Anda di halaman 1dari 46

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke meupakan serangan otak yang timbulnya mendadak akibat

tersumbatnya atau pecahnya pembuluh darah otak dengan gejala lemas,

lumpuh sesaat atau gejala berat sampai kehilangan kesadaran dan kematian,

bukan hanya menyerang usia lanjut tetapi juga dialami oleh mereka yang

berusia produktif. Penyakit ini juga menimbulkan kecacatan terbanyak pada

kelompok usia dewasa yang masih produktif (Batticaca,2014). Stroke juga

merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut fokal maupun global

akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke

hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai

bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan

cacat, atau kematian. Stroke iskemik merupakan suatu penyakit yang diwali

dengan terjadinya serangkaian perubahan dalam otak yang terserang yang

apabila tidak ditangani dengan segera berakhir dengan kematian otak

tersebut. Sedangkan stroke hemoragik merupakan penyakit gangguan

fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya aliran darah ke

otak yang disebabkan oleh perdarahan suatu arteri serebralis. Darah yang

keluar dari pembuluh darah dapat masuk ke dalam jarigan otak sehingga

terjadi hematom (Junaidi,2012).

Faktor resiko yang paling sering menyebabkan penyakit ini diantaranya

adalah gaya hidup yang kurang sehat seperti : merokok, minum alkohol

1
2

secara berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas, minum-minuman

yang mengandung kafein secara berlebihan, pola makan yang tidak teratur,

dls (Junaidi, 2012). Selain faktor di atas ada beberapa faktor yang tidak dapat

di ubah seperti : keturunan, umur, ras dan jenis kelamin (NIC-NOC, 2015).

Akibat awal atau hal yang sering menjadi tanda awal dari stroke adalah

hemiparesis kontralateral (kelumpuhan separuh anggota extrimitas atas dan

bawah yang bersilangan dengan hemisfer yang terkena). Kesulitan yang

muncul pertama kali tentu saja gangguan mobilitas fisik atau

ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehingga mengganggu

proses pemenuhan kebutuhan dasar (Muttaqin, 2008).

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2012, stroke

termasuk dalam 10 penyebab kematian tertinggi di dunia. Stroke merupakan

penyakit penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit iscemia

corronaria (jantung koroner) dengan jumlah kematian 6,7 juta jiwa.

Prevalensi stroke tertinggi menurut departemen kesehatan tahun 2013

terdapat di Jawa Timur yang menduduki nomer ke 4 sebesar 16 %.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden yang pernah di diagnosis

oleh Tenaga Kesehatan juga meningkat dari 8,3 per 1000 pada tahun 2007

menjadi 12,1 per 1000 di tahun 2013. Pada tahun 2020 diperkirakan 7,6 juta

orang akan meninggal karena stroke. Peningkatan tertinggi akan terjadi di

negara berkembang, terutama di wilayah Asia Pasifik. Di Indonesia sendiri

diperkirakan terjadi sekitar 800 -1.000 kasus stroke setiap tahunnya (Junaidi,

2012). Stroke yang paling sering terjadi adalah stroke iskemik atau yang
3

sering disebut dengan stroke non perdarahan, dari 100 % kasus sekitar 80-85

% adalah kasus stroke iskemik sedangkan kasus stroke hemoragik hanya

sekitar 15-20 % (Price & Wilson, 2012).

Bagi pasien stroke kemungkinan ada satu atau beberapa kebutuhan dasar

pasien yang akan terganggu. Kebutuhan dasar manusia dibagi menjadi

kebutuhan fisik, psikologis dan sosial. Kebutuhan fisik harus dipenuhi lebih

dahulu karena merupakan kebutuhan yang terbesar meliputi nutrisi, istirahat,

oksigen, eliminasi, kegiatan seksual. Seperti pasien yang mengalami tirah

baring terlalu lama, selain itu reflek menelan terganggu sehingga

menimbulkan obstruksi jalan nafas ditandai dengan bunyi nafas abnormal,

perubahan frekuensi pernafasan, pergerakan dada cepat, tampak

menggunakan otot bantu nafas, dan perubahan kedalaman pernafasan.

Ketidakmampuan mengeluarkan sekret, batuk tidak efektif, adanya slym

kental mucopurulen (sekret kental yang bewarna kuning kehijauan). Sehingga

muncul masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk

membersihkan sekret atau obstruksi saluran nafas guna mempertahankan

jalan nafas yang bersih (NANDA,2015)

Dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien stroke dengan masalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu perawat dapat mengajarkan batuk

efektif, dilakukan fisioterapi dada dan tindakan suction bagi pasien yang tidak

sadar guna membantu mengeluarkan sumbatan seperti sekret. Sehingga

penulis tertarik untuk melakukan pengelolaan kasus dalam penulisan karya


4

tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami

stroke dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di Ruang Penyakit

Dalam RSUD Blmbangan Banyuwangi 2017”.

1.2 Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan Klien

yang mengalami stroke dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

diRuang Penyakit Dalam RSUD Blambangan Banyuwangi 2017.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah “Bagaimana

asuhan keperawatan pada klien yang mengalami stroke dengan

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas diRuang Penyakit DalamRSUD

Blambangan Banyuwangi 2017?”

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami stroke

dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di Ruang Penyakit

Dalam RSUD Blambangan Banyuwangi 2017.

