Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DENGAN TUBERCULOSIS PARU

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Departemen Medikal


di Ruang 29 Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :
Yulinda Dwi Cahyaningtyas
0810723017

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
LAPORAN PENDAHULUAN
HIV- AIDS dengan TB Paru

HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)


1. DEFINISI
 HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang melemahkan
sistem kekebalan tubuh atau perlindungan tubuh manusia. Virus inilah yang
menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) (Brooks, 2004).
 HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah
satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah
putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4
dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit
yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh
manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar
antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang
terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan
semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).
 AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk
melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS
melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).

2. ETIOLOGI
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan
disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi
nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan
HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Penyebaran kuman
Mycobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering
terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang
mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnyan (Sylvia.A.Price.1995.hal
754 ).
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, BB menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.

Faktor resiko kelompok yang memiliki kerentanan terinfeksi HIV:


1. Lelaki homoseksual atau biseks. .
2. Orang yang ketagian obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi
6. Orang yang melakukan seks bebas tanpa memakai pelindung (kondom)
7. Pengguna jarum suntik secara bersama-sama (biasanya para pengguna narkoba).
8. Penerima transfusi darah.
9. Bayi yang dilahirkan oleh wanita yang terinfeksi virus HIV.

3. STADIUM INFEKSI
WHO telah menetapkan Stadium Klinis HIV/AIDS untuk dewasa maupun anak yang
sedang direvisi. Untuk dewasa maupun anak, stadium klinis HIV/AIDS masing-
masing terdiri dari 4 stadium. Jika dilihat dari gejala yang terjadi pembagian stadium
klinis HIV/AIDS adalah sebagai berikut :
Gejala terkait HIV Stadium Klinis
Asimptomatik 1
Gejala ringan 2
Gejala lanjut 3
Gejala berat/ sangat lanjut 4

Stadium Klinis HIV/AIDS Untuk Dewasa Dan Remaja


Stadium Klinis HIV/AIDS Untuk Dewasa dan Remaja adalah sebagai berikut:
1. Infeksi primer HIV
a. Asimptomatik
b. Sindroma retroviral akut
2. Stadium Klinis 1
a. Asimptomatik
b. Limfadenopati meluas persisten
3. Stadium Klinis 2
a. Berat badan menurun yang sebabnya tidak dapat dijelaskan
b. Infeksi saluran napas berulang (sinusitis, tonsilitis, bronkitis, otitis media,
faringitis)
c. Herpes zoster
d. Cheilits angularis
e. Ulkus mulut berulang
f. Dermatitis seboroika
g. Infeksi jamur kuku
4. Stadium Klinis 3
a. Berat badan menurun yang tidak dapat dijelaskan sebabnya ( > 10%)
b. Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan sebabnya lebih dari 1 bulan
c. Demam yang tidak diketahui sebabnya (intermiten maupun tetap selama lebih
dari 1 bulan)
d. Kandidiasis oral persisten
e. Oral hairy leukoplakia
f. Tuberkulosis (TB) paru
g. Infeksi bakteri yang berat (empiema, piomiositis, infeksi tulang atau sendi,
meningitis, bakteriemi selain pneumonia)
h. Stomatitis, gingivitis atau periodontitis ulseratif nekrotikans yang akut
i. Anemia (Hb < 8 g/dL), netropeni (< 500/mm3), dan/atau trombositopeni kronis
(< 50.000/mm3) yang tak dapat diterangkan sebabnya
5. Stadium Klinis 4
a. HIV wasting syndrome (berat badan berkurang >10% dari BB semula, disertai
salah satu dari diare kronik tanpa penyebab yang jelas (>1 bulan) atau
kelemahan kronik dan demam berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas).
b. Pneumonia pneumocystis
c. Pneumonia bakteri berat yang berulang
d. Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, anorektal atau genital lebih dari
sebulan atau viseral dimanapun)
e. Kandidiasis esofagus (atau di trakea, bronkus atau paru)
f. Tuberkulosis ekstra paru
g. Sarkoma Kaposi
h. Infeksi Cytomegalovirus (retinistis atau infeksi organ lain)
i. Toksoplasmosis susunan saraf pusat
j. Ensefalopati HIV
k. Kriptokokus ekstra paru termasuk meningitis
l. Infeksi mikobakterium non-tuberkulosis yang luas (diseminata)
m. Progressive multifocal leucoencephalopathy
n. Kriptosporidiosis kronis
o. Isosporiosis kronis
p. Mikosis diseminata (histoplasmosis, koksidioidomikosis, penisiliosis ekstra
paru)
q. Septikemi berulang (termasuk salmonella non-tifoid)
r. Limfoma (otak atau non-Hodgkin sel B)
s. Karsinoma serviks invasif
t. Leishmaniasis diseminata atipikal

