Konunitas Gerontik
Konunitas Gerontik
Konunitas Gerontik
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lansia merupakan proses penuaan dengan bertambahnya usia individu yang ditandai dengan penurunan fungsi organ
tubuh seperti otak, jantung, hati dan ginjal serta peningkatan kehilangan jaringan aktif tubuh berupa otot-otot tubuh. Penurunan
fungsi organ tubuh pada lansia akibat dari berkurangnya jumlah dan kemampuan sel tubuh, sehingga kemampuan jaringan tubuh
untuk mempertahankan fungsi secara normal menghilang, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
Populasi lansia berusia ≥ 60 tahun sebanyak 10% dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2050 di dunia. sedangkan
Lansia adalah sekelompok orang yang mengalami suatu proses perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu.
Jumlah lansia di dunia, termasuk negara Indonesia bertambah tiap tahunnya. Pada tahun 2012persentase penduduk usia 60 tahun
keatas adalah 7,58%, sedangkan pada tahun 2013 meningkat menjadi 8 %, pada tahun 2014 meningkat menjadi 8,2% dan tahun
yang dijalani seseorang yang telah mencapai usia tertentu dan pada tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di
lingkungan masyarakat. Peningkatan UHH mengakibatkan terjadinya transisi epidemiologi dalam bidang kesehatan yang
merupakan akibat dari peningkatan jumlah angka kesakitan penyakit degeneratif (Kemenkes RI, 2013).
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyebab utama kematian di dunia, yang bertanggung jawab atas 68% dari 56
juta kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius
saat ini yakni hipertensi (Triyanto, 2014).Menurut WHO (2013) hipertensi bertanggung jawab setidaknya 45% dari kematian
akibat penyakit jantung (total mortalitas penyakit jantung iskemik dan 51% kematian akibat stroke).
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular, penyakit degeneratif ini banyak terjadi dan mempunyai tingkat mortalitas
yang cukup tinggi serta mempengaruhi kualitas hidup dan produktifitas seseorang.
Berdasarkan data World Health Organisation (2013) dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang
mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik. Tiap tahunnya, 7 juta orang di seluruh dunia meninggal
akibat hipertensi.Masalah kesehatan global terkait hipertensi menyebabkan biaya kesehatan yang tinggi.Dua pertiga hipertensi
ke atas di Indonesia yakni sebesar 25,8% (Kemenkes, 2014). Prevalensi kasus hipertensi esensial di Jawa Tengah tahun 2012
sebesar 554.771 kasus (67,57%) lebih rendah dibanding tahun 2011 sebesar 72,13% (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2012).
Pada tahun 2014, yang termasuk dalam 3 besar Penyakit Tidak Menular (PTM) di Kabupaten Semarang adalah Hipertensi
Esensial (25.541 kasus), Hipertensi Lain (9.330 kasus) dan Diabetes Mellitus Non-Insulin (8.843 kasus). Dalam 2 tahun terakhir,
penyakit Hipertensi menjadi urutan pertama kasus PTM terbesar di Kabupaten Semarang
Berdasarkan pengukuran tekanan darah penduduk ≥ 18 tahun menurut jenis kelamin, kecamatan dan puskesmas Kabupaten
Semarang khususnya Ungaran Barat menempati urutan pertama dengan jumlah penderita 220 orang (28,45%).
Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan dan faktor
risiko yang dapat dikendalikan. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan usia.
Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan yaitu obesitas, kurang olahraga atau aktivitas fisik, merokok, minum kopi,
sensitivitas natrium, kadar kalium rendah, alkohol, stres, pekerjaan, pendidikan dan pola makan (Kurniadi dan Nurrahmani,
2014).
