Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tidak menular saat ini menjadi perhatian yang sangat penting
pada sektor kesehatan masyarakat, karena memiliki predikat sebagai penyebab
tingginya angka kesakitan dan kematian. Berdasarkan Global Status Report on
Non-communicable Disease (WHO, 2011), sebanyak 63% kematian di dunia
disebabkan oleh penyakit tidak menular, seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes,
kanker, dan penyakit pernafasan, dan 80%-nya terjadi di negara berpendapatan
menengah ke bawah (lower-middle income). Perbandingan kasus kematian akibat
penyakit tidak menular di negara-negara berdasarkan pendapatannya dapat dilihat
pada Gambar 1.

low-income lower-middle-income upper-middle-income high-income

Mortality related to NCDs included in the national health reporting system


Mortality data is population based
Year of last report on mortality data 2007 or later

Gambar 1. Prevalensi kematian akibat penyakit tidak menular di negara-negara


anggota WHO berdasarkan pendapatannya oleh Bank Dunia, 2010
(Sumber: WHO, 2011)

Penyakit tidak menular merupakan penyakit dengan kasus kematian


terbanyak di wilayah Amerika, Mediterania Timur, Eropa, Asia Tenggara, dan
Pasifik Barat. WHO memperkirakan, secara global, kasus kematian akibat

1
2

penyakit tidak menular akan meningkat sebanyak 15% dalam kurun waktu 1
dekade (2010 – 2020). Peningkatan kasus kematian tertinggi berada di wilayah
Afrika, Asia Tenggara, dan Mediterania Timur dengan persentase lebih dari 20%.
Penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian utama di dunia
adalah penyakit kardiovaskuler (17 juta kematian atau 48% dari kematian akibat
penyakit tidak menular), kanker (7,6 juta kematian atau 21% dari kematian akibat
penyakit tidak menular), penyakit pernafasan, termasuk asma dan PPOK (4,2 juta
kematian), dan diabetes (1,3 juta kematian). Lebih dari 80% kematian akibat
penyakit kardiovaskuler dan diabetes terjadi di negara berpendapatan menengah
ke bawah. Proporsi penyakit tidak menular yang menyebabkan kematian dunia
dapat dilihat pada Gambar 2.

Cancers Diabetes
Cardiovascular disease Digestive disease
Chronic respiratory Other noncommunicable
disease disease

Gambar 2. Proporsi kematian dunia berdasarkan penyebabnya pada penduduk <


70 tahun, 2008
(Sumber: WHO, 2011)

Berdasarkan gambar di atas, penyakit tidak menular yang menyebabkan


kematian tertinggi di dunia adalah penyakit kardiovaskuler. Tingginya angka
mortalitas tersebut disebabkan oleh faktor risiko utama, yaitu peningkatan tekanan
darah. Peningkatan tekanan darah seseorang akan meningkatkan risiko terkena
stroke dan penyakit jantung koroner (WHO, 2011). Tekanan darah tinggi atau
hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang > 140/90 mmHg
(Essop & Naidoo, 2009). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibedakan
3

menjadi 2, yaitu: hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer/esensial


merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan telah mendominasi
95% kasus-kasus hipertensi. Sementara itu, hipertensi sekunder (5%) adalah
hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti penyakit parenkim ginjal,
penyakit renovaskuler, endokrin, sindrom Cushing, dan hipertensi gestasional
(Gray, 2002).
Sebanyak 15-37% dari populasi dewasa di dunia telah mengalami
hipertensi. Secara umum, penduduk kota/urban lebih banyak mengalami
hipertensi daripada penduduk desa/rural (WHO, 2002). Dalam beberapa
kelompok umur, Chobanian et al. (2004) mengatakan bahwa risiko penyakit
kardiovaskuler akan meningkat 2 kali jika terjadi peningkatan tekanan darah
sebesar 20/10 mmHg, dimulai dari 115/75 mmHg. Jika tidak terkendali, hipertensi
akan menyebabkan stroke, infarc myocardial, gagal jantung, gagal ginjal, dan
kebutaan (WHO, 2002).
Data WHO (2011) juga menunjukkan bahwa hipertensi diperkirakan
menyebabkan 7,5 juta kematian atau 12,8% dari total kematian tahunan.
Sementara itu, menurut Brown et al. (2009), penurunan tekanan darah di bawah
140/90 mmHg berhubungan dengan penurunan risiko terkena komplikasi penyakit
kardiovaskuler.

