengan kompetensi guru dan dengan filosofi


pembelajaran matematika sangatlah berkaitan erat. Karena didalam kamampuan matematika
bukanlah hanya sekedar kemampuan kita saja , akan tetapi ada juga pengetahuan yang harus
kita bangun dan juga kembangkan didalam pembelajaran matematika. Selain kita
mengembangkannya, kita juga dapat membuat kreatifitas kita dari hasil penemuan baru
yang kita dapatkan . Selain itu juga di dalam kemampuan matematika ada hakekat
matematika. Didalam hakekat matematika kita dapat menemukan jawaban terhadap masalah
yang kita hadapi, cara – cara kita untuk mendapatkan informasi, untuk mendapatkan
pengetahuan yang baru tentang bentuk dan ukuran .Namun , jika kita tidak memiliki
kemampuan berpikir yang tinggi maka kita tidak dapat menemukan hal – hal yang baru untuk
kita kembangkan. Kita juga tidak dapat membuat konsep – konsep apa yang akan kita
tuangkan dalam penemuan atau kreatifitas itu sendiri .

Namun , di dalam paradigma pembelajaran kita harus tahu bagaimana cara pandang
kita terhadap proses pembelajaran . Maksudnya bagaimana cara pandang kita terhadap
kemampuan matematika itu berdasarkan aspek kehidupan kita sehari – hari . Di dalam
paradigma pembelajaran ada dua pembelajaran yang saling bertentangan yaitu: Paradigma
yang pertama , Paradigma lama yang percaya bahwa factor guru adalah paling menentukan ,
sedangkan paradigma yang kedua paradigma baru dimana siswa dituntut untuk lebih aktif
dalam pembelajaran matematika. Akan tetapi jika kita mengaitkan hubungan Paradigma

Pembelajaran dengan Strategi Pembelajaran matematika saling memiliki keterkaitan .


Karena strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang haruss
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran itu dapat di capai secara efisien dan
efektif. Didalam strategi dan paradigma kita di tuntut bagaimana cara pandang kita mengenai
strategi pembelajaran yang harus kita lakukan. Agar kita dapat mencapai tujuan pembelajaran
matematika yang lebih efisien dan efektif . Selain , itu juga di dalam strategi yang kita
lakukan atau kita buat dapat kita lihat bagaimana kemampuan siswa tersebut dalam belajar
dan menemukan pengetahuan atau ide- ide baru berdasarkan kehidupan sehari – hari .

Sehingga jika kita sudah memikirkan strategi apa yang akan kita gunakan di dalam
mengajar maka kita akan lebih mudah dalam membuat model pembelajarannya .

Nah , dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan matematika,


kompetensi guru, hakekaat pembelajaran matematika, strategi pembelajaran matematika,
paradigma pembelajaran matematika dan model pembelajaran matematika sangatlah
memiliki hubungan antara satu dengan yang lainnnya .
6.3 Tujuan Pembelajaran

A.1 Tujuan Kemampuan Matematika

Aadpun tujuan pembelajaran kemampuan matematika yaitu :

1. Agar kita dapat menyelesaikan permasalahan matematika dengan mudah .


2. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis didalam belajar matematika .
3. Untuk meningkatkan kreatifitas , penalaran , pemahaman , pengembangan di dalam
bidang kehidupan sehari – hari.

A.2 Tujuan dari Learning Trajectory Matematika

Adapun tujuannya yaitu :

1. Untuk memecahkan komponen permasalahan dengan benar.


2. Untuk melakukan refleksi jawaban kembali dengan menelusuri alur pelaksanaan
perencanaan .
3. Untuk memahami permasalahan dengan baik.

A.3 Tujuan dari Mathematical Attitude

Adapun tujuan pembelajaran dari Mathematical Attitude yaitu :

1. Untuk menumbuh kembangkan kemampuan berpikir logis dan sikap positif siswa
dalam matematika .
2. Untuk meningkatkan motivasi belajar didalam pembelajaran matematika .
3. Minat anak semakin berkembang .

A.4. Tujuan pembelajaran dari Karakter Siswa

Adapun tujuannya antara lain yaitu :

1. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik , berpikiran baik dan berperilaku
baik.
2. Memperkuat dan membangun perilaku yang banyak pemahaman .
3. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia .

A.5 . Tujuan dari pembelajaran High Order Thinking


Adapun tujuannya yaitu :

1. Untuk meningkatkan aktivitas siswa .


2. Untuk meningkatkan hasil belajar dan karakter siswa .
3. Untuk menemukan ide- ide baru atau pun mengmbangkan penemuan baru .

