Anda di halaman 1dari 14

1.

Toleransi Risiko dan Alokasi Aset


Profil investasi investor sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : usia, karir,
keuangan keluarga, besarnya jumlah investasi dan toleransi terhadap risiko. Setiap orang
tentu memiliki profil investasi yang berbeda dan gambaran yang berbeda pula dengan tingkat
kenyamanan atau toleransi terhadap risiko yang bisa diterimanya.
Toleransi risiko adalah kemampuan dan kerelaan investor untuk kehilangan sebagian atau
seluruh pokok investasi demi meraih potensi imbal hasil yang lebih besar. Seorang investor
yang agresif atau memiliki toleransi risiko yang tinggi mungkin berani kehilangan uangnya
demi mengejar imbal hasil yang lebih tinggi. Di sisi lain, seorang investor yang konservatif
cenderung akan memilih investasi yang mempertahankan pokok investasinya.
Pada umumnya profil investasi dibagi menjadi tiga :
1. Konservatif : Orang-orang dengan kebijakan investasi konservatif cenderung memilih
produk investasi dengan risiko rendah.
2. Moderat : Orang-orang yang menginginkan hasil investasi yang lebih tinggi tapi
masih ragu saat mengambil risiko.
3. Agresif : Orang-orang yang memang siap menghadapi segala kemungkinan
berkurangnya nilai pokok investasi.
Berikut beberapa instrumen investasi dan tingkat risikonya :
1. Aset Riil (berwujud)
Contohnya, Tanah, Rumah, dan Emas. Harganya dapat naik-turun, tetapi dalam
jangka panjang nilai aset ini cenderung meningkat.
2. Aset Finansial (tidak berwujud)
Pasar Uang : Deposito, Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Secara umum, instrumen
pasar uang memiliki tingkat risiko investasi berupa gagal membayar nilai investasi
dan bunga yang sangat rendah.
3. Obligasi
Surat Utang yang diperdagangkan di pasar modal dengan tingkat risiko investasi yang
rendah, namun risikonya sedikit di atas instrumen pasar uang. Risiko terbesar yang
dihadapi oleh investor sebagai pemegang obligasi adalah adanya kemungkinan
penerbit obligasi tidak dapat membayar kembali utangnya.
4. Saham

1
Tanda bukti kepemilikan atas sebuah perusahaan yang berhak atas pembagian
keuntungan yang didapatkan perusahaan (dividen). Saham memiliki tingkat risiko
investasi yang tinggi, karena terdapat risiko kebangkrutan perusahaan sehingga uang
Anda dapat hilang. Namun jika Anda yakin dengan kinerja perusahaan tersebut maka
terdapat potensi keuntungan yang sangat besar.
Selain itu juga ada Reksa Dana, yaitu wadah untuk menghimpun dana masyarakat
yang dikelola oleh badan hukum yang bernama Manajer Investasi untuk kemudian
diinvestasikan ke aset finansial lainnya. Reksa Dana merupakan solusi bagi orang
yang ingin berinvestasi dalam banyak aset namun memiliki dana yang terbatas dan
tidak memiliki banyak waktu serta pengetahuan melakukan analisis investasi.

2. Nonnormal Returns (Abnormal Returns)


Menurut Jogiyanto (2010:94), abnormal return merupakan kelebihan dari imbal hasil yang
sesungguhnya terjadi (actual return) terhadap imbal hasil normal. Imbal hasil normal
merupakan imbal hasil ekspektasi (expected return) atau imbal hasil yang diharapkan oleh
investor. Dengan demikian imbal hasil tidak normal (abnormal return) adalah selisih antara
imbal hasil sesungguhnya yang terjadi dengan imbal hasil ekspektasi.

Studi peristiwa menganalisis return tidak normal sekuritas yang mungkin terjadi di sekitar
pengumuman suatu peristiwa. Return tidak normal merupakan selisih dari return yang
sesungguhnya terjadi terhadap return normal. Return normal merupakan return yang
diharapkan oleh investor dan merupakan return yang terjadi pada keadaan normal dimana
tidak terjadi suatu peristiwa. Dengan sdanya peristiwa dimana return normal akan naik atau
akan turun. Hasil keseluruhan adalah return sesungguhnya yang terjadi dan return normal.

