Makalah Budaya Dasar
Makalah Budaya Dasar
Penulis
1
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ........................................................................................ 3
PEMBAHASAN .......................................................................................... 5
PENUTUP ................................................................................................ 22
Kesimpulan ........................................................................................... 22
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ancaman dari derasnya arus globalisasi terhadap suatu ideologi
suatu bangsa tidak bisa dipandang sebelah mata. Banyaknya informasi
yang dengan mudahnya masuk dan diketahui oleh siapapun di dunia ini
termasuk Indonesia, secara tidak langsung akan merubah pola pikir
masyarakat itu sendiri dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini kami
khawatirkan akan menyebabkan masyarakat Indonesia melupakan ‘
siapa dirinya sesungguhnya ’ , yaitu warga negara Indonesia yang
berdasarkan kepada Pancasila. Bisa dibayangkan apabila kita sebagai
warga negara Indonesia, akan tetapi kita tidak memiliki ciri khusus dan
jati diri sebagai orang Indonesia? Pancasila sebagai dasar negara dan
ciri-ciri negara Indonesia adalah suatu patokan dan acuan bangsa
Indonesia dalam menjalankan seluruh aspek kehidupan
POLEKSOSBUDHANKAM. Seluruh nilai-nilai yang terkandung dalam
setiap butir poin Pancasila, dari sila pertama sampai sila kelima sejatinya
adalah suatu nilai luhur yang apabila diimplementasikan kedalam
kehidupan POLKESOSBUDHANKAM akan membawa bangsa
Indonesia ini menuju negara yang maju dan sejahtera ( Welfare State ).
Sebagai contoh, apabila sila pertama berhasil diimplemantasikan
sepenuhnya, dapat dipastikan tidak akan ada lagi sentimisme,
diskriminasi, dan pembatasan dalam beragama di Indonesia. Hal ini
sesuai dengan bunyi dari sila pertama tersebut yaitu “ Ketuhanan Yang
Maha Esa “, sila ini berarti bahwa kita sebagai warga negara harus
menghormati setiap agama atau kepercayaan yang ada di Indonesia ini.
Tidak membedakan setiap warga negara Indonesia sendiri atau warga
negara lain hanya karena berbeda kepercayaan, menghormati agama
apapun untuk menjalankan ibadah, dan yang terpenting adalah tidak
adanya pemaksaan untuk menganut suatu agama tertentu (Pasal 28 I,
3
Pasal 29 Ayat 2). Namun, sudahkah semua poin dari Pancasila berhasil
diimplementasikan kedalam kehidupan POLEKSOSBUDHANKAM ?
atau bahkan nilai-nilai dari Pancasila itu sendiri justru menjadi luntur
karena derasnya arus globalisasi ?
4
PEMBAHASAN
5
lunturnya nilai-nilai Pancasila di masyarakat, kita akan menjadi negara
tanpa ciri-ciri khusus yang menunjukkan kita sebagai seorang warga negara
Indonesia.
6
mengahakimi suatu agama tertentu. Masyarakat Indonesia saat ini
yang sudah berlabel modern sepertinya tidak lagi memakai cara
pandang dari sisi keagamaan dengan benar. Masyarakat Indonesia
saat ini yang sudah dikenal pintar sepertinya sudah tidak lagi
memandang sila pertama yaitu “ Ketuhanan Yang Maha Esa “ sebagai
salah satu acuan dalam menjalani kehidupan beragama di Indonesia
melainkan hanya sebuah hafalan saat di SD.
7
Lunturnya nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama ini
diperparah dengan adanya globalisasi yang hari demi hari semakin
tidak ter-filter antara yang baik dan buruk. Misalnya saja, makin
banyaknya tontonan di televisi yang mengajarkan kita kepada suatu
sifat Hedonisme yang suka berfoya-foya dan berhura-hura, makin
banyaknya tayangan televisi yang mengumbar bagian tubuh wanita
dengan bebasnya, makin banyaknya acara televisi yang mengajarkan
kita kepada suatu pola hidup yang sangat tidak sesuai dengan
kepribadian Indonesia. Baik secara langsung atau tidak langsung, efek
buruk yang dihasilkan dari contoh tersebut akan memengaruhi pola pikir
masyarakat Indonesia agar berperilaku seperti apa yang ada di televisi
tersebut. Efek buruk dari contoh diatas terbukti dengan meningkatnya
aksi seks bebas yang dilakukan oleh para remaja dengan rentangan
umur 15-23 tahun, meningkatnya pemakai Narkoba di Indonesia yang
didominasi oleh para remaja, dan meningkatnya aksi-aksi kriminalitas
yang disebabkan pelaku merasa terprovokasi oleh apa yang ia lihat di
televisi.
