Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I
TINJAUAN FARMAKOLOGI

1.1. Golongan Obat berdasarkan Farmakologi Terapi


Betametason mempunyai sinonim betametazonas, betamethasonum,
flubenisolone, flubenisolonum termasuk ke dalam golongan kortikosteroid.
Betametason mempunyai bentuk garam antara lain betametason sodium fosfat,
betametason valerat, dan betametason asetat (Sweetman, 2009).

Gambar 1.1. Struktur Kimia Betametason


1.2. Indikasi
Betametason mempunyai aktivitas glukokortikoid yang sangat tinggi,
sedangkan aktivitasnya sebagai mineralokortikoid sangat rendah, sehingga
digunakan untuk kondisi yang memerlukan kortikosteroid dosis tinggi tanpa
retensi cairan yang membahayakan (Sweetman, 2009). Glukokortikoid
mempunyai beberapa efek yakni, efek anti inflamasi, efek imunosupresi dan efek
samping yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi tubuh. Glukokortikoid
adalah molekul lipofilik yang ditemukan di dalam darah dan diikat oleh globulin
dan albumin. Molekul glukokortikoid bebas menembus membran sel dan diikat
oleh glokokortikoid reseptor dalam sel. Glukokortikoid menyebabkan efek yang
lebih besar pada sel CD4 dibandingkan dengan CD8 dan juga lebih besar pada sel
T dibandingkan dengan sel B. Pada efek imunosupresi, glukokortikoid menekan
imunitas seluler dan humoral (Rifa’i, 2012).
Betametason digunakan untuk pengobatan sistemik insufisiensi korteks
adrenal baik primer maupun sekunder (contoh Cushing’s Syndrome), penyakit
reumathoid (arthritis rheumatoid), penyakit kulit (Psoriasis), alergi dan inflamasi
2

pada mata, gangguan pernafasan, gangguan darah, tuberculous meningitis,


trichinosis (Tatro, 2003). Betametason merupakan kortikosteroid pilihan utama
untuk pencegahan neonatal distress. Penggunaan secara oral betametason atau
betametason sodium fosfat biasanya pada rentang dosis 0,5-5 mg per hari
(Sweetman, 2009).
1.3. Mekanisme Kerja
Betametason merupakan long acting glukorkotikoid yang bekerja dengan
cara menekan atau mengurangi pembentukan, pelepasan dan aktivitas mediator
inflamasi, termasuk prostaglandin, kinin, histamin, enzim liposom dan juga
mengubah respon imun tubuh (Tatro, 2003). Betametason merupakan agonis
reseptor glukokortikoid. Betametason menyebabkan perubahan ekspresi genetik
pada ikatan kompleksnya dengan GRE. Aksi antiinflamasi dari kortikosteroid
diduga melibatkan lipocortins, menghambat protein fosfolipase A2, dimana akan
menghambat asam arakidonat, mengatur biosintesis prostaglandin dan leukotrien.
Sistem kekebalan tubuh ditekan oleh kortikosteroid karena pengurangan fungsi
sistem limfatik, pengurangan limfatik, presipitasi limfositopenia dan gangguan
pengikatan antigen-antibodi. Betametason mengikat transcortin plasma, dan
menjadi aktif ketika tidak terikat transcortin.
1.4. Farmakokinetik
Secara umum kortikosteroid mudah diserap dari saluran pencernaan
maupun mudah diserap secara lokal. Setelah penggunaan topikal, atau saat kulit
rusak, atau penggunaan rute rektal sebagai enema, kortikosteroid cukup mungkin
diserap untuk memberikan efek sistemik, hal ini juga kemungkinan dapat terjadi
pada rute lokal lain seperti inhalasi. Kortikosteroid yang larut dalam air dapat
diberikan melalui injeksi intravena untuk respon yang cepat; jika diinginkan efek
yang lebih lama dapat digunakan dalam bentuk-larut lemak yaitu kortikosteroid
dengan rute pemberian injeksi intramuskular.
Kortikosteroid cepat didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Mampu
melewati plasenta dan dapat terdistribusikan ke dalam ASI dalam jumlah yang
sedikit. Kebanyakan kortikosteroid dalam sirkulasi secara luas terikat pada protein
plasma, terutama untuk globulin dan sedikit pada albumin. Ikatan kortikosteroid
3

dan glibulin (transcortin) memiliki afinitas tinggi akan tetapi kapasitas mengikat
rendah, albumin memiliki afinitas rendah tetapi kapasitas mengikat besar.
Kortikosteroid sintetik yang kurang terikat oleh protein contohnya hidrokortison
(kortisol). Memiliki t1/2 yang cukup panjang. Kortikosteroid dimetabolisme
terutama di hati tapi juga dapat di jaringan lain, dan diekskresikan dalam urin
(Sweetman, 2009).
Betametason terikat pada protein plasma sebanyak 64%, termetabolisme di
hati, memiliki t1/2 eliminasi 6,5 jam dan ditemukan dalam urin sebesar <5% dalam
bentuk tidak berubah (APhA, 2009)
1.5. Dosis dan Cara Pemberian
1.5.1. Parenteral Ester Natrium Fosfat
Diberikan secara intravena melalui suntikan atau infus atau intramuskular
melalui suntikan dalam dosis setara dengan 4-20 mg betametason. Juga dalam
pemberian lokal, injeksi ke jaringan lunak dengan dosis setara dengan 4-8 mg
betametason.
1.5.2. Dosis Pada Anak-Anak, Sebagai Injeksi Intravena yang Lambat
a. Bayi – 1 tahun: setara dengan 1 mg betametason
b. 1 - 5 tahun: 2 mg
c. 6 – 12 tahun: 4 mg
Dosis dapat diulang 3 atau 4 kali selama 24 jam jika perlu, tergantung pada
kondisi pasien yang sedang dirawat dan bagaimana respon klinisnya.
1.5.3. Topikal
Betametason natrium fosfat juga digunakan dalam pengobatan topikal pada
kondisi alergi dan inflamasi mata, telinga, atau hidung, biasanya sebagai obat tetes
atau salep yang mengandung 0,1%. Untuk penggunaan topikal dalam pengobatan
berbagai gangguan kulit dipropionat dan valerat ester betametason lebih banyak
digunakan; konsentrasi yang tersedia biasanya setara dengan 0,05% dari
betametason dipropionat, dan 0,025 atau 0,1% valerat (Sweetman, 2009).
1.5.4. Oral
Dosis untuk pemberian per oral adalah 0,5-5 mg per hari (BNF 54, 2007).
4

1.6. Kontraindikasi
Kortikosteroid sistemik harus digunakan dengan benar dan hati-hati pada
pasien dengan gagal jantung, miokard infark, atau hipertensi, pada pasien dengan
diabetes mellitus, epilepsi, glaukoma, hipotiroidisme, gagal hati, osteoporosis,
tukak lambung, psikosis afektif atau parah gangguan, dan gangguan ginjal. Anak-
anak mungkin berada pada peningkatan risiko beberapa efek samping; sebagai
tambahan, kortikosteroid dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan, dan
penggunaan jangka panjang jarang dibenarkan. Orang tua juga dapat berada pada
risiko yang lebih besar dari efek samping.
Kortikosteroid biasanya dikontraindikasikan pada keadaan infeksi akut
yang tidak terkontrol oleh terapi antimikroba. Demikian pula, pasien yang sudah
menerima kortikosteroid lebih rentan terhadap infeksi. Pasien dengan TB aktif TB
laten, harus diamati ketat dan harus menerima kemoprofilaksis jika kortikosteroid
digunakan sebagai terapi berkepanjangan. Risiko cacar dan herpes zoster akan
diperparah, meningkat pada pasien yang menerima dosis terapi kortikosteroid
sistemik, dan pasien harus menghindari kontak pribadi yang dekat dengan baik
infeksi.
Imunisasi pasif direkomendasikan untuk pasien non-imun yang
bersentuhan dengan cacar air. Tindakan pencegahan yang sama berlaku untuk
campak. Vaksin hidup tidak boleh diberikan kepada pasien yang menerima dosis
tinggi kortikosteroid sistemik atau terapi untuk di Setidaknya 3 bulan setelah itu;
vaksin dibunuh atau toksoid dapat diberikan meskipun respon dapat dilemahkan
(Sweetman, 2009).
1.7. Efek Samping dan Toksisitas
Efek glukokortikoid merugikan menyebabkan mobilisasi kalsium dan
fosfor, osteoporosis dan spontan fraktur; atropi otot dan deplesi nitrogen,
hiperglikemia dengan aksentuasi atau pengendapan diabetes. Peningkatkan nafsu
makan sering dilaporkan. Mengganggu perbaikan jaringan dan fungsi kekebalan
tubuh, sehingga dapat menyebabkan tertundanya penyembuhan luka, dan
peningkatan kerentanan terhadap infeksi. Peningkatan kerentanan terhadap semua
jenis infeksi, termasuk septikemia, tuberkulosis, infeksi jamur, dan infeksi virus,
5