Abnormal Return bisa berarti baik, namun juga bisa berarti buruk, tergantung kondisinya.
Sebagai contoh, apabila setelah kita melakukan analisis terhadap saham A diperoleh
bahwa Expected Rate of Return saham A sebesar 10%, namun dalam kenyataannya, Tingkat
pengembalian yang dihasilkan oleh saham A sebesar 25%. Dalam kondisi semacam
ini, Abnormal Return berarti positif (baik) karena melampaui nilai Expected Rate of Return.
Berbeda apabila dalam kenyataanya, saham A memberikan tingkat pengembalian hanya
sebesar 5%, ini berarti Abnormal Return saham A adalah negatif (buruk).
2
Cara menghitung Abnormal Return :

3. Menentukan Return Ekspektasi

3
4
3. Portofolio Efisien dan Portofolio Optimal
Portofolio Efisien artikan sebagai portofolio dengan return tertinggi pada risiko tertentu, atau
portofolio dengan risiko terendah pada return tertentu. Investor perlu mempertimbangkan dan
menentukan sekuritas apa saja yang membentuk portofolio dan dapat mencapai efisien
maksimal. Indikator portofolio efisien:
- Mampu memberikan expected return terbesar dengan risiko yang sama,
- Mampu memberi risiko terkecil dengan expected return yang sama.
Penentuan portofolio yang efisien dilakukan dengan cara memilih tingkat expected tertentu dan
meminimumkan risikonya, atau menentukan tingkat risiko tertentu dan kemudian
memaksimumkan expected returnnya.
Portofolio optimal merupakan portofolio yang efisien yang memberikan manfaat maksimal bagi
investor. Portofolio optimal dipilih dan disukai oleh investor, karena memberikan manfaat
tertinggi, dari berbagai portofolio yang efisien namun hanya terdapat beberapa yang membentuk
portofolio optimal. Portofolio yang terbaik adalah portofolio yang optimal. Portofolio efisien
hanya mempunyai satu dari faktor terbaik, yaitu faktor expected return atau faktor risikonya.
Sementara portofolio yang optimal adalah portofolio yang memiliki kombinasi expected return
dan risiko yang terbaik. Pembentukan portofolio optimal dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu
pendekatan Markowitz dan pendekatan Single Index Model.