1.4.2 Tujuan Khusus


5

1) Melakukan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami

stroke dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di Ruang

Penyakit Dalam RSUD Blambangan Banyuwangi 2017.

2) Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien yang mengalami

stroke dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas diRuang

Penyakit DalamRSUD Blambangan Bangyuwangi 2017.

3) Menyusun perencanaan keperawatan pada klien yang mengalami

stroke dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas diRuang

Penyakit Dalam RSUD Blabangan Banyuwangi 2017.

4) Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien yang mengalami

stroke dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas diRuang

Penyakit Dalam RSUD Blambangan Banyuwangi 2017.

5) Melakukan evaluasi pada klien yang mengalami stroke dengan

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas diRuang Penyakit Dalam

RSUD Blambangan Banyuwangi 2017.

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini sebagai tambahan ilmu bagi profesi

keperawatan dibidang keperawatan medikal bedah khusunya asuhan

keperawatan pada klien stroke dengan ketidakefektifan bersihan jalan

nafas yang tepat.

1.5.2 Manfaat Praktis


6

a) Bagi Peneliti

Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan

pengalaman, serta yang paling utama peneliti mampu menerapkan

atau mengaplikasikan ilmu khususnya asuhan keperawatan klien

yang mengalami stroke dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan

Nafas.

b) Bagi instansi pendidikan

Sebagai tambahan dalam literatur tentang asuhan keperawatan

klien yang mengalami stroke dengan Ketidakefektifan Bersihan

Jalan Nafas dapat digunakan acuan bagi praktek mahasiswa

keperawatan.

c) Rumah sakit

Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam

pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya stroke

dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas.

d) Bagi profesi keperawatan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dan informasi dibidang keperawatan tentang asuhan

keperawatan klien stroke dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan

Nafas.
7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. Konsep Stroke

2.1.1 Definisi

Stroke adalah cedera vascular akut pada otak yang disebabkan oleh

sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, sumbatan dan

penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah. Semua ini menyebabkan

kurangnya pasokan darah yang memadai dengan gejala tergantung pada

tempat dan ukuran kerusakan (Brunner & Suddarth,2010)

Stroke adalah penyakit yang terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh

darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Sehingga akibat

penyumbatan maupun pecahnya pembuluh darah tersebut, bagian otak

tertentu berkurang bahkan terhenti suplai oksigennya sehingga menjadi rusak

bahkan mati (Lamsudin, 2013).

Jadi stroke adalah gangguan fungsi saraf yang terjadi karena gangguan

aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak dengan gejala

atau tanda-tanda sesuai dengan daerah yang terganggu.

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Otak

Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat

computer dari semua alat tubuh. Jaringan otak dibungkus oleh selaput otak

7
8

dan tulang tengkorak yang kuat dan terletak dalam kavum kranii. Berat otak

orang dewasa kira-kira 1400 gram, setengah padat dan berwarna kelabu

kemerahan. Otak dibungkus oleh tiga selaput otak (meningen) dan dilindungi

oleh tulang tengkorak. Otak mengapung dalam satu cairan untuk menunjang

otak yang lembek dan halus. Cairan ini bekerja sebagai penyerap goncangan

akibat pukulan dari luar terhadap kepala (Syaifuddin, 2014).

Selaput otak (meningen) adalah selaput yang membungkus otak dan

sumsum tulang belakang untuk melindungi struktur saraf yang halus

membawa pembuluh darah dan cairan sekresi serebrospinalis memperkecil

benturan atau getaran pada otak dan sumsum tulang belakang. Selaput otak

(meningen) trdiri dari tiga lapisan :

1) Durameter, selaput keras pembungkus otak yang berasal dari

jaringan ikat tebal dan kuat.

2) Araknoidea, selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang

berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral.

3) Piameter, merupakan selaput tipis yang terletak pada permukaan

jaringan otak, piameter berhubungan dengan araknoid melalui

struktur jaringan ikat yang disebut trabekhel.

Secara garis besar, system saraf pusat dibagi menjadi 2, yaitu system saraf

pusat dan system sarat tepi. System saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan

medulla spinalis. System saraf luar SSP disebut system saraf tepi (SST).
9

Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik anatra SSP

dengan bagian tubuh lainnya (Syaifuddin, 2014)

Otak merupakan bagian utama dari system saraf, dengan komponen

bagiannya adalah:

1) Cerebrum

Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang mempunyai dua

belahan yaitu hemisfer kanan dan hemisfer kiri yang dihubungkan

oleh massa substansia alba yang disebut kropus kollosum. Sepasang

hemisfer kanan dan kiri tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan

sulkus (celah) dan girus.

Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:

a) Lobus fontalis

Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang

lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar,

bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi.

