PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah semua pembuatan mahkota dan jembatan harus dilakukan
pulpektomi.
2. Untuk mengetahui macam-macam perawatan endodontik beserta indikasi dan
kontraindikasinya.
3. Untuk mengetahui prosedur perawatan endodontik konvensional.
4. Untuk mengetahui teknik dari perawatan saluran akar.
5. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan kegagalan dari perawatan saluran akar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada perawatan saluran akar, setelah jaringan pulpa di keluarkan akan terdapat luka yang
kemudian dibersihkan dan didesinfeksi dengan instrumentasi dan irigasi. Luka ini tidak akan
tertutup epitelium, seperti luka pada bagian tubuh lain karena itu mudah terkena infeksi ulang.
Untuk mencegah penetrasi mikroorganisme dan toksin dari luar melalui ruang pulpa ke tubuh,
ruang ini harus ditutup dibagian koronal dan apikal, hal ini untuk mencegah infeksi dan juga
untuk memblokir lubang masuk ke periapikal bagi organisme. Selain itu untuk mencegah infeksi
ulang dari ruang pulpa oleh mikroorganisme dari rongga mulut. Seluruh ruang pulpa harus diisi,
jadi memblokir tubula dentin dan saluran asesori (Harty, 1992).
Perawatan saluran akar merupakan salah satu jenis perawatan yang bertujuan
mempertahankan gigi agar tetap dapat berfungsi. Tahap perawatan saluran akar antara lain :
preparasi saluran akar yang meliputi pembersihan dan pembentukan (biomekanis), disinfeksi,
dan pengisian saluran akar. Keberhasilan perawatan saluran ini dipengaruhi oleh preparasi dan
pengisian saluran akar yang baik, terutama pada bagian sepertiga apikal. Tindakan preparasi
yang kurang bersih akan mengalami kegagalan perawatan, bahkan kegagalan perawatan 60%
diakibatkan pengisian yang kurang baik. Pengisian saluran akar dilakukan untuk mencegah
masuknya mikro-organisme ke dalam saluran akar melalui koronal, mencegah multiplikasi
mikroorganisme yang tertinggal, mencegah masuknya cairan jaringan ke dalam pulpa melalui
foramen apikal karena dapat sebagai media bakteri, dan menciptakan lingkungan biologis yang
sesuai untuk proses penyembuhan jaringan. Hasil pengisian saluran akar yang kurang baik
tidak hanya disebabkan teknik preparasi dan teknik pengisian yang kurang baik, tetapi juga
disebabkan oleh kualitas bahan pengisi saluran akar. Pasta saluran akar merupakan bahan
pengisi yang digunakan untuk mengisi ruangan antara bahan pengisi (semi solid atau solid)
dengan dinding saluran akar serta bagian-bagian yang sulit terisi atau tidak teratur (Walton &
Torabinejad, 1996).
Setelah dilakukan pembersihan, perbaikan bentuk dan desinfeksi, saluran akar akan diisi. Ada
beberapa kriteria yang perlu diperhatikan sebelum dilakukan tindakan pengisian saluran akar
yaitu gigi bebas dari rasa sakit, saluran akar bersih dan kering, tidak terdapat nanah, tidak
terdapat bau busuk (Tarigan, 1994).
Sebelum pengisian saluran akar, dilakukan preparasi saluran akar. Preparasi saluran akar
biomekanikal dalam perawatan endodonti bertujuan untuk membersihkan dan membentuk
saluran dalam mempersiapkan pengisian yang hermetis dengan bahan dan teknik pengisian
yang sesuai. Bila preparasi saluran akar tidak dilakukan, maka perawatan endodontik akan
gagal. Oleh karena itu, preparasi saluran akar biomekanikal harus dilakukan sebaik mungkin,
sesuai dengan bentuk saluran akar (Harty, 1992).
Dengan adanya bentuk gigi yang berbeda, anatomi rongga pulpa dari setiap gigi juga tidak
sama, sehingga teknik preparasi saluran akar pada gigi yang satu akan berbeda dengan gigi
yang lain. Jadi dalam melakukan preparasi saluran akar pada gigi yang mempunyai bentuk
anatomi saluran yang berbeda, diperlukan beberapa teknik preparasi saluran akar yang sesuai
yaitu : teknik preparasi konvensional, telescope, flaring, step-back (Tarigan, 1994; Rodneey,
dkk, 1994).
