Anda di halaman 1dari 29

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Batu ginjal adalah massa keras seperti batu yang berada di ginjal dan

salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau

infeksi.

B. Sinonim

Nephrolithiasis, kidney stones, renal stones, urinary stones, urolithiasis,

ureterolithiasis, kidney calculi, renal calculi, ureteral calculi, urinary calculi, acute

nephrolithiasis, urinary tract stone disease

C. Etiologi

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan

aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan

lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa

faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor

1
itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor

ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.

Faktor intrinsik itu antara lain adalah :

1. Herediter (keturunan)

Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

2. Umur

Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

3. Jenis kelamin

Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien

perempuan.

Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:

1. Geografi

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih

tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah stone belt (sabuk batu),

sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu

sauran kemih.

2. Iklim dan temperatur

3. Asupan air

Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang

dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

4. Diet

2
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu

saluran kemih.

5. Pekerjaan

Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau

kurang aktivitas atau sedentary life.

D. Epidemiologi

Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit batu

mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan berubah sesuai

dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan pembandingan data

penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat disimpulkan bahwa di negara

yang mulai berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah, terutama

terdapat di kalangan anak.

Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih relatif

rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu saluran kemih bagian

atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas,

terutama di kalangan orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran

kemih sangat jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.

Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak kejadian

di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12% untuk pria dan 7%

3
untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria.

INSIDENSI UROLITHIASIS

PEMBENTUK BATU India USA Japan UK

Calcium Oxalate Murni 86.1 33 17.4 39.4

Calcium Oxalate bercampur 4.9 34 50.8 20.2


Phosphate

Magnesium Ammonium 2.7 15 17.4 15.4


Phosphate (Struvite )

Asam Urat 1.2 8.0 4.4 8.0

E. Patogenesis

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada

tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada

sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis

uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat

benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang

memudahkan terjadinya pembentukan batu.7

4
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik

maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam

keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu

yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan

presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi

dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.7

Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum

cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada

epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain

diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk

menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan,

adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya

korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.7

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang

berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan

kalsium fosfat sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium

ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein dan batu jenis lainnya.

5
Batu struvit

Batu struvit, disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini

disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar

membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman

penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat

menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui

hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.1

Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah

matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate,

batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula terbentuk dari campuran

antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.1

6
Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium,

fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg

NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation Ca ++ Mg+
+
dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-phosphate. Kuman-kuman

yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia,

Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak menyebabkan

infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk bakteri pemecah urea.1

Batu Kalsium

Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh

batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalium oksalat, kalium fosfat,

atau campuran dari kedua unsur tersebut

Factor terjadinya batu kalsium adalah:

1. hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari

250-300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat tiga macam penyebab

terjadinya hiperkalsiuri, antara lain:

a. hiperkalsiuri absortif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium

melalui usus.

b. hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi

kalsium melalui tubulus ginjal.

c. hiperkalsiuri resorbtif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium

tulang yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau tumor

paratiroid.

2. Hiperoksaluri

3. hiperurikosuri

7
4. hipositraturia

5. hipomagnesiuria

F. Manifestasi Klinis

Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena

distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi

tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih

merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh

pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah

terjadi.4

Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri

ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena

aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha

untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan

tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf

yang memberikan sensasi nyeri.

Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran kemih,

biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction), dan ureter.

Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke

perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan

muntah sering menyertai keadaan ini.4

Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi

hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri

ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis,

8
terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan

demam-menggigil.4

G. Diagnosis

Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan

diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium

dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih,

infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat radioopak atau

radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini

dapat diduga jenis batu yang dihadapi.5

Batu kalsium akan memberikan bayangan opak, batu magnesium amonium

fosfat akan memberikan bayangan semiopak, sedangkan batu asam urat murni akan

memberikan bayangan radiolusen. Batu staghorn dapat diidentifikasi dengan foto polos

abdomen karena komposisinya yang berupa magnesium ammonium sulfat atau

campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat sehingga akan nampak bayangan

radioopak.5

Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang

dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan

menentukan sebab terjadinya batu.

Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara

terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini dipakai

untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar

untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan ultrasonografi dapat

untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen saluran kemih, serta

9
dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan pembedahan untuk

mencegah tertingggalnya batu.6

H. Diagnosis Banding

Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut, misalnya

distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai terjadi

kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu dipertimbangkan

kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain itu

pada perempuan perlu juga dipertimbangkan adneksitis.6

Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi

bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa batu saluran

kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya

karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan

hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal

polikistik hingga tumor Grawitz.6

I. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan

rencana terapi antara lain:

1. Foto Polos Abdomen

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu

radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat

radio opak dan paling sering dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat

bersifat non opak (radio lusen). Urutan radioopasitas beberapa batu saluran kemih

seperti pada tabel 1.

Jenis Batu Radioopasitas

10
Kalsium Opak

MAP Semiopak

Urat/Sistin Non opak

Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih3

2. Pielografi Intra Vena (PIV)

Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu

PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak

dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum dapat menjelaskan

keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai

penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.

3. Ultrasonografi

USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada

keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan

pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di

ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis,

pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.

4. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.

5. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi ginjal.

6. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.

7. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.

8. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase alkali

serum.3

J. Penatalaksanaan

11
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus

dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk

melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah

menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi sosial.

Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau

hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera

dikeluarkan.8

Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas,

namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita

oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan

sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya

dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :

1. Terapi Konservatif

Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan

sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk

mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum,

berupa :

b. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari

c. α - blocker

d. NSAID

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat

lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi

dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan

merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-

12
pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi

ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera

dilakukan intervensi. 10

13
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau prinsip

kerjanya semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara mesin generasi lama

dan baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi baru titik fokusnya lebih sempit

dan sudah dilengkapi dengan flouroskopi, sehingga memudahkan dalam

pengaturan target/posisi tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada

mesin generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter sangat

terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga punya kelemahan yaitu

kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama, sehingga untuk batu yang keras perlu

beberapa kali tindakan.9

(http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/02/gelombang-kejut-penghancur-batu-ginjal/)

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi

obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan

gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi

terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal

sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan

bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu

ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya

pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.

14
ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis. Pada Tahun

1971, Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara in-vitro penghancuran batu

ginjal menggunakan gelombang kejut. Tahun 1974, secara resmi pemerintah

Jerman memulai proyek penelitian dan aplikasi ESWL. Kemudian pada awal

tahun 1980, pasien pertama batu ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich

menggunakan mesin Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian

lanjutan dilakukan secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah mulai

tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di Rumah Sakit di Jerman. Di

Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh Prof.Djoko Raharjo di Rumah

Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat generasi terbaru Perancis ini sudah

dimiliki beberapa rumah sakit besar di Indonesia seperti Rumah Sakit Advent

Bandung dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis

yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing generator

mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau

gelatin sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin

mempunyai sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan

menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.

ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan

gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun hampir semua jenis dan ukuran

batu ginjal dapat dipecahkan oleh ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan

efisiensi dari alat ini. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal

dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara

ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Hal laim

yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah bisa dipecahkan oleh ESWL atau

15
tidak. Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan

perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah

tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil

dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).

Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-

anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi

kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di

bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya

3. Endourologi

Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk

mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian

mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke

dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil

pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,

dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi

laser.10

Beberapa tindakan endourologi antara lain:

a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang

berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke

sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau

dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.8

PNL yang berkembang sejak dekade 1980-an secara teoritis dapat

digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Tapi dalam prakteknya

sebagian besar telah diambil alih oleh URS dan ESWL. Meskipun

16
demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat masih ada

tempat untuk PNL. Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau

pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan

nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu

ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu.8

Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat

diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa

dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat

diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu

keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan

lebih banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL.8

b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan

memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),

c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah tidak bisa

untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat

pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan

jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing

operator dan ketersediaan alat tersebut.8

d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui

alat keranjang Dormia).

Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara

dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu

ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter.