Stadium Klinis HIV/AIDS Untuk Bayi Dan Anak


Stadium Klinis HIV/AIDS untuk bayi dan anak adalah sebagai berikut :
1. Infeksi primer HIV
a. Asimptomatik (intra, peri atau post partum)
b. Sindroma retroviral akut
2. Stadium Klinis 1
a. Asimptomatik
b. Limfadenopati meluas persisten
3. Stadium Klinis 2
a. Hepatomegali persisten yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
b. Pruritic papular eruption (PPE)
c. Infeksi virus (wart) yang ekstensif
d. Moluscum contagiosum yang ekstensif
e. Ulkus mulut berulang
f. Pembesaran parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
g. Eritema gingiva lineal
h. Herpes zoster
i. Infeksi saluran napas atas kronis atau berulang (otitis media, otorrhoe,
sinusitis, tonsilitis)
j. Infeksi jamur kuku
4. Stadium Klinis 3
a. Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan sebabnya dan tidak respons
b. terhadap terapi standar
c. Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan sebabnya lebih dari 14 hari
o
d. Demam persisten yang tidak diketahui sebabnya (> 37,5 C intermiten
maupun tetap selama lebih dari 1 bulan)
e. Kandidiasis oral persisten (setelah umur 6 – 8 minggu)
f. Oral hairy leukoplakia
g. Gingivitis atau periodontitis ulseratif nekrotikans yang akut
h. TB kelenjar
i. Tuberkulosis (TB) paru
j. Pneumonia bakteri berulang yang berat
k. Pneumonitis interstitial limfoid simptomatik
l. Penyakit paru kronis yang terkait HIV, termasuk bronkiektasis
m. Anemi (Hb < 8 g/dL), netropeni (< 500/mm3), dan/atau trombositopeni kronis
(< 50.000/mm3) yang tak dapat diterangkan sebabnya) Kardiomiopati atau
nefropati terkait HIV
5. Stadium Klinis 4
a. Gangguan tumbuh kembang yang berat yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
atau wasting yang tidak respons terhadap terapi standar.
b. Pneumonia pneumocystis
c. Infeksi bakteri berat yang berulang (empiema, piomiositis, infeksi tulang atau
sendi, meningitis selain pneumonia)
d. Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, anorektal atau genital lebih dari 1
bulan atau viseral dimanapun)
e. Tuberkulosis ekstra paru
f. Sarkoma Kaposi
g. Kandidiasis esofagus (atau di trakea, bronkus atau paru)
h. Toksoplasmosis susunan saraf pusat (setelah usia 1 bulan)
i. Ensefalopati HIV
j. Infeksi Cytomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain) (setelah usia 1 bulan)
k. Kriptokokus ekstra paru termasuk meningitis
l. Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis, koksidioidomikosis, penisiliosis
ekstra paru)
m. Kriptosporidiosis kronis
n. Isosporiosis kronis
o. Infeksi mikobakterium non-tuberkulosis yang luas (diseminata)
p. Fistula rektum yang terkait HIV
q. Tumor terkait HIV termasuk limfoma otak atau non-Hodgkin sel B
r. Progressive multifocal leucoencephalopathy

4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum
terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi) :
Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Retinitis virus Sitomegalo

Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008),
gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
a. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi.
Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak
mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada
orang lain.
b. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih.
Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,
penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti
pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare,
berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
c. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir
pada penyakit yang disebut AIDS.

