Anda di halaman 1dari 12

Makalah Pencemaran Salinitas di DKI Jakarta

Sigit Saputro
3425152695

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
BAB 1

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Kawasan pesisir pantai sekarang ini dikembangkan sebagai


kawasan perkotaan. Perkembangan kawasan perkotaan diiringi dengan
peningkatan jumlah pemukiman penduduk akibat laju pertumbuhan
penduduk yang tinggi (Sinurat, 2000). Menurut Indahwati (2012),
Pertumbuhan penduduk saat ini menjadikan kebutuhan akan air bersih
terus meningkat. Dalam pemenuhan kebutuhan air bersih tersebut,
penduduk lebih banyak mengandalkan air tanah karena pelayanan
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang belum memenuhi.

Pesisir adalah wilayah bertemunya daratan dan lautan dengan dua


karakteristik yang berbeda. Bergabungnya kedua karakteristik tersebut
membuat kawasan pesisir memiliki potensi sumber daya yang
berlimpah, mulai dari perdagangan, perikanan dan pertanian baik darat
maupun laut. Lingkungan pesisir sangat dinamis karena letaknya
berhadapan langsung dengan laut (Marfai dan King, 2007).
Berkembangnya kawasan pesisir terlihat dari letak kota-kota besar di
Indonesia, seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Makasar yang
berada di pesisir. Kota-kota tersebut menjadi kota pelabuhan yang vital
di Indonesia, karena melalui jalur laut akses ekonomi secara umum,
khususnya perdagangan menjadi lebih mudah.

Disamping berlimpahnya potensi sumber daya, kawasan pesisir


juga memiliki risiko bencana yang cukup banyak. Gelombang pasang,
erosi, sedimentasi, intrusi air laut, banjir rob dan penurunan muka tanah
merupakan beberapa contoh potensi bencana alam, namun juga tidak
lepas dari peranan aktivitas manusia di dalamnya. Banyaknya aktivitas
manusia di kawasan pesisir terkadang tidak diiringi dengan daya dukung
lahan dan ekosistem lingkungan, Hal tersebut dapat menyebabkan
terjadinya tekanan terhadap lahan kawasan pesisir.

Pesisir utara Jawa memiliki pantai yang landai dengan elevasi


permukaan tanah tidak jauh lebih tinggi dari pasang laut tertinggi. Hal
tersebut membuat pesisir utara Jawa cukup rentan terjadi permasalahan
salah satunya adalah intrusi air laut, khususnya di daerah Ibukota Jakarta.
Intrusi air laut terjadi jika air laut masuk di bawah permukaan tanah
melalui akuifer di daratan daerah pantai sehingga rasa air tanah menjadi
payau hingga asin (Badan Geologi, 2013). Hasil survey lapangan di
pesisir pantai terdapat keluhan masyarakat bahwa air sumur mereka
terasa payau hingga asin terutama ketika terjadi pasang air laut. Salah
satu cara untuk mengetahui terjadinya intrusi air laut adalah dengan
Metode R.Revelle yaitu berdasarkan pengukuran rasio ion klorida
dengan ion total karbonat karena ion klorida merupakan ion dominan di
air laut sedangkan ion total karbonat merupakan ion dominan pada air
tanah (Revelle,1941).

Hasil pengukuran rasio ion tersebut dapat dijadikan dasar untuk


membuat peta zonasi air asin di suatu kawasan. Melalui peta zonasi air
asin dapat diketahui daerah yang berpotensi maupun sudah mengalami
intrusi air laut. Pemetaan zonasi air asin Kota Jakarta berdasarkan
konsentrasi klorida telah dilakukan oleh Ashriyati (2011) dengan hasil
penelitian bahwa air tanah di Kota Jakarta pada I-2 tahun 2006 sudah
terintrusi air laut sebanyak 31,22% (konsentrasi klorida 500-2.000 mg/L)
dari total luas wilayah DKI Jakarta atau 201,268 km2.