Saluran akar harus dikeringkan setelah irigasi yang terakhir, terutama sebelum pengisian
saluran akar. Cairan dapat diaspirasi dengan meletakkan ujung spuit pada dinding saluran akar.
pengeringan menyeluruh dapat dilakukan dengan menggunakan paper point yang tediri dari
berbagai macam ukuran. Secara klinis perlu disadari bahwa paper point bekerja seperti kertas
penyerap dan harus diberi waktu dalam saluran akar agar dapat bekerja efektif. Paper point
dapat dipegang dengan pinset dan diukur sesuai dengan panjang kerja sehingga ujungnya tidak
terdorong secara tidak sengaja melalui foramen apikal. Paper point dimasukkan secara
perlahan sehingga mengurangi terdorongnya cairan irigasi ke dalam jaringan apikal.
Kecelakaan seperti ini dapat menyebabkan pasien merasa sakit pada terapi endodontik (Harty,
1992).
Saluran akar segera diisi setelah pengeringan. Pada kasus pulpektomi vital, pengisian saluran
segera dilakukan setelah preparasi dan pembersihan, hal ini dapat mengurangi resiko
kontaminasi saluran akar, waktu yang diperlukan untuk perawatan dan menghasilkan tingkat
keberhasilan yang tinggi (Harty, 1992).
Ada berbagai macam teknik pengisian saluran akar, yang dapat dibagi menjadi teknik
sementasi cone, teknik guttapercha hangat, teknik preparasi dentin. Hasil penelitian belum
dapat membuktikan keunggulan teknik tersebut walaupun memang ada beberapa teknik yang
kemungkinan kebocorannya lebih besar dari yang lain (Harty, 1992).
Pada umumnya bahan pengisi saluran akar digolongkan dalam golongan padat, pasta, dan
semen. Yang termasuk golongan padat ialah poin gutaperca, poin perak, poin titan, poin emas.
Golongan pasta; bahan ini tidak mengeras dalam saluran akar misalnya jodoform pasta
(Walkhoff). Golongan semen; bahan ini setelah beberapa waktu dalam saluran akar akan
mengeras (Tarigan, 1994).
Pasta dan semen dapat dibagi dalam lima kelompok; berbahan dasar zinc okside eugenol, resin
komposit, gutta perca, bahan adhesif dentin, bahan yang ditambah obat- obatan (Harty, 1992).
Tidak ada bahan pengisi saluran akar yang mempunyai sifat yang ideal. Tetapi paling tidak
memenuhi beberapa kriteria yaitu mudah dimasukkan kedalam saluran akar, harus dapat
menutup saluran lateral atau apikal, tidak boleh menyusut sesudah dimasukkan kedalam
saluran akar gigi. Tidak dapat ditembus oleh air atau kelembaban, bakteriostatik, radiopague,
tidak mewarnai struktur gigi, tidak mengiritasi jaringan apikal, steril atau dapat dengan mudah
disterilkan, tidak larut dalam cairan jaringan, bukan penghantar panas, pada waktu dimasukkan
harus dalam keadaan pekat atau semi solid dan sesudahnya menjadi keras (Tarigan, 1994;
Walton & Torabinejad, 1996).
Seperti halnya seluruh perawatan gigi, penggabungan beberapa faktor mempengaruhi hasil
suatu perawatan endodontik. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan
perawatan saluran akar adalah faktor patologi, factor penderita, faktor anatomi, faktor
perawatan dan kecelakaan prosedur perawatan (Ingle, 1985; Cohen & Burn, 1994; Walton &
Torabinejab, 1996).
1. Faktor Patologis
Keberadaan lesi di jaringan pulpa dan lesi di periapikal mempengaruhi tingkat keberhasilan
perawatan saluran akar. Beberapa penelitian menunjukan bahwa tidak mungkin menentukan
secara klinis besarnya jaringan vital yang tersisa dalam saluran akar dan derajat keterlibatan
jaringan peripikal. Faktor patologi yang dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran akar
adalah (Ingle, 1985; Walton & Torabinejad, 1996) :
1. Keadaan patologis jaringan pulpa.
Beberapa peneliti melaporkan tidak ada perbedaan yang berarti dalam keberhasilan atau
kegagalan perawatan saluran akar yang melibatkan jaringan pulpa vital dengan pulpa nekrosis.
Peneliti lain menemukan bahwa kasus dengan pulpa nekrosis memiliki prognosis yang lebih
baik bila tidak terdapat lesi periapikal.