Tabel manifestasi klinik AIDS berdasarkan system organ yang terinfeksi:


Manifestasi-manifestasi klinik AIDS
No Kemungkinan penyebab Kemungkinan efek
1. Manifestasi oral
Lesi-lesi karena: candida, herpes Nyeri oral mengarah pada kesulitan
simpleks, sarcoma kaposi’s; kutil mengunyah dan menelan, penurunan
papilomavirus oral, ginginitis peridontitis masukan cairan dan nutrisi, dehidrasi,
HIV; leukoplakia oral penurunan berat badan dan keletihan,
cacat.
2 Manifestasi neurologik
a. Kompleks dimensia AIDS karena:  Perubahan kepribadian, kerusakan
serangan langsung HIV pada sel-sel kognitif, konsentrasi dan penilaian
syaraf  kerusakan kemampuan motorik
 kelemahan; perlu bantuan dengan
ADL atau tidak mampu melakukan
ADL
 tidak mampu untuk berbicara atau
mengerti
 paresis/plegia
 inkontinensia urin
 menyusahkan pemberi perawatan
 ketidak mapuan untuk mematuhi
regimen medis
 ketidakmampuan untuk bekerja
 isolasi sosial
b. enselofati akut karena Sakit kepala
 reaksi obat-obat terapeutik, Malaise
 takar lajak obat Demam
 hipoksia Paralysis total atau parsial; kehilangan
 hipoglikemi karena pankreatitis kemampuan kognisi, ingatan, penilaian,
akibat obat orientasi atau afek yang sesuai,
 ketidakseimbangan elektrolit penyimpangan sensorik; kejang, koma
 meningitis atau ensefalitis yang dan kematian
diakibatkan oleh cryptococus,
virus herpes simpleks,
sitomegalovirus, mycobacterium
tuberculosis, sifilis, candida,
toxoplasma gondii
 limfoma
 infark serebral akibat vaskulitis,
sifilis meningovaskuler,
hipotensi sistemik, maranik
endokarditis
c. neuropati karena inflamasi Kehilangan control motorik; ataksia,
demielinasi diakibatkan serangan HIV kebas bagian perifer, kesemutan, rasa
langsung, reaksi obat, lesi sarcoma terbakar, depresi refleks,
kaposi’s ketidakmampuan untuk bekerja, isolasi
sosial

