LANDASAN TEORI
6
7
Alsintan) peontok. Sedangkan untuk daerah yang menjual padi dengan sistem
tebas, kegiatan pemotongan serta perontokan secara langsung dilakukan oleh
pihak penebas dan petani secara langsung menerima dalam bentuk uang sesuai
dengan harga rebasan.
Pada proses pemanenan yang dalam hal ini pemotongan padi, sangat
mempengaruhi pada tahap perontokan. Cara potong atas atau dekat dengan
pangkal malai, biasanya dilakukan untuk perontokan padi dengan menggunakan
alat perontok mesin power threser tipe throw in yaitu dimana seluruh bahan yang
akan dirontok masuk kedalam ruang perontokan. Sedangkan perontokan dengan
menggunakan power threser dengan tipe pedal atau dengan cara gebot, panen
dialkukan dengan cara potong bawah.
3. Sistem Perontokan
Pada awal kegiatan peorntokan padi, petani merontok dengan cara
menginjak-injak (iles) padi, membanting (gebot) dan memukul, bahkan ada petani
yang menggunakan sepeda motor dengan menjalankanya diatas hamparan padi
yang akan dirontok. Menurut Ananto, dkk. (dalam Herawati, 2008, hlm.198)
mengemukakan bahwa “Cara perontokan tersebut mempunyai kapasitas kerja
yang sangat rendah, yaitu hanya 25-30 kg/jam”. Seiring dengan perkembangan
teknologi, proes perontokan semakin berkembang dan secara garis besar terbagi
menjadi tiga kategori yaitu secara manula dengan menggunakan alat gebot, pedal
threser serta mesin power threser. Upah perontokan biasanya tidak terpisah dari
biaya panen secara keseluruhan terutama pada kegiatan panen yang menggunakan
alat gebot atau pedal theser, dimana penderep sekaligus sebagai perontokan sudah
tercakup didalam upah bawon yang besarnya antara 10-23%. Adapun karakteristik
padi menurut Balai Besar Pengembangan Mekanisme Pertanian, sebagai berikut:
Tabel 2.4. Karakteristik Fisik Padi
Karakteristik Nilai Rataan
Panjang (mm) 8,54
Lebar (mm) 2,47
Tebal (mm) 1,38
10
a. Manual (Gebot)
Perontokan padi dengan cara gebot yaitu perontokan padi dengan
membantingkan segenggam batang padi pada alat gebot yang terbuat dari kayu
atau besi. Dalam proses perontokan dengan cara gebot tersebut perlu diperhatikan
mengenai penggunaan alas terpal untuk menghindari banyaknya gabah yang
tercecer akibat ayunan serta terpaan angin pada saat perontokan, Suismono, dkk
(dalam Herawati, 2008, hlm. 198) mengemukakan bahwa “Untuk menghindari
adanya kehilangan hasil yang berlebihan, plastik yang berisi tumpukan padi yang
masih dialasi plastik atau karung untuk menghindari tercecernya gabah dibawa ke
tempat perontokan yang telah dialasi plastik terpal dengan ukuran 6 x 6 m yang
dilengkapi dengan tirai. Penggebotan dilakukan dengan cara membanting atau
memukulkan genggaman padi ke alat gebot sebanyak 6 sampai 8 kali.
Pembersihan sisa gabah yang masih menempel pada jerami dapat dilakukan
secara manual. Pemindahan gabah hasil panen dapat mengunakan karusng plastic
yang bersih serta dijahit atau diikat agar tidak tercecer”.
Setyono, dkk. (dalam Herawati, 2008, hlm. 198) mengemukakan bahwa
‘Kapasitas perontokan dengan cara gebot sangat bervariasi, tergantung
kepada kekuatan orang, yaitu berkisar antara 41,8 kg/jam/orang sampai
89,79 kg/jam/orang’.
11
Setyono dkk., dan setyono dkk. (dalam Herawati, 2008, hlm. 198)
mengemukakan bahwa ‘Perontokan padi dengan cara gebot banyak gabah
yang tidak terontok berkisar antara 6,4 % - 8,9 %’.
