Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sepsis
2.1.1. Defenisi
Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen atau
toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi.
Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun definisi yang saat ini digunakan di klinik
adalah definisi yang ditetapkan dalam consensus American College of Chest Physician
dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992 yang mendefinisikan sepsis,
sindroma respon inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome / SIRS),
sepsis berat, dan syok/renjatan septik (Chen et.al,2009).
Tabel 2.1. Terminologi dan Definisi Sepsis
Sindroma respons inflamasi sistemik (SIRS: systemic inflammatory response
syndrome) Respon tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan
berikut:
suhu >38°C atau <36°C
frekuensi jantung >90 kali/menit
frekuensi nafas >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg
leukosit darah >12.000/mm3, <4.000/mm3 atau batang >10%
Sepsis
Keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS.
Sepsis berat
Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi
termasuk asidosis laktat, oliguria, dan penurunan kesadaran.
Ranjatan septik
Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara
adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahaankan tekanan
darah dan perfusi organ.
Sumber: Chen et. al, 2009
2.1.3. Insidensi
Sepsis adalah penyakit yang berkontribusi pada lebih dari 200.000
kematian pertahun di Amerika Serikat. Insideni sepsis, sepsis berat dan syok
septik meningkat selama 20 tahun terakhir, dan jumlah kasus >700.000 per tahun
(3 per 1000 penduduk). Sekitar dua pertiga kasus terjadi pada pasien dengan
penyakit terdahulu. Kejadian sepsis dan angka kematian meningkat pada penderita
usia lanjut dan sudah adanya komorbiditas sebelumnya. Meningkatnya insiden
sepsis berat di Amerika Serikat disebabkan oleh usia penduduk, meningkatnya
pasien usia lanjut menyebabkan meningkatnya pasien dengan penyakit kronis, dan
juga akibat berkembangnya sepsis pada pasien AIDS. Meluasnya penggunaan
obat antimikroba, obat imunosupresif, pemakaian kateter jangka panjang dan
ventilasi mekanik juga berperan. Infeksi bakteri invasif adalah penyebab kematian
yang paling sering di seluruh dunia, terutama pada kalangan anak-anak (Munford,
2008).
Setiap tahunnya sekitar 750.000 kasus sepsis berlanjut menjadi sepsis
berat atau syok septik di Amerika Serikat. Sepsis dapat menyebabkan kematian
akibat miokard akut infark, syok septik dan komplikasi sepsis yang paling umum
terjadi meruoakan penyebab kematian di unit perawatan intensif noncoronary.
Terjadinya syok septik akan meningkat jika dokter melakukan tindakan operasi
yang lebih agresif, organisme yang ada semakin resisten, dan penurunan daya
tahan tubuh akibat penyakit dan penggunaan obat imunosuppresan. Distrubusi
sepsis proporsional atau sebanding menurut jenis kelamin (Widodo, 2004). Studi
2.1.5. Diagnosis
Tindakan tes diagnostik pada pasien dengan sindrom sepsis atau dicurigai
sindrom sepsis memiliki dua tujuan. Tes diagnostik digunakan untuk
mengidentifikasi jenis dan lokasi infeksi dan juga menentukan tingkat keparahan
infeksi untuk membantu dalam memfokuskan terapi (Shapiro et.al,2010).
Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, sebelum evaluasi diagnostik
dimulai lakukan penilaian awal dari pasien yang sakit perhatikan jalan nafas
(perlu untuk intubasi), pernapasan (laju pernafasan, gangguan pernapasan, denyut
nadi), sirkulasi (denyut jantung, tekanan darah, tekanan vena jugularis, perfusi
kulit), dan inisiasi cepat resusitasi (Russell, 2012). Kemudian dilakukan
anamnesis riwayat penyakit dan juga beberapa pemeriksaan fisik untuk mencari
etiologi sepsis.
Sistem pernapasan adalah sumber yang paling umum infeksi pada pasien
sepsis. Riwayat batuk produktif, demam, menggigil, gejala pernapasan atas,
masalah tenggorokan dan nyeri telinga harus dicari. Kedua, adanya pneumonia
dan temuan takipnea atau hipoksia telah terbukti merupakan alat prediksi
kematian pada pasien dengan sepsis. Pemeriksaan fisik juga harus mencakup
evaluasi rinci untuk infeksi fokal, misalnya tonsilitis eksudatif, nyeri pada sinus,
injeksi membran timpani, dan ronki atau dullness pada auskultasi paru.
Sistem pencernaan adalah yang kedua paling umum sumber sepsis.
Sebuah riwayat nyeri perut, termasuk deskripsi, lokasi, waktu, dan faktor
pemberat harus dicari. Riwayat lebih lanjut, termasuk adanya mual, muntah, dan
diare harus dicatat. Pemeriksaan fisik yang cermat, mencari tanda-tanda iritasi
peritoneal, nyeri perut, dan bising usus , sangat penting dalam mengidentifikasi
sumber sepsis perut. Perhatian khusus harus diberikan temuan fisik memberi
2.1.7. Prognosis
Dokter harus mengidentifikasi tingkat keparahan penyakit pada pasien
dengan infeksi dan memulai resusitasi agresif bagi pasien dengan potensi tinggi
untuk menjadi kritis. Meskipun pasien telah memenuhi kriteria SIRS, ini sendiri
hanya mampu memberikan sedikit prediksi dalam menentukan tingkat keparahan
penyakit dan mortalitas. Angka Mortalitas di Emergency Department Sepsis
(MEDS) telah membuat skor sebagai metode untuk mengelompokkan resiko
mortalitas pasien dengan sepsis. Skor total dapat digunakan untuk menilai risiko
kematian. Jadi, semakin besar jumlah faktor risiko, semakin besar kemungkinan
pasien meninggal selama di ICU/UPI (Shapiro et.al,2010)
2.2. UPI/ICU
Unit Perawatan Intensif adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri
(instalasi dibawah direktur pelayanan), dengan staf dan perlengkapan yang khusus
yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan juga terapi pasien, cedera atau
penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa. UPI
menyediakan kemampuan, sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk
menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik,
perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan
tersebut (Menkes,2010).
Unit perawatan intensif harus mudah diakses oleh departemen darimana
pasien dirawat dan dekat dengan departemen yang berbagi layanan. Sangat
diharapkan pasien yang mengalami sakit kritis, orang-orang yang membutuhkan
perawatan koroner atau perawatan ketergantungan tinggi terhadap penggunaan
alat bantu dipisahkan karena pasien seperti ini sangat membutuhkan lingkungan
yang tenang.
Perawatan intensif telah berkembang sampai hari ini, tenaga kesehatan di
Unit perawatan intensif harus mendedikasikan sesi konsultan untuk kegiatan
manajemen, pengajaran dan audit. Sesi ini harus dibagi antara beberapa spesialis
perawatan intensif. Selain itu, spesialis perawatan intensif harus didukung oleh
dokter yang sedang dalam pelatihan yang dapat memberikan waktu 24 jam per
hari sesuai giliran dan juga perawat. (Singer & Webb, 2005).
Menurut Menkes (2010) pasien yang dirawat di UPI adalah:
a. Pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive care.