8
2) Saling mencintai sesama manusia.
3) Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia.
5) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
6) Menjaga sifat dan sikap Gotong Royong.
Kemanusiaan yang adil dan beradab semakin jauh dari kata terwujud
apabila kita melihat fakta-fakta yang terjadi di masyarakat. Dari sisi
hukum kita dihadapkan kepada ketidak adilan hukum yang berlaku di
Indonesia yang seperti ‘ Pisau ‘ tajam kebawah, akan tetapi tumpul
keatas. Hal ini terbukti dengan banyaknya para pelaku korupsi yang
merampok milyaran bahkan trilyunan uang rakyat yang hanya dihukum
kurang dari lima tahun penjara. Sebagai contoh adalah Anggodo
Widjojo yang terbukti merekayasa kriminaslisasi dua anggota KPK
masih bisa bebas seakan tidak terjerat oleh hukum. Tentu saja ini
9
sangat berlawanan dengan kisah seorang nenek yang bernama Minah
yang secara terpaksa memungut dua buah kakao seharga Rp. 2100
yang ditemukannya dijalan untuk dimakan oleh dirinya yang saat itu
kelaparan, akan tetapi ia harus menjalani hukuman penjara selama satu
bulan lima belas hari. Selain itu masih ingatkah pembaca dengan
kejadian memalukan yang terjadi saat sidang Paripurna terkait masalah
Bank Century beberapa anggota dewan yang terhormat terlibat aksi
baku hantam? Hal ini salah satu bukti bahwa keberadaban yang
terdapat di sila kedua belum sepenuhnya terlaksana.
10
“ karena masyarakat lokal merasa di “ anak tirikan “ oleh pemerintah.
Sebagai contoh, di Papua terdapat organisasi separatisme bernama
OPM ( Organisasi Papua Merdeka ), di Maluku terdapat organisasi
separatisme bernama RMS ( Republik Maluku Serikat ), dan sebagai
pengingat di Aceh ada GAM ( Gerakan Aceh Merdeka ), akan tetapi
antara pihak GAM dan pemerintah sudah setuju untuk berdamai
berdasarkan hasil konferensi di Den Haag Belanda. Dengan adanya
gerakan separatisme dari beberbagai daerah seperti contoh diatas, hal
ini menandakan bahwa adanya rasa kekecewaan dari masyarakat yang
merasa “ dilupakan “ oleh pemerintah dalam segi kehidupan seperti
ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan berbagai macam sarana
penunjang kemajuan daerahnya. Kekecewaan masyarakat ini
ditunjukkan dengan aksi-aksi pengibaran bendera dari organisasi
separatisme mereka sebagai penanda bahwa mereka ingin
melepaskan diri dari Republik Indonesia, inilah salah satu bukti dari
Retaknya “ Persatuan Indonesia “
Selain itu, kami memberikan contoh dari sisi yang berbeda atas
lunturnya nilai-nilai sila ketiga. Misalnya saja dari sisi sesama individu
dalam hal olahraga, kita sering mendengar terjadinya kerusuhan antar
suporter yang terjadi seusai tim kesayangannya berlaga, hal ini
menandakan bahwa mereka tidak memilik rasa persatuan sebagai
sesama warga negara Indonesia dan tidak memiliki semangat untuk
memajukan persepakbolaan di Indonesia. Dalam hal ini kami
mempercayai bahwa ada pengaruh negatif yang secara tidak langsung
diberikan dari para politic figure yang mengurusi PSSI. Para pecinta
sepak bola tanah air baik secara langsung atau tidak langsung
terpengaruh dari situasi politik yang memanas didalam tubuh PSSI, dan
hal ini berujung dengan dibuatnya dua laga kompetisi yang berbeda
dibawah PSSI yaitu , ISL ( Indonesia Super League ) dengan IPL
( Indonesia Premier League ).
11
Pada dasarnya perbedaan makna dari persatuan dan kesatuan
adalah, persatuan adalah konsep awal yang dibuat oleh para Founding
Father sebelum Indonesia merdeka, dengan asumsi bahwa semua ras,
agama, etnis, suku bangsa, dan bahasa yang terdapat di Indonesia
harus bisa bersatu dahulu sebelum menjadi sebuah kesatuan.
Sedangkan makna dari kesatuan adalah, seluruh perbedaan primordial
yang ada di Indonesia sudah bersatu dan melebur menjadi satu jati diri
dan menjadi satu bangsa dan negara yaitu Indonesia tanpa harus
menghilangkan ciri khas dari masing-masing kriteria primordial
tersebut.