Perontokan dengan cara dibanting atau gebot, jika alas penampung gabah
tidak luas dan tanpa tirai atau dinding maka banyak gbah yang terlempar keluar
wadah perontokan. Jika bantingan kurang kuat, banyak gabah yang tidak terontok
dan tertinggal dimalai. Proses perontokan secara manual dengan cara gebot
memiliki kelemahan dalam proses perontokan atau padi tertumpuk di sawah serta
sangat bergantung pada kemampuan dan kemauan tenaga penggebot.
b. Power Threser Model Pedal
Power threser model pedal atau sering disebut dengan pedal threser yaitu
alat perontok yang menggunakan mekanisme perontokan dengan menggunakan
gigi berputar sebagaimana mekanisme pada mesin power threser, akan tetapi
dengan menggunakan tenaga manual dengan cara dikayuh menggunakan pedal.
antara kemampuan serta daya kayuh alat. Dalam hal ini, seringkali terjadi
modifikasi alat pedal threser kurang sesuai dengan ergonomis pengguna yang
mengakibatkan alat kurang maksimal untuk diaplikasikan di lapangan. Pada
akhirnya tenaga perontok lebih memilih menggunakan alat gebot daripada
menggunakan pedal threser.
c. Mesin Power Threser
Dalam perkembangannya kegiatan perontokan dapat dilakuakan dengan
menggunakan power threser. Penggunaan mesin perontok tersebut diharapkan
dapat meningkatkan kapasitas serta efisiensi kinerja perontokan. Disamping itu,
penggunaan mesin perontok menyebabkan gabah tidak terontok sangat rendah
yaitu kurang dari satu persen. Sewa power threser umumnya menjadi tanggungan
penderep, didasarkan pada jumlah gabah yang dirontokan. Di beberapa lokasi,
upah perontokan di hitung per kwintal gabah yang dirontok, berkisar antara Rp
2500- Rp 5000,- per kwintal. Mesin perontok power threser memiliki kaoasitas
kerja lebih tinggi, berkisar antara 400-1000 kg/jam, tergantung pada jenis dan
tipenya.
Setyono, dkk. (dalam Herawati, 2008, hlm. 199) mengemukakan bahwa
‘Hasil pengujian empat mesin perontok pada Type TH-6 menunjukan
bahwa kapasitas mesin perontok tersebut bervariasi antar 523 kg/jam/unit-
1.125 kg/jam/unit tergantung keapda spesifikasi atau pabrik
pembuatannya”.
Tabel 2.5. Kapasitas Kerja dan Prosentase Gabah yang Tidak Terontokan untuk
Beberapa Mesin Perontok Power Threaser
Tabel 2.7. Pengaruh Lama Penundaan Perontokan Terhadap Mutu Beras di Lahan
Pasang Surut
(2.1)
(Khurmi dan Gupta, 1991, hlm. 107)
𝑇 = 𝐹. r………………………………………………………… persamaan
(2.2)
Khurmi dan Gupta, 1991, hlm. 107)
keterangan:
𝑃 = Daya yang Dibutuhkan ( HP );
N = Putaran Sisir Perontok (rpm);
T = Torsi (kg.m);
F = Gaya (kg);
r = Jari-jari Sisir Perontok (m).
Untuk mencari gaya (F) perontokan yaitu dengan menjumlahkan
komponen-komponen yang mempengaruhi gaya perontokan, yaitu:
17
seperti pada timbangan, sebagai penegang atau penjepit, sebagai pembagi rata
tekanan, dll.
Gambar 2.2. Macam-macam Pegas.
(sumber: http://udai08.blogspot.com/2011/03/power-thresher.html)
19
b. Bahan Pegas
Pegas dapat dibuat dari beberapa jenis bahan sperti diberikan pada Tabel
2.8 menurut pemakainnya. Bahan baja dengan penampang lingkaran adalah yang
paling banyak dipakai. Di sini akan dikemukakan 5 macam baja dan beberapa
jenis logam bukan besi.
Pegas untuk pemakaian umum dengan diameter kawat sampai 9.2 (mm)
biasanya dibuat dari kawat Tarik keras yang dibentuk dingin, atau kawat yang
distemper dengan minyak. Untuk diameter kawat yang lebih besar dari 9.2 (mm)
dibuat dari batang rol yang dibentuk panas. Pada pegas yang terbuat dari kawat
Tarik keras, tidak dilakukan perlakuan panas setelah dibentuk menjadi pegas.