2. Keadaan patologis periapikal
Adanya granuloma atau kista di periapikal dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran akar.
Secara umum dipercaya bahwa kista apikalis menghasilkan prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan lesi granulomatosa. Teori ini belum dapat dibuktikan karena secara
radiografis belum dapat dibedakan dengan jelas ke dua lesi ini dan pemeriksaan histologi kista
periapikal sulit dilakukan.
3. Keadaan periodontal
Kerusakan jaringan periodontal merupakan faktor yang dapat mempengaruhi prognosis
perawatan saluran akar. Bila ada hubungan antara rongga mulut dengan daerah periapikal
melalui suatu poket periodontal, akan mencegah terjadinya proses penyembuhan jaringan lunak
di periapikal. Toksin yang dihasilkan oleh plak dentobakterial dapat menambah bertahannya
reaksi inflamasi.
4. Resorpsi internal dan eksternal
Kesuksesan perawatan saluran akar bergantung pada kemampuan menghentikan
perkembangan resorpsi. Resorpsi internal sebagian besar prognosisnya buruk karena sulit
menentukan gambaran radiografis, apakah resorpsi internal telah menyebabkan perforasi.
Bermacam-macam cara pengisian saluran akar yang teresorpsi agar mendapatkan pengisian
yang hermetis.
2. Faktor Penderita
Faktor penderita yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu perawatan
saluran akar adalah sebagai berikut (Ingle, 1985; Cohen & Burns, 1994; Walton &Torabinejad,
1996) :
1. Motivasi Penderita
Pasien yang merasa kurang penting memelihara kesehatan mulut dan melalaikannya,
mempunyai risiko perawatan yang buruk. Ketidaksenangan yang mungkin timbul selama
perawatan akan menyebabkan mereka memilih untuk diekstraksi (Sommer, 1961).
2. Usia Penderita
Usia penderita tidak merupakan faktor yang berarti bagi kemungkinan keberhasilan atau
kegagalan perawatan saluran akar. Pasien yang lebih tua usianya mengalami penyembuhan
yang sama cepatnya dengan pasien yang muda. Tetapi penting diketahui bahwa perawatan
lebih sulit dilakukan pada orang tua karena giginya telah banyak mengalami kalsifikasi. Hali ini
mengakibatkan prognosis yang buruk, tingkat perawatan bergantung pada kasusnya (Ingle,
1985).
3. Keadaan kesehatan umum
Pasien yang memiliki kesehatan umum buruk secara umum memiliki risiko yang buruk terhadap
perawatan saluran akar, ketahanan terhadap infeksi di bawah normal. Oleh karena itu keadaan
penyakit sistemik, misalnya penyakit jantung, diabetes atau hepatitis, dapat menjelaskan
kegagalan perawatan saluran akar di luar kontrol ahli endodontis (Sommer, dkk, 1961; Cohen &
Burns, 1994).
3. Faktor Perawatan
Faktor perawatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu perawatan
saluran akar bergantung kepada :
1. Perbedaan operator
Dalam perawatan saluran akar dibutuhkan pengetahuan dan aplikasi ilmu biologi serta
pelatihan, kecakapan dan kemampuan dalam manipulasi dan menggunakan instrumen-
instrumen yang dirancang khusus. Prosedur-prosedur khusus dalam perawatan saluran akar
digunakan untuk memperoleh keberhasilan perawatan. Menjadi kewajiban bagi dokter gigi
untuk menganalisa pengetahuan serta kemampuan dalam merawat gigi secara benar dan
efektif (Healey, 1960; Walton &Torabinejad, 1996).
2. Teknik-teknik perawatan
Banyak teknik instrumentasi dan pengisian saluran akar yang tersedia bagi dokter gigi, namun
keuntungan klinis secara individual dari masing-masing ukuran keberhasilan secara umum
belum dapat ditetapkan. Suatu penelitian menunjukan bahwa teknik yang menghasilkan
penutupan apikal yang buruk, akan menghasilkan prognosis yang buruk pula (Walton &
Torabinejad, 1996).
3. Perluasan preparasi atau pengisian saluran akar.
Belum ada penetapan panjang kerja dan tingkat pengisian saluran akar yang ideal dan pasti.