Lobus frontalis terletak di depan serebrum, bagian belakang

dibatasi oleh sulkus sentralis Rolandi. Bagian lateral lobus

frontalis terbagi dalam girus frontalis superior, girus frontalis

media, dan girus frontalis inferior (Syaifuddin,2014).

b) Lobus parietalis

Lobus parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di

girus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan

pendengaran. Permukaan bagian atas dan lateral terdiri dari


10

girus parietal posterior, girus parietal superior, girus

supramarginalis, girus angularis, dan bagian medial lobus

parasentralis (Syaifuddin,2014).

c) Lobus oksipitalis

Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penghilatan dan area

asosiasi penglihatan: menginterprestasi dan memproses

rangang penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan

rangsang ini dengan informasi saraf lain dan memori

(Syaifuddin,2014).

d) Lobus temporalis

Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang

berjalan ke bawah dari fisura lateralis dan sebelah posterior

dari fisura parieto-oksipitalis (Syaifuddin,2014).

e) Lobus limbic

Lobus limbic berfungsi untuk mengantar emosi manusia,

memori emosi dan bersama hypothalamus menimbulkan

perubahan melalui pengendalian atas susunan endokrin dan

susunan otonom (Syaifuddin,2014).


11

2) Cerebellum

Cerebellum (otak kecil) adalah struktut kompleks yang mengandung

lebih banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki

peran koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan

pada informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih

banyak dibandingkan output. Cerebellum terletak dalam fosa cranial

posterior, dibawah tentotrium serebellum bagian posterior dari pons

varoli dan medulla oblongata. Serebellum berfungsi dalam

mengadakan tonus otot dan mengoordinasikan gerakan otot pada sisi

tubuh yang sama. Berat serebellum lebih kurang 150 gram (8-9%) dari

berat otak seluruhnya (Syaifuddin,2014).


12

3) Brainstem

Brainstem (batang otak) berfungsi untuk mengatur seluruh proses

kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon

diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur

fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan

desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-

bagian otak, anyaman sel saraf 12 pasang saraf cranial.

Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu

mensenfalon, pons varoli, dan medulla oblongata.


13

2.1.3 Etiologi

Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2014):

1. Thrombosis serebral

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami

oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat

menimbulkan odema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis

biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun

tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis

dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi

serebral. Tanda dan gejala neurologs memburuk pada 48 jam

setelah thrombosis.

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis

otak:
14

a. Aterosklerosis

Arterosklerosis merupkan suatu proses dimana terdapat

suatu penebalan dan pergeseran arteri besar dan

menengah seperti koronaria, basilar, aorta, dan arteri

iliaka. Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh

darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas

dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis

atherosclerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat

terjadi melalui mekanisme berikut:

a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan

berkurangnya aliran darah.

b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi

thrombosis.

c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus,

kemudian melepaskan kepingan thrombus

(embolus).

d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma

kemudian robek dan terjadi perdarahan.

b. Hyperkoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/

hematrokit meningkat dapat melambatkan aliran darah

serebral.

c. Arteritis (radang pada arteri)


15

2. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak

oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli

berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat

system arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan

gejala timbul kurang dari 10-3- detik. Beberapa keadaan

dibawah ini dapat menimbulkan emboli:

a. Katup-katup jantung yang rusak aibat Rheumatik Heart

Desease (RHD).

b. Miokard infard

c. Fibrilasi, keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk

pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk

gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali

dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.

d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan

terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.

3. Haemorhagi

Perdarahan intracranial atau intraserebral termasuk perdarahan

dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.

Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosclerosis dan

hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan

perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat

mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan

otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengak, jaringan


16

otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, odema, dan mungkin

herniasi otak.

4. Hipoksia umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum

adalah:

a. Hipertensi yang parah.

b. Cardiac pulmonary arrest.

c. Cardiac output turun akibat aritmia.

5. Hipoksia setempat

Beberapa penyebab yang berhungan dengan hipoksia

setempatadalah:

a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan

subarachnoid.

b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

2.1.4 Patofisiologi

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di

otak. Luasnya infark bergantung pada factor-faktor seperti lokasi dan

besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap

area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah

ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan local (

thrombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskuler) atau oleh karena

gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).


17

Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa

sebagai emboli dalam darah. Thrombus mengakibatkan iskemia

jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan

dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan

disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat

berkurangdalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa

hari. Dengan berkurangnya edema klien memulai menunjukkan

pebaikan. Oleh karena trombosit biasanya tidak fatal, jika terjadi septic

infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi

abses atau ensafisitas, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah

yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal

ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau

ruftur.

Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruftur arteriosklerotik dan

hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas

akan lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan

penyakit serebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi

massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat

menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewa foramen

magnum.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer

otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke


18

batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga

kasus perdarahan otak di nucleus kaudatus, thalamus dan pons.

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia

serebral. Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat

reversible untuk waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible jika anoksia

lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi yang bervariasi salah

satunya henti jantung.

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang

relative banyak akan mengakibatkan peningkatan intracranial dan

penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-

elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat

menurunnya darah dan sekitarnya tertekan lagi (muttaqin,2008).

2.1.5 Klasifikasi

Banyak klasifikasi yang telah dibuat untuk memudahkan

penggolongan penyakit pembuluh darah otak. Menurut modifikasi

Tarwoto , stroke dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebral dan mungkin

perdarahan subrakanoid. Oleh pecahnya pembuluh darah otak pada

area otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas

atau saat aktif, namun bisa juga terjadi waktu saat istirahat.
19

Kesadaran klien umumnya menurun. Perdarahan di otak dibagi

menjadi dua, yaitu:

a. Perdarahan intraserebral, pecahnya pembuluh darah

(mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan

darah jaringan otak, dan menimbulkan edema otak.

Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan

kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan

intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering

dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons, dan serebrum.

b. Perdarahan subraknoid, perdrahan ini berasal dari pecahnya

aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini

berasal dari pembuluh darah sirkulasi wilisi dan cabang-

cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya

arteri dan keluarnya ke ruang subraknoid menyebabkan TIK

meningkat mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri,

dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat

disfungsi otak global (hemiparase, gangguan hemisensorik,

afasia, dan lain-lain).

2. Stroke non Hemoragik

Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan oleh terjadinya

penyumbatan pada arteri yang mengarah ke otak yang

mengakibatkan suplai oksigen ke otak mengalami gangguan

sehingga otak kekurangan oksigen. Berdasarkan perjalanan

klinisnya, stroke non haemoragik dibagi menjadi 4, yaitu:


20

a. Transient Ischemic Attack (TIA) merupakan serangan stroke

sementara yang berlangsung kurang dari 24 jam.

b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) merupakan

gejala neurologis yang akan menghilang antara kurang dari

24 jam sampai dengan 21 hari.

c. Progressing stroke atau stroke in evolution merupakan

kelainan atau deficit neurologis yang berlangsung secara

bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.

d. Complete stroke atau troke komplit merupakan kelainan

neurologis yang sudah menetap dan tidak berkembang lagi

(Tarwoto,2013).
21

2.1.6 pathway
22

2.1.7 Manifestasi Klinis

Menurut Smeltzer & bare (2010) tanda dan gejala strok adalah sebagai

berikut

1. Kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh

(hemiparese atau hemiplegia)

2. Lumpuh salah satu sisi wajah “bell’s Palsy”

3. Tonus otot lemah atau kaku.

4. Menurun atau hilangnya rasa.

5. Gangguan bahasa (disatria: dalam membentuk kata; afasia atau

disafasia: bicara defeksif/ kehilangan bicara)

6. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hernianopsia”

7. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.

8. Kesadaran menurun

9. Nyeri kepala secara mendadak tanpa kausa yang jelas.

10. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

2.1.8Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut

Purwanto (2010) adalah sebagai berikut:

1. Hipoksia srebral

2. Penurunan aliran darah serebral

3. Embolisme serebral
23

4. Pneumonia serebral

5. ISK, Inkontnensia

6. Kontraktur

7. Tromboplebitis

8. Abrasi kornea

9. Dekubitus

10. Encephalitis

2.1.9 Penatalaksaan

Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faaktor-faktor

kritis sebagai berikut:

1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:

2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung

3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan

memakai kateter

4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus

dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap

2 jam sekali dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.


24

2.1.10 Penatalaksaan Medis

1. Pengobatan konservatif

a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara

percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat

dibuktikan.

b. Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid,

papaverin intra arterial.

c. Antii agregasi thrombosis seperti aspirin digunaka untuk

menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi

sesudah ulserasi alteroma.

2. Pengobatan pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:

a. Endosteretomi karotis membentuk kembali arteri karotis,

yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.

b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan

dan manfaatnya paling dirahasiakan oleh pasien TIA.

c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.

d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada

aneurisma.

3. Pencegahan Stroke

a. Hindari merokok, kopi, dan alcohol.

b. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal

(cegah kegemukan).
25

c. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi.

d. Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian,

alpukat, keju, dan lainnya).

e. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan

sayuran).

f. Olahraga secara teratur.

2.1.11 Pemeriksaan Diagnostik

1. CT Scan

Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,

adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya

secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens

fokal, kadan-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke

permukaan otak.

2. MRI

Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan

posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil

pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan

infark dari hemoragik.

3. Angiografi Serebri

Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti

perdarahan arterovena atau adanya rupture dan untuk mencari

sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.


26

4. USG Doppler

Untuk mengidentifikasikan adanya penyakit arteriovena (masalah

system karotis)

5. EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan

dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls

listrik dalam jaringan otak.

6. Sinar X tengkorak

Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang

berlawanan dari massa yang luas, kalsifikasi karotis interna

terdapat pada thrombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding

aneurisma pada perdarahan subaraknoid.

7. Pungsi Lumbal

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan

lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau

perdarahan pada intracranial. Peningkatan jumlah protein

menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor

yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang massif,

sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih

normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.


27

2.2 Konsep Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

2.2.1 Definisi

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan

untuk membersihkan sekreti atau obstruksi dari saluran pernafasan

untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas (NANDA,2015)

2.2.2 Batasan Karakteristik

1. Batuk yang tidak efektif

2. Dispnea

3. Gelisah

4. Kesulitan verbalisasi

5. Mata terbuka lebar

6. Ortopnea

7. Penurunan bunyi nafas

8. Perubahan frekuensi nafas

9. Perubahan pola nafas

10. Sianosis

11. Sputum dalam jumlah yang berlebihan

12. Suara nafas tambahan

2.2.3 FaktorYang Berhubungan

1. Lingkungan

a. Perokok
28

b. Perokok pasif

c. Terpajan asap

2. Obstruksi jalan nafas

a. Adanya jalan nafas buatan

b. Benda asing dalam jalan nafas

c. Eksudat dalam alveoli

d. Hyperplasia pada dinding bronkus

e. Mucus berlebihan

f. Penyakit paru obstrukti kronis

g. Sekresi yang tertahan

h. Spasme jalan nafas

3. Fisiologis

a. Asma

b. Disfungsi neuromuscular

c. Infeksi

d. Jalan nafas alergik

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan

untuk mengenal masalah klien, agar dapat member arah kepada

tindakan keperawtan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu

pengumpulan data, pengelompokan data, dan perumusan diagnosis

keperawatan.
29

1) Identitas Klien

Meliputi nama, umur, (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis

kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,

tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.