Salah satu penyebab hipertensi yakni kebiasaan merokok.Zat nikotin yang terdapat dalam rokok dapat meningkatkan
epinefrin yang dapat menyebabkan terjadinya penyempitan dinding arteri. Zat lain dalam rokok diantaranya yakni karbon
monoksida (CO) yang mengakibatkan jantung akan bekerja lebih berat untuk memberi cukup oksigen sel-sel tubuh. Rokok
menyebabkan kenaikan tekanan darah yang berperan membentuk arterosklerosis dengan meningkatkan penggumpalan sel-sel
Aktivitas fisik atau olahraga secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan serta menguatkan sistem jantung dan
pembuluh darah.Dalam Riskesdas tahun 2012, kriteria aktivitas fisik aktif yakni individu yang melakukan aktivitas fisik berat,
sedang atau keduanya.Sedangkan kriteria kurang aktif yakni individu yang tidak melakukan aktivitas fisik sedang ataupun berat.
Proporsi aktivitas fisik penduduk di Indonesia tergolong kurang aktif, secara umum yang melakukan aktivitas fisik aktif sebesar
26,1% saja. Pada kelompok umur ≥10 tahun, penduduk yang melakukan aktivitas fisik 3-6 jam sebanyak 42%, sedangkan yang
melakukan aktivitas fisik ≥ 6 jam per hari sebanyak 24,1%. Berdasarkan kelompok umur terdapat kecenderungan semakin
bertambah umur semakin menurun proporsi perilaku aktivitas fisik (Kemenkes RI, 2013).
Faktor risiko dari penyakit hipertensi lainnya yakni konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol di dunia menyebabkan kematian
lebih dari 3,3 juta orang setiap tahunnya atau 5,9% dari semua kematian (WHO, 2014). Menurut Hasil Riskesdas tahun 2007, di
Indonesia prevalensi konsumsi alkohol nasional sebesar 4,6%, pada laki-laki 8,8% dan perempuan 0,5%.
Pengkajian yang lakukan oleh Pelaksana praktik komunitas di Desa Langensari Kecamatan Ungaran di RT. 03 dan 04 RW.
03 didapatkan hasil bahwa terdapat 11 lansia yang menderita Hipertensi, rematik terdapat 10 lansia dan DM terdapat 2 lansia.
Oleh karena itu pelaksana praktik komunitas ingin membantu masyarakat untuk mengenali lebih dini tentang Hipertensi di
Kelurahan Langensari Ungaran Barat Wilayah Kerja Puskesmas Ungaran Kabupaten Semarang.
B. Rumusan Masalah
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hipertensi pada lansia di Kelurahan Langensari Ungaran Barat Kabupaten
Semarang?
C. Tujuan
1. Melakukan pengakajian hipertensi pada lansia di Kelurahan Langensari Ungaran Barat Kabupaten Semarang
2. Melakukan penyuluhan tentang hipertensi di Kelurahan Langensari Ungaran Barat Kabupaten Semarang
3. Memberikan alternative penyelesaian hipertensi di Kelurahan Langensari Ungaran Barat Kabupaten Semarang
D. Manfaat
2. Bagi Lansia
Hasil implementasi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan lansia maupun keluarga sehingga dapat melakukan
3. Bagi Universitas
Hasil implementasi ini dapat digunakan sebagai bahan kepustakaan untuk pembaca khususnya bagi mahasiswa program
Hasil implementasi ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa untuk memberikan informasi tentang
hipertensi.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Lansia menurut WHO (World Health Organisation) adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun
keatas.Lanjut usiaadalah proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami oleh setiap orang. Batasan orang
Gerontik merupakan cabang ilmu kedokteran yang membahas fisiologi proses menua dan diagnosa serta pengobatan
penyakit yang dipengaruhi oleh usia, terfokus pada kondisi abnormal dan penatalaksanaan medik terhadap kondisi itu.
Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari semua aspek proses menua, termasuk psikologis, klinis, ekonomi, dan
sosiologis pada lansia dan konsekuensi masalah-masalah itu pada lansia dan masyarakat.
Gerontik atau keperawatan gerontik dinyatakan oleh Gunter dan Ester tahun 2009 untuk mendefinisikan asuhan
keperawatan dan pemberian pelayanan pada lansia.Tujuan keperawatan gerontik adalah menjaga dan meningkatkan kesehatan
sampai batas yang memungkinkan dan memberi kenyamanan dan asuhan sampai batas yang dibutuhkan (Wold, 2011).