Tingkat yang disarankan ialah 0,5 mm, 1 mm atau 1-2 mm lebih pendek dari akar radiografis
dan disesuaikan dengan usia penderita. Tingkat keberhasilan yang rendah biasanya
berhubungan dengan pengisian yang berlebih, mungkin disebabkan iritasi oleh bahan-bahan
dan penutupan apikal yang buruk. Dengan tetap melakukan pengisian saluran akar yang lebih
pendek dari apeks radiografis, akan mengurangi kemungkinan kerusakan jaringan periapikal
yang lebih jauh (Walton & Torabinejad, 1996).
5. Kecelakaan Prosedural
Kecelakaan pada perawatan saluran akar dapat memberi pengaruh pada hasil akhir perawatan
saluran akar, misalnya :
1. Terbentuknya ledge (birai) atau perforasi lateral.
Birai adalah suatu daerah artifikasi yang tidak beraturan pada permukaan dinding saluran akar
yang merintangi penempatan instrumen untuk mencapai ujung saluran (Guttman, et all, 1992).
Birai terbentuk karena penggunaan instrumen yang terlalu besar, tidak sesuai dengan urutan;
penempatan instrument yang kurang dari panjang kerja atau penggunaan instrumen yang lurus
serta tidak fleksibel di dalam saluran akar yang bengkok (Grossman, 1988, Weine, 1996).
Birai dan ferforasi lateral dapat memberikan pengaruh yang merugikan pada prognosis selama
kejadian ini menghalangi pembersihan, pembentukan dan pengisian saluran akar yang
memadai (Walton & Torabinejad, 1966).
2. Instrumen patah
Patahnya instrumen yang terjadi pada waktu melakukan perawatan saluran akar akan
mempengaruhi prognosis keberhasilan dan kegagalan perawatan. Prognosisnya bergantung
pada seberapa banyak saluran sebelah apikal patahan yang masih belum dibersihkan dan
belum diobturasi serta seberapa banyak patahannya. Prognosis yang baik jika patahan
instrumen yang besar dan terjadi ditahap akhir preparasi serta mendekati panjang kerja.
Prognosis yang lebih buruk jika saluran akar belum dibersihkan dan patahannya terjadi dekat
apeks atau diluar foramen apikalis pada tahap awal preparasi (Grossman, 1988; Walton &
Torabinejad, 1996).
4. Fraktur akar vertikal
Fraktur akar vertikal dapat disebabkan oleh kekuatan kondensasi aplikasi yang berlebihan pada
waktu mengisi saluran akar atau pada waktu penempatan pasak. Adanya fraktur akar vertikal
memiliki prognosis yang buruk terhadap hasil perawatan karena menyebabkan iritasi terhadap
ligamen periodontal (Walton &Torabinejad, 1996).
BAB III
PEMBAHASAN
Sedangkan untuk pembuatan mahkota, crown di jadikan indikasi karena menutupi seluruh
permukaan gigi dengan direkatkan oleh bahan cement perekat ke sisa mahkota gigi asli,
sehingga akan lebih awet dan tak mudah lepas. Perlekatannya dengan gigi umumnya baik,
namun masih dapat dilepas oleh dokter gigi dengan alat khusus. Jadi, metode pembuatannya,
sisa jaringan gigi asli si pasien di preparasi dengan mengecilkan ukuran gigi asli dahulu
sehingga crown dapat di rekatkan secara permanen. Selama crown dibuat, pada pasien akan
dibuatkan provisoris (mahkota sementara). Dan tentu saja, gigi tersebut masih dalam keadaan
vital, dimana pulpa gigi belum terkena. Jika pulpa gigi terkena,maka konsep perawatan berubah
menjadi perawatan saluran akar dan pembuatan mahkota pasak berinti.
Jadi pembuatan gigi tiruan jembatan dan mahkota tidak harus melalui pulpektomi. Pulpektomi
dilakukan apabila pulpa gigi dari gigi yang akan dipreparasi terkena infeksi. Bila gigi dalam
keadaan vital (pulpa belum terkena) maka pulpektomi tidak perlu dilakukan.
3.3.2 Pulpotomi
Pulpotomi adalah pembuangan pulpa vital dari kamar pulpa kemudian diikuti oleh penempatan
obat di atas orifis yang akan menstimulasikan perbaikan atau memumifikasikan sisa jaringan
pulpa vital di akar gigi. Pulpotomi disebut juga pengangkatan sebagian jaringan pulpa. Biasanya
jaringan pulpa di bagian korona yang cedera atau mengalami infeksi dibuang untuk
mempertahankan vitalitas jaringan pulpa dalam saluran akar. Pulpotomi dapat dipilih sebagai
perawatan pada kasus yang
melibatkan kerusakan pulpa yang cukup serius namun belum saatnya gigi tersebut untuk
dicabut, pulpotomi juga berguna untuk mempertahankan gigi tanpa menimbulkan simtom-
simtom khususnya pada anak-anak.