telah dilaporkan pada pasien terapi kortikosteroid. Infeksi juga mungkin


dikarenakan oleh anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik efek glukokortikoid.
Berat badan meningkat, varicella dan campak dapat menyebabkan hasil yang fatal
pada pasien yang menerima terapi kortikosteroid.
Efek samping lainnya termasuk ketidakteraturan menstruasi, amenorea,
hiperhidrosis, penipisan kulit, mata glaukoma dan katarak, gangguan mental dan
neurologis, intrakranial hipertensi, pankreatitis akut, dan avaskular nekrosis
tulang. Peningkatan koagulabilitas dari darah dapat menyebabkan komplikasi
tromboemboli (Sweetman, 2009).
1.8. Interaksi Obat
1.8.1. Interaksi Obat Dengan Obat Lain
a. Penghambat asetilkolinesterase: kortikosteroid (sistemik) dapat meningkatkan
efek samping atau efek toksik dari penggunaan obat-obatan penghambat
asetilkolinesterase. Peningkatan kelemahan otot dapat terjadi. Risiko C:
monitoring terapi.
b. Aminoglutetimida: dapat meningkatkan metabolisme dari kortikosteroid
(sistemik). Risiko C: monitoring terapi.
c. Amfoterisin B: kortikosteroid (sistemik) dapat meningkatkan efek hipokalemia
dari amfoterisin B. Risiko C: monitoring terapi.
d. Antasida: dapat menurunkan bioavailabilitas kortikosteroid (oral). Risiko D:
disarankan untuk modifikasi terapi.
e. Agen antidiabetes: kortikosteroid (sistemik) dapat menurunkan efek
hipoglikemik dari penggunaan obat-obatan antidiabetes. Risiko C: monitoring
terapi.
f. Agen antifungal: dapat menurunkan metabolisme kortikosteroid. Risiko C:
monitoring terapi.
g. Agen aprepitant: dapat menurunkan serum konsentrasi dari kortikosteroid.
Risiko D: disarankan untuk modifikasi terapi.
h. Barbiturat: dapat meningkatkan metabolisme kortikosteroid. Risiko D:
disarankan untuk modifikasi terapi.
6

i. Bile Acid Sequestrants: dapat menurunkan absorpsi kortikosteroid. Risiko C:


monitoring terapi.
j. Kalsitriol: kortikosteroid (sistemik) dapat menurunkan efek terapi dari
kalsitriol. Risiko C: monitoring terapi.
k. Calcium Channel Blockers (Nondihidropridin): dapat meningkatkan
metabolisme kortikosteroid (sistemik). Risiko C: monitoring terapi.
l. Siklosporin: kortikosteroid (sistemik) dapat meningkatkan serum konsentrasi
dari siklosporin. Siklosporin dapat meningkatkan serum konsentrasi dari
kortikosteroid (sistemik). Risiko C: monitoring terapi.
m. Echinacea: dapat menurunkan efek terapi dari penggunaan immunosupresan.
Risiko D: disarankan untuk modifikasi terapi.
n. Derivat estrogen: dapat meningkatkan serum konsentrasi dari kortikosteroid
(sistemik). Risiko C: monitoring terapi.
o. Flukonazol: dapat menurunkan metabolisme kortikosteroid (sistemik). Risiko
C: monitoring terapi.
p. Fosaprepitant: dapat meningkatkan serum konsentrasi dari kortikosteroid
(sistemik). Risiko D: disarankan untuk modifikasi terapi.
q. Isoniazid: kortikosteroid (sistemik) dapat menurunkan serum konsentrasi dari
Isoniazid. Risiko C: monitoring terapi.
r. Diuretik Loop: kortikosteroid (sistemik) dapat meningkatkan efek hipokalemia
dari penggunaan obat diuretik loop. Risiko C: monitoring terapi.
s. Antibiotik makrolida: dapat menurunkan metabolisme dari kortikosteroid
(sistemik). Pengecualian: azitromisin, spiramisin. Risiko D: disarankan untuk
modifikasi terapi.
t. Natalizumab: imunosupresan dapat meningkatkan efek samping atau efek
toksik dari natalizumab. Khususnya, risiko munculnya infeksi berulang dapat
meningkat. Risiko X: hindari penggunaan kombinasi.
u. Agen pemblok neuromuskular (non-depolarisasi): dapat meningkatkan efek
samping neuromuskular dari penggunaan kortikosteroid (sistemik).
Meningkatkan kelemahan otot, peningkatan perkembangan polineuropati dan
miopati dapat pula terjadi. Risiko D: disarankan untuk modifikasi terapi.
7

v. NSAID (COX-2 inhibitor): kortikosteroid (sistemik) dapat meningkatkan efek


toksik dari NSAID. Risiko C: monitoring terapi.
w. Antibiotik quinolone: dapat meningkatkan efek toksik dari kortikosteroid
(sistemik). Risiko C: monitoring terapi.
x. Derivat rifampisin: dapat meningkatkan metabolisme kortikosteroid (sistemik).
Risiko C: monitoring terapi.
y. Salisilat: dapat meningkatkan efek toksik dari kortikosteroid (sistemik). Risiko
C: monitoring terapi.
1.8.2. Interaksi Obat Etanol/Nutrisi/Herbal
a. Etanol: hindari etanol (dapat menyebabkan iritasi mukosa lambung).
b. Makanan: betametason dapat mengganggu absorpsi kalsium.
c. Herbal/nutraseutika: hindari cat’s claw, echinacea (memiliki sifat
imunostimulan).
(Lacy, et al., 2009)
8

BAB II
ASPEK KIMIA DAN PREFORMULASI

2.1. Tinjauan Umum Zat Aktif dan Aspek Kimia


Nama obat : Betametason
Nama IUPAC : 9α-Fluoro-11β,17α,21-trihydroxy-16β-methylpregna-1,4-
diene-3,20-dione
Sinonim :Beetametasoni; Betadexamethasone; Betametason;
Betametasona; Betametazon; Betametazonas;
Betamethason; Bétaméthasone; Betamethasonum;
Flubenisolone; Flubenisolonum; 9α-Fluoro-16β-
methylprednisolone; β-Methasone; NSC-39470;Sch-4831.
Pemerian : Serbuk kristal, tidak berbau, berwarna putih atau hampir
putih (Martindale 36th Edition, 2009 )
Kandungan : 97 % sampai 103 % (bahan kering)
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sebagian larut dalam etanol
anhidrous, sangat sedikit larut dalam metilen klorida
Rumus Kimia : C22H9FO5
Bobot Molekul: 392,5
Penyimpanan : Terlindung dari cahaya
Struktur Kimia :

Gambar 2.1 Struktur Kimia Betametason


(British Pharmacopoeia, 2009)
9

2.2. Analisis Bahan Baku


2.2.1. Analisis Bahan Aktif Betametason
a. Kromatografi Lapis Tipis
Campuran pelarut yang digunakan adalah metanol:metilen klorida (1:9 V/V).
Larutan uji dibuat dengan melarutkan 10 mg bahan uji di dalam 10 mL
campuran tersebut. Larutan pembanding (a) dibuat dengan melarutkan 20 mg
betametason di dalam 20 mL pelarut tersebut sedangkan larutan pembanding
(b) dibuat dengan melarutkan 10 mg deksametason ke dalam 10 mL larutan (a).
Plat KLT yang digunakan adalah Silika Gel 254 dengan fase gerak butanol
yang telah dijenuhkan dengan air, toluen, eter (5:10:85 V/V/V). Volume
sampel yang digunakan adalah sebanyak 5 µL. Sampel dielusikan sepanjang
15 cm kemudian dikeringkan di udara. Dideteksi menggunakan lampu UV 254
nm, hasil yang diperoleh dibandingkan dengan baku pembanding. Dapat pula
dideteksi dengan cara disemprotkan dengan larutan alkoholik H2SO4 lalu
dipanaskan dengan suhu 120 °C selama 10 menit hingga noda muncul
kemudian dinginkan. Amati dibawah sinar matahari dan lampu UV 365 nm.
b. Spektrofotometri UV-Vis

Gambar 2.2 Spektrum Betametason


Larutkan 10 mg betametason di dalam 100 mL etanol anhidrat. Campurkan 2,0
mL 10 larutan tersebut dengan 10 mL larutan fenilhidrazinium-H2SO4,
10

panaskan dengan menggunakan water bath pada suhu 60 °C selama 20 menit


kemudian dinginkan. Ukur spektrum serapan larutan menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 419 nm (British
Pharmacopoeia, 2009).
c. Kromatografi Cair
- Kolom yang digunakan memiliki ukuran panjang 0,25 m dengan diameter
4,6 mm. Fase diam yang digunakan adalah silika gel oktadesilsilil untuk
kromatografi (5 µm) pada suhu 45 °C.
- Fase gerak yang digunakan terbagi menjadi 2, yaitu fase gerak A (di dalam
labu volumetrik 1000 mL campurkan 250 mL asetonitril dengan 700 mL
air diamkan beberapa saat lalu tambahkan air hingga volume larutan
mencapai 1000 mL) sedangkan fase gerak B adalah asetonitril.
- Larutan uji dibuat dengan melarutkan 25 mg bahan uji ke dalam campuran
asetonitril dan metanol yang memiliki volume sama lalu encerkan hingga
10 mL dengan menggunakan campuran pelarut yang sama.
- Larutan pembanding (a) dibuat dengan melarutkan 2 mg betametason dan 2
mg metilprednisolon ke dalam fase gerak A kemudian tambahkan fase
gerak tersebut hingga 100 mL
- Larutan pembanding (b) Tambahkan 1 mL larutan uji dengan 100 mL fase
gerak A
- Laju alir yang digunakan adalah 2,5 mL/menit, volume injeksi 20 µL dan
gunakan campuran asetonitril dengan metanol dalam volume yang sama
sebagai blanko
- Deteksi menggunakan Spektrofotometer pada panjang gelombang 254 nm
- Equilibrasi dengan fase gerak B setidaknya selama 30 menit kemudian
dengan fase gerak A selama 5 menit. Untuk kromatogram selanjutnya,
gunakan kondisi tersebut selama 40-46 menit
- Retention Time metilprednisolon sekitar 11,5 menit sedangkan betametason
adalah 12,5 menit
11