2. Klasifikasi Lansia
a. Usia Pertengahan (Middle Age) adalah kelompok usia dari 45-59 tahun.
a. Perubahan Fisik
1) Sel
2) Sistem Persyarafan
a) Cepat menurun hubungan persyarafan.
b) Lambat dalam berespon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dalam stress.
c) Mengecilnya syaraf panca indera, berkurangnya penglihatan, kehilangan pendengaran, mengecilnya syaraf
penciuman, dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap cuaca yang
dingin.
a) Kehilangan gigi
c) Rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan lambung menurun.
4) Sistem Genitourinaria
b) Pembesaran prostat
5) Sistem Endokrin
Produksi dari hampir seluruh hormon menurun
6) Sistem Integumen
7) Sistem Muskuloskeletal
b) Kiposis
b. Perubahan Mental
2) Kenangan lama tidak berubah, kenangan jangka panjang di ingat sedangkan kenangan jangka pendek tidak dapat
diingat.
3) IQ tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal. Berkurangnya penampilan, persepsi dan
keterampilan psikomotor.
a) Perubahan fisik
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan
e) Lingkungan
c. Perubahan Psikosis
1. Hipertensi
a. Pengertian
Hipertensi secara umum adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg terjadi pada seseorang paling sedikit 3 waktu yang berbeda.
Hipertensi menurut WHO adalah peningkatan tekanan darah lebih dari atau sama dengan 160/90 mmHg.
b. Klasifikasi hipertensi
Sistem kardiovaskuler terdiri dari jantung, arteri, kapiler, vena dan limfatik.
a) Memompa oksigen dan makanan dalam darah di dalam sistem arteri yang kemudian dibawa ke sel.
a) Atrium kanan menerima CO2 dalam darah dari seluruh tubuh melalui vena cava superior dan inferior.
Yang memisahkan antara atrium dan ventrikel.Katup Trikuspidalis di bagian kanan dan Bicuspid (mitral) di kiri.
b) Katup Semilunar
Yang mencegah darah kembali ke ventrikel selama fase ke relaksasi (diastol).Tidak seperti katup arteri
ventricular.Katup semiluar terbuka selama kontraksi ventrikel.Katup semilunar pulmonal membatasi antara
ventrikel kanan dan katup pulmonal, katup semilunar aorta membatasi antara ventrikel kiri dan aorta.
Cardiac output adalah volume darah yang dikeluarkan oleh setiap ventrikel ke dalam sirkulasi pulmonal
atau sistemik cardiac output (curah jantung) ditentukan oleh isi sekuncup (stroke volume) dan banyaknya
denyutan jantung (heart rate). Heart rate normalnya adalah 60-90 kali permenit. Variasi dalam frekuensi hearth
rate ditentukan atau disebabkan oleh: latihan, ukuran tubuh, umur, jenis kelamin, hormon Tiroksin, temperatur dan
tekanan darah. Tekanan darah dihasilkan dari curah jantung dan tahanan perifer, sehingga semua faktor yang
mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer mempengaruhi tekanan darah.Tekanan darah mencerminkan
hubungan dari berbagai faktor hemodinamik yaitu cardiac output, tahanan pembuluh darah perifer, volume darah,
kekentalan darah, elastisitas pembuluh darah, hormon adrenalin dan enzim serta kemoreseptor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah adalah umur, stimulasi saraf simpatik, jenis kelamin dan
obat-obatan anti defrensent. Ada empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah:
1) Barareseptor arteri terutama terdapat pada sinus karotis, arkus aorta dan dinding ventrikel kiri.
3) Sistem Renin dan angiotensin, sama-sama berperan dalam pengaturan tekanan darah.
