Anda di halaman 1dari 55

A.

Latar belakang

Dalam menyelenggarakan pemerintah, Negara berkewajiban

mendahulukan dan menjaga kepentingan rakyat. Salah satu kepentingan

rakyat dapat ditinjau dari segi kesejehteraan, dimana rakyat

menginginkan dapat hidup lebih baik dan makmur. Untuk memenuhi

kepentingan rakyat tersebut, pemerintah memerlukan biaya yang tidak

sedikit, sihingga, diperlukan pengkajian mengenai sumber pendapatan

terbesar Negara, khususnya yang berasal dari pajak penghasilan (PPh )

(Oktaviani dan Waluyo, 2015).

Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada Negara yang terutang

oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Undang-undangan, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat (UU KUP No. 16 Tahun 2009). Guna meningkatkan

penerimaan pajak yang lebih optimal, peran serta masyarakat dalam

memenuhi kewajiban perpajakannya berdasarkan ketentuan perpajakan

sangat diharapkan pemerintah. Hampir semua Negara didunia

mengenakan pajak kepada warganya. Tiap Negara menggunakan aturan

dalam mengenakan dan memungut pajak berpedoman pada prinsip-

prinsip atau kaidah dalam perpajakan. Peranan pajak bagi tiap Negara

pada dasarnya berbeda antara satu Negara dengan Negara lainnya

(Ibtida 2010).

Sebagian besar tunggakan pajak sulit dicairkan karena tergolong

utang yang diragukan dan utang yang macet. Salah satu indikasinya, utang
menumpuk bertahun-tahun (Yustinus Prastowo, 2015). Masih terdapat

tunggakan pajak yang belum dapat dicairkan dan realisasi pencairan

tunggakan pajak masih rendah, dimana terjadi peningkatan tunggakan pajak

setiap bulannya pada tahun 2010 sampai dengan 2014 yang disebabkan

karena kurangnnya kesadaran wajib pajak terhadap pembayaran utang

pajaknya dan masih banyaknya tunggakan pajak pada tahun-tahun

sebelumnya sehingga mengakibatkan pencairan tunggakan pajak tidak

sesuai target (Supardi, 2016).

Sanksi pada dasarnya merupakan hukuman kepada orang yang

melanggar peraturan, sehingga dapat dikatakan bahwa sanksi perpajakan

adalah hukuman kepada orang yang melanggar peraturan dengan cara

membayar uang. Undang-undang dan peraturan secara garis besar

berisikan hak dan kewajiban, tindakan yang diperkenankan dan tidak

diperkenankan oleh masyarakat. Sanksi yang dapat diterapkan kepada wajib

pajak yaitu dapat berupa sanksi bunga, denda, kenaikan dan surat paksa.

Sanksi denda diberikan yaitu sebesar Rp 100.000 apabila Surat

Pemberitahuan (SPT) Masa tidak disampaikan sesuai dengan batas waktu

yaitu selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkan SPT. Rp

100.000 apabila SPT Tahunan tidak disampaikan atau disampaikan tidak

sesuai dengan batas waktu paling lambat tiga bulan setelah akhir Tahun

Pajak dan 150% dari jumlah pajak yang kurang bayar.

Dirjen Pajak Kementerian Keuangan mengatakan, sanksi administrasi

denda dan bunga dimaksudkan agar proses upaya hukum berupa keberatan

dan banding atas pajak terutang atau pajak yang masih harus dibayarkan,

tidak dijadikan alat bagi wajib pajak untuk menunda pelunasan pembayaran
utang pajak (Rahmany,2012). Pengenaan Sanksi Administrasi bunga

terhadap wajib pajak masih belum mencapai target, dikarenakan tiap

bulannya masih banyak wajib pajak yang dikenakan sanksi administrasi

bunga tetapi tidak dibarengi dengan pembayaran kewajiban pajaknya yang

disebabkan karena banyaknya wajib pajak yang menunda pembayaran

sanksi administrasi bunga, alamat wajib pajak yang tidak sesuai dan

rendahnya kesadaran wajib pajak terhadap pembayaran sanksi adminstrasi

bunga yang menyebabkan pencairan tunggakan pajak tidak sesuai target

(Supardi, 2016).

Disarankan untuk melakukan evaluasi terhadap data tunggakan pajak

sebagai upaya mengoptimalkan kegiatan pencairan piutang pajak, bila

proses penagihan tunggakan pajak tidak berkualitas maka tidak akan

berpengaruh signifikan terhadap pencairannya. Secara umum pengelolaan

kegiatan penagihan pajak yang dilakukan Dirjen Pajak selama ini kurang

efektif untuk mendukung optimalisasi tingkat pencairan piutang pajak

(Aziz,2013). Pengenaan Surat Teguran terhadap wajib pajak masih belum

mencapai target, dikarenakan tiap bulannya masih banyak wajib pajak yang

dikenai surat teguran tetapi tidak dibarengi dengan pembayaran kewajiban

pajaknya dikarenakan wajib pajak yang kurang merespon baik surat teguran

yang dilayangkan oleh KPP Pratama Makassar Utara, alamat wajib pajak

yang tidak sesuai dan ketidaktahuan wajib pajak terhadap akan adanya

peringatan yang lebih intensif dari KPP Pratama Makassar Utara yang

menjebabkan pencairan tunggakan pajak tidak sesuai target (Supardi,2016).

Penetapan sanksi bunga disetorkan ketika waktu jatuh tempo

dilaksanakan ketika akan melakukan pembayaran pajak dilakukan. Sanksi


berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka presentase tertentu

dari jumlah pajak yang tidak ditentukan sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan oleh dinas pajak. Sanksi diberikan kepada wajib pajak yang terkait

dengan wajib pajak orang pribadi dan badan, wajib pajak orang pribadi terkait

secara langsung dengan pajak penghasilan (PPh) serta pajak badan atau

perusahaan yang memenuhi persyaratan menjadi wajib pajak.

Para wajib pajak sengaja melakukan kecurangan dan melalaikan

kewajibannya dalam melaksanakan pembayaran pajak yang telah ditetapkan

Dirjen Pajak. Kecurangan dan kelalaian wajib pajak merupakan penyebab

timbulnya tunggakan pajak. Sebagian besar tunggakan pajak sulit dicairkan

karena tergolong utang yang meragukan dan utang yang macet. Salah satu

indikasinya, utang menumpuk bertahun-tahun (Prasetowo, 2015). Masih

terdapat tunggakan pajak yang belum dapat dicairkan dan realisasi

pencairan tunggakan pajak masih rendah, dimana terjadi peningkatan

tunggakan pajak setiap bulannya pada tahun 2010 sampai 2014 yang

disebabkan karena kurangnya kesadaran wajib pajak terhadap pembayaran

utang pajaknya dan masih banyaknya tunggakan pajak pada tahun-tahun

sebelumnya sehingga mengakibatkan pencairan tunggakan pajak tidak

sesuai target (Supardi, 2016).