Penggunaan air sumur yang terintrusi air laut dapat menyebabkan


gangguan pada kesehatan manusia seperti penyakit kulit (Djuanda,
1990), selain itu penggunaan air sumur tersebut juga dapat merusak
tanaman. Hal ini disebabkan air sumur tersebut mengandung kadar ion
klorida yang dapat bersifat toksik maupun alergi.. Berdasarkan
penjelasan tersebut, maka dalam makalah ini berisi hal hal mengenai
intrusi air laut di wilayah Ibukota Jakarta.
1.2. Tujuan

- Mengetahui beberapa informasi mengenai intrusi air laut yang terjadi


di Jakarta

- Mengetahui pengaruh dari intrusi air laut di Jakarta

- Mengethaui kebijakan pemerintah mengenai penanggulangan intrusi


air laut
Bab 2
Pembahasan

Intrusi air laut adalah suatu peristiwa penyusupan air asin ke dalam
aquifer di mana air laut menggantikan atau tercampur dengan air tanah
tawar yang ada di dalam akuifer. Istilah intrusi air laut (saline/salt water)
sebetulnya mencakup hal yang lebih luas dibandingkan pengertian dari
istilah intrusi air laut (sea water intrusion/encroachment) karena air asin
tidak hanya berupa/berasal dari air laut. Intrusi air asin dapat terjadi di
mana saja, bahkan di daerah pedalaman (inland).
Air asin adalah semua air yang mempunyai kadar kegaraman yang
tinggi. Tingkat kegaraman biasanya dicerminkan dari total kandungan zat
terlarut (total dissolved solids -TDS). Air tanah tawar mempunyai TDS
kurang dari 1000 mg/l. Sementara air tanah payau/asin TDSnya lebih dari
1000 mg/l. Kandungan unsur Cl- yang tinggi umumnya didapati pada air
asin. Air asin adalah pencemaran yang paling umum ke dalam air tanah.
Air asin di dalam akuifer dapat berasal dari:(Journal Hydraulics, ASCE,
1969)
1. Air laut di daerah pantai,
2. Air laut yang terperangkap dalam lapisan batuan yang diendapkan
selama proses geologi (conate water),
3. Garam di dalam kubah garam, lapisan tipis atau tersebar di dalam
formasi geologi (batuan),
4. Air yang terkumpul oleh penguapan di laguna, empang atau tempat-
tempat lain yang terisolasi,
5. Aliran balik ke sungai dari lahan irigasi,
6. Limbah asin dari manusia.
Penyusupan ini akan menyebabkan air tanah tidak dapat
dimanfaatkan, dan sumur yang memanfaatkannya terpaksa ditutup atau
ditinggalkan. Intrusi sebenarnya baru akan terjadi karena adanya aksi,
dalam hal ini pengambilan air tanah. Intrusi adalah reaksi dari aksi
tersebut, dan mengubah keseimbangan hidrostatik alami antar-muka
(interface) air tanah tawar dan air asin.
Apabila keseimbangan hidrostatik antara airtanah tawar dan
airtanah asin di daerah pantai terganggu, maka akan terjadi pergerakan
airtanah asin/air laut ke arah darat dan terjadilah intrusi air laut.
Terminologi intrusi pada hakekatnya digunakan hanya setelah ada
aksi, yaitu pengambilan airtanah yang mengganggu keseimbangan
hidrostatik. Adanya intrusi air laut ini merupakan permasalahan pada
pemanfaatan airtanah di daerah pantai, karena berakibat langsung pada
mutu air tanah.
Air tanah yang sebelumnya layak digunakan untuk air minum,
karena adanya intrusi air laut, maka terjadi degradasi mutu, sehingga tidak
layak lagi digunakan untuk air minum. Intrusi air laut teramati didaerah
pantai Jakarta dan daerah-daerah pantai lainnya yang pemanfaatan airnya
telah demikian intensif.
Jakarta sebagai ibukota negara merupakan pusat pemerintahan
sekaligus pusat perekonomian di Indonesia. Pemerintahan, ekonomi, dan
otomatis penduduk yang terpusat di kota ini tentunya membutuhkan
pasokan air bersih dalam jumlah besar, sementara sampai saat ini belum
bisa dipenuhi oleh jaringan PDAM.
Penurunan pisometrik di Jakarta secara dramatis terjadi pada
rentang awal tahun 1970-an sampai dengan tahun 1985, dan mulai
berkurang kembali sampai dengan pengukuran terakhir pada tahun 2013
oleh Tirtomihardjo dan Setiawan (2013). Turunnya pisometrik sebagai
akibat dari pengambilan air tanah yang berlebihan teridentifikasi telah
menimbulkan dampak lanjutan yaitu antara lain penurunan tanah dan
intrusi air laut, terutama di beberapa tempat di Jakarta bagian utara
(Abidin et al., 2009; Djijono, 2002; Murdohardono dan Sudarsono, 1998).
Terkait dengan terjadinya intrusi air laut sebagai dampak dari
pengambilan air tanah di Jakarta sudah diterima secara luas. Namun
demikian, menurut Hutasoit dan Pindratno (1998), sampai saat ini masih
terdapat beberapa perdebatan terkait dengan skala, mekanisme tambahan,
dan bahkan ada/tidaknya fenomena intrusi air laut itu sendiri.
Intrusi air laut yang terjadi di Jakarta memberikan dampak tersendiri
atas beberapa hal. Beberapa dampak tersebut adalah merusak bagi
pertumbuhan tanaman hingga menyebabkan kematian tanaman,
kerusakan infrastruktur yang berada di atas (jalan, bangunan) dan bawah
tanah (korosi perpipaan), penurunan kualitas air tanah dan permukaan.
Salinisasi adalah masalah degradasi lahan yang utama. Tanaman
menyerap air lebih sedikit ketika kadar garam lingkungan tinggi, sehingga
mengganggu pertumbuhan.Salinitas tanah tidak menjadi masalah atau
hanya memberikan sedikit masalah pada tanaman yang toleran pada kadar
garam tinggi, seperti kelapa, bakau, dan tanaman dari genus Avicennia,
namun gangguan pertumbuhan dapat terjadi pada kadar garam yang
terlalu tinggi. Tanaman yang sensitif terhadap kadar garam dapat
kehilangan rigiditas sel bahkan pada kadar garam yang rendah.
Salinisasi tanah dapat dikurangi dengan melakukan pencucian
garam terlarut yang berada di dalam tanah dengan pemberian air irigasi
yang lebih banyak. Pengendalian salinitas tanah melibatkan pengendalian
tinggi muka air dan dikombinasikan dengan drainase yang memadai.
Selain itu penanggulangan intrusi air lau yang dapat meningkatkan
salinitas tanah dapat dilakukan dengan cara penanaman Mangrove di
pesisir Jakarta. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang unik dan
rawan, mempunyai peranan fungsi multiguna, baik fungsi fisik, biologis,
ekologis maupun ekonomis. Peranan fungsi fisik mangrove mampu
mengendalikan penyusupan air laut (intrusi) ke wilayah daratan.
Bab 3
Kesimpulan