4) Sistem Autoregulasi vaskuler adalah mekanisme lain yang mungkin pada hipertensi. Terjadi proses yang
memelihara perfusi jaringan tubuh relatif konstan. Autoregulasi merupakan mekanisme penting yang
Jantung juga memompakan darah ke otak melalui arteri karotis kanan dan kiri yang bercabang menjadi arteri
karotis internal dan eksternal.Dalam tengkorak arteri karotis bercabang-cabang.Arteri-arteri tersebut mensuplai darah
ke hemisfer adalah belahan otak kiri dan kanan.Setiap hemisfer otak berkaitan dengan sisi tubuh kolateral.Hal tersebut
adalah salah satu ciri khas sehubungan dengan pengaturan sensasi dan motoris.
a) Bahasa
b) Kalkulasi matematik
c) Emosional.
d. Etiologi Hipertensi
2) Hipertensi sekunder
c) Gangguan endokrin
d) Neurologik
e) Gangguan psikiatri
g) Luka bakar
3) Faktor lain
a) Kegemukan
c) Pemasukan garam
d) Merokok
e) Stress
e. Patofisiologi
Dari sudut pandang patofisiologi dan penyebabnya ada dua golongan hipertensi adalah suatu gangguan/penyakit
individu tersebut tidak mengalami tanda dan gejala atau sedikit dengan kenaikan tekanan darah yang labil.Secara
perlahan dengan kenaikan keadaan yang patologik pada pembuluh darah yang besar maupun pembuluh darah kecil dalam
Akan terjadi adanya penyempitan pembuluh darah besar dan kecil, di otak, jantung, ginjal dan perifer sehingga
menyebabkan terus menerus berlanjut sehingga pembuluh darah mengalami kemacetan dan perdarahan.
Kerusakan pada pembuluh darah kecil juga berbahaya karena dapat merusak jantung, ginjal dan otak.Bila arteriola
menyempit maka jantung harus lebih kuat berkontraksi untuk mempertahankan cardiac output yang normal, hal ini terus
berlanjut maka jantung mengalami kerja keras sehingga bisa muncul adanya hipertensi jantung khususnya ventrikel
sebelah kiri. Bila tidak bisa mempertahankannya maka akan terjadi gagal jantung.
b. Bertambahnya renin
sekunder.Kelebihan aldosteron menyebabkan retensi garam dan air, dapat meningkatkan volume darah dan menaikkan
tekanan darah.
3. Tachycardi
5. Sakit kepala
6. Pusing
8. Mata berkunang-kunang
9. Epistaksis
13. Gelisah
14. Tremor
15. Kelemahan
g. Test Diagnostik
1. ECG
4. Cek HB
5. CT Scan Kepala
h. Therapi
1. Tirah baring
3. Program latihan
a) Latihan isotonik secara teratur seperti berjalan, berenang dapat membantu, mengontrol.
4. Mengurangi stress
6. Menurunkan berat badan apabila berat badan lebih dari berat badan normal
7. Therapi obat
Tujuan dari pemberian obat adalah:
i. Komplikasi
4. Stroke/CVD
5. Hipertensi maligna
6. Hipertensi enchephalopaty
7. Gagal ginjal
1) Pengertian senam hipertensi adalah bagian dari usahan untuk mengurang berat bdan dan mengelola stress (faktor yang
mempertinggi hipertensi)
2) Tujuan
3) Metode
a) Presentasi
b) Demonstrasi senam hipertensi
4) Strategi pelaksanaan
a) Persiapan
1. Persiapan klien
2. Persiapan lingkungan
i. Gerakan pemanasan
1. Tekuk kepala ke samping, lalu tahan dengan tangan pada sisi yang sama dengan arah kepala. Tahan
2. Tautkan jari-jari kedua tangan dan angkat lurus keatas kepala dengan posisi kedua kaki dibuka selebar
bahu. Tahan dengan hitungan 8-1 hitungan. Rasakan tarikan bahu dan punggung.