Indikasi pulpotomi adalah anak yang kooperatif, anak dengan pengalaman buruk pada
pencabutan, untuk merawat pulpa gigi sulung yang terbuka, merawat gigi yang apeks akar
belum terbentuk sempurna, untuk gigi yang dapat direstorasi.
Kontraindikasi pulpotomi adalah pasien yang tidak kooperatif, pasien dengan
penyakit jantung kongenital atau riwayat demam rematik, pasien dengan kesehatan umum yang
buruk, gigi dengan abses akut, resorpsi akar internal dan eksternal yang patologis, kehilangan
tulang pada apeks dan atau di daerah furkasi. Saat ini para dokter gigi banyak menggunakan
formokresol untuk perawatan pulpotomi. Formokresol merupakan salah satu obat pilihan dalam
perawatan pulpa gigi sulung dengan karies atau trauma. Obat ini diperkenalkan oleh Buckley
pada tahun 1905 dan sejak saat itu telah digunakan sebagai obat untuk perawatan pulpa
dengan tingkat keberhasilan yang tinggi.
Beberapa tahun ini penggunaan formokresol sebagai pengganti kalsium hidroksida untuk
perawatan pulpotomi pada gigi sulung semakin meningkat. Bahan aktif dari formokresol yaitu
19% formaldehid, 35% trikresol ditambah 15% gliserin dan air. Trikresol merupakan bahan aktif
yang kuat dengan waktu kerja pendek dan sebagai bahan antiseptik untuk membunuh
mikroorganisme pada pulpa gigi yang mengalami infeksi atau inflamasi sedangkan formaldehid
berpotensi untuk memfiksasi jaringan.
Sweet mempelopori penggunaan formokresol untuk perawatan pulpotomi. Awalnya perawatan
pulpotomi dengan formokresol ini dilakukan sebanyak empat kali kunjungan namun saat ini
perawatan pulpotomi dengan formokresol dapat dilakukan untuk satu kali kunjungan.
Beberapa studi telah dilakukan untuk membandingkan formokresol dengan kalsium hidroksida
dan hasilnya memperlihatkan bahwa perawatan pulpotomi dengan formokresol pada gigi sulung
menunjukkan tingkat keberhasilan yang lebih baik daripada penggunaan kalsium hidroksida.
Formokresol tidak membentuk jembatan dentin tetapi akan membentuk suatu zona fiksasi
dengan kedalaman yang bervariasi yang berkontak dengan jaringan vital.
Zona ini bebas dari bakteri dan dapat berfungsi sebagai pencegah terhadap infiltrasi mikroba.
Keuntungan formokresol pada perawatan pulpa gigi sulung yang terkena karies yaitu
formokresol akan merembes melalui pulpa dan bergabung dengan protein seluler untuk
menguatkan jaringan. Penelitian-penelitian secara histologis dan histokimia menunjukkan
bahwa pulpa yang terdekat dengan kamar pulpa menjadi terfiksasi lebih ke arah apikal
sehingga jaringan yang lebih apikal dapat tetap vital. Jaringan pulpa yang terfiksasi kemudian
dapat diganti oleh jaringan granulasi vital.
Perawatan pulpotomi formokresol hanya dianjurkan untuk gigi sulung saja, diindikasikan untuk
gigi sulung yang pulpanya masih vital, gigi sulung yang pulpanya
terbuka karena karies atau trauma pada waktu prosedur perawatan.
3.3.3 Pulpektomi
Pulpektomi adalah pengangkatan seluruh jaringan pulpa. Pulpektomi merupakan perawatan
untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang bersifat irreversibel atau untuk gigi
dengan kerusakan jaringan keras yang luas. Meskipun perawatan ini memakan waktu yang
lama dan lebih sukar daripada pulp capping atau pulpotomi namun lebih disukai karena hasil
perawatannya dapat diprediksi dengan baik. Jika seluruh jaringan pulpa dan kotoran diangkat
serta saluran akar diisi dengan baik akan diperoleh hasil perawatan yang baik pula.