A.6 Tujuan dari pembelajaran Metakognisi

Tujuan dari pembelajaran metakognisi yaitu :

1. Untuk mengembangkan metakognisi siswa.


2. Siswa dapat mengembangkan kemampuan matematika secara optimal .
3. Untuk mengembangkan lingkungan belajar yang sesuai .
4. Untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan potensial yang dimiliki .

6.4 Rangkuman materi

1.Learning Trajectory Matematika

Alur belajar (learning trajectory) menggambarkan urutan pembelajaran (learning sequence)


yang harus ditempuh dan konsep-konsep apa saja yang terkait dengan materi yang dipelajari
oleh anak, sehingga anak akan dapat belajar dengan tuntas. Bardsley (2006) merumuskan alur
belajar pada anak usia pra sekolah dapat digunakan dalam mengajarkan matematika di usia
dini. Sedangkan Hadi (2006) merumuskan hipotesis alur belajar untuk materi pecahan di
sekolah dasar dan alur belajar pasti terkait dengan desain pembelajaran yang dilakukan di
dalam kelas. Penelitian Chen (2002) menyebutkan dua jenis alur dalam memecahkan masalah
matematika yaitu alur belajar, dan alur pemecahan masalah. Alur belajar melukiskan
bagaimana proses seorang anak untuk mempelajari sesuatu, sedangkan alur pemecahan
masalah yaitu melukiskan langkah-langkah dalam memecahkan sebuah masalah. Alur belajar
dalam memecahkan masalah merupakan urutan aktivitas yang dilakukan siswa dalam proses
memecahkan masalah dan bergantung pada jenis masalahnya. Jenis masalah matematika
terdiri dari dua jenis yaitu problem to find (masalah untuk mencari) dan problem to proof
(masalah untuk membuktikan) (Polya ,1973).

Menurut Chuang, Learning Trajectory (alurbelajar) sebagai barisan aktivitas atau proses
belajar. Jadi, Learning Trajectory Matematika (alur belajar ) adalah suatu urutan aktivitas
yang terstruktur dalam mencapai tujuan belajar matematika. Tujuan belajar yang
dimaksudkan dapat berupa memahami konsep atau prinsip dalam matematika.
Menurut Chuang (2002) alur belajar terdiri atas tiga komponen yaitu:
1. Tujuan-tujuan belajar (the learning goals)
2. Aktivitas belajar (the learning activities) dan,
3. Proses belajar hipotesis (hypothetical learning process).

Konsep Learning Trajectory matematika adalah Guru harus mau meningkatkan


kemampuan dan pengetahuannya agar dapat member harapan bagi peningkatan kualitas
pembelajaran. Guru harus melakukan perubahan tentang cara membelajarkan siswa melalui
aktivitas yang sesuai dengan tingkat kemampuan berpikirnya. Evaluasi dilakukan secara terus
menerus terhadap kinerja tugas kelas dari siswa. Tujuan pembelajaran akan menentukan arah
belajar-mengajar yang di inginkan. Kegiatan yang akan dilakukan oleh guru dan siswa
menjadi "prediksi tentang bagaimana pemikiran siswa dan pemahaman akan berkembang
dalam konteks kegiatan belajar".

Manfaat alur belajar matematika tersebut adalah sebagai berikut:

1. Memberikan petunjuk bagi guru untuk menentukan dan merumuskan tujuan-tujuan


pembelajaran yang akan dicapai.
2. Memberikan suatu kerangka kerja bagi guru untuk mengembangkan pengetahuan
tentang berpikir dan belajar peserta didik.

2.Mathematical Attitude

Mathematical attitude atau sering disebut sebagai sikap terhadap matematika


merupakan salah satu bagian dalam karakteristik siswa yang tidak dapat diabaikan dalam
pembelajaran matematika . Sikap terhadap matematika merupakan kecenderungan seseorang
untuk menerima atau menolak matematika. Sikap terhadap matematika dapat dilihat saat
siswa mengikuti pembelajaran matematika, mengerjakan pekerjaan rumah, atau mengikuti
kursus matematika. Sikap terhadap matematika ini akan mempengaruhi prestasi belajar
matematika siswa.

