Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
amirin
Penelitian deskriptif , menurut Kotler et al., dalam buku mereka Principles of Marketing,
2006, p. 122, adalah penelitian yang tujuannya memaparkan (mendeskripsikan) sesuatu,
misalnya mengenai potensi pasar (peluang banyaknya pembeli) bagi produk baru, atau latar
belakang sosial dan sikap konsumen yang membeli produk tertentu.
Jadi, jika dalam pendidikan, yang diteliti dan dideskripsikan itu misalnya taraf kemampuan
siswa menguasai berbagai bidang studi, kemampuan sekolah melaksanakan ide manajemen
berbasis sekolah, latar belakang sosial dan ekonomi anak-anak yang suka membuat masalah
di sekolah dsb.
Penelitian kausal, juga menurut Kotler, p. 122, adalah “penelitian yang bertujuan menguji
(mengetes) hipotesis tetang hubungan sebab dan akibat.” Dalam pelaksanaannya, penelitian
kausal itu dilakukan lazimnya dengan eksperimen. Ada satu hal yang dicoba diterapkan
(disebut treatment, diperlakukan sebagai variabel independen yang disimbulkan X) untuk
diuji apakah menyebabkan terjadi sesuatu (akibat, efek, diperlakukan sebagai variabel
dependen, disimbulkan Y). Singkatnya, apakah X menyebabkan Y.
The exploratory approach (cetak tebal dari penulis) attempts to discover general information
about a topic that is not well understood by the marketer. For instance, a marketer has heard
news reports about a new internet technology that is helping competitors but the marketer is
not familiar with the technology and needs to do research to learn more. (Pendekatan
eksploratori berupaya menemukan informasi umum mengenai sesuatu topik/masalah yang
belum dipahami sepenuhnya oleh seseorang petugas pemasaran (bisa kita ganti sebutannya
dengan yang lebih umum: peneliti). Sebagai contoh, seorang petugas pemasaran (peneliti)
telah mendengar berita tentang adanya teknologi internet baru yang bisa membantu pihak-
pihak yang berkompetisi di dunia pemasaran, tetapi si petugas pemasaran tersebut belum
akrab (kenal, paham) benar dengan peralatan teknologi tersebut dan berkeinginan untuk
melakukan penelitian guna mengenal lebih jauh mengenainya.
The basic difference between exploratory and descriptive research is the researh design
(Perbedaan pokok antara penelitian eksploratori dan deskriptif adalah pada desainnya).
Exploratory research follows a format that is less structured and more flexible than
descriptive research (Penelitian eksploratori tatacara atau langkah-langkah penelitiannya
tidak terstruktur-baku seperti penelitian deskriptif, dan jauh lebih luwes-dapat diubah-ubah
sesuai situasi-pula).
This approach works well when the marketer doesn’t have an understanding of the topic or
the topic is new and it is hard to pinpoint the research direction (Pendekatan penelitian
eksploratif ini akan sangat cocok digunakan apabila si petugas pemasaran/peneliti belum
paham benar mengenai sesuatu topik/masalah yang akan dilteliti, atau topik tersebut
merupakan sesuatu yang baru yang sangat sulit sekali untuk menentukan arah ke mana
penelitian terhadapnya akan menuju).
Nah, jadi, penelitian eksploratif merupakan salah satu pendekatan penelitian yang
digunakan untuk meneliti sesuatu (yang menarik perhatian) yang belum diketahui,
belum dipahami, belum dikenali, dengan baik.
Di atas disebutkan bahwa ada perbedaan disain antara penelitian eksploratori dan deskriptif,
yaitu dalam hal penelitian eksploratori tahapannya tidak sebaku seperti penelitian deskriptif.
Namun demikian, agar tidak terlampau sulit memahaminya, Penulis lebih suka membuat
pilihan, bisa gunakan yang agak konvensional baku juga seperti yang akan dipaparkan
berikut.