Dirjen Pajak Kementerian Keuangan menyatakan, Sanksi

administrasi denda dan bunga dimaksudkan agar proses upaya hukum

berupa keberatan dan banding atas pajak terutang atau pajak yang masih

harus dibayarkan, tidak dijadikan alat bagi wajib pajak untuk menunda

pelunasan pembayaran utang pajak (Rahmany, 2012). Pengenaan Sanksi

Administrasi bunga terhadap wajib pajak masih belum mencapai target,


dikarenakan tiap bulannnya masih banyak wajib pajak yang dikenakan sanksi

administrasi bunga tetapi tidak diberengi dengan pembayaran kewajiban

pajaknya yang disebabkan karena banyaknya wajib pajak yang menunda

pembayaran sanksi administrasi bunga, alamat wajib pajak yang tidak sesuai

dan rendahnya kesadaran wajib pajak terhadap pembayaran sanksi

administrasi bunga yang menyebabkan pencairan tunggakan pajak tidak

sesuai target (Supardi, 2016).

Untuk melakukan evaluasi terhadap data tunggakan pajak sebagai

upaya mengoptimalkan kegiatan pencairan piutang pajak, bila proses

penagihan tunggakan pajak tidak berkualitas maka tidak akan berpengaruh

signifikan terhadap pencairannya. Secara umum pengelolaan kegiatan

penagihan pajak yang dilakukan Dirjen Pajak selama ini kurang efektif untuk

mendukung optimalisasi tingkat pencairan piutang pajak (Aziz, 2012).

pengenaaan Surat Teguran terhadap wajib pajak masih belum mencapai

target, dikarenakan tiap bulannya masih banyak wajib pajak yang dikenai

sanksi

Dari pembahasan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti

mengenai pengaruh sanksi Administrasi dan Surat Paksa Terhadap

Optimalisasi Pencairan Tunggakan Pajak, dan peneliti ini dilakukan untuk

mengetahui apakah sanksi administrasi dan surat paksa berpengaruh

terhadap optimalisasi pencairan tunggakan pajak.

Adapun tempat penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Makassar Utara, tempat penelitian ini dipilih, karena penulis ingin

mengetahui secara mendalam mengenai bagaimana proses pemberian

sanksi Administrasi dan proses pengeluaran surat paksa dan Optimalisasi


Pencairan tunggakan Pajak pada Kantor tersebut oleh karena itu penulis

mengangkat judul penelitian “Pengaruh Sanksi Administrasi dan Surat

Paksa Terhadap Optimalisasi Pencairan Tunggakan Pajak”


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah sanksi Administrasi berpengaruh terhadap optimalisasi pencairan

tunggakan pajak pada KPP Pratama Makassar Utara ?

2. Apakah surat paksa berpengaruh terhadap optimalisasi pencairan

tunggakan pajak pada KPP Pratama Makassar Utara?

3. Apakah Sanksi Administrasi dan surat paksa berpengaruh terhadap

optimalisasi pencairan tunggakan pajak pada KPP Pratama Makassar

Utara?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui apakah Sanksi Administrasi berpengaruh terhadap

optimalisasi pencairan tunggakan pajak pada KPP Pratama Makassar

Utara?

2. Untuk mengetahui apakah surat paksa berpengaruh terhadap

optimalisasi pencairan tunggakan pajak pada KPP Pratama Makassar

Utara?

3. Untuk mengetahui apakah sanksi Administrasi dan surat paksa

berpengaruh terhadap optimalisasi pencairan tunggakan pajak pada KPP

Pratama Makassar Utara?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis (Keilmuan)


Penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan

pengetahuan yang berkaitan dengan perpajakan khususnya dalam

hal Sanksi administrasi dan Surat Pajak dalam kaitannya dengan

optimalisasi pencairan tunggakan pajak.

2. Manfaat Praktis (Operasional)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi kantor

pelayanan pajak Pratama Makassar Utara maupun Direktorat

Jenderal pajak dalam meningkatkan optimalisasi Pencairan

Tunggakan Pajak dan sebagai tambahan referensi bagi peneliti

selanjutnya yang berminat mengkaji dalam bidang yang sama dengan

pendekatan dan ruang lingkup yang berbeda.


2. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Pajak

a. Teori Perpajakan

Menurut Resmi (2016 : 5) ada 5 (lima) teori yang mendukung hak

negara untuk memungut pajak dari rakyatnya sebagai berikut :

1) Teori Asuransi

Teori ini menyatakan bahwa negara bertugas untuk melindungi

orang dan segala kepentingannya, meliputi keselamatan dan

keamanan jiwa dan harta bendanya.

2) Teori Kepentingan

Teori ini awalnya hanya memerhatikan pembagian beban pajak

yang harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban ini

harus didasarkan atas kepentingan masing-masing orang dalam

tugas-tugas pemerintah, termasuk perlindungan atas jiwa orang-

orang itu beserta harta bendanya.

3) Teori Gaya Pikul

Teori ini menyatakan bahwa dasar keadilan pemungutan pajak

terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada

warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya.

4) Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bukti)

Teori ini mendasarkan pada paham Organische Staatsleer.

Paham ini mengajarkan bahwa karena sifat suatu negara, timbul

hak mutlak untuk memungut pajak.

5) Teori Asas Gaya Beli


Teori ini mempersoalkan asal mula negara memungut pajak,

tetapi hanya melihat pada efeknya dan memandang efek yang baik

itu sebagai dasar keadilannya.

b. Pengertian Pajak

Menurut Resmi (2016 : 1) defenisi pajak yang dikemukakan oleh

beberapa ahli adalah sebagai berikut :

1) Menurut S.I Djajadiningrat

Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari

kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian,

dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan

sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah

serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari

negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara

umum.

2) Menurut Dr.N.J. Feldman

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan secara sepihak oleh dan

terutang kepada pengusa, (menurut norma–norma yang

ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan

semata–mata digunakan untuk menutup pengeluaran–pengeluaran

umum.

3) Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan

Pajak adalah konstribusi wajib pajak kepada kas negara yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan undang–undang, dengan tidak mendapatkan imbalan


secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi

sebesar–besarnya kemakmuran rakyat.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Pajak

adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-

undang yang bersifat memaksa dan tidak mendapatkan imbalan

balas jasa secara langsung.

c. Ciri-Ciri Pajak

Menurut Resmi (2016 : 2) Ciri-ciri pajak sebagai berikut :

1) Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang

serta aturan pelaksanaannya.

2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya

kontraprestasi individu oleh pemerintah.

3) Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemer

intah daerah.

4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran–pengeluaran pemerintah

yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan

untuk membiayai public investment.

d. Fungsi Pajak

Menurut Resmi (2016 : 3) pajak memiliki 2 (dua) fungsi sebagai

berikut :

1) Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan

salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai

pengeluaran. baik rutin maupun pembangunan.