4. Diversifikasi dan Risiko Portofolio


Ibarat dua sisi mata uang, berinvestasi ada “return” dan juga ada “risk”. Kita sering mendengar
istilah “High Risk, High Return”, sebagai ungkapan adanya kesadaran bahwa hasil atau return
yang tinggi juga memiliki risiko yang tinggi pula. Namun dengan memahami beragam jenis
risiko dan melakukan pengelolaan risiko, Anda dapat mengoptimalkan keuntungan investasi
sambil menekan risiko serendah-rendahnya.
Terdapat dua macam risiko pada setiap sekuritas yaitu risiko yang dapat dihilangkan atau
diperkecil dan risiko yang tidak dapat dihilangkan melalui diversivikasi. Risiko sekuritas yang
dapat dihilangkan melalui diversifikasi disebut risiko yang tidak sistematis atau unsystematic risk
atau diversifiable risk. Untuk risiko yang tidak dapat dihilangkan melalui diversifikasi disebut
dengan risiko yang sistematis atau systematic risk, ada yang menyebutnya market risk. Risiko
yang sistematis adalah risiko yang terjadi karena faktor perubahan pasar secara keseluruhan,
seperti misalnya karena perubahan tingkat suku bunga yang mengakibatkan meningkatnya
5
tingkat keuntungan yang disyaratkan atas sekuritas secara keseluruhan, inflasi, resesi ekonomi,
peru¬bahan kebijakan ekonomi secara menyeluruh. Adapun risiko yang tidak sistematis adalah
risiko yang terjadi karena karakteristik perusahaan yang mengeluarkan sekuritas berbeda satu
dengan lain seperti misalnya dalam hal kemampuan manajemen, kebijakan investasi, kondisi dan
lingkungan kerja. Karena perbedaan atau keunikan itu maka masing-masing sekuritas memiliki
kepekaan yang berbeda terhadap setiap perubahan pasar.
Risiko yang tidak dapat diatasi perusahaan ini biasanya karena tidak dapat dikontrol oleh
perusahaan. Risiko yang ada diperusahaan dapat dibedakan tiga jenis risiko :
1. Risiko individual
Risiko yang berasal dari proyek investasi secara individu tanpa dipengaruhi oleh proyek lain.
2. Risiko perusahaan
Risiko yang dapat diukur tanpa mempertimbangkan keanekaragaman yang
dihadapi/portofolio yang dilakukan oleh investor.
3. Risiko pasar ( market risk )
Risiko investasi ditinjau dari investor yang menanamkan modalnya pada investasi yang juga
dilakukan oleh perusahaan dan perusahaan-perusahaan lain. Risiko investasi dapat diartikan
sebagai kemungkinan terjadinya perbedaan antara actual return dan expected return, sehingga
setiap investor dalam mengambil keputusan investasi harus selalu berusaha meminimalisasi
berbagai risiko yang timbul, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Setiap perubahan
kondisi ekonomi baik mikro ataupun makro akan mendorong investor untuk melakukan
strategi yang harus diterapkan untuk tetap memperoleh return.
Risk and return adalah kondisi yang dialami oleh perusahaan, institusi, dan individu dalam
keputusan investasi yaitu, baik kerugian maupun keuntungan dalam suatu periode akuntansi.
Hubungan antara risiko dengan tingkat pengembalian adalah:
1. Bersifat linear atau searah
2. Semakin tinggi tingkat pengembalian maka semakin tinggi pula risiko
3. Semakin besar asset yang kita tempatkan dalam keputusan investasi maka semakin besar
pula risiko yang timbul dari investasi tersebut.
4. Kondisi linear hanya mungkin terjadi pada pasar yang bersifat normal

Tipe-tipe Risiko
 Pure Risk (Risiko Murni) : suatu ketidakpastian terjadi, maka kejadian tersebut
6
pasti menimbulkan kerugian. Risiko murni dapat dikelompokkan menjadi 3 tipe
risiko, yaitu:
 Risiko aset fisik: risiko yang berakibat timbulnya kerugian pada aset fisik suatu
perusahaan/organisasi. Contoh: kebakaran, banjir, gempa, tsunami, gunung
meletus, dll.
 Risiko Karyawan: risiko yang disebabkan karena apa yang dialami oleh
karyawan yang bekerja di suatu perusahaan atau organisasi. Contoh :
kecelakaan kerja yang menyebabkan terganggunya aktivitas perusahaan.
 Risiko Legal : risiko dalam bidang kontrak yang mengecewakan atau kontrak
tidak berjalan sesuai dengan rencana. Contoh : perselisihan dengan perusahaan
lain sehingga adanya persoalan seperti penggantian kerugian.
 Speculative Risk (Risiko Spekulatif) : suatu ketidakpastian akan terjadinya untung
atau rugi. Risiko ini dapat dikelompokkan menjadi 4 tipe yaitu:
 Risiko Pasar: risiko yang terjadi dari pergerakan harga pasar. Contoh: harga
saham mengalami penurunan sehingga menimbulkan kerugian.
 Risiko kredit: risiko yang terjadi karena counter party gagal memenuhi
kewajibannya kepada perusahaan. Contoh : timbulnya kredit macet, persentase
piutang meningkat.
 Risiko likuiditas: risiko karena ketidakmampuan memenuhi kebutuhan kas.
Contoh: kepemilikan kas menurun, sehingga tidak mampu membayar hutang
secara tepat, menyebabkan perusahaan harus menjual aset yang dimilikinya.
 Risiko operasional: risiko yang disebabkan pada kegiatan operasional yang
tidak berjalan lancar. Contoh: terjadi kerusakan pada komputer karena berbagai
hal termasuk terkena virus.
 Static Risk (Risiko Statis) : mungkin sifatnya murni atau spekulatif asalnya dari
masyarakat yang tidak berubah yang berada dalam keseimbangan stabil. Contoh :
ketidakpastian terjadinya sambaran petir.
 Dynamic Risk (Risiko Dinamis) : mungkin sifatnya murni atau spekulatif timbul
dari perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Contoh : urbanisasi, perkembangan
teknologi.
 Subjective Risk (Risiko Subyektif) : berkaitan dengan kondisi mental seseorang
yang mengalami keragu-raguan dan kecemasan akan terjadinya kejadian tertentu.
7
 Objective Risk (Risiko Obyektif) : probabilitas penyimpangan aktual dari yang
diharapkan sesuai dengan pengalaman.