2) Keluhan Utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan

adalah kelemahan anggota gerak sebelah, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Serangan stroke berlangsung secara mendadak, pada saat klien

sedang melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya

terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak

sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan

fungsi otak yang lain.

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes

mielitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,

kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti kougulan,aspirin,

vasodilatator,obat-obat adiktif, dan kegemukan.

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes

mielitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.


30

6) Riwayat Psikososial

Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi

meningkat, interaksi social terganggu, adanya rasa cemas yang

berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam

pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-

hari.

7) Pola nutrisi

a) Makan

Klien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang

mengandung lemak, makanan apa yang sering dikonsumsi oleh

pasien, misalnya: masakan yang mengandung garam, santan,

goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus. Dan bagaiman

nafsu makan klien, biasanya da kesulitan menelan, mual,

muntah pada fase akut.

b) Minum

Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba,

minum yang mengandung alcohol.

8) Pola Eliminasi

a) BAK

Biasanya terjadi inkontinensia urine sementara karena konfusi,

ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan

ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena

kerusakan control motorik dan postural.


31

b) BAB

Pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat

penurunan peristaltic usus.

9) Aktivitas/ istirahat

Klien akan mengalami kesulitan untuk beraktivitas akibat

kelemahan pada anggota gerak, hilangnya rasa paralisis, hemiplegi,

mudah lelah, dan susah tidur.

10) Pemeriksan Fisik

a) Keadaan Umum

Kesadaran umumnya mengalami penurunan, suara biacara

kadang megalami gangguan yaitu sukar dimengrti, kadang

tidak bisa bicara, tekanan darah meningkat, denyut nadi

bervariasi.

b) Pemeriksaan Integumen

(1) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat

dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek.

Disamping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus

terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke

harus bedrest 2-3 minggu.

(2) Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, sianosis.

(3) Rambut: umunya tidak ada keainan.

c) Kepala

Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato, atau

riwayat operasi.
32

d) Mata

Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus

optikus (nervusII), gangguan dalam mengangkat bola mata

(nervus III), gangguan dalam memutar bola mata (nervus IV),

dan gangguan dalam menggerakan bola mata ke lateral (nervus

VI)

e) Hidung

Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada

nervus olfaktorius (nervus I)

f) Mulut

Adanya gangguan pada pengecapan (lidah) akibat kerusakan

nervus vagus, adanya kesulitan dalam menelan.

g) Dada

(1) Inspeksi: bentuk simetris

(2) Palpasi: tidak adanya massa dan benjolan

(3) Pekusi: nyeri tidak ada, bunyi jantung lup-dup

(4) Auskultasi: nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara

jantung I dan II murmur dan galop

h) Abdomen

(1) Inspeksi: bentuk simetris

(2) Palpasi: tidak teraba nyeri tekan

(3) Perkusi: nyeri perut tidak ada

(4) Auskultasi: bising usus lemah


33

i) Eksremitas

Pada pasien stroke biasanya ditemukan hemiplegi paralisa atau

hemiparase, mengalami kelemahan otot, dan perlu juga

dilakukan pengukuran kekuatan otot menurut (arif

Muttaqin,2009).

(1) Nilai 0 : bila tidak terlihat kontraksi sama sekali

(2) Nilai 1 : bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan

pada sendi

(3) Nilai 2 : bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa

melawan grafitasi

(4) Nilai 3 : bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat

melawan tekanan pemeriksaan

(5) Nilai 4 : bila dapat melawan tekanan pemeriksaan tetapi

kekuatannya berkurang

(6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dan

kekuatan penuh

h) Pemeriksaan neurologi

12 Pasang Saraf Kranial

Nervus Jenis Fungsi Pemeriksaan


I.Olfaktorius Sensori Mensarafi indra penciuman Pasien memejamkan mata , dan
(menerima rangsang dari disuruh membedakan bau yang
hidung dan diraasakan (kopi,the, dan atau
menghantarkannya ke otak minyak kayu putih)
untuk diproses sebagai
sensasi bau)
II.Optikus Sensori Mensarafi indra penglihatan Dengan snelen card, dan
(menerima rangsang dari periksa lapang pandang
mata dan menghantarkannya
34

