Anda di halaman 1dari 73

a.

Bagi Profesi

Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk


penerapan asuhan pada bayi baru lahir dengan asfiksia ringan.
b. Bagi Institusi

i. Rumah sakit

Diharapkan dapat sebagai bahan pertimbangan


untuk mengevaluasi mutu pelayanan kesehatan khususnya
pada kasus bayi baru lahir dengan asfiksia ringan.
ii. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan dapat menambah bahan bacaan


yang bermanfaat tentang asfiksia ringan.

2. Keaslian Studi Kasus

Studi kasus serupa tentang asuhan kebidanan bayi baru lahir


dengan asfiksia sudah pernah dilakukan oleh :
a. Diva Oktikasari (2013), STIKes Kusuma Husada Surakarta dengan judul
“Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir Bayi Ny. B dengan Asfiksia Ringan di
RSUD Dr. MOEWARDI” dari pengkajian diketahui nilai APGAR score pada
menit pertama yaitu 7, warna kulit tubuh merah muda, ekstremitas biru, hidung
terdapat secret, mulut kebiruan dan aktifitas kurang. dengan asuhan yang
diberikan yaitu mengeringkan tubuh bayi, memotong tali pusat, meletakkan bayi
dimeja resusitasi, berikan lampu sorot, bersihkan jalan nafas dari
mulut hingga hidung, menilai APGAR score pada menit
kelima dan kesepuluh setelah diberikan asuhan selama 2 hari
kondisi asfiksia dapat teratasi dan kondisi bayi normal.
b. Claudia Jilly Setiawan (2013), Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta Program Studi Diploma III Kebidanan dengan judul “Asuhan
Kebidanan Bayi Baru Lahir Pada By. Ny. H dengan Asfiksia Sedang. Ruang
PICU/NICU. RSUD Sukoharjo." Bayi lahir dengan presentasi bokong, dengan
asfiksia sedang APGAR score 1 menit pertama 5. Dengan asuhan yang di berikan
Memindahkan bayi ke ruang PICU/NICU, Merawat bayi dalam inkubator,
Memberi O2 nassal dengan kecepatan 1,5 liter/menit, setelah ditegakkan diagnosa
dan diberikan penanganan resusitasi segera keadaan bayi semakin membaik.
Keadaan umum bayi baik, denyut jantung lebih dari 100 kali permenit, menangis
kuat, nafas teratur, gerak aktif, dan tidak sianosis.
Persamaan studi kasus ini dengan peneliti sebelumnya
adalah metode penelitian, subyek studi kasus, cara
pengambilan data dengan cara wawancara, observasi, dan studi
dokumentasi rekamedik. Perbedaan studi kasus ini dengan
peneliti sebelumnya adalah pada tempat, waktu, responden
penelitian.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

7
a. Perubahan fisiologis pada bayi baru lahir

Menurut Dewi (2013), merupakan ilmu yang mempelajari


fungsi dan proses vital neonatus.
1) Sistem pernapasan
Selama dalam uterus, janin mendapatkan oksigen
dari pertukaran gas melalui plasenta dan setelah bayi
lahir, pertukaran gas harus melalui paru-paru bayi.
Rangsangan gerakan pernapasan pertama terjadi
karena beberapa hal berikut :
a) Tekanan mekanik dari torak sewaktu melalui jalan
lahir (stimulasi mekanik).
b) Penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 merangsang
kemoreseptor yang terletak di sinus karotikus
(stimulasi kimiawi).
c) Rangsangan dingin di daerah muka dan perubahan
suhu di dalam uterus (stimulasi sensorik).
d) Refleks deflasi hering breur.

Pernapasan pertama pada bayi normal


terjadi dalam waktu 30 menit pertama sesudah
lahir usaha bayi pertama kali untuk
mempertahankan tekanan alveoli, selain karena
adanya surfaktan, juga karena adanya tarikan napas
dan pengeluaran napas dengan merintih sehingga
udara bisa bertahan di dalam.
2) Peredaran darah

Setelah bayi lahir, paru akan berkembang yang


akan mengakibatkan tekanan arteriol dalam paru
menurun yang diikuti dengan menurunnya tekanan
pada jantung kanan. Kondisi ini menyebabkan tekanan
jantung kiri lebih besar dibandingkan dengan tekanan
jantung kanan, dan hal tersebutlah yang membuat
foramen ovale secara fungsional menutup. Hal ini
terjadi pada jam-jam pertama setelah lahir.
3) Suhu tubuh

Empat kemungkinan mekanisme yang dapat


menyebabkan bayi baru lahir kehilangan panas
tubuhnya.
a) Konduksi

Panas dihantarkan dari tubuh bayi ke benda


sekitarnya yang kontak langsung dengan tubuh
bayi (pemindahan panas dari tubuh bayi ke objek
lain melalui kontak langsung).
b) Konveksi

Panas hilang dari tubuh bayi ke udara sekitarnya


yang sedang bergerak (jumlah panas yang hilang
bergantung pada kecepatan dan suhu udara).
c) Radiasi

Panas dipancarkan dari BBL keluar tubuhnya ke


lingkungan yang lebih dingin (pemindahan antara
2 objek yang mempunyai suhu berbeda).
d) Evaporasi

Panas hilang melalui proses penguapan yang


bergantung pada kecepatan dan kelembapan udara.
4) Metabolisme

Luas permukaan tubuh neonatus relatif lebih luas


dari tubuh orang dewasa, sehingga metabolisme basal
per kg berat badan akan lebih besar. Pada jam-jam
pertama kehidupan, energi didapatkan dari perubahan
karbohidrat. Pada hari kedua, energi berasal dari
pembakaran lemak.
5) Keseimbangan air dan fungsi ginjal

Tubuh BBL mengandung relatif banyak air.