Menurut Allport (1980: 356) sikap adalah kesiapan mental dan saraf yang
diorganisasi melalui pengalaman yang mempengaruhi respon seseorang terhadap semua objek
dan situasi yang saling berhubungan. Menurut Mammana dan Pennisi sikap terhadap
matematika terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi, yaitu emosional, pandangan
seseorang tentang matematika, dan kepercayaan diri.
1. Emosi adalah kumpulan dari rasa ketakutan, kekhawatiran, frustasi, kemarahan,
kebanggaan, kenyamanan, kegembiraan, kebahagiaan, dll yang terbangun oleh
aktivitas yang dilakukan oleh seseorang.
2. Pandangan siswa tentang matematika adalah kumpulan keyakinan yang dimiliki
seseorang terhadap matematika.
3. Kepercayaan diri didefinisikan sebagai keyakinan seseorang tentang kemampuan
mereka untuk menghasilkan performa yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Keyakinan terhadap diri sendiri menentukan bagaimana orang berpikir, merasakan,
dan memotivasi diri mereka sendiri dalam bertindak.

Tapia dan Marsh dalam Curtis (2006) menyebutkan bahwa ada lima faktor
yang mempengaruhi sikap siswa terhadap matematika, yaitu:

1. Kepercayaan.
Kepercayaan mengukur bagaimana siswa merasa yakin akan
performanya dalam matematika.

2. Kekhawatiran.
Kekhawatiran mengukur perasaan khawatir akan matematika.

3. Nilai
Nilai merujuk pada keykinan siswa akan kegunaan, relevansi, dan
keberhargaan matematika dalam kehidupan pribadi siswa dan kehidupan
professional mereka di masa depan.

4. Kesenangan
Kesenangan matematika mengukur seberapa siswa merasa nyaman
dalam matematika dan terlibat dalam kelas matematika.

5. Motivasi
Motivasi mengukur minat siswa dalam matematika dan keinginan
siswa untuk mempelajari matematika lebih lanjut.

3.Karakter Siswa

Pengertian Karakter

Kata karakter berasal dari kata Yunani, Charassein, yang berarti mengukir sehingga
terbentuk sebuah pola. Mempunyai akhlak mulia adalah tidak secara otomatis dimiliki oleh
setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan
dan pendidikan proses pengukiran. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku
yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa, dan Negara. Secara universal berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai
hidup bersama berdasarkan atas pilar: kedamaian (peace), menghargai (respect), kerja sama
(cooperation), kebebasan (freedom), kebahagiaan (happiness), kejujuran (honesty),
kerendahan hati (humility), kasih sayang (love), tanggung jawab (responsibility),
kesederhanaan (simplicity), toleransi (tolerance), dan persatuan (unity).

Sedangkan pengertian karakter siswa adalah ciri atau sifat dan atribut yang melekat
pada siswa yang menggambarkan kondisi siswa, misalnya, kemampuan akademis yang telah
dimiliki, gaya dan cara belajar, serta kondisi sosial dan ekonomi (Pribadi, 2009:211) Jadi
karakter siswa merupakan keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yag ada pada siswa
sebagai hasil dari pembawaaan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas
dalam meraih cita-citanya.

Nilai-nilai Pembentuk Karakter

K. Bertens mendefinisikan “nilai” dalam bukunya “ETIKA” dalam uraian berikut ini.
Dalam hati kita pahami nilai yaitu sesuatu yang punya konotasi positif, sesuatu yang baik,
yang berharga, yang memiliki suatu arti. Nilai adalah sesuatu yang ingin kita wujudkan atau
perjuangkan, sesuatu yang kita setujui dan kita sukai, yang menarik dan yang punya arti
(Gea, 2002: 144). Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan
melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan
masing-masing. Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah
teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan
nasional, yaitu: (1) Religius; (2) Jujur; (3) Toleransi; (4) Disiplin; (5) Kerja keras; (6) Kreatif;
(7) Mandiri;(8) Demokratis; (9) Rasa Ingin Tahu; (10) Semangat Kebangsaan; (11) Cinta
Tanah Air; (12) Menghargai Prestasi; (13) Bersahabat/Komunikatif ; (14) Cinta Damai; (15)
Gemar Membaca; (16) Peduli Lingkungan; (17) Peduli Sosial; (18) Tanggung Jawab
(Puskurbuk, 2009:9-10). 7.