Sumber-sumber Risiko
Menurut Eduardus Tandelilin, sumber-sumber risiko adalah :
 Risiko suku bunga. Naik turunnya suku bunga perbankan akan mempengaruhi
keputusan publik dalam menetapkan keputusannya. Jika suku bunga naik maka
publik akan menyimpan dananya di bank seperti dalam bentuk deposito, namun
jika turun maka publik akan menggunakan dananya untuk membeli saham.
 Risiko pasar. Kondisi risiko pasar dapat dilihat pada saat fluktuasi pasar, krisis
moneter, dan resesi ekonomi.
 Risiko Inflasi. Saat inflasi daya beli masyarakat turun, sedangkan saat normal
daya beli masyarakat naik.
 Risiko Bisnis.
 Risiko Finansial.
 Risiko Likuiditas.
 Risiko Nilai tukar mata uang
 Risiko Negara. Berkaitan dengan keadaan politik.
Risiko Sistematis & Tidak Sistematis
a) Systematic Risk (Resiko sistematis)
Resiko sistematis disebut juga dengan market risk atau resiko umum.
Resiko sistematis resiko yang sifatnya mempengaruhi secara menyeluruh.
Contohnya krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia yang telah
menyebabkan banyak sekali perusahaan yang bangkrut dan meningkatnya
angka pengangguran. Selain itu terjadi pula pada tahun 2008 yaitu saat dunia
dilanda krisis finansial yang salah satunya disebabkan oleh kredit subrime
mortgage di Amerika Serikat (tahun 2008) yang sudah terlalu tinggi, dan
ternyata tidak bisa diatasi lagi.
b) Unsystematic Risk (Risiko tidak sistematis)
Unsystematic Risk disebut juga dengan resiko spesifik atau resiko yang dapat
didiversifikasikan.
Resiko yang tidak sistematis yaitu hanya membawa dampak pada perusahaan
8
yang terkait saja. Jika suatu perusahaan mengalami Unsystematic Risk maka
kemampuan untuk mengatasinya masih akan bisa dilakukan, karena
perusahaan bisa menerapkan berbagai strategi untuk mengatasinya. Contohnya
jika harga sekuritas perusahaan jatuh, maka perusahaan menerapkan berbagai
strategi investasi.

Mengelola Resiko
Dalam aktivitas yang namanya resiko adalah pasti terjadi dan sulit untuk dihindari
sehingga bagi sebuah lembaga bisnis seperti perbankan sangat penting untuk
memikirkan bagaimana mengelola resiko tersebut. Dalam mengelola resiko pada
dasarnya ada 4 cara yaitu :
 Memperkecil resiko, dengan cara tidak memperbesar setiap keputusan yang
mengandung resiko tinggi tapi membatasinya bahkan meminimalisirnya agar
resiko tersebut tidak menambah menjadi besar dan diluar kontrol manajemen
perusahaan.
 Mengalihkan resiko, dengan cara mengalihkan resiko yang kita terima
tersebut ketempat lain seperti mengasurasikan bisnis guna menghindari
terjadinya resiko yang sifatnya tidak tentu waktunya
 Mengontrol resiko, dengan cara melakukan kebijakan mengantisipasi terhadap
timbulnya resiko sebelum terjadi, seperti memasang alarm terhadap mobil,
menempatkan satpam pada siang atau malam hari
 Pendanaan resiko, dengan cara menyediakan dana cadangan (reserve) guna
mengantispasi timbulnya resiko dikemudian hari, seperti perubahan terhadap
nilai tukar dolar dipasaran maka kebijakan sebuah bank adalah harus memiliki
dana cadangan dalam bentuk dolar