2.2.2 Analisis Bahan Tambahan


a. Maize Starch (Pati Jagung)
Mikroskopik: Butir bersegi banyak, bersudut, ukuran 2 µm sampai 23 µm atau
butir bulat dengan diameter 25 µm sampai 32 µm. Hilus di tengah berupa
rongga yang nyata atau celah berjumlah 2 sampai 5; tidak ada lamela. Amati di
bawah cahaya terpolarisasi, tampak bentuk silang berwarna hitam, memotong
pada hilus.
b. Laktosa Monohidrat
- Kejernihan dan warna larutan: Larutkan 3 g dalam 10 mL air mendidih:
terbentuk larutan jernih, tidak berwarna atau hampir tidak berwarna dan tidak
berbau.
- Identifikasi: Tambahkan 5 mL natrium hidroksida 1 N pada 5 mL larutan jenuh
laktosa panas dan hangatkan hati-hati. Cairan menjadi kuning dan akhimya
merah kecoklatan. Dinginkan hingga suhu kamar, dan tambahkan beberapa
tetes tembaga(ll) tartrat alkali LP: terbentuk endapan merah tembaga(I)
oksida.
c. Magnesium Stearat
- Identifiikasi: Campur 25 g dengan 200 ml air panas, tambahkan 60 ml asam
sulfat 2 N kemudian panaskan sambil sering diaduk hingga asam lemak
terpisah sempuma sebagai suatu lapisan jemih. Pisahkan lapisan air, dan
simpan untuk Identifikasi B. Cuci lapisan asam lemak dengan air mendidih
hingga bebas sulfat, kumpulkan dalam gelas piala kecil, hangatkan di atas
tangas uap hingga air memisah dan asam lemak menjadi jernih. Biarkan dingin,
dan tuang lapisan air. Kemudian lelehkan asam lemak. Saring panas-panas ke
dalam gelas piala kering, dan keringkan pada suhu 100° selama 20 menit, suhu
beku padatan asam lemak tidak kurang dari 54°.
- Penetapan kadar: Timbang saksama lebih kurang 1 g, didihkan dengan 50 mL
asam sulfat 0,1 N selama lebih kurang 30 menit atau hingga lapisan asam
lemak terpisah jernih, jika perlu tambahkan air untuk mempertahankan volume.
Dinginkan, saring dan cuci penyaring dan labu dengan air hingga air cucian
terakhir tidak bereaksi asam terhadap lakmus P. Netralkan filtrat terhadap
12

lakmus P dengan natrium hidroksida 1 N. Sambi! diaduk dan menggunakan


pengaduk magnetik, titrasi dengan dinatrium edetat 0,05 M LV sebagai berikut:
tambahkan lebih kurang 30 mL melalui buret 50 mL kemudian tambahkan 5
mL dapar amonia-amonium klorida LP dan 0,15 mL hitam eriokrom LP dan
lanjutkan titrasi hingga warna biru.
d. Polysorbate 80
Identifikasi:
a) Pada 5 mL larutan (1 dalam 20) tambahkan 5 mL natrium hidroksida LP.
Didihkan beberapa menit, dinginkan dan asamkan dengan asam klorida 3 N:
larutan beropalesensi kuat.
b) Pada 2 mL larutan (1 dalam 20) tambahkan 0,5 mL brom LP tetes demi tetes:
warna brom hilang.
c) Campur 60 volume zat dan 40 volume air: terbentuk massa gelatin pada suhu
kamar dan dibawah suhu kamar.
(DitJen POM, 1995)
2.3. Metode Analisis Sediaan Tablet Betametason
2.3.1 Kromatografi Lapis Tipis
a. Gerus tablet betametason, timbang bobot setara dengan 2 mg betametason lalu
tambahkan 20 mL metanol, kocok selama 5 menit lalu saring
b. Uapkan filtrat menggunakan water bath, larutkan residu setelah didinginkan ke
dalam 2 mL metanol, saring jika perlu, dan gunakan filtrat sebagai larutan uji
c. Secara terpisah larutkan standar betametason di dalam 2 mL metanol dan
gunakan larutan ini sebagai larutan standar
d. Totolkan larutan uji dan larutan standar sebanyak 5 µL di atas plat silika gel
dengan indikator fluoresen, elusikan dengan campuran fase gerak 1-butanol, air
dan asetat anhidrat (3:1:1) sepanjang 10 cm kemudian dikeringkan dengan cara
dipaparkan dengan udara
e. Amati dibawah lampu UV 254 nm, bandingkan nilai Rf larutan uji dengan
larutan standar
(Japanese Pharmacopoeia 15th Ed, 2006)
13

2.3.2. Kromatografi Cair


a. Fase gerak, siapkan campuran air dan asetonitril (2:1) yang telah disaring dan
bebas gas. Lakukan penyesuaian bila diperlukan
b. Larutan standar internal, transfer 25 mg beklometason ke dalam labu
volumetrik 200 mL, tambahkan metanol hingga tanda batas lalu campur
c. Penyiapan standar, larutkan secara akurat betametason ke dalam metanol,
encerkan secara kuantitatif dan secara bertahap dengan metanol untuk
mendapatkan larutan yang mempunyai konsentrasi 0,1 mg/mL. Campurkan
dengan volume yang sama (diukur secara akurat) antara larutan ini dengan
larutan standar internal untuk memperoleh larutan baku kerja denga
konsentrasi 0,05 mg/mL betametason
d. Penyiapan larutan uji, timbang setara tidak kurang dari 20 tablet. Pindahkan
tablet yang telah digerus dan ditimbang setara dengan 0,5 mg betametason ke
dalam separator 125 mL. Tambahkan 25 mL air, kocok selama 15 menit. Lalu
tambahkan 5 mL larutan standar internal. Ekstraksi dengan 25 mL kloroform.
Saring ekstrak kloroform melalui 4 g chloroform-washed sodium sulfate,
kumpulkan ekstrak di dalam gelas beaker 150 mL. Uapkan ekstrak tersebut di
atas steam bath yang dilengkapi dengan nitrogen untuk pengeringan, jaga
jangan sampai overheating. Larutkan residu di dalam 2 mL metanol kemudian
pindahkan ke dalam labu volumetrik 10 mL. Bilas gelas beaker dengan sedikit
metanol, pindahkan hasil bilasan ke dalam labu volumetrik yang sama.
Tambahkan metanol sampai tanda batas
e. Sistem kromatografi, kromatografi cair dilengkapi dengan detektor 254 nm dan
4 mm x 30 cm kolom yang berisi L1. Kecepatan alir yang digunakan adalah
sekitar 1,2 mL/menit. Ukur larutan baku kerja (c) dan catat tinggi puncak,
resolusi , R, antara analit dan larutan standar internal tidak boleh kurang dari
1,7. RSD untuk replikasi injeksi tidak boleh lebih dari 2 %
f. Prosedur, secara terpisah injeksikan volume yang sama (sekitar 10 µL) larutan
baku kerja dengan larutan uji ke dalam kromatograf, catat kromatogram dan
ukur tinggi puncak mayor. Retention Time relatif dari beklometason adalah
14

sekitar 1,4 sedangkan betametason adalh 1,0. Hitung jumlahnya di dalam mg


betametason yang terkandung dalam tablet dengan menggunakan formula:
10C(Ru/Rs)
dimana C adalah konsentrasi (mg/mL) dari betametason baku kerja, dan Ru
serta Rs adalah rasio tinggi puncak yang diperoleh dari larutan uji dan larutan
baku kerja.
(USP 38, 2015)
15

BAB III
PENGEMBANGAN FORMULA

3.1. Contoh sediaan yang beredar di pasaran


a. Celestone tablet
Mengandung betametason/betametason natrium fosfat 0,5 mg (Schering-
Plough)
b. Betnelan tablet
Mengandung betametason 0,5 mg [GaxoSmithKline (GSK)]
c. Betnesol tablet
Mengandung betametason 0,5 mg [GaxoSmithKline (GSK)]
d. Betason tablet
Mengandung betametason 0,5 mg [Kimia Farma]
3.2. Praformulasi dan Alasan Pemilihan Eksipien
3.2.1. Alasan Pemilihan Zat Aktif
Zat aktif terpilih adalah betametason yang merupakan obat golongan
kortikosteroid. Zat aktif ini merupakan salah satu kortikosteroid yang memiliki
durasi kerja yang lama yaitu bisa mencapai >48 jam (Fauci dkk, 2008). Selain itu,
jika dibandingkan dengan deksametason, betametason tidak mempunyai efek
mengganggu perkembangan saraf.
3.2.2. Alasan Pemilihan Eksipien
a. Pati Jagung (Corn Starch/Maize starch)
- Pemerian: Serbuk tidak berbau, tidak berasa, halus, putih hingga putih
pucat
- Kelarutan: tidak larut dalam etanol 96% dingin dan di dalam air dingin.
Pati menjadi larut di dalam air panas pada temperatur di atas temperatur
gelatinisasi
- Suhu gelatinisasi: 71 °C
- Inkompatibilitas: Senyawa oksidator kuat dan senyawa berwarna yang
dibentuk bersama iodin
- Kegunaan: Pengikat tablet
16