2) Fungsi Regularend (Pengatur)

Pajak mempunyai fungsi regularend artinya pajak sebagai alat

untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam

bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan–tujuan

tertentu diluar bidang keuangan.

e. Jenis Pajak

Menurut Resmi (2016 : 7) jenis pajak dapat dikelompokkan menjadi

3 (tiga) bagian, sebagai berikut :

1) Menurut Golongan

Pajak dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu :

a) Pajak Langsung (Direct Tax), pajak yang harus dipikul atau

ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan

atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Contohnya :

Pajak Penghasilan (PPh).

b) Pajak Tidak Langsung (Indirect Tax), pajak yang pada akhirnya

dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau

pihak ketiga. Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2) Menurut Sifat

Pajak dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu :

a) Pajak Subjektif, pajak yang pengenaannya memerhatikan

keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang

memerhatikan keadaan subjeknya. Contohnya : Pajak

Penghasilan (PPh).

b) Pajak Objektif, pajak yang pengenaannya memerhatikan

objeknya, baik berupa benda, keadaan, perbuatan, maupun


peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar

pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib

pajak) dan tempat tinggal. Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai

(PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan

Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB).

3) Menurut Lembaga Pemungut

Pajak dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian yaitu :

a) Pajak Negara (Pajak Pusat), pajak yang dipungut pemerintah

pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara

pada umumnya. Contohnya : PPh, PPN, dan PPnBM.

b) Pajak Daerah (Lokal), pajak yang dipungut pemerintah daerah,

baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II

pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah

tangga daerah masing-masing. Contohnya : Pajak Hotel, Pajak

Hiburan, Pajak Restoran, Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak

Rokok, Pajak Reklame dan lain-lain.

f. Asas Pemungutan Pajak

Menurut Resmi (2016 : 9) terdapat 3 (tiga) asas pemungutan pajak

yaitu :

1) Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak

atau seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal

diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun

dari luar negeri.


2) Asas Sumber

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak

atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa

memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

3) Asas Kebangsaan

Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan

dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di

Indonesia dikenakan atas setiap orang asing yang bukan

berkebangsaan Indonesia tetapi tinggal di Indonesia.

g. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Resmi (2016 : 10) terdapat 3 (tiga) sistem pemungutan

pajak yaitu :

1) Official Assessment System

Official Assessment System merupakan pemungutan pajak

dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang berada pada pemungut pajak atau fiskus. Contohnya:

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

2) Self Assessment System

Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak

dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang berada pada pihak wajib pajak. Contohnya : PPh, PPN,

dan PPnBM.

3) With Holding Assessment System


With Holding Assessment System adalah sistem pemungutan

pajak di mana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang berada pada pihak ketiga.


2. Sanksi Administrasi

Pengertian Sanksi Administrasi menurut para ahli dan Undang-

undang yaitu:

1) Menurut Mardiasmo (2013:59)

Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan (Norma Perpajakan)

akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi

perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak

tidak melanggar norma perpajakan. Sanksi Administrasi

merupakan pembayaran kerugian kepada Negara,khususnya yang

berupa denda bunga dan kenaikan. Dalam Undang-undang Nomor

2009 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sanksi

administrasi terdiri dari

2) Menurut Rahayu dan Suhayanti (2010:87)

pengertian sanksi administrasi dapat berupa:

1. Denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap

pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan.

2. Bunga adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap

pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran

pajak .

3. Kenaikan adalah sanksi administrasi yang berupa kenaikan

jumlah pajak yang harus dibayar, terhadap pelanggaran

berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan

material”.
Berdasarkan definisi diatas maka dapat dikatakan

bahwa sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian

kepada Negara khususnya yang berupa denda.

Tabel 2.1

Sanksi Administrasi Berupa Denda

No Perilaku Undang- Sanksi

undang

1. SPT tidak disampaikan sesuai Pasal ayat (1) a. Rp 500.000,- SPT

atas waktu penyampaian atau UU KUP Masa PPN

batas waktu perpanjangan b. Rp 100.000,- SPT

Masa Lainnya

c. Rp 1.000.000,-

SPT Tahunan

PPh Wajib Pajak

Badan

d. Rp100.000,- SPT

Tahunan PPh

Wajib Pajak

Orang Pribadi

2. Meskipun telah dilakukan Pasal 8 ayat 150% dari jumlah

pemeriksaan, tetapi belum (3) UU KUP pajak yang kurang

dilakukan tindakan penyidikan, bayar

wajib pajak dengan kemauan


sendiri mengungkapkan

ketidakbenaran tentang data

yang dilaporkan dalam SPT

dengan disertai pelunasan

kekurangan pembayaran jumlah

pajak yang sebenarnya.

3. Pengusaha yang telah Pasal 14 ayat 2% dari dasar

dikukuhkan sebagai PKP, tetapi (4) UU KUP pengenaan pajak

tidak membuat faktur pajak atau

membuat faktur pajak, tetapi

tidak tepat waktu

4 PKP tidak mengisi faktur pajak Pasal 14 ayat 2% dari dasar

secara lengkap sesuai dengan (4) UU KUP pengenaan pajak

ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU

Nomor 42 Tahun 2008 tentang

Perubahan Ketiga atas

UUnomor 8 Tahun 1983

tentang pajak Pertambahan

Nilai Barang dan Jasa dan

Pajak Penjualan atas Barang

Mewah (UU PPn), selain:

a. Identitas pembeli, dalam

hak penyerahan

dilakukan oleh PKP


pada umumnya, dan

b. Identitas pembeli serta

nama dan tanda tangan,

dalam hal penyerahan

dilakukan oleh PKP

5 PKP melaporkan faktur pajak Pasal 4 ayat 2% dari dasar

tidak sesuai dengan masa (4) UU KUP pengenaan pajak

penerbitan faktur pajak.