Pertanyaan penelitian tersebut hanya berkaitan dengan aspek “what” dan/atau “how” sesuatu
yang diteliti (isu, problem) . Jadi, dengan kata lain, tidak mengenai “why” (sebab-akibat).
Itu jika berupa proposal. Jika suda dilakukan diubah jadi bagaimana penelitian (dalam hal ini
pengumpulan data) dilakukan.
Langkah terakhir, jika sudah meneliti, adalah menganalisis data yang diperoleh. Ambil
contoh permasalahan mengenai apa saja upaya yang dilakukan sekolah agar menjadi sekolah
berstandar internasional. Data diperoleh dengan wawancara terhadap narasumber. Informasi
(data) dari narasumber (semua narasumber) itu diolah (sama dengan analisis) menjadi
simpulan umum apa saja upaya yang dilakukan. Tentu harus dikelompok-kelompokkan
sesuai dengan temuan yang diperoleh. Misalnya mengenai upaya menjalin kerja sama dengan
lembaga pendidikan luar negeri, upaya membina (membentuk) komitmen seluruh wearga
sekolah untuk menjadi SBI, upaya memperoleh dana sumber dana, upaya meningkatkan
profesionalisem staf sekolah, upaya memenuhi persyaratan fasilitas, upaya meningkatkan
KBM/PBM, dan sebagainya.
Jika cara ini yang dilakukan, bisa jadi (andaikata berkenaan dengan mahasiswa), mahasiswa
dan dosen pembimbingnya akan bingung karena di luar langkah-langkah konvensional seperti
dicontohkan di atas. Kan tidak semua dosen paham sepenuhnya metodologi penelitian. Sudah
terbiasa dengan “pola kuantiatif positivistik” pula.
Contoh:
Kan sebetulnya tertemukan juga pola (langkah) penelitiannya, walau benar-benar akan
eksploratif.
Pertama, ada sekolah alam yang tidak sama dengan sekolah alam yang sudah ada. Itu latar
belakangnya (ketidaksamaan dengan sekolah manapun).
Ketiga, mengapa diteliti? Apa tujuannya? Rumusannya: Mengetahui seluk beluk “sekolah
alam” tersebut.
Keempat, menelaaah literatur? Ya tidak bakalan ada, lah! Kata bahasa gaulnya. Jadi lewat.
Langsung ke metode (prosedur) penelitian. Objeknya “seluk beluk sekolah alam tersebut.
Subjeknya “sekolah alam tadi itu. Narasumbernya seluruh staf penyelenggara dan pelaksana.
Teknik mengumpulkan datanya dengan wawancara dan observasi partisipan
(partisipatif/partisipatoris). Analisis datanya bisa kuantitatif, bisa kualitatif, dan mungkin
cukup hanya sampai taraf deskriptif (nah, istilah deskriptif ini suka membingungkan–nanti
kita bahas).
Kelima, laporan. Olah data, ceritera singkat gambaran umum, butir-butir penting saja, jangan
semua hal dimasukkan (“reduksi” atau penyaringan data di kepala saja, tak usah diceriterakan
data yang dibuang dan data yang dipakai). Kelompokkan menurut yang lazim ada sebagai
komponen sistem pendidikan (gurunya, muridnya, kurikulumnya, sarana dan prasarananya,
KBM-nya, dsb).
Misal: Siapa saja yang menjadi guru (latar belakang pendidikan, bagaimana “dilatih” untuk
belajar-mengajar di, dengan, dan lewat alam, bagaimana mengembangkan
profesionalismenya sebagai pendidik, dsb). Siapa saja yang menjadi murid, dari kalangan
orang tua yang seperti apa, bagaimana gairah belajarnya, bagaimana (seperti apa)
pengetahuan yang dimilikinya, bagaimana daya nalarnya, bagaimana kemampuan “meneliti
alam” yang dikuasainya, dsb. Dan aspek lainya digambarkan seara ringkas, padat, mencakup,
dan komunikatif.