Pentingnya Pendidikan Karakter

“Pendidikan karakter memperoleh kembali momentumnya antara tahun 1980- an


sebab banyak orang tua, pendidik, dan warga Negara lainnya peduli, yang berasal dari
berbagai subkultur dan bebagai wilayah dari negara ini yang melihat perlunya ada program
pencegahan yang dapat membendung gelombang dekadensi moral” (Vessels, 1998). Menurut
banyak pakar seperti Beach, 1992, Canada, 2000, Kilpatrick, 1992, Lickona, 1991, dan
McDonell, 1999, pendidikan karakter adalah obat ampuh bagi kemerosotan moral (Beachum
and McCray, 2002; Samani, 2011: 12). 8. Pendidikan Ramah Anak Terdapat banyak model
pembelajaran di Indonesia.

4. High Order Thinking

High Order Thinking yaitu proses berpikir yang mengharuskan murid untuk
memanipulasi informasi dan ide – ide dalam cara tertentu yang memberikan mereka
pengertian dan implikasi baru (Gunawan , 2012 : 171 ). Berdasarkan beberapa pendapat
para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa HOT adalah kemampuan berpikir yang bukan
hanya sekedar mengingat , menyatakan kembali , dan juga merujuk tanpa melakukan
pengolahan , akan tetapi kemampuan berpikir untuk menelaah secara kritis , kreatif ,
berkreasi ,dan mampu memecahkan masalah .

Krathwohl dalam Lewy , dkk (2009:16) menyatakan bahwa indicator untuk mengukur
kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi :

1. Menganalisis informasi yang masuk dan membagi – bagi atau menstrukturkan


informasi kedalam yang lebih kecil untuk mengenal pola atau hubungannnya .

2. Mengidentifikasi / merumuskan pertanyaan .

3. Mamberikan penilaian terhadap solusi , gagasan dan metodologi dengan


menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai
efektifitas atau manfaatnya .

4. Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian .

5. Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah .

Jadi kemampuan berpikir tingkat tinggi itu dapat digunakan untuk memanipulasi
pengetahuan dan ide – ide siswa berdasarkan kemampuan tingkat berpikirnya .

5. Metakognisi

Pengertian Metakognisi
Mohamad Nur (2000) mengemukakan bahwa metakognisi berhubungan dengan
berpikir siswa tentang berpikir mereka sendiri dan kemampuan mereka menggunakan
strategi-strategi belajar tertentu dengan tepat, metakognisi memiliki dua komponen, yaitu (a)
pengetahuan tentang kognisi, dan (b) mekanisme pengendalian diri dan monitoring kognitif.
Huitt (1997) mendefinisikan metakognisi sebagai pengetahuan seseorang tentang sistem
kognitifnya, berpikir seseorang tentang berpikirnya, dan keterampilan esensial seseorang
dalam “belajar untuk belajar’. Lebih lanjut Huitt mengemukakan tentang dua komponen yang
termasuk dalam metakognisi, yaitu (a) apa yang kita ketahui atau tidak ketahui, dan (b)
regulasi bagaimana kita belajar.

Gambaran lebih jelas tentang komponen-komponen metakognisi dapat dipahami


dalam pengertian metakognisi yang dikemukakan oleh Flavel (dalam Mohamad Nur :2000)
sebagai berikut: “ metakognisi adalah pengetahuan seseorang berkenaan dengan proses dan
produk kognitif orang itu sendiri atau segala sesuatu yang berkaitan dengan proses dan
produk tersebut. Metakognisi berhubungan, salah satu diantaranya, dengan pemonitoran aktif
dan pengendalian yang konsekwen serta pengorganisasian proses pemonitoran dan
pengendalian ini dalam hubungannya dengan tujuan kognitif, pada mana proses-proses
tersebut menunjang, umumnya dalam mendukung sejumlah tujuan konkret