Hipertensi

Konsumsi rokok

Diabetes

Kurang olahraga

Obesitas

0 2 4 6 8 10 12 14
Persentase

Gambar 3. Faktor risiko penyebab kematian di dunia, 2010


(Sumber: WHO, 2011)
4

Berdasarkan gambar di atas, pada tahun 2010, hipertensi merupakan faktor


risiko utama yang menjadi penyebab kematian di dunia sebesar 13%. Faktor risiko
yang lain, yaitu konsumsi rokok (9%), diabetes (6%), kurang olahraga (5%), dan
obesitas (5%). Oleh karena itu, pengelolaan tekanan darah seseorang menjadi
sangat penting untuk menurunkan risiko kematian.
Penyakit hipertensi esensial merupakan penyakit yang tidak disebabkan
oleh 1 faktor saja, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berperan terhadap
peningkatan tekanan darah. Beberapa faktor risiko hipertensi esensial adalah
obesitas, dislipidemia, asupan tinggi natrium, gaya hidup (kebiasaan merokok dan
konsumsi alkohol), faktor stres/emosi, umur, jenis kelamin dan kurangnya asupan
kalium (Chobanian et al., 2004). Selain dari faktor tersebut, genetika/riwayat
keluarga juga memiliki peran penting terhadap kejadian penyakit hipertensi
esensial (Bakris et al., 2005). Hipertensi sering disebut dengan pembunuh yang
diam-diam (silent killer), karena penderita hipertensi mengalami kejadian tanpa
gejala (asymtomatic) selama beberapa tahun dan kemudian mengalami stroke atau
gagal jantung yang fatal.
Proses penuaan di negara berpendapatan menengah dan bawah, termasuk
Indonesia, akan meningkatkan jumlah kematian karena penyakit tidak menular
utama untuk 25 tahun ke depan (WHO, 2002). Salah satu faktor risiko hipertensi
adalah stres. Stres akan menstimulasi saraf simpatetik, sehingga meningkatkan
resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung. Keadaan ini akan
mengakibatkan tekanan darah meningkat. Berdasarkan penelitian Katari et al.
(1976) yang disitasi oleh Misti (2009), adanya kecenderungan meningkatnya
prevalensi hipertensi pada orang yang tinggal di daerah perkotaan dibandingkan
dengan daerah pedesaan, sebesar 14,2%. Angka ini dikaitkan dengan kehidupan
perkotaan yang penuh ketegangan, seperti pekerjaan dan penghasilan serta
kecemasan lain yang tidak jelas penyebabnya.
Menurut Suyono (2001), stres dapat meningkatkan tekanan darah secara
intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya
hipertensi. Selama hampir 50 tahun ini, stres psikologis sebagai pemicu terjadinya
berbagai kelainan kardiovaskuler sering dikaitkan dengan kepribadian tipe A yang
5