Diantara kawat Tarik keras yang bermutu paling tinggi adalah kawat untuk
alat musik atau kawat piano (SWP). Kawat baja keras (SW) dengan mutu lebih
rendah dari pada kawat musik dipakai untuk tegangan rendah atau beban statis.
Harganya jauh lenih rendah dari pada kawat musik.
Tabel 2.9. Bahan Pegas Silindris Menurut Pemakaiannya
Pemakaian Bahan
SUP4, SUP6, SUP7, SUP10,
Pegas biasa (dibentuk panas)
SUP11
SW, SWP, SUS, BsW, NSWS,
Pegas biasa (dibentuk dingin) PBW, BeCuW, Kawat distemper
dengan minyak
Pegas tumpuan kendaraan SUP4, SUP6, SUP7, SUP9, SUP11
Pegas untuk katup keamanan ketel SWP, SUP6, SUP7, SUP9, SUP10
SWP, SUP4, SUP6, SUP7, Kawat
Pegas untuk governor kecepatan
distemper dengan minyak
SWPV, Kawat distemper dengan
Pegas untuk katup
minyak untuk pega katup
Pegas untuk pemutar telpon, pegas untuk
SWP
penututup (shuter) kamera
Pegas untuk dudukan, pegas untuk mainan SW
20
(2.3)
(Sonawan, 2009, hlm. 101)
Diamana:
K = Faktor Wahl (diperoleh dari kurva atau dihitung menggunakan
persamaan 2.2)
4𝐶−1 0.615
𝐾= + ……………………………………………... persamaan (2.4)
4𝐶−4 𝐶
4. Panjang terpasang (Li), yaitu panjang terpendek pegas pada saat pegas bekerja
dalam kondisi normal. Jadi selama beroperasi dalam kondisi normal, pegas
akan bergerak dalam selang Lo hingga Li.
c. Indeks Pegas
Yang dimaksud dengan indeks pegas adalah perbandingan antara diameter
rata-rata dengan diameter kawat.
𝐷
𝐶 = 𝑑 ………………………………………………………….… persamaan (2.5)
d. Tegangan
Tegangan geser disini merupakan tegangan geser izin, yang berfungsi
sebagai nilai keamanan dalam pemakaian pegas. Untuk mencari atau menghitung
tegangan menggunakan persamaan berikut:
8𝐷𝐹
𝜏=𝐾 …………………………………………………………. Persamaan (2.6)
𝜋𝑑3
Kemudian mencari nilai dari 𝜏. Menurut Ir. Hery Sonawan (2008, hlm.
108) “Variable tegangan geser yang diizinkan diperoleh mlalui grafik dan
disederhanakan dengan perangkat lunak Microsoft Excel diperoleh sebuah
hubungan antara diameter kawat dengan tegangan geser yang diizinkan.”
Hubungan antara diameter kawat dengan tegangan geser yang diizinkan
dinyatakan dalam persamaan:
𝜏 = −0.51 × 𝐷𝑤3 + 14.038 × 𝐷𝑤2 − 133.44 × 𝐷𝑤 + 1193 … persamaan (2.7)
(Sonawan, 2009, hlm. 108)
Ada banyak bentuk rancangan dari rantai, disesuaikan dengan fungsi dan
kegunaan masing-masing rantai, tapi pada bab ini hanya akan dijelaskan macam-
macam rantai transmisi daya, rantai transmisi daya dapat dikelompokkan menjadi
dua jenis, yakni:
28
Rantai jenis ini paling umum digunakan dan pemakaiannya cukup luas.
Ciri khusus yang utama pada rantai ini adalah adanya pena silinder sebagai
penghubung plat sisi dari rantai yang masing-masing terkunci. Secara umum
rantai pena silinder ini terdiri dari pena, plat sisi, dan bus. Untuk mengatur
panjang dan pendeknya rantai, dilakukan dengan elemen pengunci pada salah satu
mata rantainya yaitu berupa ring penahan atau pena belah terdiri dari:
Jenis rantai ini mempunyai konstruksi yang paling sederhana ditinjau dari
pemasangan pena terhadap plat sisinya. Sebagai elemen transmisi putar, rantai
jenis ini memerlukan system pelumasan yang sangat baik. Digunakan untuk
putaran rendah sampai sedang dengan beban yang tidak terlalu berat. Konstruksi
rantai ini banyak diterapkan pada rantai dengan fungsi sebagai rantai penarik.