Fungsi ginjal karena :
a) Jumlah nefron masih belum sebanyak orang dewasa.

b) Ketidak seimbangan luas permukaan glumerulus


dan volume tubulus proksimal.
c) renal blood flow relatif kurang bila dibandingkan
dengan orang dewasa.
6) Imunoglobulin

Bayi baru lahir tidak memiliki sel plasma pada


sumsum tulang juga tidak memiliki lamina propia
ilium dan apendiks. Plasenta merupakan sawar,
sehingga fetus bebas dari antigen dan stres imunologis.
Pada BBL hanya terdapat gamaglobulin G, sehingga
imunologi dari ibu dapat berpindah melalui plasenta
karena berat molekulnya kecil.
7) Traktus digestivus

Traktus digestivus relatif lebih berat dan lebih


panjang dibandingkan dengan orang dewasa. Pada
neonatus, traktus digestivus mengandung zat bewarna
hitam kehijauan yang terdiri atas mukopolisakarida
atau disebut juga dengan mekonium. Pengeluaran
mekonium biasanya pada 10 jam pertama kehidupan
dan dalam 4 hari setelah kelahiran biasanya feses
sudah berbentuk dan bewarna biasa.
8) Hati

Segera setelah lahir, hati menunjukkan


perubahan kimia dan morfologis yang berupa kenaikan
kadar protein dan penurunan kadar lemak serta
glikogen.
9) Keseimbangan asam basa

Tingkat keasaman (pH) darah pada waktu lahir


umumnya rendah karena glikolisis anaerobik. Namun,
dalam waktu 24 jam, neonatus telah mengompensasi
asidosis ini.
b. Penilaian APGAR pada bayi baru lahir

Menurut Sumarah dkk (2009), APGAR adalah


penilaian keadaan umum bayi dinilai satu menit setelah
lahir dengan penggunaan nilai APGAR. Penilaian ini perlu
untuk menilai bayi apakah bayi menderita asfiksia atau
tidak. Adapun penilaian meliputi frekuensi jantung (heart
rate),usaha nafas (respiratory effort), tonus otot (muscle
tone), warna kulit (colour), dan reaksi terhadap rangsangan
(respon to stimulasi) yaitu dengan memasukkan keteter ke
lubang hidung setelah jalan nafas dibersihkan. Setiap
penilaian diberi angka 0, 1 dan 2. Dari hasil penilaian
tersebut dapat diketahui apakah bayi normal.
Menurut Kurniawati dan Mirzanie (2009), asfiksia
ringan (nilai apgar 7 – 10), asfiksia sedang (nilai APGAR 4
– 6), asfiksia
berat (nilai APGAR 0 – 3).
Tabel 2.1 APGAR Score

Pemeriksaan 0 1 2

Denyut Tidak <100 >100


jantung ada Lambat Menangis
Usaha nafas Tidak Ekstremitas Reaksi
Tonus otot ada sedikit melawan
Refleks Lumpuh fleksi Reakasi
Warna kulit Tidak Gerakan melawan
bereaksi sedikit Seluruh tubuh
Seluruh Tubuh,
tubuh merah
biru/pucat ekstremitas biru kemerahan

Sumber : Kurniawati dan Mirzanie, (2009)

c. Asuhan Bayi Baru Lahir Normal

Menurut Saifuddin dkk (2012), Asuhan segera pada


bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi
tersebut selama jam pertama setelah kelahiran. Aspek-
aspek penting dari asuhan segera bayi yang baru lahir :
1) Menjaga bayi agar tetap hangat

a) Memastikan bayi tersebut tetap hangat dan terjadi


kontak antara kulit bayi dengan kulit ibu.
b) Mengganti handuk atau kain yang basah, dan
bungkus bayi tersebut dengan selimut dan
memastikan bahwa kepala telah terlindung dengan
baik untuk mencegah keluarnya panas tubuh.
c) Memastikan bayi tetap hangat dengan memeriksa
telapak bayi setiap 15 menit :
(1) Apabila telapak bayi terasa dingin, Periksa
suhu aksila bayi.
(2) Apabila suhu bayi kurang dari 36,5oC, segera
menghangatkan bayi tersebut.
2) Mengusahakan kontak dini dengan ibu

a) Memberikan bayi kepada ibunya secepat mungkin.

Kontak dini antara ibu dan bayi penting untuk :

(1) Kehangatan : mempertahankan panas yang


benar pada bayi baru lahir.
(2) Ikatan batin dan pemberian ASI.

b) Memberi dorongan ibu untuk menyusui bayinya


apabila bayi telah “siap” (dengan menunjukkan
refleks rooting), jangan paksakan bayi untuk
menyusu.
3) Menjaga pernapasan

Sebagian bayi akan bernafas secara spontan.


Pernapasan bayi sebaiknya diperiksa secara teratur
untuk mengetahui adanya masalah.
a) Memeriksa pernapasan serta warna kulit bayi
setiap 5 menit.
b) Jika bayi tidak segera bernapas melakukan hal-hal
berikut :
(1) Mengeringkan bayi dengan selimut atau
handuk yang hangat.
(2) Menggosok punggung bayi dengan lembut.
c) Jika bayi masih belum mulai bernapas setelah 60
detik mulai resusitasi.
d) Apabila bayi sianosis (kulit biru) atau sukar
bernafas (frekuensi pernapasan kurang dari 30 atau
lebih dari 60 kali/menit), berikan oksigen kepada
bayi dengan kateter nasal atau nasal progs.
4) Merawat mata

Obat mata eritromisin 0,5% atau tetrasiklin 1%


dianjurkan untuk pencegahan penyakit mata karena
klamidia (penyakit menular seksual). Obat mata di
berikan pada jam pertama setelah persalinan. Yang
lazim dipakai adalah larutan perak nitrat atau
neosporin dan langsung diteteskan pada mata bayi
segera setelah bayi lahir.
d. Masalah pada bayi baru lahir

Menurut Dewi (2013), masalah bayi baru lahir yang perlu


tindakan segera dalam 1 jam pertama.
1) Tindakan bernafas atau sulit bernafas
Penanganan umum yang biasa
diberikan :
a) Keringkan bayi dan bungkus dengan kain yang
hangat dan bersih.
b) Segera klem dan potong tali pusat.

c) Letakkan bayi pada tempat yang hangat dan keras.


d) Lakukan pencegahan infeksi jika melakukan penanganan.

e) Lakukan resusitasi bila terdeteksi terjadi kegagalan napas.

f) Jika resusitasi gagal lakukan ventilasi.

2) Sianosis/ kebiruan dan sukar bernafas

Jika bayi mengalami sianosis / kebiruan, sukar bernapas


(frekuensi kurang dari 30 atau lebih dari 60 x/menit),
ada tarikan dinding dada kedalam, atau merintih maka
tindakan yang perlu dilakukan :
a) Isap mulut dan hidung dan pastikan jalan nafas tidak
tersumbat.
b) Berikan oksigen 0,5 Liter/menit.

c) Rujuk kekamar bayi atau ruangan yang mendukung


kondisi bayi.
d) Tetap menjaga kehangatan bayi.

3) BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah)

BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir


kurang dari 2500 gram. Ada dua macam BBLR, yang
pertama akibat kurang bulan dan yang kedua bayi lahir
kecil dengan berat badan kurang dari 2500 gram yang
seharusnya masa gestasi (dismatur).
a) Bayi lahir kecil akibat kurang bulan (prematur) yaitu
Masa gestasi kurang dari 37 minggu. Faktor
penyebabnya ibu
mengalami perdarahan antepartum, trauma
fisik/psikologis, DM, Atau usia ibu masih terlalu
muda (kurang dari 20 tahun) dan multigravida
dengan jarak kehamilan dekat.
b) Bayi lahir kecil dengan berat badan yang harusnya
untuk masa gestasi (dismatur). Kondisi ini dapat
terjadi preterm, aterem maupun posterm. Bayi yang
lahir dengan berat sangat kecil (berat badan kurang
dari 1500 gram dan usia kehamilan kurang dari 32
minggu) sering mengalami masalah berat seperti
sukar bernafas, sukar menghisap, ikterus berat,
infeksi, rentan hipotermi. Segera rujuk bila bayi
mengalami kondisi-kondisi tersebut.
4) Letargi

Tonus otot rendah dan tidak ada gerakan sehingga


sangat mungkin bayi sedang sakit berat. Jika ditemukan
kondisi demikian maka segera rujuk.
5) Hipotermi

Bayi mengalami hipotermi berat jika suhu aksila kurang


35ºC. Untuk mengatasi kondisi ini tindakan yang
dilakukan menggunakan alat dan incubator, radian
heater, kamar hangat atau tempat tidur hangat, merujuk
ke pelayanan kesehatan yang mempunyai Neonatal
Instentif Care Unit (NICU).
6) Neonatus resiko tinggi

Berikut ini kondisi-kondisi yang menjadikan neonatus


beresiko tinggi:
a) Asfiksia neonaturum

Suatu keadaan bayi yang gagal bernafas spontan dan


teratur segera setelah lahir sehingga bayi tidak dapat
memasukan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan
zat asam arang dalam tubuhnya.
b) Perdarahan tali pusat

Perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul


karena trauma pengikatan tali pusat yang kurang
baik atau kegagalan proses pembentukan thrombus
normal.
c) Kejang neonatus

Kejang dalam neonatus bukan suatu penyakit,


namun merupakan suatu gejala adanya penyakit lain
sebagai penyebab kejang atau ada kelainan susunan
saraf pusat. Penyebab utama terjadinya kejang adalah
kelainan bawaan pada otak, sedangkan penyebab
sekunder adalah gangguan metabolik atau penyakit
lain seperti penyakit infeksi.
2. Asfiksia

a. Pengertian

Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada


bayi baru lahir yang mengalami gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Sehingga bayi tidak
dapat memasukan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan
zat asam arang dalam tubuhnya (Dewi, 2013).
Asfiksia adalah suatu keadaan di mana bayi baru lahir
tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur yang di
tandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis.
Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan
organ pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya,
seperti pengembangan paru
(Indrayani & Djami, 2013).

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara


spontan dan teratur segera setelah lahir. sering kali bayi
yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami
asfiksia sesudah persalinan. Mesalah ini mungkin berkaitan
dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada bayi
selama atau sesudah persalinan (JNPR-KR, 2008).
Asfiksia adalah hipoksia yang progestif, penimbunan
CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh
dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian
(Prawirohardjo, 2006).

b. Etiologi dan faktor prediposisi

Penyebab asfiksia adalah gangguan pada aliran


darah umbilikal maupun plasenta dari ibu ke janin
(Indrayani & Djami, 2013).
Menurut Dewi (2013), penggolongan penyebab asfiksia
pada bayi adalah :
1) Gangguan sirkulasi dari ibu ke janin disebabkan oleh :

a) Gangguan aliran pada tali pusat, hal ini biasanya


berhubungan dengan adanya lilitan tali pusat,
tekanan yang kuat pada tali pusat, ketuban telah
pecah yang menyebabkan tali pusat menumbang,
dan kehamilan lebih bulan (post-term).
b) Adanya pengaruh obat misalnya pada tindakan SC
yang menggunakan narkosa.
2) Faktor dari ibu selama kehamilan

a) Gangguan his, misalnya karena atonia uteri yang


dapat menyebabkan hipertoni.
b) Adanya perdarahan pada plasenta previa dan
solusio plasenta yang dapat menyebabkan turunnya
tekanan darah secara mendadak.
c) Vosakontruksi arterial pada kasus hipertensi
kehamilan dan preeklamsi dan eklamsia.
d) Kasus solusio plasenta yang dapat
menyebabkan gangguan pertukaran gas (oksigen
dan zat asam arang).
3) Menurut towel dalam Dewi (2013), Asfiksia bisa
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor ibu,
plasenta, fetus, dan neonatus.
a) Ibu

Apabila ibu mengalami hipoksia, maka janin juga


akan mengalami hipoksia yang dapat berkelanjutan
menjadi asfiksia dan komplikasi lain.
b) Plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi


oleh luas dan kondisi plasenta, misalnya solusio
plasenta, perdarahan plasenta dan lain lain.
c) Fetus

Kompresi umbilikus akan dapat mengakibatkan


terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah
umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara
ibu dan janin.
d) Neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir


dapat terjadi karena beberapa hal berikut :
(1) Pemakaian anastesi yang berlebihan pada ibu.

(2) Trauma yang terjadi selama persalinan.

(3) Kelainan kongenital pada bayi.

c. Patofisiologi

Menurut Sondakh (2013), patofisiologis yang


menyebabkan asfiksia meliputi kurangnya oksigenasi sel,
retensi karbon dioksida berlebihan, dan asidosis metabolik.
Kombinasi ketiga peristiwa tersebut menyebabkan
kerusakan sel dan lingkungan biokimia yang tidak cocok
dengan kehidupan. Tujuan resusitasi adalah intervensi tepat
untuk membalikkan efek-efek biokimia asfiksi, sehingga
mencegah kerusakan otak dan organ yang iriversibel. Pada
awalanya, frekuensi jantung dan tekanan darah akan
meningkat dan bayi melakukan upaya megap-megap
(gasping). Bayi kemudian masuk pada periode apnea
primer. Bayi yang menerima stimulasi adekuat selama
apnea primer akan melakukan usaha nafas dan bayi yang
mengalami asfiksia jauh lebih berbeda dalam tahap apnea
sekunder. Apnea sekunder cepat menyebabkan kematian
kalau tidak dibantu dengan pernafasan buatan dan warna
bayi berubah dari biru menjadi putih karena
bayi baru lahir menutupi sirkulasi perifer sebagai upaya
memaksimalkan aliran darah keorgan-organ, seperti
jantung dan ginjal. Penurunan oksigen yang tersedia
menyebabkan pembuluh darah diparu-paru mengalami
konstriksi. Konstriksi ini meyebabkan paru-paru resistian
terhadap ekspansi sehingga mempersulit kerja resusitasi
janin yang persisten.
Kurangnya oksigen dalam periode singkat
menyebabkan metabolisme pada bayi baru lahir berubah
menjadi metabolisme anaerob, terutama karena kurangnya
glukosa yang dibutuhkan sebagai sumber energi pada saat
darurat. Hal ini mengakibatkan akumulasi asam laktat dan
asidosis metabolik, dan hanya akan hilang setelah periode
waktu yang signifikan. Efek hipoksia terhadap otak sangat
terlihat. Aliran darah ke otak meningkat, sebagai bagian
dari mekanisme kompensasi, kondisi ini hanya dapat
memberikan penyesuaian sebagian. Jika hipoksia berlanjut
maka tidak akan terjadi penyesuaian akibat hipoksia pada
sel-sel otak. Beberapa efek hipoksian yang paling berat
muncul akibat tidak adanya zat penyedia energi, seperti;
berhentinya kerja pompa ion-ion transeluler, akumulasi air,
natrium, dan kalsium, dan kerusakan akibat radikal bebas
oksigen.
d. Klasifikasi serta Tanda dan Gejala