Juga batu ureter dapat diekstraksi langsung dengan tuntunan URS.

17
Dikembangkannya semirigid URS dan fleksibel URS telah menambah cakupan

penggunaan URS untuk terapi batu ureter.8

4. Bedah Terbuka

Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk

tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu

masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain

adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal,

dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani

tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak

berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau

mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi

atau infeksi yang menahun.11

Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih

dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa

dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian dewasa

ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama

pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang

besar.11

5. Pemasangan Stent

Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang

memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu

ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi,

pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).11

18
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak

kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka

kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10

tahun.11

K. Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang

menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya

pencegahan itu berupa :

1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-3

liter per hari.

2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.

3. Aktivitas harian yang cukup.

4. Pemberian medikamentosa.

Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:

1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan

menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.

2. Rendah oksalat.

3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri.

4. Rendah purin.

Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri

tipe II.4

L. Komplikasi

19
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut

yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan

transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Data kematian,

kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko

sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang

signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ

pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma.

Sedang yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus,

stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.15

Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya

disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama

yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan

karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi

radiografi (IVP) pasca operasi. 15

Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan

terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang

berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi

saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan

sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti

ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa

saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera

pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis

renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan

yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya

komplikasi ini. 15

20
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam,

dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda

secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat

dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.14

Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan.

Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (< 20%).

Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom perirenal yang

besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat

tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas

atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi

di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.15

Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%), urosepsis

(1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma parietal dan

viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan adanya kelainan lanjut yang berarti.

Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL, dijumpai adanya perubahan

fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada

data mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak. 15

Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang

memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus akibat

perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada satu kasus

dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi

leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi

(1,2%). Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL

monoterapi, PNL, atau operasi terbuka. 15

21
M. Prognosis

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan

adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk

prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah

terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor

obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.1

Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan

bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa

fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80%

dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman

operator.1

BAB II

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Tn. D

22
Umur : 36 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Alamat : Padang Ganting

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri di ari-ari menjalar hingga ke pinggang kiri sejak 2 jam

sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :

 Awalnya pasien merasakan nyeri di ari-ari kemudian nyerinya menjalar ke pinggang

sebelah kiri

 Setelah merasakan nyeri pasien buan air kecil dan keluar darah saat buang air kecil

sebanyak 3-4 sendok makan

 Pasien mengeluhkan nyeri saat berkemih

 Demam tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah mengeluhkan keluhan seperti ini sebelumnya

Riwayat penyakit DM (-), HT(-) penyakit asam urat (+).

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama dengan pasien

23
 Tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien.DM

(-), HT(-), asma (-), sakit ginjal (-)

Riwayat Pengobatan : Pasien mengkonsumsi obat asam urat tapi tidak mengetahui nama

obatnya

Riwayat Alergi :

Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan tertentu.

III. PEMERIKSAAN FISIK

 Pemeriksaan fisik umum :

 Keadaan Umum: Sedang

 Kesadaran : GCS 15 (E4V5M6)

 TD : 140/90 mmHg

 N : 82 x/menit

 RR : 22 x/menit

 T : 36,8 0C

 Status Generalisata

1. Rambut : warna hitam putih, tidak mudah tercabut

2. Kepala : normochepali, bentuk simetris.

3. Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-)

4. Telinga : Tidak ada otore, kelainan lain tidak ada

5. Hidung : tidak ada rinore, kelainan lain tidak ada

6. Tenggorokan : tidak ditemukan kelainan

7. Gigi dan mulut : tidak ditemukan kelainan

8. Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tyroid (-), JVP 5-2 cmH2O

24
 Paru

1. Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, retraksi (-), massa (-),

2. Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama

3. Perkusi : sonor

4. Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

 Jantung

5. Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

6. Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial linea mid clavicula dekstra RIC V

7. Perkusi : batas jantung dalam batas normal

8. Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-) Gallop (-)

 Region abdomen

 Inspeksi : Datar, distensi (-),DC (-), jaringan parut(-)

 Palpas : Nyeri tekan (+),nyeri lepas (-), defans muscular(-) massa (-)

 Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

 Auskultasi : bising usus (+) Normal

 Ekstremitas atas/bawah:

 Akral hangat (+), edema (-) pada keempat ekstremitas, sikatriks (-).