memiliki karakteristik selalu tergesa-gesa, ambisius, agresif, kompetitif,


ketidaksabaran, ketegangan otot, waspada, bergaya bicara cepat dan empatik,
sinis, permusuhan, dan potensi kemarahan yang tinggi (Sher, 2005).
Selain stres, beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian
hipertensi antara lain umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, kebiasaan merokok,
aktivitas fisik, konsumsi alkohol, dan obesitas (WHO, 2005). Menurut Sugiharto
(2007), risiko hipertensi meningkat secara bermakna sejalan dengan
bertambahnya usia (> 55 tahun) dengan OR : 4. Menurut WHO (1996), pada usia
dini tidak ditemukan adanya perbedaan tekanan darah antara laki-laki dan
perempuan. Namun, pada saat remaja, laki-laki cenderung memiliki tekanan darah
yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan ini tampak lebih
jelas pada usia dewasa muda dan menengah, namun perbedaan tersebut akan
berbalik pada usia tua (Essop & Naidoo, 2008). Hal tersebut disebabkan oleh
hormon estrogen yang dapat melindungi wanita dari penyakit kardiovaskuler.
Menurut Zhang et al. (2005), kebiasaan merokok merupakan faktor risiko
kejadian stroke dan penyakit kardiovaskluer. Pada faktor risiko aktivitas fisik,
Misti (2009) menyatakan bahwa orang yang tidak melakukan aktivitas fisik akan
berisiko 1,4 kali terkena hipertensi. Konsumsi alkohol merupakan faktor risiko
terjadinya hipertensi (Essop & Naidoo, 2008) dan kematian dini serta kecacatan di
dunia (WHO, 2011). Sebanyak 2,3 juta kematian di dunia pada tahun 2004 terjadi
karena konsumsi alkohol. Menurut penelitian Stranges et al. (2004), konsumsi
alkohol setiap hari mempunyai risiko 1,75 kali, seminggu sekali berisiko 1,65
kali, dan sebulan sekali tidak berisiko menderita hipertensi. Menurut Kaplan &
Stamler (1983), obesitas akan meningkatkan kerja jantung dan dapat
menyebabkan hipertropi dalam jangka lama dan tekanan darah cenderung naik.
Hal ini sejalan dengan penelitian Misti (2009) yang menyimpulkan bahwa orang
yang mengalami obesitas berisiko 2,56 kali untuk terkena hipertensi.
Akhir-akhir ini, tipe kepribadian baru mulai dipelajari, yaitu tipe
kepribadian D (distressed personality). Tipe kepribadian ini merupakan hasil
investigasi dari tipe koping/cara penyesuaian stres oleh pasien laki-laki yang
menderita penyakit jantung koroner. Menurut Denollet (2005), kepribadian tipe D
6

didefinisikan sebagai hasil interaksi antara negative affectivity (NA) dan social
inhibition (SI). Orang dengan tipe ini ditandai dengan perasaan murung, cemas,
dan takut untuk bersosialisasi dengan orang lain. Selain itu, ciri khas tipe ini
adalah memiliki hubungan pribadi lebih sedikit dengan orang lain dan cenderung
merasa kurang nyaman dengan orang asing.
NA didefinisikan sebagai kecenderungan seseorang untuk mengalami
emosi yang negatif, seperti perasaan depresi, kecemasan, kemarahan, dan
perasaan bermusuhan. Sementara itu, SI diartikan sebagai upaya menghindari
untuk terlibat dalam interaksi sosial, seperti perasaan tegang, tidak nyaman, dan
tidak aman ketika bertemu orang lain (Denollet, 2005). Berdasarkan penelitian
Denollet et al. (1996) yang disitasi oleh Sher (2005), kematian akibat penyakit
jantung meningkat 4 kali lipat pada pasien yang memiliki tipe kepribadian D. Tipe
D merupakan prediktor independen hipertensi, kematian jantung, dan infark
miokard.
Berdasarkan data WHO (2011), kasus kematian akibat penyakit tidak
menular tertinggi, salah satunya berada di kawasan Asia Tenggara. Selain
dibebani dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit tidak
menular, negara-negara tersebut juga masih dibebani dengan kasus penyakit
menular. Salah satu negara yang mengalami beban ganda tersebut adalah
Indonesia. Hipertensi merupakan penyebab kematian utama ketiga di Indonesia
untuk semua umur (6,8%), setelah stroke (15,4%) dan tuberkulosis (7,5%)
(Depkes RI, 2008). Selain itu, hipertensi menduduki peringkat kedua penyakit
tidak menular yang banyak diderita di Indonesia (Depkes RI, 2008).
Hasil dari berbagai penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia
menunjukkan 1,8 – 28,6% penduduk yang berusia di atas 20 tahun adalah
penderita hipertensi (Arief, 2008). Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah,
prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia sebesar
31,7% (Depkes RI, 2008). Cakupan diagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan
hanya mencapai 24%, atau dengan kata lain sebanyak 76% kejadian hipertensi
dalam masyarakat belum terdiagnosis.
7

Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi berada di Kalimantan


Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Depkes RI (2008) dalam
Riskesdas 2007 melaporkan bahwa provinsi di Indonesia yang mempunyai
hipertensi lebih tinggi dari prevalensi nasional (31,7%) adalah Provinsi Jawa
Timur, Bangka Belitung, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY), Riau, Sulawesi Barat, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tengah
Tenggara Barat.
Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten yang berada di
Provinsi DI Yogyakarta dengan prevalensi hipertensi pada tahun 2012 sebesar
1.639 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2010, 2011, dan 2012, hipertensi
menjadi penyakit tidak menular tertinggi di Kabupaten Sleman. Menurut Profil
Kesehatan Sleman tahun 2012, hipertensi merupakan penyakit dengan kasus
terbanyak yang diderita pada pasien rawat jalan puskesmas di Kabupaten Sleman
dengan 10.893 kasus (22,8%). Perkembangan prevalensi hipertensi di Kabupaten
Sleman dari tahun 2009 – 2012 adalah sebagai berikut:

2500
Prevalnsi (per 100000

2167
2000
penduduk)

1536 1639
1500 1497

1000

500

0
2009 2010 2011 2012
Tahun

Gambar 4. Prevalensi hipertensi di Kabupaten Sleman tahun 2009 – 2012

Kabupaten Sleman memiliki 17 kecamatan dengan 25 puskesmas sebagai


UPT dinas kesehatan. Menurut laporan surveilans terpadu penyakit (STP)
puskesmas Kabupaten Sleman tahun 2012, dari 25 puskemas di Kabupaten
Sleman, Puskemas Tempel I dan Godean I menduduki peringkat I dan II dalam
hal tingginya kasus hipertensi. Namun, jumlah kasus hipertensi mengalami
kenaikan yang signifikan di Puskemas Godean I pada tahun 2012 dibandingkan
8

dengan Puskemas Tempel I. Data jumlah kasus baru yang terdistribusi di 25


puskesmas di Kabupaten Sleman adalah sebagai berikut.

1600

1400

1200
Jumlah Kasus Baru

1000

800

600
Tahun 2011
400 Tahun 2012

200

0
Seyegan

Kalasan
Moyudan

Depok 1
Depok 2

Depok 3
Gamping 1
Gamping 2
Godean 1
Godean 2

Minggir

Berbah

Ngemplak 1
Ngemplak 2

Sleman

Turi
Pakem
Cangkringan
Mlati 1
Mlati 2

Prambanan

Ngaglik 1
Ngaglik 2

Tempel 1
Tempel 2
Puskesmas

Gambar 5. Distribusi kasus hipertensi menurut puskemas di Kabupaten Sleman,


2012

Berdasarkan pusat-pusat pertumbuhan di Kabupaten Sleman, Kecamatan


Godean dikategorikan ke dalam wilayah sub-urban yang ditandai dengan
kecenderungan meningkatnya prevalensi hipertensi dibandingkan dengan daerah
pedesaan, sebesar 14,2%. Apabila pengetahuan dan pemahaman tentang faktor
risiko serta manajemen hipertensi tidak diimplementasikan sejak usia dewasa
menengah, termasuk pola kepribadian tipe D, maka hipertensi dapat menjadi
ancaman terjadinya komplikasi penyakit.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut : Apakah terdapat hubungan antara kepribadian tipe D dengan
kejadian hipertensi esensial di wilayah kerja Puskesmas Godean I, Kabupaten
Sleman?
9

