Anda di halaman 1dari 10

ABSTRAK

TUJUAN: Untuk menguji SSTP dan ACT dalam menentukan trias masalah
perilaku pada anak dengan cerebral palsy

DESAIN STUDI: 67 orang tua (97% ibu; rata-rata usia 38,7 ± 7,1 tahun) dari
anak-anak (64,2% anak laki-laki, rata-rata usia 5,3 ± 3,0 tahun) dengan cerebral
palsy sebagai responden dan secara acak dibagi menjadi SSTP, SSTP + ACT,
atau daftar tunggu. Outcome utama adalah perilaku anak dan masalah emosional
(ECBI), Kuesioner kekuatan dan kesulitan (SDQI) dan gaya pengasuhan (PS)
pada akhir imtervensi dan 6 bulan follow-up.

HASIL: SSTP dengan ACT terkait dengan penurunan masalah perilaku anak
(MD = 24,12, CI = 10,22-38,03, P = 0,003) meliputi hiperaktifitas (MD = 1,66,
CI = 4,63-11,97, p < 0,0001) verbositas ( MD = 0,60, CI = 0,16-1,04, P =
0,008. STTP sendiri terkait dengan penurunan masalah perilaku anak (MD 6,04,
CI = 2,20-9,89, P = 0,003) simptom emosional (MD = 1,33, CI =0,45-2.21, P =
0,004). Penurunan masalah perilaku dan emosional anak dipertahankan selama
follow-uo.

KESIMPULAN: SSTP merupakan intervensi yang efektif untuk masalah


perilaku pada anak dengan cerebral palsy. ACT memberikan manfaat tambahan.
Kata kunci: cebreral palsy, children, an RCT
PENDAHULUAN
Cerebral palsy adalah gangguan permanen dari perkembangan gerakan
dan postur tubuh yang disebabkan oleh nonprogresif gangguan perkembangan
otak fetus. Cerebral palsy adalah gangguan fisik tersering yang terjadi selama
masa kanak-kanank, dengan angka kejadian 2,0-2,5 pada setiap 1000 kelahiran
hidup.2 Sebuah meta-analisis terbaru menunjukkan bahwa 1 dar 4 anak dengan
cerebral palsy memiliki gangguan perilaku 6 di bandingkan dengan 1 dalam 10
7
tipikal perkembangan anak . Intervensi pola asuh berdasarkan teori
pembelajaram dam analisis kebiasaan memiliki pengaruh dukungan empirik
yang besar dalam perkembangan anak. SSTP mempunyai target pada keluarga
yang mempunyai anak dengan disabilitas. Hasil metaanalisis terbaru
menemukan bahwa SSTP memberikan efek sedang pada outcome kebiasaan
anak (d = 0,537) dan efek yang besar pada gaya pengasuhan (d = 0,725). SSTP
telah didemonstrasikan efisien pad keluarga dengan anak yang memiliki
gangguan autism
Acceptance and Commitment Therapy (ACT) adalah terapi kebiasaan
kognitif baru yang menekankan pada kontak psikologis yang tidak
menghakimin. Tujuan dari ACR adalah untuk meningkatkan fleksibelitas
psikologis, kemampuan untuk mempertahankan atay mengubah satu kebiasaan,
dengan penuh kesadaran pada suaru konteks. ACT dapat meningkatkan dalam
pembentukan intervensi asuhan dengan mengamati kognitif dan emosional
orangtua.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efesiensi dari SSTP
dengan dan tanpa ACT, pada masalah perilaku dan emosional anak dan pola
asuhan yang tidak fungsional pada keluarga dengan anak yang miliki cerebral
palsy.
METODE
Desain
Desain penelitian ini menggunakan 2 jenis RCT dengan 3 group (SSTP,
SSTP + ACT, kelompok kontrol). Jenis pertama adalah fokus utama dari
penelitian ini yaitu melibatkan perbandingan antara SSTP, SSTP dan ACT, dan
kelompok kontrol pada post intervensi. Setelah penilaian post intervensi,
kelompok kontrol dimasukkan kedalam SSTP. Jika kelompok kontrol dapat
memenuhi SSTP, maka mereka juga memenuhi penilaian tambahan pada post
intervensi. Jenis kedua adalah dengan menilai efek pada follow up dan
melibatkan semua kelompok penelitian yang menerima intervensi dan
mendapatkan penilaian follow up lengkap selama 6 bulan. Jenis kedua termasuk
penelitian pre-post desain, untuk membandingkan antara kelompok keluarga
yang menerima SSTP dan kelompok keluarga yang menerima SSTP dengan
ACT dalam 6 bulan follow up.
Data yang dikumpulkan berasal dari Children’s Health Queensland
Human Research Ethics Committee, the University of Queensland Behavior and
Sosical Sciences Ethical Review Committee, dan the Cerebral Palsy Leagye of
Wueeensland Research Ethics Committee. Semua orangtua yang terlibat dalam
penelitian ini telah menanda tangani surat persetujuan sebelum menjadi
partisipan dalam penelitian.

Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah orangtua dari anak-anak dengan
diagnosis cerebral palsy yang membutuhkan intervensi pola asuhan. Partisipan
diambil dari databases the Queensland Cerebral Palsy and Rehabilitation
Research Centre, the Cerebral Palsy League, dan Queensland Cerebral Palsy
Register and Health Service.
Besar sampel
Kalkulasi besar sampel berdasarkan outcome utama yaitu perilaku anak.
Ukuran efek 0,25 diasumsikan karena konsisten dengan perbedaan yang penting
secara klinis 0,5 SD dan setara dengan besar efek untuk SSTP yang diperoleh
dari keluarga dengan anak yang ASD. Π2 = 0,27. Total besar sampel adalah 98.
Sampel akhir yang digunakan 67.
Procedure
Setiap partisipan dalam penelitian dibagi secara random menjadi 1 dari 3
kelompok yaitu SSTP, SSTP dengan ACT dan kelompok kontrol. Intervensi
diberikan dalam kelompok gabungan (10 keluarga dalam satu group) dan format
telefon. SSTP terdiri dari 6 sesi kelompok selama 2 jam dan 3 sesi konsultasi
telfon selama 30 menit dengan psikologis. Sesi SSTP terdiri dari strategi untuk
membangun hubungan orangtua dan anak yang baik, mendorong perilaku yang
diinginkan, mengajarkan kemampuan dan perilaku yang baru, memperbaiki
perilaku yang tidak baik, dan mengelola faktor risiko tinggi. Untuk SSTP
dengan ACT, sesi ACT meliputi identifikasi norma, konsentrasi, kemampuan
kognitif dan mengaturan emosional.
Pemeriksaan
Demografi data didapatkan dari the Family Background Questionnaire,
dan pengukuran kemampuan motorik diklasifikasikan berdasarkan the Gross
Motor Function Classification System. Penelitian ini difokuskan pada outcome
utama yaitu masalah perilaku dan emosional pada anak.
Analisis statistika
Pada tahap pertama, perbandingan antara SSTP, SSTP + ACT, dan grup
WL pasca intervensi, tercapai melalui serangkaian uji ANCOVA dengan nilai
pra intervensi sebagai kovariat. Hasil signifikan ditindaklanjuti dengan uji
kontras linear perbedaan grup per grup (WL vs SSTP, WL vs SSTP + ACT,
SSTP vs SSTP + ACT). Koreksi Bonferroni diaplikasikan ke kontras linear
untuk membenarkan beberapa perbandingan, dengan hasil nilai P = .0167.
Tahap kedua pada penelitian ini memeriksa efek pada follow up dan
termasuk semua keluarga yang menerima intervensi serta selesai 6 bulan
mengikuti penilaian. Perbandingan antara keluarga yang menerima SST (n=16),
dan keluarga yang menerima SSTP + ACT (n=12) pada 6 bulan penilaian
dilakukan serangkaian uji ANCOVA dengan nilai pra intervensi sebagai
kovariat. Semua keluarga WL menerima SSTP sendirian kecuali 1 yang
menerima SSTP + ACT.