STATUS UROLOGI

Regio Flank

 Tulang belakang tegak lurus

25
 Nyeri ketok pada cva kiri +

 Nyeri ketok pada sudut murphy +

 Pemeriksaan Ballotement kiri +

Supra Pubik

 Tidak teraba nyeri tekan pada vesica urinaria

IV. RESUME

Laki-laki umur 36 tahun, mengeluh nyeri pada ari-ari menjalar ke pinggang sebelah kiri

sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan keluar darah saat buang

air kecil dan disertai nyeri saat buang air kecil

Pasien mengaku tidak mengeluhkan adanya demam, pusing, nyeri dada, Sesak nafas

tidak ada .Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/70, nyeri tekan CVA sinistra

(+)

V. DIAGNOSIS KERJA

Kolik renal e.c Nefrolitiasis sinistra

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hb 11.8 13.2–17.3 g/dl


Ht 36 33-45%
Leukosit 6.700 5.0-10.0 ribu/ul
Trombosit 345.000 150-440 ribu/ul
Ureum 25 20 – 40 mg / dl
Kreatinin 0.9 0.6 – 1.5 mg/dl
GDS 98 < 200

26
b. Pemeriksaan Radiologi

Tampak gambaran radio opak

DIAGNOSA AKHIR

Kolik renal e.c Nefrolithiasis Sinistra

VII. TATALAKSANA

 IVFD RL 24 tetes/menit

 Injeksi Ceftriakson 2x1 gram

 Injeksi ketorolak 3x1

 Vit. K

BAB III
PEMBAHASAN

Seorang pasien laki-laki berumur 36 tahun, telah dirawat di RSUD Prof. DR. M. .

Hanafiah SM Batu Sangkar, dengan diagnosis kolik renal et causa nefrolithiasis.Nyeri kolik

merupakan nyeri viseral akibat spasme otot berongga dan biasnya di sebabkan oleh hambatan

pasase organ tersebut bisa terjadi pada kasus batu ginjal. Nefrolithiasis merupakan salah satu

27
bagian dari urolitiasis, pada nefrolitiasis batu yang terbentuk di ginjal. Batu yang terbentuk

dapat menyumbat saluran-saluran yang ada di ginjal, yaitu mulai dari tubulus ginjal, kaliks

minor, kaliks mayor sampai dengan pelvis. Umumnya keluhan yang membuat pasien datang

berobat adalah nyeri pada perut atau pinggang.

Dasar diagnosis pada pasien ini dari anamnesis didapatkan nyeri pada ari-ari yang

menjalar ke pinggang kiri sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan

kencing berdarah dan terasa nyeri saat berkemih. Berdasarkan rasa sakit yang dialami pasien

kemungkinan merupakan nyeri yang bersifat kolik.

Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada regio inguinal kiri dan

nyeri ketok sudut costovertebrae kiri. Pada pemeriksaan penunjang terlihat gambaran radio

opak.

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini yaitu pemberian IVFD RL bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan kalori dan cairan. Injeksi ceftriakson untuk mengatasi dan mencegah

terjadinya infeksi. Injeksi kalnex diberikan sebagai analgetik untuk nyeri kolik yang di

rasakan. Injeksi ranitin diberikan guna mendampingi kalnex untuk menghindari efek

penghambatan prostaglandin yang juga berguna untuk melindungi dinding lambung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidrajat R, 1 W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran – EGC. 2004. 756-763.

2. Webmaster. Batu Saluran Kemih. Diunduh dari :http://www.medicastore.com.

Last update : Januari 2008.

28
3. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Ke-2. Jakarta : Perpustakaan Nasional

republik Indonesia. 2003. 62-65.

4. Webmaster. Renal Calculus. Diunduh dari :http://www.icm.tn.gov.in. Last

update : November 2007.

5. Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology. Edisi ke-16. New York :

Lange Medical Book. 2004. 256-283.

29

Anda mungkin juga menyukai