Menurut Dewi (2013), klasifikasi serta tanda dan gejala


asfiksia meliputi :
1) Asfiksia berat (nilai APGAR 0 – 3)

Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami


asidosis, sehingga memerlukan perbaikan dan
resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang
muncul pada asfiksia berat meliputi :
a) Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit.

b) Tidak ada usaha napas.

c) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.

d) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika


diberikan rangsangan.
e) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.

f) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut


sebelum atau sesudah persalinan.
2) Asfiksia sedang (nilai APGAR 4 – 6)

Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang


muncul meliputi :
a) Frekuensi jantung menurun menjadi 60 – 80 kali
per menit.
b) Usaha napas lambat.
c) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.

d) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan


yang diberikan.
e) Bayi tampak sianosis.

f) Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna


selama proses persalinan.
3) Asfiksia ringan (nilai APGAR 7 – 10)

Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang muncul


meliputi :
a) Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit.

b) Bayi tampak sianosis.

c) Adanya retraksi sela iga.

d) Bayi merintih.

e) Adanya pernapasan cuping hidung.

f) Bayi kurang aktivitas.

g) Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil


ronchi, rales, dan
h) wheezing positif.

e. Diagnosa
Aspek yang sangat penting dari resusitasi adalah
menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan
dan akhirnya melaksanakan tindakan. Nilai APGAR pada
umumnya
dilaksanakan pada 1 menit, 5 menit, 10 menit sesudah bayi
lahir. Akan tetapi, penilaian bayi harus dimulai segera
sesudah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan intervensi
berdasarkan penilaian pernafasan, denyut jantung atau
warna bayi, maka penilaian ini harus dilakukan
segera.Walaupun nilai APGAR tidak penting dalam
pengambilan keputusan pada awal resusitasi, tetapi dapat
menentukan tingkat asfiksia bayi dengan penilaian score
APGAR. Biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir
lengkap dan 5 menit setelah bayi lahir (Sondakh, 2013).
f. Penanganan

1) Tindakan yang dapat dilakukan pada bayi


asfiksia neonaturum menurut Dewi (2013),
adalah sebagai berikut :
a) Segera membaringkan dengan kepala bayi sedikit
ekstensi dan penolong berdiri disisi kepala bayi
dan bersihkan kepala dari sisa air ketuban.
b) Memiringkan kepala bayi.

c) Membersihan mulut dengan kasa yang dibalut pada


jari telunjuk.
d) Menghisap cairan dari mulut dan hidung.

e) Melanjutkan menilai status pernapasan dengan


menilai status pernapasan apabila masih ada tanda
asfiksia, caranya dengan menggosok punggung
bayi (melakukan
rangsangan taktil). Bila tidak terjadi perubahan
berikan napas buatan.
2) Menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2010),
Tindakan pada asfiksia berat
a) Membersihkan jalan nafas dengan penghisapan
lendir dan kassa steril seperti penatalaksanaan pada
bayi normal.
b) Potong lati pusat dengan teknik aseptik dan dengan
antiseptik.
c) Apabila bayi tidak menangis lakukan cara berikut :

(1) Rangsang taktil dengan cara menepuk-nepuk


kaki, mengelus-elus dada, perut atau punggung.
(2) Bila dengan rangsangan taktil belum menangis
lakukan resusitasi mouth to mouth.
(3) Pertahankan suhu tubuh agar tidak
memperburuk keadaan asfiksia dengan cara :
(a) Membungkus bayi dengan kain hangat.

(b) Badan bayi harus dalam keadaan kering.

(c) Jangan memandikan bayi dengan air


dinggin gunakan minyak atau baby oil
untuk membersihkan tubuhnya.
(d) Kepala bayi ditutup dengan baik atau topi
kepala yang terbuat dari plastik.
(4) Apabila nilai apgar pada menit pertama sudah
baik (7-10) lakukan perawatan selanjutnya :
(a) Membersihkan badan bayi.

(b) Perawatan tali pusat.

(c) Pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat.

(d) Melaksanakan antopometri dan


pengkajian kesehatan.
(e) Memasang pakaian bayi.

(f) Memasang peneng (tanda pengenal) bayi.

(5) Apabila nilai apgar pada menit kelima belum


mencapai normal, persiapkan bayi untuk
dirujuk kerumah sakit. Beri penjelasan pada
keluarga alasan dirujuk ke rumah sakit.
3) Menurut Wiknjosastro (2010), Tindakan pada asfiksia
ringan- sedang antara lain :
a) Membungkus bayi dengan kain lalu dibawa ke
meja resusitasi.
b) Membersihkan jalan nafas dengan menghisap
lendir menggunakan sucktion pada hidung
kemudian disekitar mulut.
c) Apabila berhasil meneruskan dengan perawatan
selanjutnya yaitu membersihkan badan bayi,
perawatan tali pusat, melakukan inisiasi menyusu
dini selama satu jam, pemeriksaan antropometri,
pemberian vitamin K, pemberian salep mata dan
melakukan rawat gabung antara ibu dan bayi.
d) Mengobservasi suhu tubuh, untuk sementara waktu
memasukkan bayi didalam inkubator.
4) Menurut Arief dan Kristiyanasari (2009), Tindakan
pada asfiksia ringan antara lain :
a) Melakukan perawatan

(1) Membersihkan jalan napas dengan menghisap


lendir dan kassa steril (cara penatalaksanaan
seperti pada bayi normal).
(2) Potong tali pusat dengan teknik aseptic dan
antiseptic.
(3) Apabila bayi tidak menangis rangsang taktil
dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-
elus dada, perut atau punggung.
(4) Apabila dengan rangsangan taktil belum
menangis lakukan mouth to mouth (napas
buatan mulut ke mulut).
(5) Membungkus bayi dengan kain hangat.

(6) Badan bayi harus dalam keadaan kering.