- Alassan penggunaan : Penggunaan bersama dengan laktosa monohidrat


dapat meningkatkan kompresibilitas, daya alir dan kemampuan disintegrasi
tablet
b. Laktosa monohidrat
- Pemerian: Serbuk atau partikel kristal berwarna putih hingga putih pucat,
tidak berbau, agak berasa manis
- Kelarutan: praktis tidak larut dalam etanol, kloroform dan eter. Larut
dalam 5,24 bagian air pada suhu 40 °C dan 0,96 bagian pada suhu 80 °C.
- Titik leleh: 201-202 °C
- Inkompatibilitas: asam amino. Amfetamin, lisinopril, grup amina primer
dan sekunder
- Kegunaan: Pengisi tablet
- Alassan penggunaan : Sebagai pengisi tablet adalah karena bahan ini baik
digunakan sebagai pengisi tablet yang dibuat dengan metode granulasi
basah serta kombinasinya dengan pati jagung dapat meningkatkan
kompresibilitas, daya alir dan kemampuan disintegrasi tablet.
c. Polisorbat 80 (Tween 80)
- Pemerian: Larut dalam etanol dan air; Tidak larut dalam minyak mineral dan
minyak nabati
- Kelarutan: Larut dalam etanol dan air; Tidak larut dalam minyak mineral dan
minyak nabati.
- Stabil terhadap elektrolit, asam lemah dan basa; saponifikasi dengan asam dan
basa kuat; sensitive dengan oksidasi, higroskopis. Simpan pada wadah tertutup,
terlindung cahaya, sejuk, dan kering
- Inkompatibilitas: Perubahan warna dan atau pengendapan dengan fenol,
tannin, tar, dan bahan seperti tar. Menurunkan aktifitas antimikroba turunan
paraben
- Kegunaan: surfaktan non ionik
- Alassan penggunaan : Untuk meningkatkan kelarutan zat aktif yang sukar
larut dalam air
17

d. Magnesium Stearat
- Pemerian: Serbuk sangat halus berwarna putih terang, berbau lemah dan
berasa khas. Terasa berminyak jika disentuh dan menempel dikulit.
- Kelarutan: praktis tidak larut dalam etanol, etanol 95% eter dan air. Agak
larut dalam benzena hangat dan etanol 95% hanagat.
- Daya alir: Tidak baik, serbuk lengket
- Inkompatibilitas: asam kuat, alkali dan garam besi. Hindari pencampuran
dengan bahan oksidator kuat, aspirin, beberapa vitamin dan banyak garam
alkaloid
- Kegunaan: Lubrikan tablet
- Alassan penggunaan : Umumnya digunakan sebagai pelincir pada
pembuatan tablet dengan konsentrasi kecil yaitu 0,25-5 % (w/w) serta
mempunyai daya lubrikan yang lebih besar dibandingkan bentuk asamnya
e. Air murni
- Pemerian: jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau
- Kelarutan: Pelarut polar
- Titik didih: 100 °C
- Inkompatibilitas: logam alkali, logam alkalin dan oksidanya seperti kalsium
oksida dan magnesium oksida, garam anhidrous, bahan-bahan organik dan
kalsium karbida
- Kegunaan: Pembasah bahan pengikat
- Alassan penggunaan : Dapat digunakan sebagai pembasah dalam proses
gelatinisasi bahan pengikat
(Rowe et al, 2009)

3.3. Formulasi, Metode dan Alasan Pemilihan Bentuk Sediaan


3.3.1. Formulasi
Tabel 3.1 Formulasi Tablet Betametason
Nama bahan Jumlah per Tablet Fungsi
Betametason 0,5 mg Zat aktif
Pati jagung 20 mg Pengikat
Laktosa monohidrat 85,5 mg Pengisi
18

Pati jagung 3 mg Disintegran


Polisorbat 80 0,5 mg Surfaktan
Magnesium stearat 0,5 mg Lubrikan
Air murni Qs Pembasah
Setiap tablet memiliki bobot 110 mg. Formula tersebut diperoleh dari buku
Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulation.
3.3.2. Metode Pembuatan
Metode pembuatan yang digunakan adalah granulasi basah karena zat aktif
memiliki kecepatan alir yang buruk, stabil terhadap penambahan pembasah dan
pemanasan. Jumlah tablet yang dibuat untuk skala pilot adalah sebanyak 10000
tablet, namun jumlah ini perlu dilebihkan untuk keperluan pengujian IPC dan
evaluasi sediaan jadi sebesar 5% dari total jumlah ukuran bets yang akan dibuat,
sehingga bahan-bahan yang digunakan adalah sebagai berikut.
Tabel 3.2 Formulasi Pilot Scale
Nama bahan Jumlah per Tablet Pilot Scale (10.500)
Betametason 0,5 mg 5,775 g
Pati jagung 20 mg 210 g
Laktosa monohidrat 85,5 mg 897,75 g
Pati jagung 3 mg 31,5 g
Polisorbat 80 0,5 mg 5,25 g
Magnesium stearat 0,5 mg 5,25 g
Air murni (purified water) Qs 262,5 g

Proses pembuatan tablet tersebut adalah sebagai berikut:


a. Pembuatan larutan pengikat
- Saring pati jagung sebanyak 210 g menggunakan pengayak ukuran 250 µm
- Campurkan pati jagung tersebut dengan 62,5 g air murni dingin, aduk
dengan kecepatan rendah
- Panaskan sisa air murni sebanyak 200 g hingga mencapai suhu 71°C lalu
tuangkan ke dalam campuran sebelumnya, aduk hingga terbentuk massa
gelatin (pasta) kemudian didinginkan hingga mencapai suhu 50 °C
- Campurkan polisorbat 80 sebanyak 5,25 g ke dalam pasta sedikit demi
sedikit hingga terlarut seluruhnya
19

b. Pencampuran fase dalam


- Campurkan zat aktif betametason sebanyak 5,775 g dengan laktosa
monohidrat 897,75 g lalu ayak dengan menggunakan pengayak 250 µm
- Ayak pati jagung sebanyak 31,5 g dengan ukuran pengayak yang sama
- Campurkan semua bahan tersebut di dalam mixer dengan kecepatan lambat
selama 15 menit
c. Pembuatan granul dan pencetakan tablet
- Tambahkan pasta pati jagung (a) ke dalam campuran (b) di dalam mixer,
campur selama 10 menit
- Ayak campuran tersebut dengan menggunakan Fitzmill sieve dengan
menggunakan kecepatan sedang
- Keringkan granul dengan menggunakan fluid bed dryer pada suhu 55 °C
selama 10 jam. Kandungan kelembaban tidak boleh lebih dari 2%
- Ayak granul kering menggunakan pengayak ukuran 1 mm, hasil ayakan
langsung dimasukkan kedalam blender double cone
- Masukkan magnesium stearat 5,25 g yang sudah diayak menggunakan
pengayak ukuran 250 µm ke dalam blender double cone tersebut dan
campur dengan granul selama 1 menit
- Cetak granul untuk menjadi tablet dengan bobot ± 110 mg dan kekerasan
tidak kurang dari 2,0 Kp
3.3.3. Alasan Pemilihan Bentuk Sediaan
Bentuk sediaan tablet dipilih karena berdasarkan kelarutan zat aktif
betametason yang tidak larut dalam air, maka dipilihlah bentuk sediaan solid
berupa tablet. Pembuatan tablet menggunakan metode granulasi basah karena sifat
betametason yang memiliki daya alir buruk namun stabil terhadap panas dan
pembasahan. Untuk meningkatkan kelarutan zat aktif pada saat proses disolusi,
maka ditambahkan surfaktan ke dalam formula. Dengan bertambahnya laju
disolusi maka diharapkan bioavailabilitas tablet betametason ini juga bertambah
baik.
Selain itu, bentuk sediaan tablet juga memiliki kemebihan, antara lain:
20

a. Volume sediaan cukup kecil dan wujudnya padat, memudahkan untuk


pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan
b. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan
terbaik dari semua bentuk sediaan oral
c. Sangat sesuai untuk zat aktif yang sulit larut dalam air
d. Pemakaian oleh penderita mudah
e. Ketepatan dosis tinggi
3.4. Pengujian Stabilitas
Uji stabilitas dilakukan untuk mengetahui kestabilan obat, menentukan masa
edar dan rekomendasi penyimpanan. Tablet betametason merupakan obat dengan
bentuk sediaan tablet dan bahan aktif stabil, maka metode pengujian stabilitas
yang dilakukan adalah:
3.4.1. Real Time Stability Test (Uji Jangka Panjang)
Kondisi penyimpanan 30 ̊ ± 2 ̊ C dengan kelembaban 75% ± 5%. Waktu
penyimpanan minimum 12 bulan sampai masa edar yang diharapkan dengan
rentang waktu pengujian pada bulan 0, 3, 9, 12, 18, 24, 36, 48, dan 60. Biasanya
pengujian dilakukan sampai bulan ke-36, tetapi apabila masih memenuhi syarat
pengujian harus diteruskan sampai bulan ke-60.
3.4.2. Accelerated Stability Test (Uji dipercepat)
Kondisi penyimpanan 40 ̊ ± 2 ̊ C dengan kelembaban 75% ± 5%. Waktu
penyimpanan minimum 6 bulan dengan rentang waktu pengujian untuk uji
stabilitas dipercepat dilakukan pada bulan 0, 1, 2, 3, dan 6. Biasanya pengujian
pada bulan ke-6 hanya untuk senyawa obat baru.
3.5. Up Scaling
Up scaling dilakukan sesuai dengan ketentuan dimana jumlah bets untuk
scale up ditentukan sebesar 10x jumlah bets skala pilot. Karena jumlah bets skala
pilot betametason sebesar 10.000 tablet maka jumlah ukuran bets untuk up scaling
skala produksi sebesar 100.000 tablet. Ditambah dengan 5% untuk pengujiaan
IPC dan QC, sehingga diperoleh perhitungan bahan untuk bets komersial adalah
sebagai berikut.
21