Intrusi air laut di Jakarta merupakan peristiwa penyusupan air asin


ke dalam aquifer di mana air laut menggantikan atau tercampur dengan
air tanah tawar yang ada di dalam akuifer. Perstiwa ini terjadi sebgaian
besar di daerah Jakarta dekat pesisir pantai. Intrusi air laut menyebabkan
kerusakan bagi pertumbuhan tanaman hingga menyebabkan kematian
tanaman, kerusakan infrastruktur yang berada di atas (jalan, bangunan)
dan bawah tanah (korosi perpipaan), penurunan kualitas air tanah dan
permukaan. Hal – hal yang dapat dilakukan dalam penanggulangan intrusi
air laut di Jakarta adalah melakukan pencucian garam terlarut yang berada
di dalam tanah dengan pemberian air irigasi yang lebih banyak dan dapat
dengan cara penanaman Mangrove di pesisir Jakarta.
Daftar Pustaka

Abidin, H.Z., Andreas, H., Gumilar, I., Gamal, M., Fukuda, Y. and
Deguchi, T., 2009. Land subsidence and urban development in Jakarta
(Indonesia), 7th FIG Regional Conference Spatial Data Serving
People: Land Governance and the Environment – Building the
Capacity, Hanoi, Vietnam.
Djijono, 2002. Intrusi Air Laut Pada Air Tanah Dangkal di Wilayah DKI
Jakarta. Institut Pertanian Bogor, Bogor, 115 pp.
Hutasoit, L. M. and Pindratno, M. H., 1998. Groundwater salinity and its
management in Jakarta. Buletin Geologi Tata Lingkungan, 22, 45-54.

Hutasoit, L. M., Yulianto, E., dan Pindratno, M. H., 2000. Tertiery-


Quarternary Boundary in Jakarta and Some of Its Implications on
Environmental Geologic Management, Prosiding IAGI 29th Ann.
Conv., Bandung, 3, 123 – 129.
Murdohardono, D. and Sudarsono, U., 1998. Land Subsidence
Monitoring System In Jakarta, Symposium on Japan-Indonesia
IDNDR Project: Volcanology, Tectonics, Flood and Sediment Hazard,
Bandung, pp. 243-256.
Revelle, R., 1941. Criteria for Recognition of Sea Water in Groundwater,
Trans. Am. Geophys. Union, 22, 593–597.
Tirtomihardjo, H., 1994. Intrusi air laut/asin di Jakarta, Simposium Air
Jakarta, Pusat Kajian Perkotaan, Universitas Tarumanegara, Jakarta.

Tirtomihardjo, H. and Setiawan, T., 2013. Penyelidikan konservasi


(konfigurasi-potensi-zona konservasi) air tanah CAT Jakarta, Pusat
Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai