BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Aspek Psikologis
Stress akibat shift kerja akan menyebabkan kelelahan
(fatique) yang dapat menyebabkan gangguan psikis pada pekerja,
seperti ketidakpuasan dan iritasi. Tingkat kecelakaan dapat
meningkat dengan meningkatnya stres, fatique, dan ketidakpuasan
akibat shift kerja ini.
13
3. Aspek Kinerja
Dari beberapa penelitian baik di Amerika maupun Eropa,
shift kerja memiliki pengaruh pada kinerja pekerja. Kinerja pekerja,
termasuk tingkat kesalahan, ketelitian dan tingkat kecelakaan, lebih
baik pada waktu siang hari dari pada malam hari, sehingga dalam
menentukan shift kerja harus diperhatikan kombinasi dari tipe
pekerjaan, sistem shift dan tipe pekerja.
4. Domestik dan sosial
Shift kerja akan berpengaruh negatif terhadap hubungan
keluarga seperti tingkat berkumpulnya anggota keluarga dan sering
berakibat pada konflik keluarga. Secara sosial, shift kerja juga akan
mempengaruhi sosialisasi pekerja karena interaksinya terhadap
lingkungan menjadi terganggu. Banyak penelitian model shift kerja
dilakukan untuk mengurangi pengaruh negatif dari shift kerja
tersebut. Selain itu, sebuah riset terbaru menyebutkan bahwa bekerja
pada shift malam memberikan peluang pada tubuh untuk
memproduksi karsinogen (zat penyebab kanker), malam hari
mengalami resiko kanker payudara lebih besar. Bekerja malam tak
hanya mengacaukan ritme sirkadian (jam biologis tubuh). Studi
yang dilakukan International Agency for Research on Cancer
(IARC), divisi kanker dari WHO, menegaskan bekerja di malam hari
memicu sel kanker payudara bagi perempuan dan kanker prostat
bagi pria. Karena kerja shift malam menjadi faktor karsionen. Para
peneliti menduga kerja malam ini menganggu ritme sirkadian.
Selain itu hormon melatonin yang berperan menghambat
pertumbuhan tumor, normalnya diproduksi saat malam. Sehingga
kurang tidur membuat sistem kekebalan tubuh mudah diserang sel
kanker dan tidak memiliki kekuatan untuk menyerang balik. Para
ahli memperkirakan hampir 20 persen dari populasi pekerja di
negara berkembang adalah pekerja malam.
14
2.2 Kelelahan
2.2.1 Pengertian Kelelahan
Tarwaka (2010) menyatakan bahwa kelelahan merupakan suatu
bagian dari mekanisme tubuh untuk melakukan perlindungan agar tubuh
terhindar dari kerusakan yang lebih parah, dan akan kembali pulih
apabila melakukan istirahat. Suma’mur (2013) menyatakan bahwa kata
lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh dan mental yang berbeda,
tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan
berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja. Satalaksana dalam Putra
(2011) menyatakan bahwa kelelahan merupakan suatu pola yang timbul
pada suatu keadaan, yang umum terjadi pada setiap individu, yang telah
tidak sanggup lagi melakukan aktivitasnya.
Kodrat (2009) dalam Yulinda (2015) menyatakan bahwa secara
psikologis, kelelahan yaitu keadaan mental dengan ciri menurunnya
motivasi, ambang rangsang meninggi, menurunnya kecermatan dan
kecepatan pemecahan persoalan. Secara fisiologis, kelelahan yaitu
penurunan kekuatan otot yang disebabkan karena kehabisan tenaga dan
peningkatan sisa-sisa metabolisme, misalnya asam laktat,
karbondioksida. Kelelahan diterapkan di berbagai macam kondisi
merupakan suatu perasaan bagi setiap orang mempunyai arti tersendiri
dan bersifat subjektif.
Anoraga (1992) dalam Zahra (2015) menjelaskan bahwa kelelahan
adalah ungkapan perasaan yang tidak enak secara umum, suatu perasaan
kurang menyenangkan, perasaan resah dan capek yang menguras
seluruh minat dan tenaga. Ahmadi (2009) menjelaskan bahwa kelelahan
adalah gejala berkurangnya manusia untuk melakukan sesuatu.
Suma’mur (2013) menyatakan bahwa kelelahan kerja adalah
aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam
bekerja, yang dapat disebabkan oleh :
1. Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual)
2. Kelelahan fisik umum
15
3. Kelelahan syaraf
4. Kelelahan oleh lingkungan yang monoton
5. Kelelahan oleh lingkungan kronis terus-menerus sebagai faktor
secara menetap.
3. Tertiary prevention
1) Memberikan aspek keamanan pada karyawan. Semua
karyawan membutuhkan rasa aman selama mereka bekerja
ditempat kerja mereka masing-masing. Terhindar dari
kekerasan, pelecehan, dan tindakan lainnya.
2) Menawarkan jam kerja yang fleksibel (flexble work hours).
Karyawan yang mengalami kekerasan membutuhkan waktu
untuk pemulihan, kesehatan, konseling, perpindahan tempat
tinggal, dan lain-lain.
3) Pemberian dukungan finansial karyawan. Contohnya,
bantuan finansial bagi karyawan yang mengalami kekerasan
(financial assistance to abused employees).