(7) Jangan memandikan bayi dengan air dingin


gunakan minyak atau baby oil untuk
membersihkan tubuhnya.
(8) Kepala bayi ditutup dengan baik atau topi
kepala yang terbuat dari plastik.
(9) Membersihkan badan bayi.

(10) Perawatan tali pusat.

(11) Pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat.

(12) Melaksanakan antropometri dan


pengkajian kesehatan.
(13) Memasang pakaian bayi.

(14) Memasang peneng (tanda pengenal) bayi.

b) Penanganan setelah asfiksia


ringan Mengajarkan orang
tua/ibu cara :
(1) Membersihkan jalan nafas.

(2) Menetekkan yang baik.

(3) Perawatan tali pusat.


(4) Memandikan bayi.

(5) Mengobservasi keadaan pernapasan bayi.


Menjelaskan pentingnya :

(1) Pemberian ASI sedini mungkin sampai usia 2 tahun.

(2) Makanan bergizi bagi ibu.

(3) Makanan tambahan buat bayi diatas usia


kurang lebih 4 bulan.
Gambar 2.1 Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir

BAYI LAHIR

Pencegahan hipotermi

Sumber : Sondakh, 2013


Bayi tidak menangis, tidak bernapas atau megap-megap,
Y menilai, lakukan hal berikut:
sambil
1) aLetakkan bayi diatas perut ibu atau dekat perineum Asuhan Bayi
2) Selimuti bayi Normal
3) Pindahkan bayi ketempat resusitasi

Tidak
LANGKAH AWAL
1) Jaga bayi tetap hangat
2) Atur posisi bayi
3) Isap lendir
4) Keringkan dan rangsang taktil
5) Reposisi
NILAI NAPAS

Bayi tidak bernafas atau megap-megap Ventilasi


1) Pasang sungkup perhatikan lekatan
2) Ventilasi 2x dengan tekanan 30 cmH2O
3) Bila dada mengembang lakukan ventilasi dengan
tekanan 20 cmH2O selama 30 detik
B. Teori Manajemen Kebidanan

1. Pengertian Manajemen Kebidanana

Menurut IBI (2007), dalam buku Estiwidani dkk (2008),


Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang dilakukan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara
sistematis mulai dari pengkajian, analisa data, diagnosa
kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2. Proses manajemen kebidanan

Menurut Helen Varney, ia mengembangkan proses


manajemen kebidanan ini dari 5 langkah menjadi 7 langkah
yaitu dari pengumpulan data sampai dengan evaluasi.
Langkah–langkah tersebut antara lain:

a. Langkah pertama: Pengumpulan Data Dasar

1) Data Subyektif

Data subyektif adalah pendokumentasian


manajemen kebidanan menurut helen varney langkah
pertama (pengkajian data), terutama data yang
diperoleh melalui anamnesis, data subjektif ini
berhubungan dengan masalah dari sudut pandang
pasien (Muslihatun, 2010)
Dalam hal ini data yang diperoleh dari
wawancara dengan keluarga dan tim kesehatan yang
lain, dimana wawancara tersebut untuk mengetahui
pada ibu meliputi:
a) Biodata

Menggunakan Identitas menurut Sondakh (2013),


antara lain :
Identitas bayi

(1) Nama Bayi : Untuk menghindari

kekeliruan.

(2) Tanggal/jam/lahir : Untuk mengetahui usia

neonatus.

(3) Jenis kelamin : untuk mengetahui jenis

kelamin bayi.

(4) Umur Bayi : Untuk mengetahui usia bayi,

pada bayi dengan asfiksia


terjadi pada bayi baru
lahir.
(5) Alamat : untuk memudahkan
kun- jungan
rumah.
Identitas ibu

(1) Nama ibu : untuk memudahkan me-


manggil atau menghindari
kekeliruan.
(2) Umur : untuk mengetahui apakah
ibu termasuk beresiko
tinggi atau tidak.
(3) Pekerjaan : untuk mengetahui
tingkat sosial
ekonomi.
(4) Pendidikan : untuk memudahkan pem-

berian KIE.

(5) Agama : untuk mengetahui


keper- cayaan
yang dianut ibu.
(6) Alamat : untuk memudahkan ko-
munikasi dan kunjungan
rumah.
Identitas ayah

(1) Nama ayah : untuk menghindari ter-

jadinya kekeliruan.

(2) umur : untuk mengetahui usia ayah.

(3) Pekerjaan : untuk mengetahui


tingkat sosial
ekonomi.
(4) Pendidikan : untuk memudahkan pem-

berian KIE.

(5) Alamat : untuk memudahkan


komu- nikasi dan
kunjungan rumah.
b) Riwayat persalinan

Dikaji untuk mengetahui riwayat persalinan


yang lalu, untuk mengetahui anak keberapa, berapa
usia
kehamilan, jenis persalinan, ditolong oleh siapa,
apakah ada komplikasi persalinan, tempat
persalinan, lama kala I, lama kala II, BB bayi, PB
bayi, denyut jantung, respirasi, suhu, bagaimana
ketuban, jam berapa waktu persalinan, berapa nilai
APGAR untuk bayi, laktasi, dan bagaimana
keadaan anak sekarang, (Sondakh, 2013).
Menurut Sondakh (2013), pada kasus asfiksia
biasanya terjadi pada kasus persalinan dengan :
(1) Pre-eklamsia dan eklamsia.

(2) Perdarahan abnormal (plasenta previa atau


solusio plasenta).
(3) Demam selama persalinan.

(4) Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).

(5) Kehamilan postmatur (sesudah 42


minggu kehamilan).
c) Riwayat kehamilan sekarang

(1) Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)

Sesuai dengan aturan Naegele, yaitu dari


hari pertama haid terakhir ditambah 7 hari
dikurangi 3 bulan ditambah 1 tahun (Medforth
dkk, 2011).
Hari perkiraan lahir (HPL)

Untuk mengetahui taksiran persalinan


(Varney, 2007). Pada bayi baru lahir dengan
asfiksia biasa terjadi pada kelahiran dengan
umur kehamilan kurang dari 37 minggu, karena
masih membutuhkan bantuan pernafasan
(Lissauer & Fanaroff, 2009).
(2) Keluhan pada kehamilan

Menurut Varney (2007) dalam buku Estiwidani


dkk (2008), Berisikan keluhan, pemakaian
obat-obatan, maupun penyakit pada saat hamil,
mulai dari trimester I, II dan III.
(3) Ante Natal Care (ANC)

Asuhan yang diberikan pada ibu hamil sejak


mulai konsepsi sampai sebelum kelahiran bayi
(Muslihatun dkk, 2009).