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
kepribadian tipe D dengan kejadian hipertensi esensial di wilayah kerja
Puskesmas Godean I, Kabupaten Sleman.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi pasien
Penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran untuk
dapat mengelola sifat negative affectivity (NA) dan social inhibition (SI),
sehingga dapat meminimalkan risiko penyakit penyerta yang dapat
memperparah kondisi pasien.
2. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang
faktor risiko hipertensi, terutama tentang manajemen stres (negative
affectivity, social inhibition, dan kepribadian tipe D), sehingga dapat
diterapkan dalam kehidupan dalam rangka untuk mencegah terkena penyakit
hipertensi.
3. Bagi Puskesmas Godean I
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
faktor risiko hipertensi yang terkait dengan kepribadian tipe D di Kecamatan
Godean, sehingga bisa melakukan upaya preventif secara langsung.
4. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam
menetapkan kebijakan-kebijakan, termasuk sistem kewaspadaan dini yang
berkaitan dengan program pencegahan dan pengendalian penyakit tidak
menular pada usia dewasa, khususnya hipertensi.

E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 1.
10

Tabel 1. Keaslian penelitian


Peneliti Judul penelitian Hasil penelitian Persamaan Perbedaan
Conden et al. Type D Personality is Remaja dengan Variabel Variabel
(2013) Associated with Sleep kepribadian tipe D independen: dependen:
Problems in Adolescents. berhubungan dengan kepribadian tipe gangguan tidur
Results from A gangguan tidur dan lama D. Responden
Population-based Cohort waktu tidur (OR:4). Instrumen : DS- penelitian: remaja
Study of Swedish 14 Scale
Adolescents

Conraads et al. Type D Personality is Kepribadian tipe D Variabel Variabel


(2006) Associated with Increased merupakan prediktor independen: dependen: kadar
Levels of Tumour peningkatan kadar TNF-α kepribadian tipe TNF
Necrosis (OR:2,9, nilai p:0.048) D. Responden
Factor (TNF)-α and TNF- dan sTNFR2 (OR:P3,9; Instrumen : DS- penelitian: pasien
α Receptors in Chronic nilai p:0.01) setelah di- 14 Scale gagal jantung
Heart Failure adjust dengan variabel kronis
jenis kelamin, umur, dan
tingkat kesakitan.

Habra et al. Type D Personality is SI berperan dalam Variabel Variabel


(2003) Related to peningkatan tekanan independen: dependen:
Cardiovascular and darah sistolik (nilai p < kepribadian tipe tekanan darah
Neuroendocrine 0,05; OR:1,2). NA D. sistolik, denyut
Reactivity to Acute Stress berperan dalam Instrumen : DS- jantung, dan kadar
peningkatan denyut 14 Scale kortisol
jantung (nilai p < 0,05;
OR:1,2). NA dan SI
berperan dalam
peningkatan kadar
kortisol (nilai p < 0,05)
Mommersteeg et Type D Personality is Prevalensi sindrom Variabel Variabel
al. (2010) Associated with Increased metabolik pada orang independen: dependen: gaya
Metabolic Syndrome yang memiliki dan tidak kepribadian tipe hidup tidak sehat
Prevalence and An memiliki kepribadian tipe D. dan sindrom
Unhealthy Lifestyle in D adalah 13% dan 6% Instrumen : DS- metabolik
Cross-sectional Dutch (nilai p:0,001). 14 Scale Disain penelitian:
Community Sample Prevalensi hipertensi pada cross sectional
orang yang memiliki dan study
tidak memiliki Responden
kepribadian tipe D adalah penelitian: pasien
18,1 dan 12% (nilai 20-80 tahun
p:0,04). Lokasi penelitian:
Prevalensi kadar Belanda
kolesterol tinggi pada
orang yang memiliki dan
tidak memiliki
kepribadian tipe D adalah
12,4 dan 7% (nilai
p:0,00).
11

Peneliti Judul penelitian Hasil penelitian Persamaan Perbedaan


Mommersteeg et Type D Personality and Proporsi kepribadian tipe Variabel Variabel
al. (2011) Metabolic Syndrome in A D dibandingkan dengan independen: dependen: sidrom
7-Year Prospective bukan tipe D pada kepribadian tipe metabolik
Occupational Cohort kejadian metabolik D. Disain penelitian:
sindrom adalah 13,2% Instrumen : DS- cohort
dan 14,3% (nilai p:0,74). 14 Scale
Proporsi kepribadian tipe
D dibandingkan dengan
bukan tipe D pada
variabel tekana darah
sistolik adalah 15,2% dan
15,5% (nilai p:0,44).
Proporsi kepribadian tipe
D dibandingkan dengan
bukan tipe D pada
variabel tekana darah
diastolik adalah 9,3% dan
9,6% (nilai p:0,77).