3 Manifestasi gastrointestinal
a. diare Penurunan berat badan, anoreksia,
cryptosporidium, isopora belli, Demam; dehidrasi,
microsporidum, sitomegalovirus, virus malabsorpsi( malaise, kelemahan dan
herpes simpleks, mycobacterium avium keletihan)
intacelulare, strongiloides stercoides, Kehilangan kemampuan utuk
enterovirus, adenovirus, salmonella, melakukan funsi social karena
shigella, campylobacter, vibrio ketidakmampuan meninggalkan rumah
parahaemiliticus, candida, histoplasma inkontinesia
capsulatum, giardia, entamoba
histolytica, pertumbuhan cepat flora
normal, limfoma dan sarcoma kaposi’s
b. hepatitis Anoreksia, mual, muntah, nyeri
mycobacterium avium intacelulare, abdomen, ikterik, demam, malaise,
cryptococus, sitomegalovirus, kemerahan, nyeri persendia,
histoplasma, coccidiomycosis, keletihan(hepatomegali, gagal
microsporidum, virus epsten-barr, virus- hepatic,kematian)
virus hepatitis(A, B, C, D) dan E,
limfoma, sarcoma kaposi’s,
penggunaan obat illegal, penggunaan
alcohol, penggunaan obat golongan
sulfa
c. disfungsi biliari Nyeri abdomen, anoreksia, mual dan
kolangitis akibat sitimegalovirus dan muntah ikterik
cryptosporidium: limfoma dan sarcoma
kaposi’s
d. penyakit anorectal Eliminasi yang sulit dan sakit, nyeri
karena abses dan fistula, ulkus dan rectal, gatal-gatal, diare
inflamasi perianal yang diakibatkan dari
infeksi oleh chlamydia,
lymphogranulum venereum, gonore,
sifilis, shigella, campylobacter, M
tuberculosis, herpes simpleks, candida,
herpes simpleks, sitomegalovirus,
obstruksi candida albicans karena
limfoma sarcoma kaposi’s; kutil
papilomavirus
4 Manifestasi respiratori
Infeksi Napas pendek, batuk, nyeri(hipoksia,
Pneumocytis carinii, mycobacterium intoleransi aktifitas, keletihan; gagal
avium intacelulare, M tuberculosis, respiratori, kematian)
candida , Chlamydia, histoplasma
capsulatum, toxoplasma gondii,
coccidiodes immitis, Cryptococcus
neoforms, sitomegalovirus, virus-virus
influenza, pneumococcus,
strongyloides
limfoma dan sarcoma kaposi’s Napas pendek, batuk, nyeri(hipoksia,
intoleransi aktifitas, keletihan; gagal
respiratori, kematian)
5 Manifestasi dermatologic
Lesi-lesi kulit stafilokokus(bullous Nyeri, gatal-gatal, rasa terbakar, infeksi
impetigo, etkima, folikulitis), sekunder dan sepsis, cacat dan
lesi-lesi virus herpes simpleks (oral, perubahan citra diri
fasial, anal dan vulvovaginal)
herpes zoster
lesi-lesi miobakteri kronik timbul diatas
nodus-noduls limfe atau sebagai
ulserasi atau macula hemoragik
lesi lain berhubungan dengan infeksi
pseudomonas aeruginosa, molluscum
contangiosum, candida albicans,
cacing gelang, Cryptococcus,
sporoticosis(dermatitis yang
disebabkan oleh xerosis reaksi obat
trutama sulfa
lesi dari parasit seperti scabies atau
tuma ; sarcoma kaposi’s, dekubitus,
dan kerusakan integritas kulit akibat
lamanya tekanan dan inkontinens
6 Manifestasi sensorik
a. pandangan kebutaan
sarcoma kaposi’s pada konjugtiva atau
kelopak mata, retinis sitomegalovirus
b. pendengaran Nyeri dan kehilangan pendengaran
otitis eksternal akut dan otitis media;
kehilangan pendengaran yang
berhubungan dengan mielopati,
meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-
reaksi obat