ii. Gerakan inti
1. Lakukan gerakan seperti jalan ditempat dengan lambaian kedua tangan searah sisi kaki yang diangkat.
2. Buka kedua tangan dengan jemari mengepal dan kaki dibuka selebar bahu. Kedua kepalan tangan
3. Kedua kaki dibua agak lebar lalu angkat tangan menyerong. Sisi kaki yang searah dengan tangan
sedikit ditekuk. Tangan diletakkan dipinggang dan kepaa searah dengan gerakan tangan. Tahan 8-10
4. Gerakan hamper sama dengan sebelumnya, tapi jari mengepal dan kedua tangan diangkat keatas.
5. Hamper sama dengan gerakan inti 1, tapi kaki dibuang ke samping. Kedua tangan dengan jemari
6. Kedua kaki dibuka lebar dari bahu, satu lutut agak ditekuk dan tanganyang searah lutu dipinggang.
Tangan sisi yang lain lurus kearah lutu yang ditekuk. Ulangi gerakan kearah sebaliknya da lakukan
semampunya.
iii. Gerakan pendinginan
1. Kedua kaki dibuka selebar bahu, lingkarka satu tangan ke leher dan tahan dengan tangan lainnya.
2. Posisi tetap, tautkan kedua tangan lalu gerakkan kesamping dengan gerakan setengah putaran. Tahan
8-10 hitungan laluarahkan tangan kesisi lainnya dan tahan dengan hitungan yang sama.
c) Terminasi
Evaluasi : menanyakan perasaan klien setelah mengikuti senam hipertensi, member pujian atas keberhasilan
Rencana Tindak Lanjut: menganjurkanklien melaksanakan senam hipertensi minimal seminggu dua kali.
2. Artritis Rematoid
a. Pengertian
Artritis Rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris
mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian
dalam sendi.
Artritis rematoid juga bisa menyebabkan sejumlah gejala di seluruh tubuh.Penyakit ini terjadi pada sekitar 1% dari
jumlah penduduk, dan wanita 2-3 kali lebih sering dibandingkan pria. Biasanya pertama kali muncul pada usia 25-50
tahun, tetapi bisa terjadi pada usia berapapun. RA merupakan salah satu kelainan multisistem yang etiologinya belum
diketahui secara pasti dan dikarateristikkan dengan destruksi sinovitis (Helmick, 2008). Penyakit ini merupakan
peradangan sistemik yang paling umum ditandai dengan keterlibatan sendi yang simetris (Dipiro, 2008). Penyakit RA
ini merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan inflamasi sendi yang berlangsung kronik dan mengenai lebih
Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks
1) Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki angka kepekaan dan ekspresi
2) Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental Corticotraonin Releasing Hormone yang
mensekresi dehidropiandrosteron (DHEA), yang merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Dan
stimulasi esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2) dan menghambat respon imun selular
(TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang
3) Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk semang (host) dan merubah reaktivitas
4) Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai respon terhadap stres. Protein ini
mengandung untaian (sequence) asam amino homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana
antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa menyebabkan
terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga mencetuskan reaksi imunologis (Suarjana, 2009).
Faktor resiko dalam peningkatan terjadinya RA antara lain jenis kelamin perempuan, ada riwayat keluarga
yang menderita RA, umur lebih tua, paparan salisilat dan merokok. Resiko juga mungkin terjadi akibat konsumsi kopi
lebih dari tiga cangkir sehari, khusunya kopi decaffeinated (suarjana, 2009). Obesitas juga merupakan faktor resiko
(Symmons, 2006).
d. Patofisiologi Artritis Reumatoid
RA merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sendi.Reaksi autoimun terjadi dalam jaringan sinovial.
Kerusakan sendi mulai terjadi dari proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial. Limfosit menginfiltrasi daerah
perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel kemudian terjadi neovaskularisasi.Pembuluh darah pada sendi yang
terlibat mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terbentuknya pannus akibat terjadinya pertumbuhan
yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi. Pannus kemudian menginvasi dan merusak rawan
sendi dan tulang Respon imunologi melibatkan peran sitokin, interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan.
Respon ini mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik (Surjana, 2009).