ke otak untuk dip roses


sebagai persepsi visual)
III. Okulomotorius Motorik Mensarafi gerakan bola Tes putaran bola mata,
mata dari dalam keluar menggerakkan konjungtiva,
(menggerakkan sebagian reflex pupil dan inspeksi
besar otot mata) kelopak mata
IV. Troclearis Motorik Mensarafi gerakan bola Tes putaran bola mata,
mata kebawah kesamping menggerakkan konjungtiva,
kanan kiri (menggerakkan reflex pupil dan inspeksi
beberapa otot mata) kelopak mata
V. Trigeminus Gabungan Mensarafi kulit wajah Menggerakkan rahang kesemua
(sensori: menerima sisi, pasien memejamkan mata,
rangsangan dari wajah sentuh dengan kapas pada dahi
untuk diproses di otak atau pipi. Menyentuh
sebagai sentuhan, motorik: permukaan kornea dengan
menggerakkan rahang) kapas.
VI. Abdusen Motorik Mensarafi gerakan bola Tes putaran bola mata,
mata ke samping (abduksi menggerakkan konjungtiva,
mata) reflex pupil dan inspeksi
kelopak mata
VII. Facialis Gabungan Mensarafi oto wajah dan Dengan senyum, bersiul,
lidah (sensori: menerima mengangkat alis mata, menutup
rangsang dari bagian kelopak mata dengan tahanan,
anterior lidah untuk diproses menjulurkan lidah untuk
di otak sebagai sensasi rasa, membedakan gula dan garam
motorik: mengendalikan
otot wajah untuk
menciptakan ekspresi
wajah)
VIII. Auditorius Sensori Mensarafi indra Test webber dan rinne
pendengaran (sensori
system vestibular:
mengendalikan
keseimbangan, sensori
koklea: menerima rangsang
untuk diproses di otak
sebagai suara)
IX. Glosofaringeus Gabungan Mensarafi gerakan lidah Membedakan rasa manis dan
(sensori: menerima asam
rangsang dari bagian
posterior lidah untuk
diproses di otak sebagai
sensari rasa, motorik:
mengendalikan organ-organ
dalam)
X. Vagus Gabungan Mensarafi faring, laring, dan Menyentuh faring posterior,
gerakan pita suara (sensori: pasien menelan saliva, disuruh
menerima rangsang dari mengucap ah.
organ dalam, motorik:
mengendalikan organ-organ
dalam)
XI. Accecorius Motorik Mensarafi gerakan kepala Suruh pasien untuk
dan bahu (mengendalikan menggerakkan bahu dan
gerakan kepala dan bahu) lakukan tahanan sambil pasien
melawan tahanan tersebut.
XII. Hipoglosus Motorik Mensarafi gerakan lidah Pasien disuruh menjulurkan
35

lidah dan menggerakkan dari


sisi ke sisi.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

1) ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan


dengan perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan
edema otak
2) hamabatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
neuromuscular pada ekstremitas.
3) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
sirkulasi serebral , kehilangan tonus/ control otot fasia / oral.
4) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi secret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas
fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan,
penurunan fungsi nervus hiplogosus
6) Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neuromuscular, kehilangan control otot
7) Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan
dengan lesi pada UMN
8) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan stress psikologis
9) Gangguan menelan berhubungan dengan penurunan fungsi nervus
vagus atau hilangnya reflex muntah
10) Resiko jatuh berhubungan dengan perubahan ketajaman
penglihatan

2.3.3 Intervensi Keperawatan


36

1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan


dengan perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan
edema otak
a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam perfusi jaringan serebral tercapai secara optimal
b) Kriteria Hasil :
(1) Klien tidak gelisah
(2) Tidak ada keluhan nyeri kepala
(3) GCS 4,5,6
(4) Pupil isokor
(5) Reflex cahaya (+)
(6) TTV dalam batas normal

Intervensi Rasional
1. Berikan penjelasan kepada keluarga 1. Keluarga lebih berpastisipasi
klien tentang sebab peningkatan TAK dalam proses penyembuhan
dan akibatnya

2. Mengetahui tanda-tanda
2. Baringkan klien (bedrest) total dengan
neurologis dengan GCS atau
posisi tidur terlentang
mencegah perdarahan ulang

3. Mengetahui keadaan umum


3. Observasi dan catat tanda-tanda vital
klien dan mengetahui setiap
dan kelainan tekanan intracranial tiap
perubahan yang terjadi pada
dua jam
klien secara dini dan untuk
penetapan tindakan secara cepat

4. Ajarkan klien untuk menghindari batuk 4. Batuk dan mengejan dapat


meningkatkan tekanan
37

dan mengejan berlebihan intracranial dan potensial terjadi


perdarahan ulang

5. Rangsangan aktivitas dapat


5. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
meningkatkan tekanan
batasi pengunjung
intracranial. Istirahat total dan
ketenangan mungkin diperlukan
untuk pencegahan terhadap
perdarahan

6. Menurunkan permeabilitas
6. Kolaborasi pemberian terapi sesuai kapiler, menurunkan eema
instruksi dokter, seperti : steroid, serebri, menurunkan metabolic
aminofel, antibiotika sel dan kejang

2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan


neuromuscular pada ekstremitas
a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan kondisi klien stabil saat aktivitas
b) Kriteria Hasil :
(1) TTV dalam batas normal
(2) Tidak Nampak kelelahan
(3) Kualitas tidur dan istirahat dalam batas normal
(4) Saturasi O2 saat aktivitas dalam batas normal (95-100%)
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan secara 1. Untuk mengidentifikasi
fungsional dengan cara yang kelemahan dan memberikan
terartur klasifikasikan melalui informasi mengenai pemulihan
skala 0-4