5. PEMERIKSAAN DIAGNISTIK
a. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
• Rapid test : terdiri dari 3
• ELISA
Bereaksi dengan antibodi yang ada di dalam serum yang memperlihatkan
warna yang lebih tua jika terdeteksi antibodi virus dalam jumlah besar.
Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 93% sampai 98% dan spesifisitas
98% sampai 99%. Pemeriksaan ini dilakukan dua kali untuk menghindari
adanya positif palsu atau negatif palsu yang akan berakibat sangat fatal. Jika
pada kedua pemeriksaan menunjukkan hasil positif, maka dilanjutkan dengan
pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu Western Blot. Jika hasilnya negatif
maka dilakukan pemeriksaan ulang 3-6 bulan berikutnya.
Hasil pemeriksaan positif palsu terjadi karena keadaan berikut ini:
- Wanita Multipara
- Wanita hamil
- Individu yang pernah mengalami malaria.
- Individu yang menderita penyakit otoimun tertentu.
- Individu yang menderita beberapa jenis limfoma.
- Pemakai obat-obatan dan jarum intra vena yang digunakan bersama-sama.
- Individu yang bereaksi dengan antigen sel seperti HLA-DR4
- Reaksi spesifk terhadap materi seluler H yang dipakai pada piring kontrol.
- Reaksi silang dengan dinding sel dimana HIV ditumbuhkan.
- Kadang-kadang terjadi pada individu dengan titer antibodi HTLV-1 tinggi.
- Bayi baru lahir yang menunjukkan antibodi maternal sampai usia 18 bulan.
Hasil pemeriksaan negatif palsu dapat terjadi pada keadaan berikut:
- Infeksi HIV dini
- Penyebab yang tidak diketahui.
- Penyakit kanker yang mendasari.
- Pasien yang mendapatkan regimen imunosupresif jangka panjang dan
intensif.
• Western blot
Pemeriksaan ini dilakukan setelah kedua hasil pemeriksaan ELISA dinyatakan
positif, pemeriksaan ini juga dilakukan dua kali dan hanya sedikti yang
memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil postif palsu jarang,
tapi dapat terjadi pada keadaan berikut ini :
- Reaksi silang dengan konstituen sel normal atau retrovirus manusia
lainnya.
- Penyebab-penyebab yang belum dapat dipastikan tapi mungkin ada reaksi
silang terhadap protein virus, dinding sel atau antibodi.
Negatif palsu:
- Penyebab-penyebab yang tidak diketahui.
- Arti dari hasil Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan postif menandakan hal berikut:
- Orang tersebut telah terinfeksi oleh HIV dan mungkin terinfeksi seumur
hidup.
- Orang tersebut dianggap infeksius terhadap orang lain melalui tranmisi
darah dan cairan tubuh.
- Tidak mungkin meramalkan orang yang sekarang asimptomatik, kapan ia
menderita AIDS; sebagian orang dengan seropositif saat ini, suatu saat
akan berkembang menjadi AIDS dan pada masa itupun masih diperkirakan
belum ditemukan pengobatan yang efektif.
- Tidak mungkin mencegah perkembangan ke arah AIDS (akhir-akhir ini ada
kemajuan dalam penyelidikan antiviral dan usaha pencegahan terjadinya
infeksi oportunistik seperti pneumonia pneumocystis carinii.
- Suatu hasil pemeriksaan negatif pun tidak menunjukkan penderita
terbebas dari infeksi yang menakutkan ini.
Hasil negatif berarti:
- Tidak terdeteksi antibodi HIV.
- Kemungkinan orang tersebut tidak terinfeksi
- Orang tersebut mungkin terinfeksi tapai antibodinya belum meningkat.
- Penderita AIDS yang mungkin sudah sedemikian lemah sehingga sistem
kekebalan tidak lagi dapat memberikan respon untuk membentuk antibodi.
Hasil yang meragukan juga dapat terjadi, misalnya jika ELISA atau Western
Blot bereaksi lemah dan dengan demikian menimbulkan kecurigaan. Hal ini
dapat terjadi pada infeksi HIV dini, infeksi yang sedang berkembang (sampai
semua pita pada pemeriksaan western Blot terlihat lengkap, atau pada
reaktifitas silang terhadap titer retrovirus lain yang tinggi, misalnya HIV-2 atau
HTLV-1.
• P24 antigen test
• Kultur HIV

b. Tes untuk deteksi gangguan sistem imun.


• Hematokrit
• LED
• CD4 limfosit : jumlah CD4 akan menurun kurang < 200, pemeriksaan ini
penting untuk merencanakan pemberian terapi ARV
• Rasio CD4/CD limfosit
• Serum mikroglobulin B2
• Hemoglobulin

6. CARA PENULARAN
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA,
2007). Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual,
kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa
kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Zein, 2006).
a. Seksual
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari
semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama
senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama
berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara
dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak
terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
b. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV
c. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke
dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada
pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan
prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja)
bagi petugas kesehatan.
d. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya
dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut
disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.
e. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
f. Penularan dari ibu ke anak : Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari
ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
g. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.

Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan
antara lain:
a. Kontak fisik
Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas
dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan dengan
pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi, tangan
dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang tertular.
b. Memakai milik penderita
Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun peralatan
kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular
c. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
d. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV

7. PENCEGAHAN
a. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual. Pastikan untuk tidak
berhubungan seks dengan orang yang terinveksi virus HIV. Berganti-ganti
pasangan seksual sangat beresiko tinggi mudah tertular virus HIV.
b. Pencegahan penularan melalui transfusi darah. Pastikan bahwa darah yang akan
di transfusi steril dari kontaminasi virus HIV.
c. Pencegahan penularan melalui kehamilan. Ibu yang terinveksi HIV sebaiknya tidak
hamil.
d. Pencegahan penularan melalui penyalah gunaan obat. Penyalah gunaan narkoba
dengan jarum suntik sangat mudah sekali menularkan virus HIV.
e. Pencegahan penularan melalui alat tidak steril. Setiap alat yang di gunakan untuk
orang banyak yang beresiko membawa virus HIV harus disterilkan terlebih dahulu
dengan menggunakan lisol, detol, atau alkohol.
f. Pencegahan penularan melalui pola hidup sehat. Orang-orang yang memiliki
kebiasaan seks bebas, bertato, pemakaian narkoba dengan jarum termasuk
mereka yang beresiko tinggi terkena AIDS. Untuk itu perlu mengubah kebiasaan
untuk hidup lebih sehat dan aman.
g. Pencegahan penularan melalui pernikahan. Pernikahan dengan orang-orang yang
memiliki riwayat pekerjaan atau kebiasaan hidup beresiko tinggi tertular HIV
sebaiknya dilakukan tes HIV AIDS.

8. PENGOBATAN
Pemberian anti retroviral (ARV) telah menyebabkan kondisi kesehatan para penderita
menjadi jauh lebih baik. Infeksi penyakit oportunistik lain yang berat dapat
disembuhkan. Penekanan terhadap replikasi virus menyebabkan penurunan produksi
sitokin dan protein virus yang dapat menstimulasi pertumbuhan. Obat ARV terdiri dari
beberapa golongan seperti nucleoside reverse transkriptase inhibitor, nucleotide
reverse transcriptase inhibitor, non nucleotide reverse transcriptase inhibitor dan
inhibitor protease. Obat-obat ini hanya berperan dalam menghambat replikasi virus
tetapi tidak bisa menghilangkan virus yang telah berkembang (Djauzi dan
Djoerban,2006).

10. DAMPAK HIV/AIDS


a. Psikologi

HIV adalah penyakit terminal dan kronis. Jika seseorang yang hamil
terdiagnosa dengan HIV, maka seseorang tersebut akan merasa seperti terdakwa
mati, dan merasakan kecemasan yang sangat, dan ketakutan, ketakutan atau
kecemasan tersebut tidak hanya berasal dari stigma penyakit itu sendiri, tetapi
juga karena adanya penurunan sistem imun yang menyebabkan peningkatan
resiko infeksi, misalnya vaginitis, herpes, dan penyakit kelamin lain yang dianggap
buruk oleh masyarakat. Dengan kondisi fisik yang seperti itu maka dapat
menurunkan harga diri sang ibu, sehingga sang ibu mengalami gangguan body
image.

Dampak psikologi yang lain yaitu depresi. Depresi terjadi karena dia
terdiagnosa HIV dan merasa tanpa harapan. Karena sifat dari virus itu sendiri yang
menyerang sistem pertahanan primer tubuh. Hal itu dapat diikuti dengan perasaan
bersalah tentang perilaku masa lalu, kesedihan yang mendalam mengenai dirinya.

b. Isolasi
Tidak jarang penderita HIV mengalami kesedihan karena diisolasi oleh
keluarganya atau masyarakat. Karena terdapat banyak pendapat untuk
memasukkan ODHA ke tempat penampungan khusus penderita HIV/AIDS. Hal itu
berarti suatu diskriminasi dan isolasi terhadap ODHA. Padahal tanpa melakukan
kontak seksual maupun kontak darah dengan ODHA, HIV/AIDS yang ada pada
tubuh ODHA tidak akan menular ke individu lain, termasuk kepada OHIDA. Selain
itu orang dengan status terinfeksi HIV masih produktif seperti orang sehat pada
umumnya.

Hal lain yang dapat membuat seseorang merasa depresi adalah isolasi dari
keluarga dan masyarakat. Keluarga mungkin bertanya-tanya mengapa dia bisa
terinfeksi HIV. Bisa saja karena tertular oleh suami. Namun, keluarga tidak mau
tahu hal itu sehingga tetap mengisolasi.