Mols et al. Type D (Distressed) Sebanyak 19% responden Variabel Variabel


(2012) Personality is Associated memiliki kepribadian tipe independen: dependen:
with Poor Quality of Life D. Kepribadian tipe D kepribadian tipe kualitas hidup dan
and pada penderita kanker D. kesehatan mental
Mental Health among memiliki pengendalian Instrumen : DS- Responden
3080 Cancer Survivors emosi, interaksi sosial, 14 Scale penelitian: pasien
dan kualitas hidup yang kanker
buruk (nilai p:0,00).
Perbandingan proporsi
responden dengan
kepribadian tipe D dan
bukan tipe D yang
memiliki kualitas hidup
yang buruk adalah 64% :
36%.

Ratnaningtyas & Hubungan Kepribadian Orang dengan Variabel Responden


Djatmiko (2011) Tipe D dengan Kejadian kepribadian tipe D independen: penelitian: pasien
Hipertensi di RSUD Prof. berisiko 4 kali terkena kepribadian tipe hipertensi > 20
Dr. Margono Soekardjo hipertensi dibandingkan D tahun
dengan yang bukan tipe D Variabel
(nilai p:0,00) dependen:
kejadian
hipertensi
Disain
penelitian: case
control study
Instrumen : DS-
14 Scale
12

Peneliti Judul penelitian Hasil penelitian Persamaan Perbedaan


Schiffer et al. Type D Personality and Insidensi kematian kardio Variabel Variabel
(2009) Cardiac Mortality in pada pasien dengan independen: dependen:
Patients with Chronic kepribadian tipe D kepribadian tipe kematian karena
Heart Failure sebesar 31,3% D. gagal jantung
dibandingkan dengan Instrumen : DS- kronis
bukan tipe D sebesar 14 Scale Disain penelitian:
17,4% (nilai p:0,04; cohort
RR:2,16)

Svansdottir et al. The Distressed (Type D) Kepribadian tipe D Variabel Variabel


(2013) and Five-Factor Models berhubungan dengan independen: dependen: tingkat
of Personality in Young, tingkat kecemasan, kepribadian tipe kecemasan,
Healthy Adults and Their depresi, dan stres (nilai D. depresi, dan stres
Association with p:0,00) Instrumen : DS- Lokasi penelitian:
Emotional Inhibition and 14 Scale Islandia
Distress

Whitehead et al. Cortisol Awakening Peningkatan kortisol Variabel Variabel


(2006) Response is Elevated in berhubungan dengan independen: dependen: kadar
Acute Coronary kepribadian tipe D (nilai kepribadian tipe kortisol darah.
Syndrome Patients with p:0,00) sebesar 7,9% D. Responden
Type-D Personality setelah di-adjust dengan Instrumen : DS- penelitian: pasien
variabel umur, jenis 14 Scale acute coronary
kelamin, dan IMT. syndrome

Williams et al. Type D Personality and Pasien dengan Variabel Variabel


(2011) Illness Perceptions in kepribadian tipe D independen: dependen:
Myocardial menyatakan bahwa kepribadian tipe persepsi sakit
Infarction Patients penyakit yang dideritanya D. Responden
bertambah parah (nilai p Instrumen : DS- penelitian: pasien
< 0,00), lama sembuh 14 Scale infark miokard.
(nilai p < 0,00), tidak bisa
dikontrol oleh diri pasien
(nilai p < 0,05) atau
melalui pengobatan medis
(nilai p < 0,00)
dibandingkan dengan
pasien bukan tipe D.

Anda mungkin juga menyukai