Makalah Rekayasa Lingkungan
Makalah Rekayasa Lingkungan
Indonesia adalah salah satu negara di dunia dengan sumber daya alam yang
sangat melimpah dibandingkan dengan negara lainnya di dunia. Sebagai negara
kepulauan yang memiliki 17.508 pulau dan memilki luas daratan sekitar 2 juta km2
serta wilayah yang membentang sepanjang ekuator dari 95 BT hingga 141 BT
(sekitar 5000 km) dan 6 LU hingga 11 LS tentu menggambarkan seberapa luas
wilayah Negara Indonesia ini. Dengan luas wilayah yang sangat besar ini tentu
pula berbanding lurus dengan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
maupun di permukaannya baik yang dapat di perbaharui (renewable) maupun yang
tidak dapat di perbaharui (unrenewable).Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
(UUD 1945) secara yuridis menjamin untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut memelihara ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.Hal ini berarti
bahwa pembangunan yang digalakkan dewasa ini juga tidak lepas dari tujuan
nasional itu sendiri, yakni menuju terciptanya masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Untuk itu perlu potensi serta tenaga
yang ada dalam mengelola serta menikmati sumber daya alam maupun sumber
daya manusia yang di miliki oleh Bangsa Indonesia sebagai Rahmat Tuhan Yang
Maha Esa.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah factor – factor penuebab terjadinya illegal maining
2. Pendekatan Analisis Deskriptif Dampak Lingkungan Sosial Kemasyarakatan?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yaitu mengetahui dampak terjadinya illegal maining
terdahap segala aspek.
D. Manfaat Penelitian
Kita jadi mengetahui mengenai dampak yang terjadi jika adanya suatu perusahaan
yang illegal maining
BAB II PEMBAHASAN
Indonesia memiliki sumber daya alam yang luar biasa, hanya pembagian
keuntungan ke bawah yang sering tidak fair.Wajar bila sering muncul illegal
mining atau penambang illegal yang merusak lingkungan. Lha wong Negara
sendiri yang memberi contoh tidak adil ini.
Negara sering mengeruk SDA sekuat tenaga tanpa mempedulikan nasib
warga sekitar.Kebanyakan mereka mendapatkan “sampah” atau lingkungan yang
hancur daripada royalty ataupun keuntungan dari eksploitasi SDA.Sentralisasi
penambangan memang memunculkan penambangan illegal yang tidak puas dengan
nasib yang tersisihkan.
Pada banyak kasus yang kaya dan makmur hanya segelintir orang dari
penambangan legal ini.Tidak heran rasa iri dan cemburu membuat rakyat layak
menentukan nasibnya sendiri. Lha wong Negara tak peduli dengan urusan perut
mereka.
Ketidakadilan ini juga buah dari sempitnya lapangan pekerjaan dan
kemiskinan di sekitar daerah tambang.Lagi-lagi Negara patut dipersalahkan, dalam
hal ini pemerintah sebagai kepanjangan tangan dari Negara, bisa disebut sebagai
pihak yang rakus, tidak fair dan membiarkan terjadinya illegal mining.Kesalahan
pemerintah yang paling besar adalah tidak mendistribusikan hasil penambangan
legal secara adil.
Saat muncul tuntutan dari warga sekitar tambang, pemerintah cuci tangan
dengan melemparkan tanggung jawab ke pemerintah daerah.Ini menimbulkan dan
memberi kesempatan munculnya “lintah” baru setelah pemerintah.Para pemerintah
daerah ini menjadi sole agent yang mendayagunakan daerah tambang untuk
keuntungan diri sendiri dan kelompoknya.
Para pemda ini muncul sebagai raja baru atau mafia atas pengolahan
tambang. Siapapun yang melawan akan digencet bahkan dihilangkan nyawanya.
Ini terbukti kasus-kasus penganiayaan, intimidasi pada mereka yang melawan
aparat pemda dalam mengolah daerah tambang.Raja-raja kecil ini jauh lebih kejam
dari pemerintah, karena menjadi penjajah bagi rakyatnya sendiri.
Demokrasi dan otonomi ternyata bisa memunculkan diktator-diktator baru di
daerah.Apalagi dengan sokongan politik dari pusat, maka sulit sekali rakyat keluar
dari tekanan para raja kecil ini.Negara yang harusnya hadir melindungi rakyatnya,
malah memberi ruang dan kongkalikong menindas rakyatnya.
Perlawanan rakyat kecil ini bukan tidak mungkin akan semakin bergelora
bila Negara tak mampu hadir melindungi rakyatnya. Percikan bunga api yang bisa
membakar seluruh kehidupan sosial dan menghancurkan negeri ini. Sebaiknya
Negara dalam hal ini pemerintah, melakukan evaluasi atas aturan tambang,
pembagian royalty dan dampak penambangan bagi masyarakat sekitar.
Sudah saatnya penambangan illegal diberantas secara tuntas, jangan ada lagi yang
jadi korban.Mereka yang sudah menikmati hasil tambang secara illegal, harus
mendapatkan hukuman yang setimpal.
1.2 Pendekatan Analisis Deskriptif Dampak Lingkungan Sosial
Kemasyarakatan
Untuk mengetahui dampak penambangan pasir dan batu di suatu wilayah terhadap
lingkungan sosial kemasyarakatan terutama di sekitar areal pertambangan,
diperlukan pendekatan analisis data secara deskriptif yang bertujuan sebagai
berikut.