Tabel 3.2 Scale Up Tablet Betametason


Skala Pilot 10.500
Bobot per Tablet Skala Produksi
Bahan Baku tablet
(mg) 105000 tablet (kg)
(g)
Betametason 0,5 5,775 0,0578
Pati jagung 20 210 2,1
Laktosa monohidrat 85,5 897,75 8,978
Pati jagung 3 31,5 0,315
Polisorbat 80 0,5 5,25 0,053
Magnesium stearat 0,5 5,25 0,053
Air murni Qs 262,5 2,625
22

BAB IV
MANUFAKTUR DAN QC

4.1.Aspek-aspek CPOB yang Terkait Proses Produksi


4.1.1. Prinsip
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar.
4.1.2. Ketentuan umum
- Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
- Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,
pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,
pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur
atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.
- Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan
kesesuaiannya dengan pesanan. Wadah hendaklah dibersihkan dimana perlu
dan diberi penandaan dengan data yang diperlukan.
- Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap
mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada Bagian
Pengawasan Mutu.
- Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik
atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan
lulus untuk pemakaian atau distribusi.
- Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah ditangani seperti
penerimaan bahan awal.
- Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan pada kondisi seperti
yang ditetapkan pabrik pembuat dan disimpan secara teraturr untuk
memudahkan segregasi antar bets dan rotasi stok.
23

- Pemeriksaan hasil nyata dan rekonsiliasi jumlah hendaklah dilakukan


sedemikian untuk memastikan tidak ada penyimpangan dari batas yang
telah ditetapkan.
- Pengolahan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan secara bersamaan
atau bergantian dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada risiko terjadi
kecampurbauran ataupun kontaminasi silang.
- Produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba atau
pencemaran lain pada tiap tahap pengolahan.
- Bila bekerja dengan bahan atau produk kering, hendaklah dilakukan
tindakan khusus untuk mencegah debu timbul serta penyebarannya. Hal ini
terutama dilakukan pada penanganan bahan yang sangat aktif atau
menyebabkan sensitisasi.
- Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau
mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label
atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila
ada) dan nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan
tahapan proses produksi.
- Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda
dan dengan format yang telah ditetapkan. Label yang berwarna sering kali
sangat membantu untuk menunjukkan status (misal: karantina, diluluskan,
ditolak, bersih dan lain-lain).
- Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan pipa penyalur dan alat
lain untuk transfer produk dari satu ke tempat lain telah terhubung dengan
benar.
- Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat mungkin
dihindarkan. Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan
tertulis dari kepala bagian Pemastian Mutu dan bila perlu melibatkan bagian
Pengawasan Mutu.
- Akses ke fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk personil yang
berwenang.
24

- Pada umumnya pembuatan produk nonobat hendaklah dihindarkan dibuat


di area dan dengan peralatan untuk produk obat.
Ketentuaan lain:
4.1.3. Desain Area Penimbangan

4.1.4. Kategori Pakaian Untuk Tiap-tiap Ruang Kebersihan


25

4.1.5. Aliran udara untuk sarana penimbangan

4.1.6. Kaskade Tekanan Udara Di Area Pengemasan

Keterangan:
* Ruang antara dapat berupa airlock, pass box / pigeon hole
+ : tekanan udara relatif
4.1.7. Ketentuan bangunan
26
27

4.1.8. Peralatan
28

4.2.Desain IPC

Gambar 4.1 Desain IPC Tablet BeTab®


4.2.1. In Process Control (IPC)
a. Uji Homogenitas
a) Tujuan : Menjamin homogenitas dalam pencampuran bahan-bahan.
- Prinsip : Menetapkan kadar zat aktif dengan cara melakukan sampling
pada beberapa titik (9 titik, 3 atas, 3 tengah, 3 bawah) wadah/pencampur
(untuk yang tidak berwarna).
- Melihat distribusi bahan setelah pencampuran secara visual (untuk yang
berwarna).
b) Penafsiran hasil : Campuran dikatakan homogen bila kadar zat aktif pada
berbagai titik relatif sama (simpangan baku relatif tidak >2%). Untuk yang
berwarna, distribusi bahan terlihat homogen.
b. Kecepatan aliran (Lachman et al., 1990)
- Prinsip: Menetapkan jumlah granul yang mengalir melalui alat selama
waktu tertentu
- Metode sudut baring/sudut istirahat
tanα = H/R atau α = arc tan H/R
29

≤ 30° bebas mengalir


≥ 40° aliran kurang baik
c. Kandungan lembab
Adalah jumlah massa yang hilang (air, komponen yang mudah menguap)
selama proses pemanasan dengan suhu tertentu. Kandungan lembab diukur
dengan pemanasan (gravimetri) menggunakan alat seperti Moisture Balance.
Kadar air yang baik 1%-2%.
Prosedur:
1. Timbang granul sebanyak 5 g (min.2 g) di atas nampan logam (aluminium)
2. Nyalakan alat, cek suhu pada 60-70 oC
3. Penetapan kandungan lembab dapat diatur skalanya pada alat (% hilang atau g
hilang)
4. Penetapan dihentikan setelah dicapai angka konstan
Tabel 4.1 Rumus Kandungan Lembab
% KB = W 1/W x 100 % % KB ( Kandungan bobot)
% KL = Wa/W1 x 100 % % KL ( Kandungan lembab)
W = W – W1 W ( bobot mula-mula)
W1 (bobot setelah pengeringan)

d. Kompresibilitas (Qlu et al., 2009)


% K = (BJ mampat – BJ nyata)/BJ mampat x 100%
Jika % K : 5 – 10 % ----- aliran sangat baik
11 – 20 % -- aliran cukup baik
21 - 25 % --- aliran cukup
>26 % ------- aliran buruk
e. Distribusi ukuran granul
- Tujuan: untuk analisis ukuran granul dan distribusi ukurannya
- Prosedur:
a) Timbang 100 gr granul
b) Letakkan granul pada pengayak paling atas
c) Getarkan mesin 5-30 menit, tergantung dari ketahanan granul pada getaran
d) Timbang granul yang tertahan pada tiap-tiap pengayak
30

e) Hitung persentase granul pada tiap-tiap pengayak


4.2.2. Pengawasan Mutu Obat Jadi
a. Organoleptik (Lachman et al., 1990)
Tujuan : Penerimaan oleh konsumen.
Prinsip : Pemeriksaan organoleptik meliputi warna, bau dan rasa
Penafsiran hasil : Warna homogen, tidak ada binitk-bintik atau noda, bau
sesuai spesifikasi (bau khas bahan, tidak ada bau yang tidak sesuai), rasa sesuai
spesifikasi
b. Bentuk dan ukuran (Ditjen POM, 1979)
Tujuan : menjamin penampilan tablet yang baik.
Prinsip : selama proses pencetakan perubahan ketebalan merupakan
indikasi adanya masalah pada sifat alir massa cetak atau pada pengisian granul
ke dalam die, pengukuran dilakukan terhadap diameter dan tebal tablet.
Alat : jangka sorong
Penafsiran hasil : diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang
dari 1⅓ kali tebal tablet.
c. Kekerasan tablet (Lachman et al., 1990)
Tujuan : menjamin ketahanan tablet terhadap gaya mekanik pada
proses, pengemasan, penghantaran
Prinsip : kekerasan tablet menggambarkan kekuatan tablet untuk
menahan tekanan pada saat produksi, pengemasan, dan pengangkutan,
pengujian dilakukan dengan memberikan teakanan pada tablet sampai tablet
retak kemudian pecah.
Alat : Hardness tester
Penafsiran hasil : kekerasan tablet yang baik adalah tablet sampai bobot 200
mg, 4-7 kg/cm2, Bobot tablet 400 – 700 mg: 7 – 12 kg/cm2.
d. Friabilitas (Lachman et al., 1990)
Tujuan : untuk mengukur ketahanan permukaan tablet terhadap
gesekan yang dialaminya sewaktu pengemasan dan pengiriman tujuan
Prinsip : friabilitas merupakan parameter untuk menguji ketahanan
tablet bila dijatuhkan pada ketinggian tertentu, pengukuran friabilitas dilakukan
31

dengan menentukan % bobot tablet yang hilang selama diputar dan dijatuhkan
pada ketinggian tertentu dalam waktu tertentu.
Alat : friabilator
Penafsiran hasil : kehilangan bobot adalah < 1%, jika tablet pecah maka
tidak memenuhi syarat dan tidak dimasukkan dalam penimbangan tablet akhir,
jika hasil meragukan/kehilangan bobot lebih bersar dari yang ditargetkan maka
pengujian diulang 2-3 kali.
e. Uji keseragaman sediaan (Ditjen POM, 2014)
Meliputi keseragaman kandungan dan keragaman bobot.
Tujuan : menjamin keseragaman zat aktif.
Prinsip :
- Menetapkan kadar 10 tablet satu persatu sesuai dengan penetapan kadar pada
monografi (keseragaman kandungan)
- Menetapkan berat 10 tablet satu persatu, kemudian menghitung kadar zat aktif
dalam tiap tablet yang dinyatakan dalam % dari yang tertera pada etiket pada
tiap tablet dari bobot masing-masing tablet dan hasil dari penetapan kadar
(keragaman bobot)
Penafsiran hasil :
1. Keseragaman sediaan dipenuhi jika nilai penerimaan dari 10 unit pertama
dosis tunggal lebih kecil atau sama dengan L 1%. Kecuali dinyatakan lain
pada monografi L1 sama dengan 15,0.
2. Jika nilai penerimaan lebih besar dari L 1%, lakukan pengujian 20 satuan
berikutnya dan hitung nilai penerimaan akhir dari 30 satuan, Kecuali
dinyatakan lain pada monografi, dan L2 sama dengan 25,0.
f. Uji waktu hancur (Ditjen POM, 1979)
Tujuan : untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang
tertera dalam masing-masing monografi,
Prosedur : masukkan 1 tablet pada masing-masing tabung dari
keranjang, bila tablet mempunyai penyalut luar yang dapat larut, celupkan
keranjang dalam air pada suhu kamar selama 5 menit. Tanpa menggunakan
cakram jalankan alat, gunakan cairan lambung buatan LP bersuhu 37º ±
32

2º sebagai media. Setelah alat dijalankan selama satu jam, angkat keranjang dan
amati semua tablet: tablet tidak hancur, refak atau menjadi lunak. Kemudian
masukkan satu cakram pada tiap tabung dan jalankan alat, gunakan cairan usus
buatan LP bersuhu 37º ± 2º sebagai media selama jangka waktu 2 jam
ditambah dengan batas waktu yang dinyatakan dalam masing-masing monografi
atau bila dalam monografi dinyatakan hanya tablet salut enterik, maka hanya
selama batas waktu yang dinyatakan.dalam monografi. Angkat keranjang dan
amati semua tablet: semua tablet harus hancur sempurna. Bila 1 tablet atau 2
tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak
kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna.
g. Uji disolusi (Ditjen POM, 2014)
Tujuan : menentukan kesesuaian dengan persyaratan pelepasan
obat yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet.
Prinsip : menggunakan dua tahap pengujian yaitu tahap asam dan
tahap dapar menggunakan alat yang dinyatakan pada masing-masing monografi.
Persyaratan : dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 75%
Kondisi disolusi yang digunakan :
1. Alat : tipe 1 atau 2 gunakan alat seperti yang tertera pada masing-masing
monografi
2. Media disolusi : 900 mL air
3. Kecepatan: 75 rpm (apparatus 2)
4. Waktu : 30 menit
Tabel 4.2 Penerimaan (tahap asam)
Tahap Σ yang diuji Kriteria Penerimaan
A1 6 Tidak satupun jumlah zat aktif yang terlarut melebihi 10%
A2 6 Rata-rata zat aktif yang terlarut dari 12 unit sediaan (A1 + A2)
tidak lebih dari 10% dan tidak satu unit sediaan pun dari
jumlah zat aktif yang terlarut lebih dari 25%
A3 12 Rata-rata zat aktif yang terlarut dari 24 unit sediaan (A1 + A2
+ A3) tidak lebih dari 10% dan tidak satu unit sediaan pun dari
jumlah zat aktif yang terlarut lebih dari 25%
33

Tabel 4.3 Penerimaan (tahap dapar)


Tahap Σ yang diuji Kriteria Penerimaan

B1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%


B2 6 Rata-rata dari 12 unit (S1 +S2) ≥ Q dan tidak satu unit sediaan
yang lebih kecil dari Q -15%
B3 12 Rata-rata dari 24 unit (S1 + S2+ S3) ≥ Q, tidak lebih dari 2 unit
sediaan yang < Q -15% dan tidak satu unit pun yang < Q - 25%

NB : Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut dalam kedua tahap asam dan dapar yang
tertera pada monografi.

4.3.Pemilihan mesin produksi


Tabel 4.4 Daftar Pemilihan Alat Produksi
No. Nama Alat Merk/Type Alat Kapasitas
1 Timbangan (R. Penimbangan) AND HV 200 KGL 200 Kg
2 Timbangan (R. Penimbangan) AND/GF-300 300 g
3 Timbangan (R. Pengemasan) AND/ GX 6100 6.100 g
4 Double Cone Mixer BTT 100 kg
33.500
5 Mesin Cetak Tablet CVC/UV-24
tab/jam
6 Fluid Bed Dryer CPFBD/FBD60 100 L
12-120
7 Siever Fitzmill/GFS-8A
mesh
8 Mixer RIDDHI/RDMM 100 156 L
9 Hardness Tester Manesty -
10 Friability Apparatus Pharmeq -
11 Desintegration Apparatus Pharmeq -
24.000
10 Mesin Strip Chen Tai/CT-APM-C
tablet/jam
11 Mesin Coding Daichi/ DH-7 -
12 Mesin Coding Morico/ M-470 -
34

4.4.Validasi Proses Produksi


. Protokol proses produksi ini merupakan panduan untuk melakukan validasi
proses pengolahan BeTab di PT. Bubuhan Pharma , meliputi pengawasan
parameter kritis pembuatan, pengambilan sampel yang tepat dan pengujian selama
pengolahan. Validasi proses dilakukan terhadap 3 bets produk, dengan ukuran
bets yang sama dengan bets produksi (Prospektif). Prosedur dan dokumentasi
disesuaikan dengan CPOB yang berlaku dan standar internal.
4.4.1. Tanggung Jawab
1. Bagian Validasi
 Menyusun protokol dan laporan validasi.
 Melaksanakan pengujian fisika dan kimia yang diperlukan untuk
menganalisis bets validasi.
 Melakukan uji stabilitas.
 Mengevaluasi hasil uji stabilitas.
 Menangani kendala dan penyimpangan dalam validasi.
2. Bagian Produksi
Memastikan bahwa :
 Peralatan terkait sudah terkualifikasi, tersimpan dengan benar dan siap
digunakan.
 Protap yang digunakan untuk memproduksi bets validasi, pengawasan
selama proses dan pengambilan sampel sudah sesuai dengan yang tercantum
dalam Protokol ini.
 Proses pembuatan dilaksanakan sesuai Prosedur Pengolahan Induk yang
berlaku.
3. Bagian Bagian Pemastian Mutu
Bertanggung Jawab untuk :
 Mengkaji dan menyetujui Protokol dan Laporan Validasi.
 Mengkaji dan memberikan persetujuan serta pelulusan atas bets validasi.
4. Pengawasan Mutu
Bertanggung Jawab untuk :
 Melakukan pengujian tambahan yang diminta dalam Protokol ini.
35

 Menangani Hasil Uji di Luar Spesifikasi (HULS).


4.4.2. Komposisi/Formula

Skala Pilot 10.500


Bobot per Tablet Skala Produksi
Bahan Baku tablet
(mg) 105000 tablet (kg)
(g)
Betametason 0,5 5,775 0,0578
Pati jagung 20 210 2,1
Laktosa monohidrat 85,5 897,75 8,978
Pati jagung 3 31,5 0,315
Polisorbat 80 0,5 5,25 0,053
Magnesium stearat 0,5 5,25 0,053
Air murni Qs 262,5 2,625

4.4.3. Spesifikasi Bahan Awal


Daftar bahan baku yang digunakan pada proses produksi

Kode Pemasok/ No. Metode


No Bahan Baku
Material Pembuatan Pengujin

1. Betametason AN001 Nepachem SD-PROD 01


2. Pati Jagung EM003 BASF SD-PROD 32
3. Laktosa monohidrat EC004 BASF SD-PROD 50
4. Polisorbat 80 EM004 Innopos SD-PROD 33
5. Mg Stearat EM005 Innopos SD-PROD 34
36

4.4.4. Perlengkapan dan Peralatan yang digunakan


Peralatan dan perlengkapan yang digunakan pada proses pembuatan harus sudah dikualifikasi dan dikalibrasi sebelum produksi
dimulai.