Tentang pendekatan penelitian yang dua ini terasa masih agak membingungkan. Oleh
karenanya perlu diperjelas lagi.
Penelitian eksploratif menggali sesuatu yang benar-benar belum diketahui (rincian, detail
sifat dan keadaannya). Bahkan “konsep”-nya saja belum jelas (“konsep” sekolah alam contoh
di atas belum jelas.) Eksploratif murni bahkan “yang akan diteliti” saja pun bisa belum tahu.
Polanya “datang dan temukan.” Datang ke sekolah, misalnya, lakukan observasi partisipan.
Siapa tahu menemukan sesuatu yang menarik: ada sesuatu yang berbeda dari yang lain di
sekolah itu. Bisa juga sudah agak fokus. Anak-anak “tuna” belajar bersama dalam sekolah
inklusi. Kesulitan apa yang dihadapi guru dan murid tersebut dalam pelaksanaan KBM/PBM
(jika belajar matematika bagaimana, ya?). Itu masalah yang bisa dieksplor, karena kasusnya
ada yang melek dan ada yang tuna netra. Bagaimana guru mengajari dua macam murid
sekaligus? Ada guru lain yang membantu? Bagaimana cara membantunya? Kenapa tidak
dipisah saja, hanya pada pelajaran tertentu saja digabung, misalnya pas pelajaran sejarah yang
guru hanya berceritera? Wah, pertanyaanny bisa segudang, ya!?
Penelitian deskriptif memaparkan sesuatu. Yang dipaparkan itu keadaan atau sifat sesuatu.
Prestasi belajar murid, misalnya, konsepnya (“konsep” prestasi belajar”) sudah diketahui.
Yang hendak diteliti dan dideskripsikan adalah sosoknya (tinggi rendahnya prestasi).
Motivasi kerja itu “konsep” yang sudah diketahui. Sosok motivasi kerja dosen dan karyawan
Universitas Ciung Wanara (logonya beo dan kera) belum diketahui. Karena belum dikethui,
maka diteliti (diukur; jadi kuantitatif), kemudian dideskripsikan (dipaparkan).
Pada penelitian eksploratif sosok sesuatu yang akan diteliti belum jelas (“binatangnya” belum
jelas). Pada penelitian deskriptif sosok sesuatunya sudah jelas, tapi sifat keadaannya yang
belum diketahui umum (“sifat dan keadaan” binatang itu belum diketahui umum). Itu inti
perbedaannya.
Ketika isu sertifikasi profesi muncul ke permukaan, apa yang dimaksudkan dengan sertifikasi
itu saja masih diperdebatkan orang. Sebagian punya pemahaman tertentu, sebagian lain
punya pemahaman lain lagi. Siapa yang melakukan sertifikasi juga macam-macam
pandangan, ada yang harus si empunya pendidikan akademik terkait, ada yang memandang
itu bagian asosiasi profesi, ada yang memandang dilakukan bersama-sama. Itu yang muncul
di media masa dan ceritera dari mulut ke mulut, ada yang berupa artikel ada pula berita para
pejabat.
Salah satu jabatan profesi adalah pustakawan. Menarik karenanya untuk digali (dieksplor)
pemahaman pustakawan dan tenaga perpustakaan mengenainya. Itu yang saya lakukan sekian
tahun yang lalu. Pustakawan yang dijadikan sampel sekedar memperoleh dari berbagai
lembaga (UNY, IAIN/UIN Sunan Kalijaga, UII, dan beberapa sekolah). Tidak banyak, tapi
cukup memberikan gambaran ragam pendapat mengenainya. Pertanyaan diajukan agak
terstruktur lewat angket semi terbuka. Ada tambahan pendapat atau pandangan yang boleh
dituliskan sebagai jawaban atau opini di luar yang dituliskan dalam angket. Laporannya
(deskriptif, kuantitatif hitung-hitung persentase yang berpendapat begini begitu) jadilah
sebagai makalah seminar “Ilmu Pendidikan” di UPI Bandung.