6 Keberatan wajib pajak ditolak Pasal 25 ayat 50% dari jumlah

atau dikabulkan sebagian (9) UU KUP pajak berdasarkan

keputusan keberatan

dikurangih dengan

pajak yang telah

dibayar sebelumnya

mengajukan

keberatan sanksi

administrasi berupa

denda 50% tersebut

tidak dikenakan

dalam hal wajib pajak

mengajukan banding

7 Permohonan banding ditolak Pasal 21 ayat 100% dari jumlah

atau dikabulkan sebagian (5d) UU KUP pajak berdasarkan

putusan banding
dikurangi dengan

pembayaran pajak

yang telah dibayar

sebelum mengajukan

keberatan

8 Setiap orang yang karena Pasal 33 UU Didenda paling

kealpaan: KUP sedikit 1 (satu) kali

a. Tidak menyampaikan jumlah pajak terutang

SPT, yang tidak atau

b. Menyampaikan SPT, kurang bayar dan

tetapi isinya tidak benar paling banyak 2

atau tidak lengkap, atau (dua) kali jumlah

melampirkan keterangan pajak terutang yang

yang isinya tidak benar tidak atau kurang

sehingga dapat bayar atau dipidana

menimbulkan kerugian kurungan paling

pada pendapatan singkat 3 (tiga bulan

Negara dan perbuatan atau paling lama 1

tersebut merupakan (satu) tahun.

perbuatan setelah

perbuatan yang pertama

kali sebagaimana

dimaksud dalam pasal


13A UU KUP

9 Setiap orang yang dengan Pasal 39 ayat Didenda paling

sengaja : (1) dan ayat sedikit 2 (dua) kali

a. tidak mendaftarkan diri (2) UU KUP jumlah pajak terutang

untuk diberikan Nomor yang tidak atau

Pokok Wajib Pajak kurang dibayar dan

(NPWP) atau tidak paling banyak 4

melaporkan usahannya (empat) kali jumlah

untuk dikukuhkan PKP pajak terutang yang

b. menyalagunakan atau tidak atau kurang

menggunakan tanpa dibayar, dan dipidana

hak NPWP atau Nomor penjara paling

Pengukuhan singkat 6 (enam)

Pengusaha Kena Pajak bulan dan paling

c. tidak menyampaikan lama 6 (enam) tahun.

SPT Pidana diatas

d. menyampaikan SPT ditambahkan 1 (satu)

dan atau keterangan kali menjadi 2 (dua)

yang isinya tidak benar kali sanksi pidana

atau tidak lengkap apabila seseorang

e. menolak untuk melakukan lagi


dilakukan pemeriksaan tindak pidana di

f. memperlihatkan bidang perpajakan

pembukuan, pencatatan sebelum lewat 1

atau dokumen lain yang (satu) tahun,

palsu atau dipalsukan terhitung sejak

seolah-olah benar, atau selesainya menjalani

tidak menggambarkan pidana penjara yang

keadaan yang dijatuhkan

sebenarnya.

g. Tidak

menyelenggarakan

pembukuan atau

pencatatan di

Indonesia, tidak

memperlihatkan atau

meminjam buku,

catatan atau dokumen

lain.

h. Tidak menyampaikan

buku, catatan atau

dokumen yang menjadi

dasar pembukuan atau

pencatatan dan

dokumen lain termasuk


hasil pengolahan data

dari pembukuan yang

dikelola secara

elektronik atau

diselenggarakan secara

program aplikasi online

di Indonesia, atau

i. Tidak menyetorkan

pajak yang telah

dipotong atau dipungut,

sehingga dapat

menimbulkan kerugian

pada pendapatan

Negara

10 Setiap orang yang: Pasal 39 ayat Didenda paling

a. Melakukan percobaan (3) UU KUP sedikit 2 (dua) kali

menyalagunakan atau jumlah resitusi yang

menggunakan tanpa hak dimohonkan dan

NPWP atau pengukuhan atau kompensasi

PKP atau atau pengkreditan

b. Menyampaikan SPT dan yang dilakukan,

atau keterangan yang paling banyak 4

isinya tidak benar atau (empat) kali jumlah

tidak lengkap, dalam resitusi yang


rangka mengajukan dimohonkan dan

permohonan resitusi atau kompensasi

atau melakukan atau pengkreditan

kompensasi pajak atau yang dilakukan, dan

pengkreditan pajak dipidana penjara

paling singkat 6

(enam) bulan dan

paling lama 2 (dua)

tahun didenda paling

sedikit 2 (dua) kali

jumlah restitusi yang

dimohonkan dan

atau kompensasi

atau pengkreditan

yang dilakukan,

paling banyak 4

(empat) kali jumlah

resitusi yang

dimohonkan dan

atau kompensasi

atau pengkreditan

yang dilakukan, dan

dipidana penjara

paling singkat 6
(enam) bulan dan

paling lama 2 (dua)

tahun.

11 Setiap orang yang dengan Pasal 39A UU Didenda paling

sengaja: KUP sedikit 2 (dua) kali

a. Menerbitkan dan atau jumlah pajak dalam

menggunakan faktur faktur pajak, bukti

pajak, bukti pemungutan pemotongan pajak,

pajak, bukti pemotongan dan atau bukti

pajak dan atau bukti setoran pajak dan

setiran pajak yang tidak paling banyak 6

berdasarkan transaksi (enam) kali jumlah

yang sebenarnya, atau pajak dalam faktur

b. Menerbitkan faktur pajak pajak, bukti

belum dikukuhkan pemungutan pajak,

sebagai PKP bukti pemotongan

pajak, dan atau bukti

setoran pajak, serta

pidana dengan

pidana penjara paling

singkat 2 (dua) dan

paling lama 6 tahun.

12 Bank, akuntan publik, notaris, Pasal 41A UU Didenda paling


konsultan pajak, kantor KUP banyak

administrasi, dan atau pihak Rp25.000.000,- dan

ketiga lainnya, yang mempunyai dipidana dengan

hubungan dengan wajib pajak pidana kurungan

yang sedang diperiksa, ditagih paling lama 1 (satu)

pajaknya dan disidik karena tahun

adanya tindak pidana

perpajakan dengan sengaja

tidak memberi tahu keterangan

bukti, atau memberikan

keterangan atau bukti yang

tidak benar

13 Setiap orang yang dengan Pasal 41B UU Paling banyak

sengaja menghalangi atau KUP Rp75.000.000,- dan

mempersulit penyidikan tindak pidana penjara paling

pidana bidang perpajakan lama 3 (tiga) tahun

14 Setiap orang dalam instansi Pasal 41C Didenda paling

pemerintah, lembaga, asosiasi, ayat (1) UU banyak

dan pihak lain, yang dengan KUP Rp1.000.000,- dan

sengaja tidak memberikan data dipidana dengan

dan informasi yang berkaitan pidana kurungan

dengan perpajakan kepada paling lama 1 (satu)

Direktorat Jenderal Pajak tahun

15 Setiap orang yang dengan Pasal 41C Didenda paling


sengaja menyebabkan tidak ayat (2) UU banyak Rp800.000,-

terpenuhinya kewajiban pejabat KUP dan dipidana dengan

dan pihak lain di instansi pidana kurungan

pemerintah, lembaga, asosiasi, paling lama 10

dan lainnya (sepuluh) bulan

16 Setiap orang yang dengan Pasal 41C Didenda paling

sengaja tidak memberikan data ayat (3) UU banyak Rp800.000,-

dan informasi yang diminta oleh KUP dan pidana dengan

Direktur Jenderal Pajak pidana kurungan

paling lama 10

(sepuluh) bulan

17 Setiap orang yang dengan Pasal 41C Didenda paling

sengaja menyalagunakan data ayat (4) UU banyak Rp500.000,-

dan informasi perpajakan, KUP dan dipidana dengan

sehingga menimbulkan pidana kurungan

kerugian pada Negara paling lama 1 (satu)

tahun

18 Wajib pajak yang sedang Pasal 448 UU Didenda 4 (empat)

dilakukan tindakan penyidikan KUP kali jumlah pajak

pajak namun kemudian memilih yang tidak atau

untuk melunasi utang pajak kurang dibayar, atau

yang tidak atau kurang dibayar yang tidak

atau tidak seharusnya seharusnya

dikembalikan dikembalikan
Sumber. Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (KUP)

c. Sanksi administrasi berupa bunga

Sanksi ini biasa dikenakan atas pelanggaran yang

menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga

dihitung berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari

saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima

dibayarkan.