(Sumber: https://www.scribd.com/doc/166210697/BAB-II-Landasan-
Teori-Rantai)
Rantai jenis ini merupakan penyempurnaan dari rantai pena dimana pada
penanya dilengkapi dengan dengan bush terpasang pada kedua plat sisi.
Kemampuan rantai jenis ini lebih awet dibanding rantai pena, terutama untuk
beban sedang.
(Sumber: https://www.scribd.com/doc/166210697/BAB-II-Landasan-Teori-
Rantai)
Untuk ukuran rantai yang kecil mampu dioperasikan dalam 10.000 FPm
Mampu menerima beban sampai 12.000 hp
Tersedia dalam ukuran standard yang bervariasi.
30
(Sumber: https://www.scribd.com/doc/166210697/BAB-II-Landasan-
Teori-Rantai)
Rantai rol dipakai bila diperlukan transmisi positif (tanpa slip) dengan
kecepatan sampai 600 (m/min), tanpa pembatasan bunyi, dan murah
harganya.Untuk bahan pena, bus ,dan rol dipergunakan baja karbon atau baja
khrom dengan pengerasan permukaan. Rantai dengan rangkaian tunggal adalah
yang paling banyak dipakai. Rangkaian banyak, seperti 2 atau 3 rangkaian
dipergunakan untuk transmisi beban berat.
Dapat dilihat bahwa kurva batas kelelahan dari plat mata rantai macam
yang yang lama. Hasil penelitian terakhi rmenunjukan bahwa suatau daerah yang
dibatasi oleh dua kurva, yaitu kurva batas ketahanan terhadap tumbukan antara rol
dan bus, dan kurva batas las (galling) karena pelumasan akan sangat penting
untuk menetukan kapasitas rantai. Kurva kapasitas baru diperoleh berbentuk
tendasehingga sering disebur “kurva tenda”. Dalam gambar 2.5, diperlihatkan
kurva tersebut yang merupakan diagram pemilihan rantai roll. Untuk
memudahkan kurva tenda tersebut diberi nama menurut nomor rantai dan jumlah
gigi sprocket, dengan putaran sprocket sebagai sumbu mendatar dan kapasitas
transmisi sebagai sumbu tegak.
31
Sproket rantai dibuat dari baja karbon untuk ukuran kecil, dan besi cor
atau baja cor untuk ukuran besar. Pemasangan sprocket atau rantai secara
mendatar adalah yang paling baik. Pemasangan tegak akan menyebab kan rantai
mudah lepas dari sprocket.Baik dari gambar maupun dari persamaan bahwa
makin besar gigi sprocket makin kecil perbandingan variasi kecepatannya, yang
berarti makin halus jalannya. Rantai kadang-kadang bergetar hebat karena
fluktuasi kecepatan, variasi beban dll.Untuk menghindari hal tersebut dapat
dipakai alat penegang, sprocket pengikut atau peredam dari karet.
32
Ditinjau dari perpanjangn rantai karena aus. Sebelum aus, rol rantai akan
mengait pada permukaan dasar kaki gigi. Setelah terjadi keausan dan
perpanjangan, rol akan naik kepuncak gigi. Hal ini akan membawa akibat buruk
pada transmisi terutama jika jumlah giginya banyak, sehingga rantai dapat
terlepas dari sprocket. Batas perpanjangan rantai secara empiris sebesar 1 sampai
2 % panjang mula-mula. Sehingga jumlah gigi dibatasi sampai 114 gigi.
Sebagai pelumas, minyak bermutu baik, seperti minyak roda gigi yang
mengandung ramuan penahan tekanan umum dipakai. Minyak berat dan gemuk
tidak cocok untu krantai. Dalam table 2.6, dapat ditemui viskositas dan cara
pelumasan yang cocok. Untuk kecepatan tinggi, harus dipakai minyak dengan
viskositas rendah, sedangkan viskositas tinggi dipakai untuk temperatur
lingkungan yang tinggi.
(Sumber: https://www.scribd.com/doc/166210697/BAB-II-Landasan-
Teori-Rantai)
33
4. Poros
Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin.
Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Peranan
utama dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros.
a. Macam-macam poros
Poros untuk meneruskan daya diklasifikasi menurut pembebanannya
sebagai berikut:
1. Poros transmisi
Poros macam ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur.
Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk atau
sproketrantai, dll.
34
2. Spindle
Poros transmisi yang relative pendek, seperti poros utama mesin perkakas,
dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindle. Syarat yang harus
dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya
harus teliti.
3. Gandar
Poros seperti yang dipasang diantara roda-roda kereta barang, dimana
tidak mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh berputar, disebut
gandar. Gandar ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika digerakan oleh
penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir juga.
Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan.
1. Kekuatan Poros
Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau
gabungan antara puntir dan lentur seperti telah diutarakan di atas. Juga ada poros
yang mendapat beban tarik atau tekan seperti poros baling-baling kapal aatau
turbin, dll.
2. Kekakuan Poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup tetapi jika
lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidak-telitian
(pada mesin perkakas) atau getaran dan suara (misalnya pada turbin dan kotak
roda gigi).
3. Putaran Kritis
Bila putaran suatu mesin dinaikan maka pada suatu harga putaran tertentu
dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut putaran kritis.
Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik, dll., dan dapat
mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya. Jika mungkin,
poros harus direncanakan sedemikian rupa hingga putaran kerjanya lebih rendah
dari putaran kritisnya.
4. Korosi
Bahan-bahan tahan korosi (termasuk plastik) harus dipilih untuk poros
propeller dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian
35
pula untuk poros-poros yang terancam kavitasi, dan poros-poros mesin yang
sering berhenti lama. Sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan
perlindungan terhadap korosi.
5. Bahan Poros
Poros untuk mesin umum biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik
dingin dan difinis, baja karbon kontruksi mesin (disebut bahan S-C) yang
dihasilkan dari ingot yang di-“kill” (baja yang dideoksidakan dengan ferrosilicon
dan dicor; kadar karbon terjamin) (JIS G3123 tabel 2.13) (Sularso dan Suga,
1978, hlm. 3). meskipun demikian, bahan ini kelurusannya seimbang misalnya
bila diberi alur pasak, karena ada tegangan sisa di dalam terasnya. Tetapi
penarikan dingin membuat permukaan poros menjadi keras dan kekuatannya
bertambah besar.
Tabel 2.13 Baja Karbon untuk Kontruksi Mesin dan Baja Batang yang Difinis
Dingin untuk Poros
Kekuatan
Standar dan Lambang Perlakuan Tarik Keterangan
Macam Panas (kg/mm2)
S30C Penormalan 48
Baja Karbon S35C - 52
Konstruksi S40C - 55
Mesin (JIS G S45C - 58
4501) S50C - 62
S55C - 66
Batang Baja S35C-D - 53 Ditarik
yang Difinis S45C-D - 60 dingin,
Dingin S55C-D - 72 digerinda,
dibubut, atau
gabungan
antara hal0hal
tersebut
(Sumber: Sularso dan Suga, 1978, hlm. 3)
36
Pada umumnya baja diklasifikasi atas baja lunak, baja liat, baja agak keras,
dan baja keras. Di antaranya, baja liat dan baja agak keras banyak dipilih untuk
poros. Kandungan karbonnya adalah seperti yang tertera dalam tabel 2.14. Baja
lunak yang terdapat dipasaran umumnya agak kurang homogeny di tengah,
sehingga tidak dapat dianjurkan untuk dipergunakan sebagai poros penting. Baja
agak keras pada umumnya berupa baja yang dikil seperti telah disebutkan di atas.
Baja macam ini jika diberi perlakuan panas secara tepat dapat menjadi bahan
poros yang sangat baik.
Tabel 2.14 Penggolongan Baja Secara Umum
Jika daya yang diberikan dalam daya kuda (PS), maka harus dikalikan
dengan 0.735 untuk mendapatkan daya dalam kW. Jika momen puntir (disebut
juga sebagai momen rencana) adalah T (kg.mm) maka:
𝑇 2𝜋𝑛1
( )( )
1000 60
𝑃𝑑 = … … … … … … … … … … … … … … … … … persamaan (2.8)
102