Sel T dan sel B merupakan respon imunologi spesifik. Sel T merupakan bagian dari sistem immunologi
spesifik selular berupa Th1, Th2, Th17, Treg, Tdth, CTL/Tc, NKT. Sitokin dan sel B merupakan respon imunologi
spesifik humoral, sel B berupa IgG, IgA, IgM, IgE, IgD (Baratwidjaja, 2012). Peran sel T pada RA diawali oleh
interaksi antara reseptor sel T dengan share epitop dari major histocompability complex class II (MHCII-SE) dan
peptida pada antigen-presenting cell (APC) pada sinovium atau sistemik. Dan peran sel B dalam imunopatologis
RA dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo, tetapi paling sering di tangan. RA juga dapat
menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Sinovial sendi, sarung tendo, dan bursa menebal akibat
radang yang diikuti oleh erosi tulang dan destruksi tulang disekitar sendi (Syamsuhidajat, 2010).
Ditinjau dari stadium penyakitnya, ada tiga stadium pada RA yaitu (Nasution, 2011):
a) Stadium sinovitis.
Artritis yang terjadi pada RA disebabkan oleh sinovitis, yaitu inflamasi pada membran sinovial yang
membungkus sendi. Sendi yang terlibat umumnya simetris, meski pada awal bisa jadi tidak simetris.
Sinovitis ini menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan fungsi
(Nasution, 2011). Sendi pergelangan tangan hampir selalu terlibat, termasuk sendi interfalang proksimal
b) Stadium destruksi
Ditandai adanya kontraksi tendon saat terjadi kerusakan pada jaringan sinovial (Nasution, 2011).
c) Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi yang
Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi artikular dan manifestasi ekstraartikular
(Suarjana, 2009). Manfestasi artikular RA terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi, bursa, dan sarung tendo
yang dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan sendi, serta hidrops ringan (Sjamsuhidajat, 2010). Tanda
kardinal inflamasi berupa nyeri, bengkak, kemerahan dan teraba hangat mungkin ditemukan pada awal atau
selama kekambuhan, namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada RA kronik (Surjana,
2009). Sendi-sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering menjadi manifestasi klinis tetap, meskipun sendi-sendi ini
mungkin berupa gejala asimptomatik setelah bertahun-tahun dari onset terjadinya (Longo, 2012).
Untuk menegakkan diagnosa RA ada beberapa kriteria yang digunakan, yaitu kriteria diagnosis RA menurut
American College of Rheumatology (ACR) tahun 1987 dan kriteria American College of
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk diagnosa RA antara lain, pemeriksaan serum untuk IgA, IgM,
IgG , antibodi anti-CCP dan RF, analisis cairan sinovial, foto polos sendi, MRI, dan ultrasound (Longo, 2012).
h. Terapi Artritis Reumatoid
RA harus ditangani dengan sempurna. Penderita harus diberi penjelasan bahwa penyakit ini tidak dapat
disembuhkan (Sjamsuhidajat, 2010). Terapi RA harus dimulai sedini mungkin agar menurunkan angka perburukan
penyakit. Penderita harus dirujuk dalam 3 bulan sejak muncul gejala untuk mengonfirmasi diganosis dan inisiasi terapi
DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs) (surjana, 2009). Terapi RA bertujuan untuk :
3) Mengurangi inflamasi
dan dingin serta massase untuk mengurangi rasa nyeri, olahraga dan istirahat, dan penyinaran
menggunakan sinar inframerah. Terapi komplementer berupa obat-obatan herbal, accupressure, dan relaxasi
2) Terapi bedah dilakukan pada keadaan kronis, bila ada nyeri berat dengan kerusakan sendi yang ekstensif,
keterbatasan gerak yang bermakna, dan terjadi ruptur tendo. Metode bedah yang digunakan berupa
sinevektomi bila destruksi sendi tidak luas, bila luas dilakukan artrodesis atu artroplasti.
3) Pemakaian alat bantu ortopedis digunakan untuk menunjang kehidupan sehari-hari (Sjamsuhidajat, 2010).