9
5. Alokasi Aset dengan Saham, Obligasi & Kas
Saat ini tersedia berbagai pilihan instrument investasi, seperti Sertifikat Bank Indonesia, saham,
obligasi (baik obligasi yang diterbitkan pemerintah maupun korporasi), reksa dana, Exchange
Traded Fund (ETF), dan lain sebagainya. Demi memenuhi berbagai kebutuhan finansial,
investasi di berbagai jenis aset mungkin merupakan strategi yang baik. Secara umum, ada tiga
jenis aset utama: (1) saham, (2) obligasi atau efek pendapatan tetap, dan (3) kas. Mari kita telaah
lebih lanjut karakteristik ketiga jenis aset ini :
1. Saham – secara historis, saham memiliki risiko dan imbal hasil tertinggi di antara ketiga jenis
aset. Sebagai suatu kategori aset, saham menawarkan potensi terbesar bagi peningkatan nilai
portofolio. Namun di sisi lain, volatilitas saham membuat jenis aset ini menjadi sangat
beresiko dalam jangka pendek. Sebagai ilustrasi, Di Amerika Serikat saham-saham
perusahaan besar secara agregat mengalami penurunan nilai rata-rata sekali setiap tiga tahun.
Terkadang nilai kerugian yang ditimbulkan juga bisa sangat besar. Akan tetapi investor yang
mau menerima volatilitas dalam kurun waktu yang lama pada umumnya menerima imbal
hasil yang positif dan tinggi.

10
2. Obligasi – pergerakan harga obligasi secara umum relatif lebih tidak bergejolak
dibandingkan saham, namun imbal hasilnya lebih rendah. Oleh karena itu, seorang investor
yang sudah hampir mencapai tujuan investasinya mungkin akan memperbesar porsi di
obligasi relatif terhadap porsi saham dalam portofolio investasinya karena berkurangnya
risiko dirasakan lebih atraktif meskipun imbal hasil yang dihasilkan akan lebih rendah. Di
lain pihak, ada juga obligasi yang menawarkan imbal hasil yang tinggi, bahkan serupa
dengan imbal hasil saham. Namun obligasi demikian, yang dikenal dengan istilah high-yield
bonds atau junk bonds, juga memiliki tingkat risiko yang tinggi.
3. Kas – kas dan setara kas seperti tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito, SBI dan
reksa dana pasar uang merupakan instrumen yang paling aman (berisiko paling kecil) namun
menawarkan imbal hasil terendah di antara ketiga asset class. Kemungkinan bagi investor
untuk kehilangan dana dalam investasi di asset class ini pada umumnya sangat rendah. Untuk
produk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lain yang dipersamakan
dengan itu, pemerintah bahkan melakukan penjaminan melalui Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS). Satu-satunya faktor yang menjadi pertimbangan investor untuk berinvestasi di kas
atau setara kas adalah risiko inflasi, yaitu risiko laju inflasi bergerak lebih cepat dari laju
pertumbuhan imbal hasil.
Saham, obligasi dan kas merupakan asset class yang paling umum. Di luar ketiga asset class
tersebut masih ada beberapa asset class lainnya seperti properti/real estat, logam berharga,
komoditas dan private equity. Investasi pada asset class ini umumnya memiliki profil risiko yang
spesifik, sehingga investor sebaiknya mempelajari terlebih dahulu faktor-faktor risiko terkait dan
memastikan bahwa risikonya dapat diterima.
6. Model Portofolio Optimal Markowitz
Model penentuan portofolio yang menekankan pada hubungan return dan risiko investasinya
adalah model Markowitz. Model ini dapat mengatasi kelemahan dari diversifikasi random.
Anggapan bahwa penambahan jumlah saham dalam satu portofolio secara terus menerus akan
memberikan manfaat yang semakin besar, berbeda dengan model Markowitz. Model ini
meyakini bahwa penambahan saham secara terus menerus pada satu portofolio, pada suatu titik
tertentu akan semakin mengurangi manfaat diversifikasi dan justru akan memperbesar tingkat
risiko (Tandelilin, 2010:116). Penentuan portofolio efisien merupakan hal terpenting yang harus
diperhatikan dalam menentukan portofolio optimal. Model Markowitz menunjukkan bahwa
varians dari return portofolio pada sekuritas finansial tidak hanya bergantung pada seberapa
11
berisikonya aset individual dalam portofolio tetapi lebih kepada hubungan risiko tersebut
terhadap sekuritasnya (Suqaier dan Ziyud, 2011)
Contoh, beberapa pokok permasalahan yang dapat dirumuskan, yaitu saham-saham perusahaan
perbankan manakah yang termasuk dalam kombinasi portofolio optimal dengan
menggunakan model Markowitz, seberapa besar proporsi dana yang harus diinvestasikan pada
masing-masing saham perusahaan perbankan dan tingkat return portofolio yang diharapkan
serta risiko dari portofolio optimal tersebut. Penelitian ini bertujuan mengetahui saham-saham
yang termasuk dalam kombinasi portofolio optimal, besar alokasi dana, tingkat return, serta
risiko dari portofolio optimal yang terbentuk.
Analisis portofolio optimal dilakukan dengan mendasarkan perhitungan pada model