Tanggal
No. Nama Alat Merk/Type Alat Kapasitas Kalibrasi Pemeriksa Tanggal
Terakhir

1 Mettler Toledo SB 8.100 g


Timbangan (R. Penimbangan)
8001
2 Timbangan (R. Mesin Cetak 1) AND/GF-300 310 g
3 Timbangan (R. Pengemasan) AND/GX-4000 4.000 g
4 Fluid Bed Dryer CPFBD/FBD60 100 L
5 Siever Fitzmill/GFS-8A 12-120 mesh
6 Mixer RIDDHI/RDMM 100 156 L
7 Mesin Cetak Tablet CVC/UV-24 33.500 tab/jam
8 Hardness Tester Manesty -
9 Friability Apparatus Pharmeq -
10 Desintegration Apparatus Pharmeq -
20.000
11 Mesin Strip Chen Tai/CT-APM-C
tablet/jam
12 Mesin Coding Daichi/ DH-7 -
37

4.4.5. Sistem Penunjang


Peralatan No.Dokumen Tanggal

HVAC - -

4.4.6. Kondisi Ruangan yang Digunakan Saat Proses Pembuatan


Ruangan Kelembaban Suhu Diperiksa Oleh Tanggal
Pencampuran 45 – 75 % 20 – 30 °C
Pencetakan 45 – 75 % 20 – 30 °C
Stripping 45 – 75 % 20 – 30 °C
Pengemasan
45 – 75 % 20 – 30 °C
sekunder
38

4.4.7. Bagan Alur Proses


Campurkan pati jagung dengan air dingin, aduk dengan kecepatan rendah. Panaskan
sisa air pada suhu 71 °C lalu campurkan dengan campuran sebelumnya, dinginkan
hingga 50 °C. Tamabhkan polisorbat ke dalam campuran sediki demi sedikit (a)

Campurkan zat aktif betametason dengan laktosa monohidrat lalu ayak dengan
menggunakan pengayak 250 µm. Ayak pati jagung sebanyak dengan ukuran
pengayak yang sama Campurkan semua bahan tersebut di dalam mixer dengan
kecepatan lambat selama 15 menit (b)

Tambahkan pasta pati jagung (a) ke dalam campuran (b) di dalam mixer, campur
selama 10 menit. Ayak campuran tersebut dengan menggunakan Fitzmill sieve
dengan menggunakan kecepatan sedang. Keringkan granul dengan menggunakan
fluid bed dryer pada suhu 55 °C selama 10 jam. Ayak granul kering menggunakan
pengayak ukuran 1 mm, hasil ayakan langsung dimasukkan kedalam blender double
cone. Masukkan magnesium stearat yang sudah diayak menggunakan pengayak
ukuran 250 µm ke dalam blender double cone tersebut dan campur dengan granul
selama 1 menit

Masukan kedalam mesin pengempa (pencetak tablet)

Setting mesin pencetak tablet

Produk ruah tablet yang sudah jadi dilakukan rekonsiliasi dan kemudian dibawa ke
ruang pengemasan
39

4.4.8. Pola Pengambilan Sampel


a. Pencampuran
Sampel diambil dari 10 tempat seperti gambar di bawah ini :

S1 S2 S3

S5
S4 S6

S10

S7 S8 S9

S1 , S2, : Posisi atas pengaduk


S3
S4 , S5, : Posisi tengah pengaduk
S6
S7 , S8, : Posisi dasar/bawah pengaduk
S9
S10 : Posisi bawah tengah pengaduk

1. Pencetakan
Sampel diambil dari pencetakan awal, tengah, dan akhir.
2. Sripping
Sampel diambil dari penyetripan awal, tengah, dan akhir.
3. Pengemasan
Lakukan pemeriksaan pada awal, tengah, dan akhir proses pengemasan.
4.4.9. Kriteria Penerimaan
Validasi dianggap lulus dan dapat diterima apabila hasil pengujian yang
diperoleh memenuhi batasan spesifikasi. Seluruh parameter pengujian yang
tercantum dalam lampiran telah dilaksanakan.
40

4.5.Pengemasan
Kemasan primer untuk tablet betametason dipilih dalam bentuk strip dimana
tiap strip berisi 10 tablet, sedangkan untuk kemasan sekunder dipilih dalam
bentuk dus karton dimana tiap dus karton berisi 10 strip. Sehingga untuk 105.000
tablet menghasilkan 10.500 strip atau 1.050 dus. Alasan pemilihan kemasan
tersebut adalah untuk menjaga stabilitas dan kualitas dari tablet. Pemilihan bentuk
strip untuk melindungi tablet dari pengaruh udara luar serta agar terhindar dari
cahaya matahari yang memungkinkan mengganggu stabilitas dari sediaan. Jenis
kemasan yang digunakan adalah strip foil polos perak yang bertuliskan nama
produk, nama perusahaan, logo penandaan dan kekuatan sediaan. Pada salah satu
sisi strip tredapat jet print BN, ED dan HET. Poly fl polos perak, jenis kemasan
ini banyak digunakan untuk senyawa yang relatif stabil dan mengacu pada sediaan
yang sudah ada dipasaran jenis kemasan yang digunakan adalah poly fl polos
perak. Sehingga dengan penggunana jenis kemasan ini dapat menjaga stabilitas
dari obat betametason. Contoh gambar kemasan terlihat pada gabar 4.1 dan 4.2
Berikut merupakan proses pengemasan secara umum saat produksi :
a. Siapkan dokumen pengemasan induk sebagai pedoman dalam melakukan
proses pengemasan
b. Lakukan cek kesesuaian bahan-bahan yang digunakan dalam proses
pengemasan
c. Lakukan pembersihan jalur pengemasan sebelum dilakukan kegiatan
d. Penyiapan bahan pengemas diruang produksi
e. Cek sesuaian setting mesin pengemasan untuk emastikan bahwa proses
pengemasan
f. Dilakukan initial running striping tanpa menggunakan tablet hingga diperoleh
hasil strip yang baik
g. Lakukan cek sensor pocket kosong mesin blister
h. Lakukan prosedur stripping sesuai dengan protap
i. Lakukan uji kebocoran dengan menggunakan alat uji kebocoran
41

j. Letakan hasil strip baik pada conveyor untuk dilanjutkan tahap kemas
sekunder. pisahkan produk yang rusak pada tempat khusus dan pastikan tidak
terjadi campur baur dengan dengan produk yang baik
k. Lakukan rekonsiliasi pada produk sebelum dilakukan ke proses pengemasan
sekunder
l. Lakukan cek kesiapan jalur pengemasan sekunder
m. Siapkan produk yang akan dikemas sekunder
n. Lakukan proses pengemasan yaitu dengan memasukan 10 strip produk BeTab
dan 1 brosur kedalam kemasan dus.
o. Di lakukan penyegelan dengan menggunakan cellotape
p. Setting mesin yang digunakan selama proses pengemasan sekunder, tremasuk
mesin jetprint untuk cetak penandaan BN, MD, ED dan HET
q. Lakukan jetprint BN, MD, ED dan HET
r. Lakukan proses wrapping dus yang kemudian dimasukan kedalam masterbox,
dus yang disusun kedalam masterbox.
s. Lakukan penutupan dan penandaan pada master box
t. Lakukan rekonsiliasi terhadap material kemasan sekunder yang digunakan
u. Lakukan pemusnahan kemasan afkir primer dan sekunder
v. Semua kegiatan proses pengemasan dilakukan berdasarkan prosedur
pengemasan induk, dan seriap kegiatan harus tredokumentasi dengan baik
w. Sebleum melakukan ketahapan berikutnyaharus mendapat persetujuan
penaggung jawab line produksi khususnya bagian pengemasan.
42

BeTab
Betametason 0,5 mg

PT. Buhan Ikam Pharma


Bandung - Indonesia

No. Batch : 15111001


Exp. Date : 10 2018
No. Reg : DKL1510400110A1

BeTab
Betametason 0,5 mg

PT. Bubuhan Pharma


Bandung - Indonesia

Gambar 4.2 Kemasan Primer (Strip)

BeTab
BeTab : 15111001
: 10 2018

DKL1510400110A1
Betametason 0,5 mg :
Betametason 0,5 mg
No. Batch
Exp. Date
No. Reg

Komposisi : Tiap tablet mengandung Betametason 0,5 mg

Farmakologi, Indikasi, Kontra Indikasi, Efek Samping, Peringatan Dan


Perhatian, Dosis dan Aturan Pakai : Lihat Brosur
Wadah dan Kemasan : Dus berisi 100 tablet (5 strip @ 10
tablet)

Simpan pada suhu di bawah 250C ditempat kering dan terlindung cahaya
PT. Bubuhan Pharma
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Bandung - Indonesia

Gambar 4.3 Kemasan Sekunder (Dus karton)


43

4.6.Penyimpanan
Produk yang telah dikemas kedalam master box dibawa ke dalam gudang
produk jadi kemudian disimpan pada suhu yang tercantum di label (<30 °C)
ditempat kering dan terlindung cahaya.
44

BAB V
REGULASI DAN PERUNDANGAN

5.1.Registrasi
Berdasarkan Permenkes Nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang
Registrasi Obat dan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.10.11.08481
tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, maka tablet
betametason termasuk registrasi baru kategori 2 karena merupakan Obat Copy.
Prosedur registrasi obat jadi dibagi menjadi dua tahapan, yaitu:
5.1.1. Pra registrasi
Permohonan pra-registrasi obat dilakukan untuk penapisan registrasi obat,
penentuan kategori registrasi, penentuan jalur evaluasi, penentuan biaya evaluasi
dan penentuan dokumen registrasi obat.
Paling lama dalam jangka waktu 40 (empat puluh) hari sejak diterimanya
permohonan, Kepala Badan POM memberikan surat Hasil Pra-Registrasi (HPR)
kepada pendaftar. HPR berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal dikeluarkan.
5.1.2. Registrasi
Registrasi obat dilakukan setelah tahap pra-registrasi. registrasi diajukan
oleh Pendaftar secara tertulis kepada Kepala Badan POM dilampiri dengan
dokumen registrasi. Terhadap permohonan registrasi dikenai biaya sebagai
penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dokumen registrasi terdiri atas:
a. Bagian I : Dokumen Administratif, Informasi Produk, dan Penandaan
b. Bagian II : Dokumen Mutu
c. Bagian III : Dokumen Non-klinik
d. Bagian IV : Dokumen Klinik
5.2.Penandaan Sesuai Undang-undang
Betametason 0,5 mg tablet termasuk ke dalam daftar obat keras (G =
Gevaarlijk). Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan
resep dokter. SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
45