Indikasi perawatan pulpektomi pada anak adalah gigi yang dapat direstorasi, anak dengan
keadaan trauma pada gigi insisif sulung dengan kondisi patologis pada anak usia 4-4,5 tahun,
tidak ada gambaran patologis dengan resorpsi akar tidak lebih dari dua pertiga atau tiga
perempat.
b. Outline Form Kaninus RA : bentuknya oval / bulat dengan arah insiso servikal
c. Outline Form Premolar RA : bentuknya oval memanjang seperti ginjal dengan arah bukal
palatal
3.4.1.2.4 Kesalahan-Kesalahan yang mungkin dapat terjadi pada waktu preparasi cavity
entrance :
1. Preparasi salah arah menyebabkan terjadinya step atau perforasi lateral
2. Preparasi terlalu dalam menyebabkan perforasi menembus bufurkasi
3. Jika preparasi cavity entrance terlalu lebar maka dinding kavitas menjadi tipis dan mudah
pecah jika ditumpat.
3.4.5.1 Indikasi :
- Saluran akar lurus, tidak bengkok
- Tidak ada obliterasi saluran akar
- Saluran akar jelas
- Kerusakan belum mengenai bifurkasi
- Resorbsi < ⅓ panjang akar gigi → Pulpektomi - Resorbsi > ⅓ panjang akar gigi → Pulpotomi.
3.4.6. Teknik Perawatan Saluran Akar
3.4.6.1 Alat Preparasi Saluran Akar :
1. Jarum miller
2. Jarum ekstirpasi
3. Flexofile no. 15-80 penjang disesuaikan dengan panjang elemen
4. Alat irigasi
5. Cotton pellet, paper point steril, dan cotton roll
6. Tempat jarum
7. GGD
3.4.8.5.2 Aldehid :
- Formokresol
- Glutaraldehid
3.4.8.5.3 Halida :
- Natrium hipoklorit
- Iodine kalium iodida
3.4.8.5.4 Steroid
3.4.8.5.6 Antibiotik
3.4.8.5.7 Kombinasi
3.4.9. Perbenihan
3.4.9.1 Prosedur perbenihan :
- Pasien dikontrol lebih dulu
- Siapkan papper point dan cotton pellet. Masukkan papper point dan cotton pellet ke dalam
Glassbead sterilisator dan ditutup, nyalakan, biarkan sampai lampu pada glassbead sterilisator
menjadi hijau (Ready). Papper point dan cotton pellet siap digunakan. Buka alat glassbead
sterilisator.
Hasil Perbenihan negatif, saluran akar dapat diisi dengan memperhatikan ketentuan sebagai
berikut :
- Tidak ada keluhan pasien
- Tidak ada gejala klinik
- Tidak ada eksudat dalam saluran akar (cek dari papper point yang terdapat dalam saluran
akar caranya ulaskan papper point pada glass lab. Bila tidak berbekas, berarti bisa dilakukan
pengisian), papper point diulaskan di glass lab.
- Tumpatan sementara masih baik
Hasil pembenihan positif, maka dilakukan sterilisasi ulang sampai hasil pembenihan negatif.
3.4.10.3.3 Plastik
• Epoksi tersedia dalam formula bubuk cairan (AH26).
• Sifat yang dimiliki : antimikroba, adhesi, waktu kerja yang lama, mudah mengaduknya, dan
kerapatan yang sangat baik.
• Kekurangannya : mewarnai gigi, relative tidak larut dalam pelarut, agak sedikit toksik jika
belum mengeras dan agak larut pada cairan mulut.
Gigi Permanen
3.4.11.3 Teknik Kondensasi Lateral
Dengan teknik preparasi saluran akar secara step back. Sering digunakan hampir semua
keadaan kecuali pada saluran akar yang sangat bengkok / abnormal
Tahapan :
- Pencampuran pasta
- Guttap point ( trial foto disterilkan 70% alcohol dan dikeringkan
- Guttap point nomor 25 (MAF) diulasi dengan pasta ke saluran akar sesuai dengan tanda yang
telah dibuat dan ditekan kea rah lateral menggunakan spreader.
- Ke dalam saluran akar diberi guttap tambahan, setiap memasukan guttap di tekan ke arah
lateral sampai saluran akar penuh dan spreader tidak dapat masuk dalam saluran akar.