12
Pemimpin yang amanah, adil, bertanggung jawab, dan bijaksana
adalah sosok ideal dari seorang pemimpin suatu bangsa. Pemimpin
dengan kriteria semacam ini peluang keberhasilannya dalam
memimpin suatu organisasi atau negara akan lebih besar, terlebih
apabila pemimpin semacam ini mengedepankan kepentingan bersama
daripada kepentingan pribadi. Indonesia yang sejak merdeka pada
tahun 1945 sudah mengalami pergantian presiden sebanyak enam kali
dimana presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menjadi
13
bahwa seharusnya apabila kita menelaah lebih dalam dari nilai
Pancasila khususnya sila keempat, Indonesia memiliki suatu cara
khusus dalam menyatukan suara dan memutuskan suatu
permasalahan yaitu dengan cara Musyawarah. Hasil musyawarah tidak
akan tercapai apabila belum tercapainya kesepakatan bersama,
dengan metode ini maka tidak akan ada perasaan dari masing-masing
anggota yang merasa tersakiti saat hasil musyawarah ditetapkan.
14
undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua
peraturan perundang-undangan di negara Republik Indonesia
bersumber pada Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara
Republik Indonesia mempunyai implikasi bahwa Pancasila terikat oleh
suatu kekuatan secara hukum, terikat oleh struktur kekuasaan secara
formal, dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang
menguasai dasar negara (Suhadi, 1998).
Kondisi Indonesia saat ini masih jauh dari kata sejahtera, hal ini bisa
dilihat dari berbagai macam indikator, misalnya dengan melihat masih
banyaknya rakyat miskin diberbagai daerah diseluruh Indonesia.
Tingkat kemiskinan di Indonesia sangat tinggi, data terakhir yang
dikeluarkan pemerintah pada Maret 2013 menunjukkan angka sebesar
28,07 juta orang masih hidup dibawah garis kemiskinan Indonesia.
Selain itu dari bidang kesehatan pun masyarakat miskin di Indonesia
seperti melihat jarak atau gap yang jauh antara mereka dengan
masyarakat yang mampu. Jaminan kesehatan yang seharusnya berhak
dimiliki oleh semua rakyat Indonesia pada kenyataannya tidak berjalan
dengan semestinya. Selain itu dari sisi pendidikan, mayoritas mereka
yang mengenyam pendidikan dengan fasilitas baik infrastruktur dan
intrastruktur yang layak adalah mereka yang mampu dalam segi
ekonomi atau dengan kata lain hidup diatas garis kemiskinan di
Indonesia. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan bunyi dari sila kelima
yang berbunyi “ keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “. Jika kita
melihat dari sudut pandang antar daerah pun, kita akan dihadapkan
pada kenyataan atas ketimpangan dalam hal pembangunan yang
terjadi. Daerah kota seperti lebih diistimewakan oleh pemerintah dalam
hal pembangunan, sedangkan daerah-daerah yang jauh dari
keramaian kota seakan-akan dilupakan dan pemerintah bagai menutup
15
mata. Ketimpangan sosial di tingkat antar daerah banyak terjadi, hal ini
terlihat jelas dari perkembangan ekonomi di daerah tersebut.
16
dilakukan oleh ketiga institusi ini tidak berjalan menurut semsetinya
atau yang sebiasanya. Pembinaan moral dirumah tangga misalnya
harus dilakukan dari sejak anak masih kecil, sesuai dengan
kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir, belum mengerti
mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-batas
dan ketentuan moral yang tidak berlaku dalam lingkungannya. Tanpa
dibiasakan menanamkan sikap yang dianggap baik untuk
manumbuhkan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal
moral itu. Pembinaan moral pada anak dirumah tangga bukan dengan
cara menyuruh anak menghapalkan rumusan tentang baik dan buruk,
melainkan harus dibiasakan. Zakiah Darajatmangatakan, moral
bukanlah suatu pelajaran yang dapat dicapai dengan mempelajari saja,
tanpa membiasakan hidup bermoral dari sejak keci. Moral itu tumbuh
dari tindakan kepada pengertian dan tidak sebaliknya. Seperti halnya
rumah tangga, sekolahpun dapat mengambil peranan yang penting
dalam pembinaan moral anak didik. Hendaknya dapat diusahakan agar
sekolah menjadi lapangan baik bagi pertumbuhan dan perkembangan
mental dan moral anak didik. Di samping tempat pemberian
pengetahuan, pengembangan bakat dan kecerdasan. Dengan kata
lain, supaya sekolah merupakan lapangan sosial bagi anak-anak,
dimana pertumbuhan mental, moral dan sosial serta segala aspek
kepribadian berjalan dengan baik. Untuk menumbuhkan sikap moral
yang demikian itu, pendidikan agama diabaikan di sekolah, maka
didikan agama yang diterima dirumah tidak akan berkembang, bahkan
mungkin terhalang. Selanjutnya masyarakat juga harus mengambil
peranan dalam pembinaan moral. Masyarakat yang lebih rusak
moralnya perlu segera diperbaiki dan dimulai dari diri sendiri, keluarga
dan orang-orang terdekat dengan kita. Karena kerusakan masyarakat
itu sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak-anak.