Sebagian masyarakat melakukan diskriminasi karena kurang memperoleh


informasi yang benar bagaimana cara penularan HIV/AIDS, hal-hal apa saja yang
dapat menularkan dan apa saja yang tidak dapat menularkan. Ketakutan terhadap
HIV/AIDS sebagai penyakit yang mematikan. Sehingga mereka belum percaya
sepenuhnya informasi yang diberikan.

c. Stigma
HIV merupakan penyakit yang paling ditakuti di masyarakat. Karena pada
faktanya penyakit tersebut bisa ditularkan melalui pertukaran cairan tubuh, paling
banyak melalui kontak seksual dan pemakaian obat-obatan IV. Hal itu menambah
stigma tentang HIV bahwa seseorang dengan HIV tersebut bukan merupakan
orang baik-baik. Anggapan itu akan muncul bila masyarakat belum mengetahui
informasi yang benar tentang HIV. Padahal bisa saja seseorang yang terkena HIV
adalah petugas kesehatan yang terpapar dengan cairan penderita HIV.

Pada kenyataanya issu yang berkembang, orang dengan HIV


mendapatkan suatu diskriminasi di masyarakat, pekerjaan, dan perawatan
kesehatan. Dengan adanya stigma tersebut maka seseorang yang berisiko tinggi
terkena HIV akan merasa malu jika ingin memeriksakan dirinya ke pelayanan
kesehatan.

d. Fisik
Dampak HIV pada fisik juga tidak dapat dipungkiri. Jika jumlah sel CD4
turun di bawah 200/mm3 maka seseorang memiliki resiko tinggi komplikasi infeksi.

LAPORAN PENDAHULUAN TBC

1. DEFINISI
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer , 1999).

2. ETIOLOGI
Etiologi Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang berbentuk
batang dan Tahan asam ( Price , 1997) Penyebab Tuberculosis adalah M.
Tuberculosis bentuk batang panjang 1 – 4 /m Dengan tebal 0,3 – 0,5 m. selain itu
juga kuman lain yang memberi infeksi yang sama yaitu M. Bovis, M. Kansasii, M.
Intracellutare.

3. KLASIFIKASI TBC
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi (Mansjoer, 2000) :
a. Tuberkulosis Paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. 1
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis aktif.
b. Tuberkulosis Paru BTA negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. TB Paru BTA negatif Rontgen Positif
dibagiberdasarkantingkat keparahaan TB Paru BTA Negatif Rontgen Positif dibagi
berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.
Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas penderita buruk.

4. MANIFESTASI KLINIK
a. Gejala sistemik/umum
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul.
 Penurunan nafsu makan dan berat badan.
 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

b. Gejala khusus
 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemah yang disertai sesak.
 Kalau ada cairan dirongga pleura(pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis(radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

5. PENATALAKSANAAN
Menurut Smeltzer & Bare (2001), penatalaksanaan TBC adalah :
a. Pengobatan
Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah eradikasi
cepat M. tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya
komplikasi.
Jenis dan dosis OAT :
1) Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman
dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang.
Efek samping yang mungkin timbul berupa neuritis perifer, hepatitis rash,
demam Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau
dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan dapat berupa
kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH dapat
diteruskan sesuai dosis.
2) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten). Efek
samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia.
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga pada air seni dan
keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau penderita agar
tidak menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses
metabolisme obat dan tidak berbahaya.
3) Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia,
hepatitis, atralgia.
4) Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan
kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran.
5) Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan
penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna
merah dan hijau, maupun optic neuritis.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah : - Leokosit sedikit meninggi
- LED meningkat
2. Sputum : BTA
Pada BTA (+) ditermukan sekurang-kurangnya 3
batang kuman pada satu sediaan dengna kata lain
5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
3. Test Tuberkulin : Mantoux Tes (PPD)
4. Roentgen : Foto PA

Anda mungkin juga menyukai