HASIL
Karakteristik Sampel
Serangkaian x2 dan analisis varians diidentifikasi tidak ada perbedaan
antara kelompok pada varabel demografi manapun pada garis dasar data.
Analisis Pendahuluan
Kurang dari 10% data hilang dan pola data yang hilang adalah acak.
Dalam menghasilkan skor skala jika <30% data yang hilang untuk peserta pada
skala tersebut, kemudian skor skala dihasilkan dari data sisanya. Apabila 30%
data hilang untuk peserta pada skala tersebut, kemudian peserta dikecualikan
dari analisis skala tersebut.
Konten SSTP dan ACT disampaikan per protokol dalam semua sesi
kelompok terjadwal dengan pengecualian bahwa dalam 8,19% dari sesi tersebut,
beberapa aspek dari DVD SSTP tidak dimainkan karena kesulitan teknis atau
manajemen waktu. Dalam semua suasana, konten pada DVD SSTP masih
disampaikan secara verbal. Penyampaian protokol dinilai oleh seorang terapis
sekunder untuk 50,81% dari sesi dengan persetujuan 100% dengan terapis
primer. 11 keluarga menerima intervensi melalui format loka karya akhir pekan
(4 kelompok SSTP, 4 kelompok SSTP+ACT, 3 kelompok WL). Dalam
kelompok SSTP, peserta yang hadir rata-rata 5,31 (SD 0,79) dari 6 sesi
kelompok dan rata-rata 2,87 (SD 0,34) dari 3 konsultasi telepon. Dalam
kelompok SSTP dengan ACT, peserta menghadiri rata-rata 5,25 (SD 0,97) dari
6 sesi kelompok, rata-rata 2,75 (SD 0,44) dari 3 konsultasi telepon, dan rata-rata
1,95 sesi kelompok ACT (SD 0,22). Jika seorang peserta melewatkan sebuah
sesi kelompok terjadwal, setiap upaya yang dibuat untuk mengatur sebuah sesi
perbaikan individual, dengan peserta SSTP menerima rata-rata 0,44 (SD 0,40)
sesi perbaikan SSTP dan peserta SSTP dengan ACT menerima rata-rata 0,55
(SD 1,0) sesi perbaikan SSTP dan rata-rata 0,10 (SD 0,31) sesi perbaikan ACT.
Keluaran Primer dari RCT: Perbandingan Kelompok pada
Pascaintervensi
Konsisten dengan efek intervensi, 3 kelompok menunjukkan perbedaan
yang signifikan pada pascaintervensi untuk masalah perilaku dan emosional
anak yang dilaporkan orang tua, termasuk pada skala Intensitas ECBI, F2,54 =
6,15, P = 0,04; skala Masalah ECBI, F2,48 = 11,03, P < ,0001, skala gejala Emosi
SDQ, F2,53 = 4,88, P = ,01; dan skala Hiperaktivitas SDQ, F2,54 = 4,55, P = ,01.
Perbedaan signifikan tidak ditemukan pada masalah Conduct, masalah Sebaya,
Prososial, atau skala Dampak SDQ. Sebagai tambahan, 3 kelompok
menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam gaya pengasuhan disfungsional
pada skala Overreaktivitas PS, F2,52 = 3,84, P =,03, dan skala Verbositas PS F2,53
= 3,80, P = ,03. Perbedaan signifikan tidak ditemukan untuk skala Laxness PS.
Peserta SSTP dengan ACT menunjukkan penurunan masalah perilaku
dan emosional anak yang dilaporkan oleh orangtua dibandingkan dengan
kelompok WL pada skala Intensitas ECBI (arti perbedaan [MD] = 24,12, P =
,003), skala Masalah ECBI (MD = 8,30, P < ,000), dan skala Hiperaktivitas
SDQ (MD = 1,66, P = ,004), seperti didemonstrasikan dalam skor MD.
Perbedaan signifikan antara SSTP dengan ACT dan WL tidak ditemukan pada
skala gejala Emosional SDQ. SSTP menunjukkan penurunan masalah perilaku
dan emosional anak yang dilaporkan oleh orangtua dibandingkan dengan
kelompok WL pada skala Masalah ECBI (MD = 6,04, P = ,003) dan skala gejala
Emosional SDQ (MD = 1,33, P = ,004). Perbedaan didekati makna untuk skala
Intensitas ECBI (MD = 15,43, P = ,04). Perbedaan signifikan antara SSTP dan
WL tidak ditemukan pada skala Hiperaktivitas SDQ. Tidak ada perbedaan
signifikan antara SSTP dan SSTP dengan ACT yang ditemukan. Perbedaan
antara SSTP dan SSTP dengan ACT didekati makna untuk skala gejala
Emosional SDQ saja, dengan SSTP mendemonstrasikan gejala emosional yang
dilaporkan oleh orangtua yang lebih rendah.
SSTP dengan ACT menunjukkan gaya pengasuhan disungsional
dibandingkan dengan kelompok WL pada skala Overreaktivitas PS (MD = 0,60,
P = ,008) dan skala Verbositas PS (MD = 0,68, P = ,01). Tidak ada perbedaan
signifikan yang ditemukan antara SSTP dan WL pada gaya pengasuhan
disungsional. Tidak ada perbedan signifikan yang ditemukan antara SSTP dan
SSTP dengan ACT pada gaya pengasuhan disungsional.