Table 2.2

Sanksi Administrasi Berupa Bunga

No Perilaku Undang- Sanksi

undang

1 Wajib pajak membetulkan pasal 8 2% perbulan atas jumlah pajak

sendiri SPT Pasal 8 ayat (2) ayat (2) yang kurang dibayar, dihitung

UU KUP Tahunan yang UU KUP sejak saat penyampaian SPT

mengakibatkan utang pajak berakhir sampai dengan

menjadi lebih besar tanggal pembayaran, dan

bagian dari bulan dihitung

penuh 1 (satu) bulan

2 Wajib pajak membetulkan pasal 8 2% perbulan atas jumlah yang

sendiri SPT masa yang ayat (2a) kurang dibayar, dihitung sejak

mengakibatkan utang pajak UU KUP jatuh tempo pembayaran

menjadi lebih besar sampai dengan tanggal


pembayaran, dan bagian dari

bulan dihitung. Penuh 1 (Satu)

bulan.

3 Pembayaran atau penyetoran pasal 9 2% perbulan dihitung dari

pasal 9 ayat (2a) UU KUP ayat (2a) tanggal jatuh tempo

pajak berdasarkan SPT masa UU KUP pembayaran sampai dengan

yang dilakukan setelah tanggal tanggal pembayaran, dan

jatuh tempo pembayaran atau bagian dari bulan dihitung

penyetoran pajak penuh 1 (Satu) bulan

4 Pembayaran atau penyetoran Pasal 9 2% perbulan dihitung mulai dari

pajak berdasarkan SPT ayat (2b) berakhirnya batas waktu

Tahunan yang dilakukan UU KUP penyampaian SPT Tahunan

setelah tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal

penyampaian SPT Tahunan pembayaran, dan bagian dari

bulan dihitung penuh 1 (Satu)

bulan

5 Dari hasil pemeriksaan atau Pasal 13 2% perbulan dari jumlah pajak

keterangan lain, pajak yang ayat (2) yang tidak atau kurang bayar,

terutang tidak atau kurang UU KUP paling lama 24 (dua puluh

dibayar empat) bulan, dihitung sejak

saat terutangnya pajak atau

berakhirnya masa pajak, bagian

tahun pajak atau tahun pajak

sampai dengan terbitnya


SKPKB

6 Apabila wajib pajak diterbitkan Pasal 13 2% perbulan dari jumlah pajak

NPWP dan atau dikukuhkan ayat (2) yang tidak atau kurang bayar,

PKP secara jabatan UU KUP paling lama 24 (dua puluh

empat) bulan, dihitung sejak

saat terutangnya pajak atau

berakhirnya masa pajak, bagian

tahun pajak atau tahun pajak

sampai dengan diterbitkannya

SKPKB

7 SKPKB yang diterbitkan Pasal 13 48% dari jumlah pajak yang

setelah melewati jangka waktu ayat (5) tidak atau kurang dibayar

5 (lima) tahun, yang diterima UU KUP

oleh wajib pajak yang dipidana

karena melakukan tindak

pidana dibidang perpajakan

atau tindak pidana lainnya

yang dapat menimbulkan

kerugian pada pendapatan

Negara berdasarkan putusan

pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum

tetap

8 Dari penelitian rutin: Pasal 14 2% perbulan untuk selama-


a. PPh dalam tahun ayat (13) lamanya 24 (dua puluh empat

berjalan tidak atau UU KUP bulan dihitung sejak saat

kurang dibayar terutangnya pajak atau bagian

b. SPT salah tulis/salah tahun pajak atau tahun pajak

hitung sehingga sampai diterbitkannya STP

terdapat kekurangan

pembayaran pajak

9 Bagi PKP yang gagal Pasal 14 2% perbulan dari jumlah yang

berproduksi dan telah ayat (5) ditagih kembali, dihitung dari

memberikan pembelian pajak UU KUP tanggal penerbitan Surat

masukanq Keputusan Pengembalian

kelebihan pembayaran pajak

sampai dengan tanggal

penerbitan STP, dan bagian

dari bulan dihitung penuh 1

(satu) bulan.

Sumber. Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)

a. Sanksi administrasi berupa kenaikan

Sanksi ini bisa jadi sanksi yang paling ditakuti oleh wajib

pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak

yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa

kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu

dari jumlah pajak yang tidak kurang bayar.


Table 2.3

Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan

No Perilaku Undang- Sanksi

undang

1 Wajib pajak mengungkapkan Pasal 8 50% dari pajak yang kurang

ketidakbenaran pengisian SPT ayat (5) dibayar

setelah jangka waktu pembetulan UU KUP

SPT berakhir dan belum perna

diterbitkan surat ketetapan pajak,

yang mengakibatkan pajak kurang

bayar

2 SPT tidak disampaikan sesuai Pasal 13 a. 50% dari PPh yang

jangka waktu penyampaian dan ayat (1) tidak atau kurang

setelah ditegur secara tertulis SPT huruf b bayar dalam satu

tetap tidak disampaikan pada UU KUP tahun pajak

waktunya sebagaimana ditentukan b. 100% dari PPh yang

dalam Surat Teguran tidak atau kurang

dipotong, tidak atau

kurang dipungut

tidak atau kurang

disetor

3 Berdasarkan hasil pemeriksaan Pasal 13 100% dari PPN atas barang

atau keterangan lain mengenai PPN ayat (1) dan jasa dan PPnBm yang

dan PPn BM, ternyata tidak huruf c tidak atau kurang bayar
seharusnya dikompensasikan UU KUP

selisih lebih pajak atau tidak

seharusnnya dikenakan tariff 0%

4 Apabila wajib pajak tidak melakukan Pasal 13 a. 50% dari PPh yang

pembukuan atau ketika diperiksa ayat (3) tidak atau kurang

wajib pajak tidak: UU KUP bayar dalam satu

a. Memperlihatkan dan atau tahun pajak

meminjamkan buku atau b. 100% dari PPh yang

catatan, dokumen yang tidak atau kurang

menjadi dasarnya, dan dipotong, tidak atau

dokumen lain yang kurang dipungut

berhubungan dengan tidak atau kurang

penghasilan yang diperoleh, dipungut tidak atau

kegiatan usaha, pekerjaan kurang disetor, dan

bebas wajib pajak, atau dipotong atau

objek yang terutang pajak. dipungut tetapi tidak

b. Memberikan kesempatan atau kurang disetor

untuk memasuki tempat atau

ruang yang dipandang perlu

dan member bantuan guna

kelancaran pemeriksaan

5 Wajib pajak yang karena Pasal Sanksi kenaikan sebesar

kealpaannya tidak menyampaikan 134 UU 200% dari jumlah pajak

SPT, tetapi isinya tidak benar atau KUP yang kurang dibayar yang
tidak lengkap, atau melampirkan ditetapkan melalui

keterangan yang isinya tidak benar, penerbitan SKPKB

sehingga dapat menimbulkan

kerugian pada pendapatan Negara.