- Guttap point dipotong 1-2mm dibawah orifice dengan eskavator yang telah dipanasi
- Guttap point dipadatkan dengan root canal plugger
- Bila pengisian sudah baik, maka dasar ruang pulpa diberi basis semen seng fosfat, ditutup
kapas dan tumpatan sementara.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Pembuatan Mahkota dan Jembatan
Pembuatan gigi tiruan jembatan dan mahkota tidak harus melalui pulpektomi. Pulpektomi
dilakukan apabila pulpa gigi dari gigi yang akan dipreparasi terkena infeksi. Bila gigi dalam
keadaan vital (pulpa belum terkena) maka pulpektomi tidak perlu dilakukan.
4.1.3.2 Pulpotomi
4.1.3.2.1 Pulpotomi vital
Langkah-langkah perawatan pulpotomi vital formokresol satu kali kunjungan untuk gigi sulung :
1. Siapkan instrumen dan bahan.
2. Pemberian anestesi lokal untuk mengurangi rasa sakit saat perawatan
3. Isolasi gigi.
4. Preparasi kavitas.
5. Ekskavasi karies yang dalam.
6. Buang atap pulpa.
7. Buang pulpa bagian korona.
8. Cuci dan keringkan kamar pulpa.
9. Aplikasikan formokresol.
10. Berikan bahan antiseptik.
11. Restorasi gigi.
4.1.3.3 Pulpektomi
4.1.3.3.1 Pulpektomi Vital
Langkah-langkah perawatan pulpektomi vital satu kali kunjungan :
1. Pembuatan foto Rontgen.
2. Pemberian anestesi lokal untuk menghilangkan rasa sakit pada saat perawatan.
3. Daerah operasi diisolasi dengan rubber dam untuk menghindari kontaminasi bakteri dan
saliva.
4. Jaringan karies dibuang dengan bor fisur steril.
5. Jaringan pulpa di kamar pulpa dibuang dengan menggunakan ekskavatar atau bor bundar
kecepatan rendah.
6. Perdarahan yang terjadi setelah pembuangan jaringan pulpa dikendalikan dengan
menekankan cotton pellet steril yang telah dibasahi larutan saline atau akuades selama 3
sampai dengan 5 menit.
7. Kamar pulpa dibersihkan dari sisa-sisa jaringan pulpa yang telah terlepas kemudian diirigasi
dan dikeringkan dengan cotton pellet steril
8. Saluran akar diirigasi dengan akuades steril untuk menghilangkan kotoran dan darah
kemudian dikeringkan dengan menggunakan paper point steril yang telah dibasahi dengan
formokresol kemudian diaplikasikan ke dalam saluran akar selama 5 menit.
9. Saluran akar diisi dengan pasta mulai dari apeks hingga batas koronal dengan menggunakan
jarum lentulo.
10. Lakukan lagi foto rontgen untuk melihat ketepatan pengisian .
11. Kamar pulpa ditutup dengan semen, misalnya dengan semen seng oksida eugenol atau
seng fosfat.
12. Selanjutnya gigi di restorasi dengan restorasi permanen.
DAFTAR PUSTAKA
Bence, R. 1990. Buku Pedoman Endodontik Klinik, terjemahan Sundoro. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia.
Cohen, S. and Burns, R.C. 1994. Pathway of the pulp. 6 th ed. St. Louis : Mosby.
Guttman, J.L. 1992. Problem Solving in Endodontics, Prevention, identification and
management. 2 nd ed., St louis : mosby Year Book.
Grossman, L.I., Oliet, S. and Del Rio, C.E., 1988. Endodontics Practice. 11 th ed. Philadelphia :
Lea & febiger.
Harty. FJ. alih bahasa Lilian Yuono. 1992. Endodontik Klinis. Jakarta : Hipokrates.
Ingle, J.L. & Bakland, L.K. 1985. Endodontics. 3 rd ed. Philadelphia : Lea & Febiger.
Mardewi, S. K.S.A. 2003. Endodontologi, Kumpulan naskah. Cetakan I. Jakarta : Hafizh.
Tarigan, R. 1994. Perawatan Pulpa Gigi (endodonti). Cetakan I, Jakarta : Widya Medika.
Walton, R. and Torabinejad, M., 1996. Principles and Practice of Endodontics. 2nd ed.
Philadelphia : W.B. Saunders Co.
Weine, F.S. 1996. Endodontics Theraphy. 5 th ed. St. Louis : Mosby Year Book. Inc