(4) Penyuluhan

Apakah ibu sudah mendapatkan penyuluhan


tentang gizi, aktifitas selama hamil dan tanda-
tanda bahaya kehamilan (Saifuddin, 2012).
(5) Imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

Untuk memberikan perlindungan bagi bayi


yang akan dilahirkan nanti dari kejadian
tetanus neonatorum (Muslihatun dkk, 2009).
(6) Kebiasaan ibu sewaktu hamil

(a) Pola nutrisi

Menggambarkan tentang pola makan dan


minum, frekuensi,
banyaknya, jenis makanan,
makanan pantangan (Ambarwati &
Wulandari, 2010).
(b) Pola eliminasi

Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu


kebiasaan buang air besar meliputi
frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau
serta kebiasaan buang air kecil meliputi
frekuensi warna jumlah (Ambarwati &
Wulandari, 2010).
(c) Pola istirahat

Menggambarkan pola istirahat dan tidur


pasien, berapa jam pasien tidur, kebiasaan
sebelum tidur misalnya membaca,
mendengarkan musik, kebiasaan
mengonsumsi obat tidur, kebiasaan
tidur siang, penggunaan waktu luang
(Ambarwati & Wulandari, 2010).
(d) Pola seksualitas

Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu


melakukan hubungan seksualitas dalam
seminggu, ada keluhan atau tidak
(Mufdlilah, 2009).

(e) Personal Hygiene

Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu


menjaga kebersihan tubuh terutama pada
daerah genetalia (Ambarwati & Wulandari,
2010).
(f) Psikologi budaya

Untuk mengetahui apakah ibu ada


pantangan makanan dan kebiasaan selama
hamil yang tidak diperbolehkan dalam adat
masyarakat setempat, tentang kehamilan ini
diharapkan atau tidak, jenis kelamin yang
diharapkan, dukungan keluarga dalam
kehamilan ini, keluarga lain yang tinggal
serumah menurut Varney (2007) dalam
buku Estiwidani dkk (2008).
(g) Perokok dan pemakaian obat-obatan

Dikaji untuk mengetahui apakah ibu


merokok atau tidak dan ibu menggunakan
obat-obatan dan alkhol yang
mengakibatkan abortus dan kerusakan
janin (Mufdlilah, 2009).
2) Data Obyektif

Data obyektif adalah pendokumentasian


manajemen kebidanan menurut Helen Varney pertama
(pengkajian data), terutama data yang diperoleh
melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan
fisik pasien, pemeriksaan laboratorium atau
pemeriksaan diagnostik lain (Muslihatun, 2010).
Hal ini diperoleh dari pemeriksaan bayi yang meliputi:

a) Pemeriksaan khusus

Dilakukan dengan pemeriksaan APGAR


pada menit pertama, ke-5, ke-10.
Tabel 2.2 APGAR Score

Pemeriksaa 0 1 2
n
Denyut Tidak ada <100 >100
jantung
Usaha nafas Tidak ada Lambat Menangis
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas Reaksi
sedikit fleksi melawan
Refleks Tidak Gerakan Reakasi
bereaksi
sedikit melawan
Warna kulit Seluruh Tubuh, Seluruh tubuh
tubuh merah
biru/pucat ekstremitas birukemerahan

Sumber : Kurniawati & Mirzanie, (2009).


b) Pemeriksaan umum

Menurut Sondakh (2013), Untuk mengetahui


keadaan umum bayi meliputi :
(1) Kesadaran : untuk mengetahui kesadaran

bayi (sadar penuh, apatis,


gelisah, koma).
(2) Suhu : untuk mengetahui suhu bayi,
normal (36,5-37oC).
(3) pernafasan : untuk mengetahui pernafasan

bayi, normal (40-60


kali/menit) Pada kasus
asfiksia ringan untuk
pernapasanya lebih dari 60
x/menit, adanya pernapasan
cuping hidung (Dewi, 2013).
(4) Denyut jantung : untuk mengetahui denyut

jantung bayi, normal (130-


160 kali/menit). Pada
asfiksia kurang dari 100 kali
per menit.
c) Pemeriksaan fisik sistematis menurut Dewi (2013)
adalah :
(1) Kepala : Adakah mesochepal atau

mekrochepal serta adakah


kelainan cephal hema-
toma, caput succedaneum..
(2) Mata : Adakah kotoran di mata,
adakah warna kuning di
sclera dan warna putih pucat
di konjungtiva.
(3) Telinga : Adakah kotoran atau cairan,
simetris atau tidak.
(4) Hidung : Adakah nafas cuping,
kotoran yang menyumbat
jalan nafas. Pada kasus
asfiksia ringan ada
pernapasan cuping hidung
(Dewi, 2013).
(5) Mulut : Adakah sianosis dan bibir
kering. Adakah kelainan
seperti labioskizis atau
labiopalatoskzis (Dewi,
2013).
(6) Leher : Adakah pembesaran kelenjar
thyroid, dan pembesaran
vena jugularis (Sondakh,
2013).
(7) Dada : Simetris atau tidak, retraksi,
frekuensi bunyi jantung,
adakah
kelainan. Pada kasus asfiksia
ringan ada retraksi pada sela
iga (Dewi, 2013).
(8) Abdomen : simetris, tidak ada massa, tidak

ada infeksi (Sondakh, 2013).

(9) Kulit : Warna, apakah kulit


kencang atau keriput dan
rambut lanugo, pada asfiksia
ringan kulit berwarna agak
kebiruan (sianosis) (Dewi,
2013).
(10) Genetalia : untuk bayi laki-laki testis sudah

turun, untuk bayi perempuan


labia mayora sudah
menutupi labia minora
(Sondakh, 2013).
(11) Ekstermitas : Adakah oedema, tanda sianosis,

akral dingin, apakah kuku


sudah melebihi jari-jari,
apakah ada kelainan
polidaktili atau sindaktili.
Pada kasus asfiksia ringan
bayi tampak sianosis (Dewi,
2013).
(12) Tulang punggung : Adakah pembengkakan atau ada

cekungan (Dewi, 2013).

(13) Anus : Apakah anus berlubang atau


tidak (Dewi, 2013).
d) Pemeriksaan reflek

(1) Reflek moro

Untuk mengetahui apabila bayi diberi sentuhan


mendadak terutama dengan jari dan tangan,
maka akan menimbulkan gerak terkejut
(Sondakh, 2013).
(2) Reflek rooting

Untuk mengetahui cara mencari puting apabila


pipi bayi disentuh oleh jari atau puting ibu,
maka ia akan menoleh dan mencari sentuhan itu
(Sondakh, 2013).
(3) Reflek sucking

Untuk mengetahui apakah reflek isap bayi


bagus ketika bayi diberi puting, maka ia
berusaha untuk mengisap (Sondakh, 2013).
(4) Reflek tonik neck

Untuk mengetahui otot leher bayi, apabila bayi


diangkat dari tempat tidur (digendong), maka
ia akan berusaha mengangkat kepalanya
(Sondakh, 2013).
(5) Reflek menggenggam

Untuk mengetahui apabila telapak tangan bayi


disentuh dengan jari pemeriksa, maka ia akan
berusaha menggenggam jari pemeriksa
(Sondakh, 2013).