Kealpaan yang dilakukan ini adalah

kealpaan yang pertama kali

dilakukan oleh wajib pajak

6 Diterbitkan SKPKBT, karena Pasal 15 100% dari jumlah

ditemukan data baru dan atau data ayat (2) kekurangan pajak

yang semula belum terungkap UU KUP

7 Apabila berdasarkan hasil Pasal 100% dari jumlah

pemeriksaan terhadap wajib pajak 17C ayat kekurangan pajak

dengan kriteria tertentu yang telah (5) UU

mendapat pengembalian KUP

pendahuluan kelebihan pajak,

diterbitkan SKPKB

Sumber. Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)

Wajib pajak akan mematuhi pembayaran pajak bila memandang

sanksi akan lebih banyak merugikannya. Semakin banyak sisa

tunggakan pajak yang harus dibayar wajib pajak, maka akan semakin

berat bagi wajib pajak untuk melunasinya, dan keterlambatan dalam

melunasinya akan dikenai sanksi denda. Oleh sebab itu sikap atau

pandangan wajib pajak terhadap sanksi seperti nilai kewajaran denda

bunga, keadilan dalam pelaksanaan dan perhitungannya diduga akan

berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar


pajak. Adanya sanksi tersebut akan mendorong meningkatnya kepatuhan

perpajakan.

B. SURAT PAKSA

Surat paksa sesuai pasal 1 huruf 21 (UU KUP) dan pasal 1 huruf

12 (UU Penagihan Pajak) menyatakan bahwa Surat Paksa adalah

Surat Perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Surat Paksa berkepala kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa”. Agar tercapai efisiensi penagihan pajak

dengan surat paksa, maka surat paksa mempunyai kekuatan Hukum.

Eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte

yaitu keputusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap. Dengan demikian, surat paksa langsung dapat

dilaksanakan tanpa bantuan putusan pengadilan lagi dan tidak dapat

diajukan banding. Dalam pasal 7 ayat 2 (UU Penagihan Pajak)

disebutkan bahwa surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat:

1) Nama wajib pajak atau nama wajib pajak dan penanggung

pajak

2) Dasar penagihan

3) Besarnya utang pajak

4) Perintah untuk membayar

b. Penerbitan surat paksa

Secara teori surat paksa diterbitkan setelah surat teguran, Surat

peringatan atau surat lain yang sejenis dikeluarkan oleh pejabat.

Menurut pasal 8 (UU Penagihan Pajak) menyatakan bahwa surat

paksa diterbitkan apabila :


1) Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah

diterbitkan surat peringatan atau surat lain yang sejenis.

2) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak

seketika dan sekaligus atau

3) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan

pembayaran pajak..

c. Pemberitahuan Surat Paksa

Surat paksa diberitahukan oleh jurusita pajak dengan

pernyataan dan penyerahan salinan surat paksa kepada penanggung

pajak oleh jurusita pajak dilaksanakan dengan cara membacakan isi

surat paksa dan kedua belah pihak menandatangani berita acara

sebagai pernyataan bahwa surat paksa telah diberitahukan.

Selanjutnya salinan surat paksa diserahkan kepada penanggung

pajak dan surat paksa yang asli diserahkan disimpan dikantor pajak.

Pemberitahuan surat paksa dituangkan dalam berita acara yang

sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan surat

paksa, nama jurusita pajak, nama yang menerima dan tempat

pemberitahuan surat paksa.

Berdasarkan pasal 10 ayat 3 (UU Penagihan Pajak), surat

paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh jurusita pajak

kepada:

1) Penanggung pajak ditempat tinggal, tempat usaha atau ditempat

lain yang memungkinkan.


2) Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang

bekerja ditempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung

pajak tidak dapat dijumpai.

3) Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang

mengurus harta peninggalannya, apabila wajib pajak telah

meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi.

4) Para ahli waris, apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan

harta warisan telah dibagi .

Berdasarkan pasal 10 ayat 4 (UU Penagihan Pajak), Surat

paksa terhadap badan diberitahukan oleh jurusita pajak kepada

para pengurus dan pegawai tetap ditempat berkedudukan.

Dalam hal wajib pajak dinyatakan valit, surat paksa

diberitahukan kepada kuratur, hakim pengawas atau Balai Harta

Peninggalan, dan jika wajib pajak dinyatakan bubaratau dalam

likuidasi, maka surat paksa diberitahukan kepada orang atau badan

yang dibebani untuk pemberesan atau likuidasi. Jika tidak dapat

dilaksanakan surat paksa disampaikan melalui pemerintah daerah

setempat.

Dalam hal wajib pajak tidak diketahui tempat tinggalnya,

tempat usaha atau tempat kedudukannya, maka penyampaian surat

paksa dilaksanakan dengan cara menempelkan surat paksa pada

papan pengumuman kantor pejabat yang menerbitkannya,

mengumumkan melalui media massa, atau cara lain yang

ditetapkan oleh keputusan menteri atau keputusan kepala daerah.

d. Pelaksanaan Surat Paksa


Penagihan pajak di Indonesia harus didasarkan pada hukum

yang jelas dan mengikat, sehingga wajib pajak dan pihak yang terkait

dapat mematuhinya. Undang-undang dan Peraturan serta keputusan-

keputusan yang mengatur tentang penagihan pajak dengan Surat

Paksa adalah sebagai berikut :

1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum

dan Tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir

dengan undang-undang Nomor 28 Tahun 2007

2) Undang-undang Nomor 19 tahun 1997 tentang penagihan

pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir

dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000

3) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor.24/PMK.03/2008 Tentang tata cara Pelaksanaan dari

Penagihan Dengan Surat Paksa dan pelaksanaan penagihan

seketika dan sekaligus sebagaimana telah.


Table 2.1

Penelitian terdahulu

No. Peneliti Judul Jurnal Penelitian Tahun Hasil Penelitian

Penelitian

1. Syahputra, dkk Pengaruh surat teguran, (2015) Surat teguran, surat paksa, dan

surat paksa, dan sanksi sanksi administrasi berpengaruh

administrasi terhadap signifikan terhadap pembayaran

pembayaran tunggakan tunggakan pajak, akan tetapi yang

pajak dominan mempengaruhi

pembayaran tunggakan pajak

adalah sanksi administrasi.