02396/A/SKA/III/1986 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G, maka


penandaan khusus obat keras pada wadah leaflet atau brosur untuk sediaan tablet
Betametason 0,5 mg harus sama atau mendekati contoh tanda khusus di bawah ini:

Gambar 5.1 Penandaan Obat Keras


"Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan
huruf K yang menyentuh garis tepi“.
5.2.1. Nomor Registrasi
Nomor registrasi sediaan tablet Betametason 0,5 mg adalah:
DKL1510400110A1
D : Obat dengan nama dagang
K : Golongan obat keras
L : Produksi dalam negeri (lokal)
15 : Tahun penandaan obat jadi (tahun 2015)
104 : Nomor urut pabrik di Indonesia
001 : Nomor urut obat jadi yang disetujui oleh pabrik
10 : Nomor urut sediaan
A : Kekuatan obat jadi
1 : Kemasan untuk kekuatan obat jadi tersebut (kemasan pertama)
5.2.2. Nomor Batch
Nomor batch sediaan tablet Betametason 0,5 mg adalah:
15111001
1511 : bulan dan tahun produksi
10 : kode jenis produk
01 : nomor urut pembuatan
46

BAB VI
INFORMASI OBAT

6.1.Pelayanan Informasi Obat


Informasi yang harus diberikan kepada pasien/tenaga medis:
1. Memberitahukan pasien untuk mengkonsumsi obat langsung setelah makan
dan tidak menggunakannya bersamaan dengan obat lain atau mengganti terapi
kecuali berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter atau apoteker
2. Memberitahukan tentang efek samping yang mungkin seperti mulut dan
tenggorokan kering, gangguan menstruasi, serta adanya kemungkinan
terjadinya gangguan pencernaan pada lambung atau usus seperti ulkus
peptikum.
3. Memberitahukan pasien bahwa penggunaan jangka panjang terhadap obat ini
sebaiknya dihindari karena risiko efek samping yang besar seperti timbulnya
katarak/glaukoma, moon face, osteoporosis, perburukan diabetes mellitus dan
kegagalan jantung kongestif, berkurangnya masa otot, serta terjadinya
gangguan pertumbuhan pada anak-anak.
4. Memberitahukan kepada pasien yang hamil dan menyusui utuk menghindari
konsumsi betametason (Risk Factor C), konsultasi terlebih dahulu pada tenaga
medis.
5. Memberitahukan kepada pasien untuk tidak mengkonsumsi alkohol selama
penggunaan obat ini karena dapat meningkatkan risiko terjadinya iritasi
lambung serta disarankan untuk mengonsumsi suplemen kalium karena
betametason meningkatkan ekskresi kalium
6. Memberitahukan kepada tenaga medis/pasien untuk memonitoring kondisi
pasien selama penggunaan obat ini secara jangka panjang. Periksa kondisi
tinggi, berat, radiograf dada dan spinal, elektrolit, tes gula, tekanan darah, dan
okular, sebaiknya dilakukan evaluasi secara periodik.
7. Memberitahukan kepada tenaga medis bahwa terdapat beberapa interaksi obat
yang mungkin terjadi ketika penggunaan bersamaan dengan obat ini seperti
47

antasida, diuretik, fenitoin, dan serta sumplemen yang mengandung


echinachea.
8. Memberitahukan kepada tenaga medis bahwa penggunaan betametason secara
jangka panjang sebaiknya dihindari ketika reaksi klinis sudah didapatkan
sebaiknya obat segera dihentikan dan lakukan penurunan dosis secara bertahap.
48

6.2.Brosur Obat

BeTab® Tablet Betametason


Komposisi:
Tablet Betametason; 0,5 mg
Tiap1 tabletmengandung:
Betametason 0,5 mg

MekanismeKerja:
Betametason merupakan long acting glukorkotikoid yang bekerja dengan cara menekan atau mengurangi pembentukan, pelepasan dan aktivitas
mediator inflamasi, termasuk prostaglandin, kinin, histamin, enzim liposom dan juga merubah respon imun tubuh
Indikasi:
Betametason digunakan untuk pengobatanpenyakit reumathoid (arthritis rheumatoid), alergi dan inflamasi, gangguan pernafasan, gangguan
darah dan tuberkolosis meningitis.

Dosis:
Dewasa : 1-3 kali sehari 1-2 tablet
Anak-anak (6-12 tahun) : 1-3 kali sehari ½ - 1 ½ tablet
Sebaiknyadigunakanbersamaandenganmakananatausesudahmakanuntukmengurangiefeksampingpadalambung-usus
Efeksamping:
- Rasa haus dan tenggorokan kering, gangguan pencernaan
- Elektrolit: retensi natrium dan cairan, kehilangan kalium, hipertensi, dapat timbul moon face pada penggunaan jangka panjang
- Saluran pencernaan: ulkus peptik, pankreatitis
- Endokrin: ketidakteraturan menstruasi, hambatan pertumbuhan pada anak-anak, manifestasi diabetes mellitus laten, peningkatan
penggunaan insulin dan antidiabetes oral pada penderita diabetes mellitus
Kontraindikasi:
- Penderita yang hipersensitif terhadap setiap komponen obat ini
- Bayi baru lahir dan prematur
- Pasien dengan infeksi jamur sistemik
Peringatan:
- Penggunaan betametason jangka panjang sebaiknya dihindari. Segera hentikan penggunaan obat ketika reaksi klinis yang diinginkan
tercapai. Penurunan dosis yang bertahap harus dilakukan sebelum pengobatan dihentikan.
- Jangan memberi imunisasi pada penderita yang sedang mendapat terapi kortikosteroid.
- Setelah penghentian pada terapi jangka panjang atau dosis tinggi, mungkin perlu pemantauan sampai setahun
- Hati-hati penggunaan kortikosteroid pada ibu hamil (Risk Factor C) dan ibu menyusui karena kortikosteroid dapat menembus plasenta
dan terdistribusi melalui ASI, konsultasikan terlebih dahulu dengan tenaga medis.
- Kortikosteroid dapat menghambat pertumbuhan dan produksi kortikosteroid pada anak-anak.
Interaksi:.
- Antasida dapat menurunkan bioavailabilitas kortikosteroid (oral). Disarankan untuk modifikasi terapi.
- Penggunaan bersama dengan Phenobarbital, Phenytoin, Rifampisin, atau Efedrin dapat meningkatkan metabolisme kortikosteroid.
- Penggunaan bersama kortikosteroid dengan diuretika yang menguras kalium dapat meningkatkan hipokalemia
- Echinacea dapat menurunkan efek terapi dari penggunaan immunosupresan, disarankan untuk modifikasi terapi.
- Hindari penggunaan obat ini bersamaan dengan alkohol
Penyimpanan:
Padasuhukamar (di bawah 30°C)dan di ruangterlindungdaricahaya.
Kemasan:
Dusberisi 5 strip @10 tablet
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
No. Registrasi :
No. Batch :
Expire date :
PT. xxxxxBANDUNG
49

DAFTAR PUSTAKA

American Pharmacist Association. 2009. Drug Information Handbook 17th


Edition.Ohio: Lexi-Comp Inc

British Pharmacopoeia Comission. 2008. British Pharmacopoeia. London: Crown

Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. 1979. Farmakope Indonesia


Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta

Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. 1995. Farmakope Indonesia


Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta

Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. 2014. Farmakope Indonesia


Edisi V. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta

Japanese Pharmcopoeia Comission. 2006. Japanese Pharmcopoeia 15th Edition.


Tokyo: Yakuji Nippo

Lachman, Leon, Herbert A. Lieberman, and Joseph L. Kanig. 1990. The Theory
and Practice of Industrial Pharmacy. Third Edition. Bombay: Varghese
Publishing House

Lacy, Charles F., Lora L. Armstrong, Morton P. Goldman, Leonard L. Lance.


2009. Drug Information Handbook 17th Edition. American Pharmacists
Association: USA.

Rifa’i, M. 2012. Imunologi dan Bioregulator Edisi Pertama. Galaxy Sciences:


Malang.

Rowe, C Raymond., Paul J S, Marian E Q. 2009. Handbook of Pharmaceutical


Excipients. London: The Pharmaceutical Press

Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. 2007. British National Formulary


54th Edition. London: BMJ Publishing

Sweetman, Sean C. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference Thirty-Sixth


Edition. Pharmaceutical Press: London

Tatro, et al. 2003. A to Z Drug Facts. Facts and Comparisons: San Fransisco

United States Pharmacopoeia Comission. 2015. United States Pharmacopoeia 38th


Edition. The United States Pharmacopoeia Convention

Anda mungkin juga menyukai