(6) Reflek glabella

Untuk mengetahui apabila bayi disentuh pada


daerah os glabella dengan jari tangan
pemeriksa, maka ia akan mengerutkan
keningnya dan mengedipkan matanya
(Sondakh, 2013).
Menurut Dewi (2013), pada
pemeriksaan reflek bayi salah satu tanda
asfiksia ringan yaitu bayi kurang beraktifitas.
e) Pemeriksaan Antropometeri.

Menurut Sondakh (2013), pemeriksaan


antropometri meliputi :
(1) Lingkar Kepala : Untuk mengetahui pertumbuhan

otak (normal 33 – 38cm).

(2) Lingkar dada : Untuk mengetahui keterlambatan

pertumbuhan (normal 33 –
35cm) (Dewi, 2010).
(3) Panjang badan : Panjang badan bayi lahir normal
(48 – 50cm).

(4) Berat badan : Berat badan bayi normal (2500 –

4000 gram).

(5) Lingkar lengan atas : pada bayi normal (10-11

cm).

f) Pemeriksaan tingkat perkembangan

(1) Adaptasi sosial : sejauh mana bayi dapat


beradaptasi sosial secara baik dengan orangtua,
keluarga, maupun orang lain (Sondakh, 2013).
(2) Bahasa : kemampuan bayi untuk
mengungkapkan perasaannya melalui tangisan
untuk menyatakan rasa lapar, BAB, BAK, dan
kesakitan (Sondakh, 2013).
(3) Motorik halus : kemampuan bayi untuk
menggerakkan bagian kecil dari anggota
badannya (Sondakh, 2013).
(4) Motorik kasar : kemampuan bayi untuk
melakukan aktivitas dengan menggerakkan
anggota tubuhnya (Sondakh, 2013).
g) Pemeriksaan penunjang adalah pasien harus
menjalani beberapa pemeriksaan penunjang untuk
melengkapi data yang telah dikumpulkan dan
keperluan menegakkan diagnosis pasien
(Muslihatun dkk, 2009).
Pada kasus bayi baru lahir dengan asfiksia ringan
tidak memerlukan pemeriksaan penunjang.
b. Langkah kedua : Interpretasi data

Pada langkah interpretasi data ini dilakukan


identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan
kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas
dasar data-data yang telah dikumpulkan (Muslihatun,
2009).
1) Diagnosa kebidanan

Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang


ditegakkan bidan dalam lingkup praktek kebidanan dan
memenuhi standar nomenklatur diagnosa
kebidanan (Estiwidani dkk, 2008).
Bayi Ny. X dengan Asfiksia
ringan. Data Dasar :
a) Data Subjektif

(1) Ibu mengatakan baru saja melahirkan.

(2) Ibu mengatakan bayinya tidak menangis dengan


segera setelah lahir.
b) Data Obyektif

(1) Keadaan umum : lemah


(2) TTV :

pernafasan : Pada kasus asfiksia ringan untuk


pernapasanya lebih dari 60 x/menit, adanya
pernapasan cuping hidung.
Denyut jantung : Pada asfiksia kurang dari 100
kali per menit.
(3) Bayi lahir tidak dapat bernafas spontan dan teratur.

(4) Bayi tampak sianosis.

(5) Adanya retraksi sela iga.

(6) Bayi merintih.

(7) Bayi kurang aktivitas.

(8) Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil


ronchi, rales, dan wheezing positif.
2) Masalah

Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan


pengalaman klien yang ditemukan dari hasil
pengkajian atau yang menyertai diagnose (Varney,
2007) dalam buku (Estiwidani dkk, 2008).
Masalah tidak dapat diidentifikasi seperti
diagnosa tetapi membutuhkan penanganan. Masalah
yang mungkin muncul pada bayi baru lahir dengan
asfiksia ringan yaitu pernafasan kurang, bayi tampak
sianosis (Saifuddin, 2012).
3) Kebutuhan

Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh


klien dan belum teridentifikasi dalam diagnosa dan
masalah yang didapatkan dengan melaksanakan
analisis data. Kebutuhan pada bayi lahir dengan
asfiksia ringan antara lain pemberian O2, rasa nyaman,
kehangatan dan pemenuhan nutrisi menurut Varney,
(2007) dalam buku Estiwidani dkk, (2008).
c. Langkah ketiga: Diagnosa Potensial

Diagnosa potensial adalah mengidentifikasikan


dengan hati-hati tanda dan gejala yang memerlukan
tindakan kebidanan untuk membantu pasien mengatasi
atau mencegah masalah- masalah yang spesifik (Estiwidani
dkk, 2008)
Diangnosa potensial pada bayi baru lahir dengan
asfiksia ringan adalah asfiksia sedang (Surasmi, 2003).
d. Langkah Keempat: identifikasi dan menetapkan kebutuhan
yang memerlukan penanganan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan
atau dokter dan atau ada hal yang perlu dikonsultasiakan
atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain
sesuai kondisi bayi, contohnya adalah bayi tidak segera
bernapas spontan dalam 30 detik, segera lakukan resusitasi
(Muslihatun, 2010).
e. Langkah 5: Merencanakan asuhan yang menyeluruh

Pada langkah ini direncanakan tindakan yang


menyeluruh yang merupakan kelanjutan dari manajemen
terhadap diagnosa yang telah teridentifikasi. Tindakan
yang dapat dilakukan berupa observasi, penyuluhan atau
pendidikan kesehatan dan pengobatan sesuai dengan advis
dokter.
Menurut Arief dan Kristiyanasari (2009),
Merencanakan asuhan yang menyeluruh yang rasional
sesuai dengan temuan pada langkah sebelumnya.
1) Lakukan perawatan

a) Membersihkan jalan napas dengan menghisap


lendir dan kassa steril (cara penatalaksanaan seperti
pada bayi normal).
b) Memotong tali pusat dengan teknik aseptic dan
antiseptic.
c) Apabiala bayi tidak menangis merangsang taktil
dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus
dada, perut atau punggung.
d) Apabila dengan rangsangan taktil belum menangis
melakukan mouth to mouth(napas buatan mulut ke
mulut).
e) Membungkus bayi dengan kain hangat.
f) Badan bayi harus dalam keadaan kering.

g) Jangan memandikan bayi dengan air dingin


gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan
tubuhnya.
h) Menutupi kepala bayi dengan baik atau topi kepala
yang terbuat dari plastik.
i) Membersihkan badan bayi.

j) Perawatan tali pusat.

k) Pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat.

l) Melaksanakan antropometri dan pengkajian kesehatan.

m) Memasang pakaian bayi.

n) Memasang peneng (tanda pengenal) bayi.