2. Oktaviani Pengaruh sanksi (2014) Sanksi administrasi berpengaruh

administrasi dan tindakan terhadap Pencairan tunggakan

penagihan aktif terhadap pajak dan ada korelasi positif yang

pencairan tunggakan pajak lemah. Selain itu, tindakan

penagihan aktif memberikan

kontribusi pengaruh pada

pencairan tunggakan pajak

dengan korelasi positif yang

lemah.

Pertiwi Pengaruh
4. penagihan pajak (2013) Penagihan pajak dengan surat

dengan surat teguran dan teguran dan surat paksa, baik

surat paksa terhadap secara simultan maupun parsial


efektivitas pencairan tidak berpengaruh signifikan

tunggakan pajak terhadap efektivitas pencairan

tunggakan pajak.

Rochmawati Pengaruh
5. kualitas (2013) Kualitas penetapan pajak,

penetapan pajak, pemeriksaan pajak, surat teguran,

pemeriksaan pajak, surat dan surat paksa berpengaruh

teguran, dan surat paksa signifikan terhadap pencairan

terhadap pencairan tunggakan pajak

tunggakan pajak

6.

C. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual ini dimaksudkan untuk menjelaskan,

mengungkapkan dan menentukan persepsi-persepsi keterkaitan antara

variabel yang akan diteliti yaitu pengaruh sanksi administrasi dan surat

paksa terhadap optimalisasi tunggakan pajak.


Indikator:

Jumlah sanksi administrasi yang


diterbitkan berupa denda, bunga
dan kenaikan

Sanksi Administrasi

(X1)
Optimalisasi
Pencairan tunggakan
Pajak (Y)

Surat Paksa

(X2)

Indicator : Indicator :

Laporan pencairan Jumlah surat paksa yang


tunggakan pajak diterbitkan

D. Hipotesis

Menurut Sugiyono (2009:99) Hipotesis merupakan jawaban

sementara terhadap rumusan masalah penelitian, biasanya disusun

dalam bentuk pertanyaan. Hipotesis penelitian ini adalah dugaan atau


jawaban sementara yang kebenarannya perlu diuji oleh data empiris hasil

penelitian.

H1 : Sanksi Administrasi dan Surat Paksa berpengaruh Secara

Simultan Terhadap Optimalisasi Pencairan Tunggakan Pajak.

H2: Sanksi Administrasi berpengaruh signifikan Terhadap

Optimalisasi Pencairan Tunggakan Pajak.

H3: Surat Paksa berpengaruh signifikan Terhadap Optimalisasi

pencairan tunggakan pajak


3. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiono (2014:35), penelitian kuantitatif

digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,

pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data

bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan menguji hipotesis yang telah

ditetapkan.

Untuk membuktikan kebenaran jawaban yang masih sementara maka

peneliti ini menggunakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang

bertujuan memberi gambaran tentang detail-detail spesifik dari sebuah

situasi, lingkup social atau hubungan untuk mengetahui pengaruh Sanksi

Administrasi dan Surat Paksa terhadap Optimalisasi Pencairan

Tunggakan Pakjak.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Makassar Utara Jl. Urip Sumohardjo km.4, Gedung Keuangan Negara 1

Makassar. Lokasi ini dipilih karena dengan pertimbangan bahwa baik

data maupun informasi yang dibutuhkan mudah diperoleh. Penelitian ini

diperkirakan akan berlangsung kurang lebih selama tiga bulan yaitu bulan

Juni sampai dengan Agustus 2018.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2014), populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik


tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya. Populasi penelitian ini adalah seluruh data time

series para wajib Pajak yang mendapatkan Sanksi Administrasi dan Surat

Pajak yang memiliki Tunggakan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak

Makassar Utara. Selama periode 2014-2016 yaitu sebanyak 36 data.

2. Sampel

Sugiyono (2015:85) menyatakan bahwa sampel merupakan bagian

dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Untuk

menentukan teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini maka

pengambilan sampel menggunakan teknik sampling jenuh. Menurut

Sugiyono (2014) sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila

semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Berdasarkan teknik

pengambilan sampel tersebut, diperoleh jumlah sampel (n) dari data time

series bulanan selama periode januari 2014-Desember 2016,yaitu

sebanyak 36 sampel (3 tahun x 12 bulan). Pemilihan data bulanan agar

memenuhi dan diharapkan dapat memperoleh hasil yang lebih akurat.

D. Metode Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data kuantitatif. Data

kuntitatif adalah data yang berbentuk angka. Data yang diinginkan

berupa data Sanksi Administrasi, Surat Paksa dan Data Optimalisasi

Pencairan Tunggakan Pajak pada KPP Pratama Makassar Utara.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

Sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui media


perantara atau secara tidak langsung yang berupa buku, catatan,

bukti yang telah ada, atau arsip baik yang dipublikasikan maupun

yang tidak dipublikasikan secara umum. Adapun data-data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data Sanksi Administrasi, Surat

Paksa dan data Optimalisasi pencairan tunggakan pajak dengan

menggunakan data-data yang telah tersedia di KPP Pratama

Makassar Utara dalam periode 2014-201.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Melalui Observasi atau Pengamatan

Yaitu dengan mengadakan pengamatan dan pengumpulan

data secara langsung ke lapangan untuk memperoleh data yang

berkaitan dengan pelaksanaan Sanksi Administrasi dan Surat

Paksa pada KPP Pratama Makassar Utara.

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan, yaitu penelitian ini didasarkan pada

bahan-bahan dari perpustakaan dengan mengumpulkan data

berupa teori yang bersumber dari literature, buku, tulisan dan

dokumentasi yang berhubungan dengan masalah penelitian.

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional adalah unsure penelitian yang

memberikan petunjuk bagaimana variable itu diukur sesuai

dengan rumusan masalah, sesuai dengan judul penelitian yaitu

pengaruh sanksi administrasi dan surat paksa terhadap


optimalisasi pencairan tunggakan pajak, maka variabel

operasional yang digunakan dalam penelitian ini melibatkan tiga

variabel yang terdiri atas dua variabel independen (bebas) dan

satu variabel dependen (terkait) yaitu sebagai berikut:

1. Sanksi Administrasi (X1)

Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian

kepada negara, khususnya yang berupa bunga, denda, dan

kenaikan.

2. Surat Paksa (X2)

Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan

biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan

eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan

putusan keadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap.