Markowitz, dimana langkah-langkah yang harus ditempuh antara lain:

Pertama, menghitung return saham dari masing-masing sampel saham perusahaan sektor

perbankan yang dinyatakan dalam satuan persen menggunakan rumus (Hartono, 2010:207):

………………………..………………………….(1)

Dimana :

Pt = harga saham pada periode ke-t

Pt-1 = harga saham pada periode t-1

D1 = dividen yang dibagikan

Kedua, menghitung expected return masing-masing sampel dengan rumus

(Husnan, 2009:50):

……………….………………….………………………….(2) Keterangan:

E(Ri) = rata-rata expected return saham perusahaan ke-i

Rij = tingkat keuntungan pada investasi i

N = banyaknya peristiwa yang mungkin terjadi

Ketiga, menghitung varian masing-masing saham dengan rumus (Tandelilin,

12
2010:55):

…………………………….…………... …….……(3)

Keempat, mencari nilai kovarian antara dua buah saham dalam portofolio menggunakan

formulasi Hartono (2010:264):

……….………....…(4 )

Kelima, menghitung expected return portofolio yang telah terbentuk dengan formula

(Ahmad, 2004:103) :

………………………….…………………..……..(5) Dimana, Wi

merupakan bobot/proporsi dana yang akan dialokasikan untuk masing-masing saham.

Keenam, varian portofolio dihitung menggunakan formula (Hartono,

2010:257):

…………………..………..………...(6)

Ketujuh, menghitung proporsi investasi (Wi) dengan meminimumkan fungsi tujuan

(Hartono, 2010:313) :

……...……………………....…...(7) Parameter

kunci yang dipakai adalah Wi dengan batasan , Wi ≥ 0 untuk i=1,2,…..,n, dan

Ke delapan, menghitung expected return portofolio optimal dengan rumus yang sama

seperti pada langkah kelima.

Ke sembilan, menentukan varian portofolio optimal menggunakan rumus yang sama

dengan perhitungan varian portofolio namun dengan tambahan penggunaan proporsi akhir/

bobot yang telah dihitung sebelumnya dengan formulasi sebagai berikut (Hartono, 2010:274)

13
…………………………….....….(8)

Apabila semua langkah-langkah telah dilakukan dengan benar, maka akan diperoleh

portofolio optimal yang terdiri dari saham-saham potensial. Portofolio optimal akan terlihat dari

hasil yang ditunjukkan oleh perhitungan proporsi investasi pada masing-masing saham.

Jumlah saham pada portofolio optimal dapat berbeda dengan jumlah saham pada portofolio

efisien.

14

Anda mungkin juga menyukai