Analisis Sensitivitas: Tujuan untuk Mengobati


Analisis sensitivitas konservatif, mengulangi uji ANCOVA dengan
observasi terakhir diteruskan untuk semua keluarga yang gagal untuk memenuhi
penilaian pascaintervensi, dilakukan untuk memenuhi makna untuk mengobati
(n = 67). Interpretasi dari hasil dalam semua kasus konsisten dengan hasil yang
dilaporkan sebelumnya.

Penyimpanan Dampak: Sebuah Analisis Pre-Post dari Pascaintervensi


hingga Follow up
Keluarga yang menerima SSTP menunjukkan perubahan signifikan pada
skala Prososial, t14 = -0,26, P = ,01, dari pascaintervensi hingga follow up
selama 6 bulan dan peningkatan signifikan dalam pengasuhan disfungsional
pada skala Verbositas PS, t13 = -2,31, P = ,04, dari pascaintervensi hingga follow
up selama 6 bulan. Keluarga yang menerima SSTP dengan ACT menunjukkan
peningkatan signifikan dalam pengasuhan disfungsional dari pascaintervensi
hingga follow up selama 6 bulan pada skala Overreaktivitas PS, t10 = -2,49, P =
,0, dan skala Verbositas PS, t10 = -3,09, P = ,01. Semua hasil t lainnya tidak
signifikan, konsisten dengan biaya keuntungan.

Perbandingan Keluarga yang Menerima SSTP dan SSTP+ACT pada Follow up


Keluarga yang menerima SSTP dengan ACT menunjukkan penurunan
masalah perilaku anak dan pengasuhan disfungsional dibandingkan dengan
keluarga yang menerima SSTP saja pada follow up selama 6 bulan pada skala
Hiperaktivitas SDQ, F2,24 = 7,29, P = ,012; dan skala Laxness PS, F2,23 = 4,8, P
= ,038; dan skala Verbositas PS, F2,24 = 10,70, P = ,003. Perbandingan ini
seharusnya diinterpretasi dengan perhatian karena ukuran sampel yang lebih
kecil (SSTP = 16, SSTP+ACT =12).