Terjadinya kerusakan moral dikalangan pelajar dan generasi muda
sebagaimana disebutakan diatas, karena tidak efektifnnya keluarga,
sekolah dan masyarakat dalam pembinaan moral. Bahkan ketiga
17
lembaga tersebut satu dan lainnya saling bertolak belakang, tidak
seirama, dan tidak kondusif bagi pembinaan moral.
18
kekuasaan, mareri dan sebagainya dengan cara-cara tidak terpuji itu,
dengan tidak memperhitungkan dampaknya bagi kerusakan moral
bangsa. Bangsa jadi ikut-ikutan, tidak mau mendengarkan lagi apa
yang disarankan dan dianjurkan pemerintah, karena secara moral
mereka sudah kehiangan daya efektifitasnya. Sikap sebagian elit
penguasa yang demikian itu semakin memperparah moral bangsa, dan
sudah waktunya dihentikan. Kekuasaan, uang, teknologi dan sumber
daya yang dimiliki pemerintah seharusnya digunakan untuk
merumuskan konsep pembinaan moral bangsa dan aplikasinya secara
bersungguh-sungguh dan berkesinambungan.
19
afiliasi politik. Memang, secara formal Pancasila diakui sebagai dasar
negara, tetapi tidak dijadikan pilar dalam membangun bangsa yang
penuh problematika saat ini. Sebagai ilustrasi misalnya, penolakan
terhadap segala hal yang berhubungan dengan Orde Baru, menjadi
penyebab mengapa Pancasila kini absen dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Harus diakui, di masa lalu memang terjadi mistifikasi
dan ideologisasi Pancasila secara sistematis, terstruktur
dan massive yang tidak jarang kemudian menjadi senjata ideologis
untuk mengelompokkan mereka yang tak sepaham dengan pemerintah
sebagai “ tidak Pancasilais ” atau “anti Pancasila ”. Pancasila
diposisikan sebagai alat penguasa melalui monopoli pemaknaan dan
penafsiran Pancasila yang digunakan untuk kepentingan
melanggengkan kekuasaan. Akibatnya, ketika terjadi pergantian rezim
di era reformasi, muncul lah demistifikasi dan dekonstruksi Pancasila
yang dianggapnya sebagai simbol, sebagai ikon dan instrumen politik
rezim sebelumnya. Pancasila ikut dipersalahkan karena dianggap
menjadi ornamen sistem politik yang represif dan bersifat monolitik
sehingga membekas sebagai trauma sejarah yang harus dilupakan.
Pengaitan Pancasila dengan sebuah rezim pemerintahan tertentu,
menurut saya, merupakan kesalahan mendasar. Pancasila bukan milik
sebuah era atau ornamen kekuasaan pemerintahan pada masa
tertentu. Pancasila juga bukan representasi sekelompok orang,
golongan atau orde tertentu. Pancasila adalah dasar negara yang akan
menjadi pilar penyangga bangunan arsitektural yang bernama
Indonesia. Sepanjang Indonesia masih ada, Pancasila akan menyertai
perjalanannya. Rezim pemerintahan akan berganti setiap waktu dan
akan pergi menjadi masa lalu, akan tetapi dasarnegara akan tetap ada
dan tak akan menyertai kepergian sebuah era pemerintahan.
20
kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini. Dengan terjadinya
perubahan tersebut diperlukan reaktualisasi nilai-nilai pancasila agar
dapat dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam menjawab
berbagai persoalan yang dihadapi saat ini dan yang akan datang, baik
persoalan yang datang dari dalam maupun dari luar. Kebelum-
berhasilan kita melakukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila tersebut
menyebabkan keterasingan Pancasila dari kehidupan nyata bangsa
Indonesia.
7. Antisipasi
21
PENUTUP
Kesimpulan
22
DAFTAR PUSTAKA
https://kholifaharifstyawan.wordpress.com/2014/12/25/makalah-lunturnya-
nilai-nilai-budaya-pancasila/
23