3. Variabel terkait adalah variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel indevenden (bebas).

Berdasarkan judul tersebut diatas, maka yang menjadi

variabel terkait atau devenden (Y), yaitu;

Pencairan tunggakan pajak adalah pembayaran yang

dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak yang

digunakan untuk pelunasan piutang pajak yang diajukan

keberatan atau banding sehingga mengakibatkan

berkurangnya jumlah piutang pajak serta jika penanggung

pajak sudah meninggal dunia dan berpindah tempat maka


piutang pajak tersebut akan dihapuskan karena penanggung

pajak sudah tidak ada atau tidak dapat ditemukan lagi.

Pada tabel 3.1 dapat dilihat ringkasan definisi

operasional yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 3.1 Operasional Variabel

Variabel Konsep Indicator Skala

Sanksi Sanksi administrasi adalah Jumlah sanksi Nominal

Administrasi pembayaran kerugian kepada administrasi

(X1) Negara, khususnya yang berupa yang diterbitkan

denda, bunga dan kenaikan. berupa denda,

bunga dan

kenaikan

Surat Paksa Surat paksa adalah surat perintah Jumlah surat Nominal

(X2) membayar utang pajak dan biaya paksa yang

penagihan pajak. (Pasal 1 ayat 12 diterbitkan

Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 19 Tahun 2000)

Optimalisasi Pencairan tunggakan pajak adalah Laporan Nominal

Pencairan pembayaran yang dilakukan dengan pencairan

Tunggakan menggunakan surat setoran pajak tunggakan

Pajak (Y) yang digunakan untuk pelunasan pajak

piutang pajak yang diajukan


keberatan atau banding sehingga

mengakibatkan berkurannya jumlah

piutang pajak serta jika penanggung

pajak sudah meninggal dunia dan

berpindah tempat maka piutang

pajak tersebut akan dihapuskan

karena penanggung pajak sudah

tidak ada atau tidak dapat ditemukan

lagi
G. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik merupakan persyaratan statistic yang harus

dipenuhi pada analisa regresi linear berganda yang berbasis Ordinary

Least Square (OLS).

Menurut Syahruddin, dkk (2017:45) uji asumsi klasik:

1. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah data penelitian

yang dilakukan memiliki distribusi yang normal atau tidak.

Dasar pengambilan keputusan dalam uni normalitas yakni:

a. Jika nilai signifikan KS > 0,05 maka data tersebut

berdistribusi normal.

b. Sebaliknya, jika nilai signifikansi KS < 0,05 maka data

tersebut tidak berdistribusi normal.

2. Uji Multikoronieritas

Uji Multikoronieritas dengan melihat Nilai Tolerance

dan VIF bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi

yang baik seharusnya tidak terjadi kolerasi diantara variabel

bebas (tidak terjadi multikoronieritas). Jika variabel bebas

saling berkolerasi, maka variabel-variabel ini orthogonal

adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesame

variabel bebas sama dengan nol.

Dasar pengambilan keputusan pada Uji

Multikoloniertas dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu:

a. Melihat nilai Toleransi : jika Toleransi > 0,10 maka artinya

tidak terjadi Multikolinieritas terhadap data yang diuji, jika


nilai toleransi < 0,10 maka artinya terjadi Multikolinieritas

terhadap data yang diuji.

b. Melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) jika nilai VIF <

10,00 maka artinya tidak terjadi Multikolinieritas terhadap

data yang diuji, jika nilai VIF >10,00 maka artinya terjadi

Multikolinieritas terhadap data yang diuji.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas dengan menggunakan Uji Gleser

bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan yang

lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan

berbeda heteroskedastisitas. Model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi heteroskedasitas uji heteroskedasitas

menggunakan metode grafik plot Regression Standarized

Predicted Value dengan Regression Studentized. Dasar

pengambilan keputusan ada uji heteroskedasitas yakni:

a) Jika nilai signifikan lebih besar dari 0,05 artinya tidak

terjadi heteroskedasitas.

b) Jika nilai signifikan lebih kecil dari 0,05 artinya terjadi

heteroskedasitas. (Syahruddin,dkk:2015)

H. Metode Analisis

1. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara

mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang

berlaku umum (Sugiyono:2016).

2. Analisis inferensial

Analisis inferensial adalah statistic yang digunakan untuk

mendeskripsikan data sampel dan hasilnya akan digeneralisasikan

(diinfrensialkan) untuk populasi dimana sampel diambil

(Sugoyono:2016). Analisis inferensial dilakukan dengan

menggunakan asal statistic parametris untuk menguji parameter

populasi melalui data sampel. Analisis yang digunakan yakni analisis

regresi linear berganda dengan alat bantu software SPSS Versi 22.

Persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut:

Y = α + β1 X1 + β2 X2 ……….βn Xn

Keterangan :

Y = Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi

X1 = Sosialisasi Perpajakan

X2 = Ekstensifikasi Pajak

α = Konstanta (nilai Y apabila X1, X2,…….Xn =0)


β = Koefisien Regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan).

A. Uji Hipotesis

1. Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t/student)

Uji signifikansi secara parsial atau sering kali disebut uji t bertujuan

untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen secara individual

terhadap variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan

significance level 0,05 (α=5%).

Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria

sebagai berikut :

a. Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak

signifikan).

b. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi

signifikan).

Jika : thitung ≤ ttabel, maka Hoditerima dan Ha ditolak

2. Pengujian Hipotesis Secara Bersama-Sama/Simultan (Uji F/Fisher)

Uji signifikansi simultan atau sering kali disebut uji F bertujuan untuk

melihat pengaruh variabel-variabel independen secara bersama-bersama

terhadap variabel dependen.Pengujian dilakukan dengan menggunakan

signifikan level 0,05 (α=5%).

Ketentuan peneriman atau penolakan hipotesis adalah sebagai berikut :

a. Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi

tidak signifikan).
b. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi

signifikan).

Jika Fhit >Ftab : maka Ha diterima dan Ho ditolak

2. Pengujian Koofisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinan (R2) digunakan untuk mengetahui kontribusi

variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat. Semakin besar nilai

koefisien determinasi, maka menunjukkan semakin besar pula pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen.

Secara umum koofisien determinasi untuk data silang (crossection)

relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing

pengamatan, sedangkan untuk data runtut waktu (Time Series) biasanya

mempunyai data koofisien determinasi yang lebih tinggi.

B. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian memuat tentang kegiatan penelitian beserta dengan

jadwal penelitian. Rancangan penelitian ini dibuat dalam jangka waktu 6

(enam) bulan, yang dihitung mulai dari Februari sampai Juli 2018. Tabel

rancangan penelitian ini sebagai berikut :


Tabel 3.2

Rancangan penelitian

Bulan ke-
No. Uraian Kegiatan
1 2 3 4 5 6

1 Pengusulan Judul

2 Pra Penelitian

3 Penulisan Proposal

4 Seminar

5 Pengurusan Adm Penelitian

6 Pengumpulan Data

7 Pengolahan Data

8 Penulisan/ Konsultasi

9 Ujian Skripsi

Anda mungkin juga menyukai