DISKUSI
Anak-anak dengan cerebral palsy berada pada risiko yang meningkat
terhadap masalah perilaku dan emosional, dengan 1 dari 4 mengembangkan
kelainan perilaku. Studi ini pertama kali untuk mendemonstrasikan bahwa
intervensi pengasuhan, terutama SSTP atau SSTP dikombinasikan dengan ACT,
manjur dalam penargetan masalah perilaku dan emosional pada anak-anak
dengan cerebral palsy. SSTP saja dikaitkan dengan reduksi dalam masalah
perilaku dan emosional anak yang dilaporkan orang tua konsisten dengan
penelitian sebelumnya. Lebih jauh lagi, SSTP dikombinasikan dengan ACT
dikaitkan dengan reduksi pada gaya pengasuhan disfungsional. Ukuran efek
yang diperoleh dalam keluarga anak-anak dengan ASD (Intensitas ECBI = 0,26;
Masalah ECBI = 0,16). Ini menggambarkan kebutuhan yang penting bagi
pelayanan klinis untuk menangani masalah perilaku dan emosional pada anak-
anak dengan cerebral palsy, sebaik kecocokan antara kebutuhan penting ini dan
kemanjuran intervensi pengasuhan. Intervensi pengasuhan, terutama Triple P
didesain untuk penyebaran setingkat populasi, secara mudah diimplementasikan
dalam pelayanan kesehatan atau pendidikan, dapat disampaikan dalam wilayah
dengan sumber daya yang tinggi dan rendah, dan tersedia dalam 25 negara.
Intervensi pengasuhan, seperti SSTP, karena itu harus membentuk bagian dari
perawatan standar untuk keluarga anak-anak dengan cerebral palsy.
Hasil tersebut menyarankan bahwa ACT menyediakan kontribusi
tambahan, dengan manfaat utama ditunjukkan untuk gaya pengasuhan dan
hiperaktivitas anak. Kombinasi intervensi SSTP dan ACT, tetapi bukan SSTP
saja, dikaitkan dengan reduksi pada hiperaktivitas anak, overreaktivitas orang
tua, verbositas orang tua, dan masalah perilaku anak pada skala Intensitas ECBI.
Pada follow up selama 6 bulan, keluarga yang menerima intervensi kombinasi
SSTP dengan ACT menunjukkan reduksi pada hiperaktivitas anak, kelemahan
orang tua, dan verbositas orang tua dibandingkan dengan keluarga yang
menerima SSTP saja. Kombinasi intervensi SSTP dengan ACT memungkinkan
peningkatan pengasuhan oleh peningkatan fleksibilitas psikologis.
Keluarga yang menerima SSTP saja dan bukan keluarga yang menerima
kombinasi SSTP dengan ACT, menunjukkan penurunan gejala emosional anak
pada SDQ dibandingkan dengan WL. Lebih jauh lagi, perbedaan antara SSTP
saja dan kombinasi SSTP dengan ACT didekati makna, dengan SSTP
menunjukkan penurunan gejala emosional anak. Ini adalah sebuah penemuan
yang menarik, sebagaimana ia menantang untuk memahami bagaimana
penambahan ACT mungkin dapat menurunkan efek intervensi SSTP. Hal
tersebut mungkin bahwa ACT, dengan fokus pada kesadaran, penerimaan
emosi, dan tindakan pengasuhan yang bernilai, peningkatan kepedulian orang
tua terhadap pengaruh anak, demikian menggembungkan skor gejala emosional
anak pada pengukuran laporan orang tua dari SDQ. Hal ini membutuhkan
penelitian lebih lanjut.
Sebuah keterbatasan dari studi ini adalah bahwa tujuan ukuran sampel
dari 98 keluarga tidak dapat dicapai, mengarah ke kekuatan yang dikurangi.
Lebih jauh lagi, keluaran primer adalah laporan orang tua. Penelitian
selanjutnya harus menyelidiki apabila intervensi pengasuhan adalah sebuah
supplemen yang berguna terhadap intervensi yang ada untuk keluarga anak-
anak dengan cerebral palsy; sebagai contoh, emndukung sebuah intervensi
pengayaan lingkungan atau sebuah program terapi rumah. Sebagai tambahan,
penelitian harus fokus pada mengkonfirmasikan sebuah manfaat tambahan dari
ACT, mneyelidiki penggeneralisasian, dan menguji sebuah intervensi
pengasuhan ACT terpadu. Efek dari ACT yang disampaikan orang tua pada
gejala emosional anak dan kepedulian orang tua dari pengaruh anak menjamin
penelitian lebih jauh. Apabila ACT meningkatkan kepedulian orang tua
terhadap emosi anak, hal tersebut mungkin memberi arti untuk menargetkan
responsivitas dan hubungan orang tua-anak.

KESIMPULAN
Studi ini mendemonstrasikan, melalui sebuah RCT, kemanjuran dari
sebuah intervensi pengasuhan yang tersedia, SSTP, dalam menargetkan masalah
perilaku dan emosional pada anak-anak dengan cerebral palsy. Lebih jauh lagi,
hasil tersebut menyarankan bahwa ACT mempunyai manfaat tambahan pada
kemapanan intervensi pengasuhan. Hal tersebut merekomendasikan bahwa
intervensi pengasuhan dimasukkan ke dalam pelayanan standar untuk keluarga
anak-anak dengan cerebral palsy.

Anda mungkin juga menyukai