Ciri-ciri struktur sosial itu dapat digambarkan melalui posisi, peran dan
bentuk hubungan sosial di antara institusi-institusi yang terkait dengan kegiatan
eksploitasi sumberdaya alam, yaitu:
1. pemerintah;
2. pelaku bisnis, terutama pada pengusaha dan investor yang menanamkan
usahanya di sektor sumberdaya alam;
3. masyarakat sekitar daerah eksploitasi sumberdaya alam; dan organisasi-
organisasi sosial yang memiliki kepedulian terhadap kerusakan
lingkungan akibat eksploitasi sumberdaya alam (Usman, S., 2004).
Pemerintah sebagai salah satu unsur penting dalam pengendalian kegiatan
penambangan pasir dan batu, perlu juga dianalisis sejauh mana peran kebijakan
penambangan pasir dan batu pemerintah sudah dilaksanakan. Analisis terhadap
kebijakan pemerintah sebagai variabel independen mempengaruhi variabel
terpengaruh, yaitu asal kebijakan, mekanisme, finansial, kelembagaan, sumberdaya
aparatur pemerintah, pendapatan asli daerah (PAD), pendapatan masyarakat,
jumlah penambangan tanpa izin serta bangunan check dam.
Masyarakat mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap penambangan
pasir dan batu, sehingga diperlukan pendekatan khusus terhadap permasalahan
yang ada dalam bentuk analisis situasi dan kondisi yang dipengaruhi oleh persepsi
masyarakat tersebut. Persepsi ini berkecenderungan akan menciptakan konflik
apabila akar permasalahan tidak segera ditelusuri dan diatasi sedini mungkin.
Pelaku bisnis selalu berorientasi ekonomi, artinya berusaha memperoleh
keuntungan semaksimal mungkin dengan modal yang terbatas.Pandangan
semacam itu sangat riskan dan menyebabkan dampak yang berujung penurunan
tingkat kualitas lingkungan hidup.Pendayagunaan sumberdaya alam harus tetap
memperhatikan asas konservasi, namun tidak hanya cukup dengan menyebut
pengelolaan konservasi tetapi menjadi pengelolaan bisnis konservasi (Marsono, D:
1999).
Aliran lahar dari Gunungapi Merapi ini apabila tidak dikendalikan akan
dapat membahayakan masyarakat di sepanjang aliran sungai, sehingga diperlukan
adanya dam-dam penahan banjir lahar dari Gunung Merapi yang telah dibuat oleh
Proyek Pengendalian Banjir Lahar Gunung Merapi yang disebut dengan bangunan
Sabo. Kondisi lingkungan sosial masyarakat di sekitar lereng gunungapi Merapi
menjadi sangat rentan dan menyebabkan kecemasan masyarakat, karena setiap saat
bencana alam tersebut dapat terjadi.Akan tetapi faktor kecintaan pada tempat
kelahiran atau kampung halaman yang sangat kuat menyebabkan mereka tetap
berkeinginan menempati wilayahnya, meskipun terletak pada daerah rawan
bencana.
Fungsi bangunan Sabo dalam buku Manual Perencanaan Sabo (2000) adalah
mampu mengendalikan angkutan sedimen sehingga tercapai kondisi sungai yang
aman, seimbang dan akrab dengan lingkungan sekitarnya, selain itu dapat
dimanfaatkan untuk memperoleh nilai tambah sebagai tempat penampungan bahan
galian golongan C. Akan tetapi fungsi bangunan Sabo tersebut dalam
penerapannya belum optimal karena sifatnya yang temporal, mengingat sumber
material yang terangkut aliran lahar berhubungan langsung dengan arah erupsi dari
Gunung Merapi. Adanya perubahan arah erupsi dari Gunung Merapi menyebabkan
keterbatasan jumlah material pasir dan batu.Dengan demikian pada saat ini di
beberapa alur sungai fungsi bangunan Sabo tersebut belum termanfaatkan dan
kurang efektif.
1. Kebijakan Pemda, pada waktu sebelum otonomi daerah dan sesudah otonomi
daerah.
2. Persepsi Masyarakat, pada kondisi keadaan yang sekarang sedang terjadi dan
kondisi keadaan yang akan dating.
1.Sumber
2.Mekanisme
Tidak ada perubahan mendasar dalam hal petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknik dalam pengelolaan penambangan pasir dan batu. Akan tetapi yang
perlu diperhatikan disini adalah pemerintah harus lebih konsekuen dalam
melaksanakan peraturan perundang-undangan yang ada.
Masyarakat dalam menyalurkan aspirasinya pada saat ini sudah dilakukan secara
demokratis tetapi cenderung tidak terkontrol.Perlunya pengendalian dalam
penyaluran aspirasi masyarakat, agar tidak ada pihak ke tiga yang
memanfaatkannya.
3.Finansial
4.Kelembagaan
Banyaknya perubahan yang terjadi dalam kebijakan pada waktu otonomi
daerah dan setelah otonomi daerah yang berkaitan dengan aspek-aspek sosio
kultural masyarakat. Contohnya dengan adanya kelembagaan khusus yang
menangani Bidang Pertambangan dalam pengelolaan penambangan pasir batu di
wilayah lerang Gunungapi Merapi Kabupaten Sleman.Berakibat positif terhadap
dampak penambangan pasir batu yaitu kontrol semakin efektif.
7.Masyarakat
Adanya perbedaan persepsi ini perlu langkah sosialisasi dan pembinaan yang terus
menerus untuk meredamkan konflik sosial yang dapat terjadi lagi. Masyarakat
harus lebih diberdayakan dalam setiap proses kegiatan penambangan, mulai dari
tahapan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan maupun pengendalian.