Komponen (Indikator) Metakognisi

Huitt (1997) mengemukakan bahwa metakognisi mencakup kemampuan seseorang


dalam bertanya dan menjawab beberapa tipe pertanyaan berkaitan dengan tugas yang
dihadapi. Marzano dkk (1988) menjelaskan bahwa metakognisi mencakup dua komponen,
yaitu (a) pengetahuan dan kontrol diri, dan (b) pengetahuan dan kontrol proses. Siswa yang
berhasil adalah siswa yang secara sadar dapat memonitor dan mengontrol belajar mereka.
Pusat dari pengetahuan dan kontrol-diri adalah komitmen, sikap, dan perhatian. Sedangkan
elemen dari pengetahuan dan kontrol proses adalah pengetahuan penting dalam metakognisi
dan kontrol pelakasana dari perilaku. Sedangkan Schoenfeld (1987) mengemukakan secara
lebih spesifik tiga cara untuk menjelaskan tentang metakognisi dalam pembelajaran
matematika, yaitu: (a) keyakinan dan intuisi, (b) pengetahuan, dan (c) kesadaran-diri
(regulasi-diri). Keyakinan dan intuisi menyangkut ide-ide matematika apa saja yang
disiapkan untuk memecahkan masalah matematika dan bagaimana ide-ide tersebut
membentuk jalan/cara untuk memecahkan masalah matematika.
Pengetahuan tentang proses berpikir menyangkut seberapa akuratnya seseorang dalam
menggambar proses berpikirnya. Sedangkan kesadaran-diri atau regulasi diri menyangkut
seberapa baiknya seseorang dalam menjaga dan mengatur apa yang harus dilakukan ketika
memecahkan masalah dan seberapa baiknya seseorang menggunakan input dari pengamatan
untuk mengarahkan aktivitas-aktivitas pemecahan masalah.

Walaupun terdapat bermacam-macam pendapat tentang komponen metakognisi


namun pada hakekatnya para pakar berpendapat bahwa komponen atau indikator metakognisi
terdiri dari tiga elemen , yakni : 1) menyusun strategi atau rencana tindakan 2) memonitor
tindakan 3) mengevaluasi tindakan .

Strategi Meningkatkan Kemampuan Metakognisi Siswa

(a) Mengidentifikasi “apa yang kau ketahui” dan “apa yang kau tidak ketahui”
(b) Berbicara tentang berpikir (Talking about thinking)
(c) Membuat jurnal berpikir (keeping thinking journal)
(d) Membuat perencanaan dan regulasi-diri
(e) Melaporkan kembali proses berpikir (Debriefing thinking process)
(f) Evaluasi-diri (Self-evaluation)

Strategi guru untuk meningkatkan metakognitif siswa dalam pembelajaran matematika dapat
dilakukan sebagai berikut:

a. Memilih sebuah strategi metakognitif yang sesuai dengan keterampilan matematika (misal,
memahami konsep).

b. Mengecek pemahaman siswa. Pastikan mereka mehamami strategi tersebut dan bagaimana
menggunakannya.

c. Memberi cukup kesempatan bagi siswa untuk mempraktekkan strategi tersebut.

d. Memberi waktu untuk mengoreksi umpan balik dan memodelkan kembali strategi tersebut
sesuai kebutuhan.

e. Menyediakan lembaran petunjuk bagi siswa untuk memulai sendiri menggunakan strategi
tersebut.

f. Memberi penguatan bagi siswa yang mampu menggunakan strategi tersebut secara tepat.
TES FORMATIF

1. Apa itu high order thingking?

2. Bagaimana pendapat anda tentang high order thingking?

3. Apa tujuan dari pembelajaran high order thinking?

4. Apa saja kendala dan cara mengatasi guru dalam melakukan high order thinking?

5. Apa itu Learning Trajectory ?


6. Apa manfaat learning tranjectory?

7. Strategi apa yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan metakognisi siswa?

8. Bagaimana cara seorang guru mengatasi siswa yang berkemampuan high order
thingking?

9. Apa itu pengertian dari karakter siswa ?


10. Apa itu pengertian dari metakognisi ?

DAFTAR PUSTAKA

Bardsley, M. E. (2006). Pre-kindergarten teachers' use and understanding of hypothetical


learning trajectories in mathematics education.
Chen, C. Y. (2002). A hypothetical learning trajectory of arguing statemants about
geometric figures. Diakses 16 November 2016, dari http://www.math.ntnu.edu.tw.

Hadi, S. (2006). Adapting European curriculum material for Indonesian schools.


Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.

Polya, G. (1973). How to solve it: A new aspect of mathematical method. Princeton
University Press

Gea, Antonius Atosokhi. 2002. Character building II (Relasi dengan Sesama). Jakarta: PT
Alex Media Komputindo.

Moloeng, J. Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Qualitative. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya. Puskurbuk. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Depdiknas.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Huitt, William G. 1997. Metacognition. Available: http://tip.psychology.org/meta.html.


Liliasari (1996). Beberapa Pola Berpikir dalam Pembentukan Pengetahuan Kimia oleh
Siswa kelas X SMA. Disertasi Doktor pada PPs IKIP Bandung. Bandung: Tidak
diterbitkan. Shoenfeld. 1992. What’s All The Fuss About Metacognition. Available:
http://mathforum.org/~sarah/Discussion.Sessions/Schoenfeld.html.

Anda mungkin juga menyukai