2) Penanganan setelah asfiksia


ringan Ajarkan orang tua/ibu
cara :
a) Membersihkan jalan nafas.

b) Menetekkan yang baik.

c) Perawatan talipusat.

d) Memandikan bayi.
e) Mengobservasi keadaan pernapasan bayi.

Jelaskan pentingnya :

a) Pemberian ASI sedini mungkin sampai usia 2 tahun.

b) Makanan bergizi bagi ibu.


c) Makanan tambahan buat bayi diatas usia kurang
lebih 4 bulan.
Setiap rencana harus disetujui oleh kedua belah pihak,
yaitu bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan
efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana
tersebut
(Estiwidani dkk, 2008).

Rencana yang dapat dilakukan pada bayi baru lahir dengan


asfiksia ringan adalah sebagai berikut :
Menurut Arief dan Kristiyanasari (2009), Tindakan pada
asfiksia ringan antara lain :
1) Lakukan perawatan

a) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir


dan kassa steril (cara penatalaksanaan seperti pada
bayi normal).
b) Potong tali pusat dengan teknik aseptic dan antiseptic.

c) Apabila bayi tidak menangis rangsang taktil dengan


cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus dada,
perut atau punggung.
d) Apabila dengan rangsangan taktil belum menangis
lakukan mouth to mouth (napas buatan mulut ke
mulut).
e) Bungkus bayi dengan kain hangat.
f) Badan bayi harus dalam keadaan kering.

g) Jangan mandikan bayi dengan air dingin gunakan


minyak atau baby oil untuk membersihkan
tubuhnya.
h) Kepala bayi ditutup dengan baik atau topi kepala
yang terbuat dari plastik.
i) Bersihkan badan bayi.

j) Perawatan tali pusat.

k) Pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat.

l) Laksanakan antropometri dan pengkajian kesehatan.

m) Pasang pakaian bayi.

n) Pasang peneng (tanda pengenal) bayi.

2) Penanganan setelah asfiksia


ringan Ajarkan orang tua/ibu
cara :
a) Membersihkan jalan nafas.

b) Menetekkan yang baik.

c) Perawatan talipusat.

d) Memandikan bayi.
e) Mengobservasi keadaan pernapasan bayi.

Jelaskan pentingnya :

d) Pemberian ASI sedini mungkin sampai usia 2 tahun.

e) Makanan bergizi bagi ibu.


f) Makanan tambahan buat bayi diatas usia kurang
lebih 4 bulan.
f. Langkah 6 : Implementasi

Pada langkah keenam ini rencana asuhan yang


menyeluruh seperti diuraikan pada langkah kelima
dilaksanakan oleh bidan pasien secara efisen dan aman
yaitu :
1) Melakukan perawatan

a) Membersihkan jalan napas dengan menghisap


lendir dan kassa steril (cara penatalaksanaan seperti
pada bayi normal).
b) Memotong tali pusat dengan teknik aseptic dan
antiseptic.
c) Apabila bayi tidak menangis rangsang taktil dengan
cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus dada,
perut atau punggung.
d) Apabila dengan rangsangan taktil belum menangis
lakukan mouth to mouth (napas buatan mulut ke
mulut).
e) Membungkus bayi dengan kain hangat.

f) Badan bayi harus dalam keadaan kering.

g) Jangan memandikan bayi dengan air dingin


gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan
tubuhnya.
h) Menutup kepala bayi dengan baik atau topi kepala
yang terbuat dari plastik.
i) Membersihkan badan bayi.

j) Merawat tali pusat.

k) Memberikan ASI sedini mungkin dan adekuat.

l) Melaksanakan antropometri dan pengkajian kesehatan.

m) Memasang pakaian bayi.

n) Memasang peneng (tanda pengenal) bayi.

2) Penanganan setelah asfiksia


ringan Mengajarkan orang
tua/ibu cara :
a) Membersihkan jalan nafas.

b) Menetekkan yang baik.

c) Merawat tali pusat.

d) Memandikan bayi.

e) Mengobservasi keadaan pernapasan bayi.

Menjelaskan pentingnya :
a) Pemberian ASI sedini mungkin sampai usia 2 tahun.

b) Makanan bergizi bagi ibu.

c) Makanan tambahan buat bayi diatas usia kurang


lebih 4 bulan.
g. Langkah 7 :Evaluasi

Tujuan evaluasi adalah tindakan pengukuran antara


keberhasilan dan rencana. Jadi tujuan evaluasi adalah
untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan tindakan
kebidanan yang dilakukan (Estiwidani dkk, 2008).
Hasil yang diharapkan dari asuhan kebidanan pada
bayi baru lahir dengan asfiksia ringan adalah bayi sudah
bisa bernafas dengan baik, bayi sudah bisa menangis,
kehangatan bayi sudah terjaga, nutrisi bayi terpenuhi, dan
bayi mulai bergerak aktif.
Hasil penanganan setelah asfiksia ringan adalah
orang tua/ibu sudah mengetahui cara membersihkan,
meneteki bayi yang benar, merawat tali pusat, memandikan
bayi, dan mengobservasi pernafasan bayi. Dan ibu sudah
mengetahui pentingnya pemberian ASI sampai usia 2
tahun, makanan bergizi bagi ibu, dan makanan tambahan
bagi bayi diusia kurang lebih 4 bulan, juga mengikuti
program KB.
3. Data Perkembangan

Metode pendekomentasian untuk data perkembangan


dalam asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia
ringan ini menggunakan SOAP menurut Muslihatun (2010),
yaitu :
S : Subyektif

Merupakan pendokumentasian menejemen kebidanan


menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data),
terutama data yang diperoleh melalui anamnesis.
O : Obyektif

Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan


menurut Helen Varney pertama (pengkajian data),
terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang
jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan
laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lain.
A : Assesment atau Analisa

Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan


menurut Helen Varney langkah kedua, ketiga dan keempat
sehingga mencakup hal-hal berikut ini diagnosis/masalah
kebidanan, diagnosis/masalah potensial serta perlunya
mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk
antisipasi diagnosis atau masalah potensial. Kebutuhan
tindakan segera harus diidentifikasi menurut kewenangan
bidan, meliputi tindakan mandiri, tindakan kolaborasi dan
tindakan merujuk klien.
P : Plan

Perencanaan adalah
membuat rencana
asuhan saat ini dan yang
akan datang. Rencana
asuhan disusun
berdasarkan hasil
analisis dan interpretasi
data.

Anda mungkin juga menyukai