2. Ubah posisi setiap 2 jam


2. Menurunkan terjadinya trauma
38

sekalidan sebagainya jika atau iskemia jaringan


memungkinkan lebih sering
3. Meminimalkan atropi otot,
3. Lakukan gerakan ROM aktif meningkatkan sirkulasi dan
dan pasif pada semua mencegah terjadinya kontraktur
ekstremitas
4. Membantu melatih kembali
4. Bantu mengembangkan jaras saraf, meningkatkan
keseimbangan duduk seperti respon propioseptik dan motorik
meninggikan kepala tempat
tidur, bantu untuk duduk di sisi
tempat tidur 5. Program yang khusus dapat di
kembangkan untuk menemukan
5. Kolaborasi dengan ahli kebutuhan klien
fisioterapi

3) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan


sirkulasi serebral , kehilangan tonus/ control otot fasia / oral
a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan klien mampu untuk berkomunikasi lagi
b) Kriteria Hasil :
(1) Dapat menjawab pertanyaan yang diajukan perawat
(2) Dapat mengetahui dan memahami pesan-pesan melalui
gambar
(3) Dapat mengekspresikan perasaannya melalui verbal
maupun nonverbal

Intervensi Rasional
1. Libatkan keluarga untuk 1. Agar perawat paham informasi
memahami / memahamkan dari klien
informasi dari klien

2. Antisipasi setiap kebutuhan 2. Mencegah rasa putus asa dan


klien saat berkomunikasi ketergantungan pada orang lain
39

3. Komunikasi dengan klien secara 3. Mengurangi kecemasan dan


pelan dan gunakan pertanyaan kebingungan pada saat
yang jawabannya “ya” atau komunikasi
“tidak”

4. Berikan metode alternative 4. Memenuhi kebutuhan


komunikasi, missal dengan komunikasi sesuai dengan
bahasa isyarat kemampuan klien

5. Hargai kemampuan klien dalam 5. Memberi semangat pada klien


berkomunikasi agar lebih sering melakukan
komunikasi

6. Kolaborasi dengan fisioterapi 6. Melatih klien blajar bicara


untuk latihan bicara secara mandiri dengan baik dan
benar

4) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan


akumulasi secret, kemampuan batuk menurun, penurunan
mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam klien mampu meningkatkan dan mempertahankan
keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi
b) Kriteria Hasil :
(1) Bunyi nafas terdengar bersih
(2) Ronchi tindak terdengar
(3) Trakeal tube bebas sumbatan
(4) Menunjukkan batuk efektif
(5) Tidak ada penumpukan secret di jalan nafas
(6) Frekuensi pernafasan 16-20x/ menit
Intervensi Rasional
1. Kaji keadaan jalan nafas 1. Obstruksi mungkin dapat di
sebabkan oleh akumulasi secret
40

2. Lakukan pengisapan lender 2. Pengisapan lender dapat


jika diperlukan membebaskan jalan nafas dan
tidak terus menerus dilakukan
dan durasinya dapat dikurangi
untuk mencegah hipoksia
3. Ajarkan klien batuk efektif
3. Batuk efektif dapat
mengeluarkan scret dari jalan
nafas

4. Lakukan postural drainase/


penepukan 4. Mengatur ventilasi segmen
paru-paru dan pengeluaran
secret

5. Kolaborasi dalam pemberian


oksigen 5. Pemberian oksigen dapat
membantu pernafasan dan
membuat hiperventilasi
mencegah terjadinya atlaktasisi
dan mencegah terjadinya
hipoksia

5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna
makanan, penurunan fungsi nervus hilogosus
a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
nutrisi klien dapat terpenuhi
b) Kriteria Hasil :
(1) Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
(2) Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi Rasional
1. Tentukan kemampuan klien 1. Untuk menetapkan jenis
dalam mengunyah, menelan dan makanan yang akan
reflek batuk diberikan pada klien

2. Letakkan posisi kepala lebih 2. Klien lebih mudah untuk


41

tinggi pada waktu, selama dan menelan karena gaya


sesudah makan gravitasi

3. Stimulasi bibir untuk menutup 3. Membantu dalam melatih


dan membuka mulut secara kembali sensori dan
manual dengan menekan ringan meningkatkan control
diatas bibir/dibawah dagu jika muskuler
dibutuhkan
4. Makanan lunak/cairan
4. Mulailah untuk memberikan
kental mudah untuk
makan peroral setengah cair,
mengendalikannya di dalam
makan lunak ketika klien dapat
mulut, menurunkan
menelan air
terjadinya aspirasi

5. Anjurkan klien untuk 5. Menguatkan otot facial dan


menggunakan sedotan untuk otot menelan dan
meminum cairan menurunkan resiko
terjadinya tersedak

6) Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan


neuromuscular, kehilangan control otot
a) Tujuan : dalam waktu 3x24 jam terjadi peningkatan perilaku
dalam perawatan diri
b) Kriteria Hasil :
(1) Klien dapat menunjukkan perubahan gaya untuk merawat
diri
(2) Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
dengan tingkat kemampuan
(3) Mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat
membantu
Intervensi Rasional
1. Tentukan kemampuan dan 1. Membantu dalam
tingkat kekurangan dalam mengantisipasi/merencanakan
melakukan perawatan diri pemenuhan kebutuhan secara
individual
42

2. Hindari apa yang tidak 2. Klien dalam keadaan cemas dan


dapat dilakukan oleh klien tergantung hal ini dilakukan untuk
dan bantu bila perlu mencegah frustasi dan harga diri
klien

3. Menyadarkan tingkah laku 3. Klien memerlukan empati, tetapi


atau sugesti tindakan pada perlu mengetahui perawatan yang
perlindungan kelemahan. konsisten dalam menangani klien,
Pertahankan dukungan pola sekaligus meningkatkan harga diri
piker dan izinkan klien klien
melakukan tugas, beri
umpan balik yang positif
untuk usahnya
4. Berikan umpan balik yang 4. Meningkatkan perasaan makna
positif untuk setiap usaha diri dan kemandirian serta
yang dilakukannya atau mendorong klien untuk berusaha
keberhasilannya secara kontinyu

7) Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan


dengan lesi pada UMN
a) Tujuan : seteah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam gangguan eliminasi urine teratasi
b) Kriteria Hasil :
(1) Gangguan eliminasi urin tidak terjadi lagi
(2) Pola eliminasi BAK normal
Intervensi Rasional
1. Kaji pola eliminasi urine 1. Mengetahui masalah dalam
pola berkemih

2. Membatasi intake cairan 2-3 2. Untuk mengatur supaya tidak


jam sebelum tidur terjadi kepenuhan pada
kandung kemih

3. Kaji kemampuan berkemih 3. Untuk menentukan


penatalaksanaan tindak lanjut
43

jika klien tidak berkemih


4. Kolaborasi pemasangan 4. Mempermudah klien dalam
kateter memenuhi kebutuhan eliminasi
urine

8) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan stress psikologis


a) Tujuan : setelah dilakukan tndakan keperawatan selama 2x24 jam
klien tidak mengalami perubahan persepsi
b) Kriteria hasil :
(1) Klien dapat mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi
persepsi
(2) Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk
meraba dan merasa
(3) Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi
terhadap perubahan sensori
Intervensi Rasional
1. Tentukan kondisi patologis 1. Untuk mengetahui tipe dan
klien lokasi yang mengalami
gangguan, sebagai penetapan
rencana tindakan

2. Kaji kesadaran sensori,


2. Penurunan kesadaran terhadap
seperti membedakan
sensorik dan perasaan kinetic
panas/dingin, tajam/tumpul,
berpengaruh terhadap
posisi bagian tubuh/otot, rasa
keseimbangan/posisi dan
persendian
kesesuaian dari gerakan yang
mengganggu

3. Berikan stimulasi terhadap 3. Melatih kembali jaras sensorik

rasa sentuhan, seperti untuk mengintegrasikan persepsi

makanan klien, suatu benda dan interprestasi diri

untuk menyentuh, meraba

4. Lindungi klien dari suhu yang


44

berlebihan, kaji adanya 4. Meningkatkan keamanan klien


lindungan yang berbahaya dan menurunkan resiko
terjadinya trauma
5. Hilangkan
kebisingan/stimulasi eksternal 5. Menurunkan ansietas dan respon
yang berlebihan emosi yang
berlebihan/kebingungan yang
berhubungan dengan sensori
berlebih

9) Gangguan menelan berhubungan dengan penurunan fungsi


nervus vagus atauu hilangnya refluks muntah
a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam gangguan menlan tidak terjadi
b) Kriteria hasil :
(1) Mencegah aspirasi
(2) Mempertahankan beratbadan yang diinginkan
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan menelan 1. Intervensi nutrisi/pilihan rute
pasien secara individual makan ditentukan oleh
factor-faktor ini

2. Letakkan pasien pada posisi 2. Menggunakan gravitasi


duudk/tegak selama dan untuk memudahkan proses
setelah makan menelan

3. Anjurkan pasien 3. Mencegah terjadinya aspirasi


menggunakan sedotan saat
meminum cairan

4. Memberikan cairan/makanan
4. Berikan cairan melalui
pengganti jika pasien tidak
intravena/makanan melalui
mampu untuk melan segala
selang
sesuatu melalui mulut
45

10) Resiko jatuh berhubungan dengan perubahan ketajaman


penglihatan
a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24
jam masalah resiko jatuh dapat teratasi
b) Kriteria hasil :
(1) Klien dapat mempertahankan keseimbangan tubuhnya
(2) Klien dapat mengantisipasi resiko terjadinya jatuh
intervensi Rasional
1. Kaji tingkat energy yang 1. Energy yang besar dapat
dimiliki klien memberikan keseimbangan
pada tubuh saat istirahat

2. Berikan terapi ringan untuk


2. Salah satu terapi ringan
mempertahankan
adalah menggerakkan bola
keseimbangan
mata, jika sudah terbiasa
dilakukan, pusing akan
berkurang

3. Ajarkan penggunaan alat-


alat bantu untuk beraktivitas 3. Mengantisipasi dan
meminimalkan resiko jatuh

4. Berikan pengobatan nyeri 4. Nyeri yang berkurang dapat

(pusing) sebelum aktivitas meminimalisir terjadinya


jatuh

2.3.4 Implementasi

Implementasi merupakanpelaksanaan tindakan keperawatan yang

dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan

disesuaikan dengan kondisi masalah keperawatan stroke pada klien.


46

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi dilakukan setiap tindakan keperawatan yang sudah

dilakukan dan memonitor keadaan umum klien serta mengantisipasi

munculnya masalah keperawatan yang lain.

Anda mungkin juga menyukai