PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengaruh dari design dan kontruksi terhadap infeksi RS (HAI’s) sangat sulit
untuk di dilakukan evaluasi. Melakukan identifikasi kontribusi dari lingkungan
untuk menaksir angka risiko, seperti ILO/IDO, merupakan tantangan tersendiri
karena banyak berhubungan dengan pasien dan praktik para dokter dan praktisi
kesehatan lainnya.
Variabel seperti jumlah mikrobial di udara atau air adalah sering kali
digunakan untuk bench marking. Risiko yang berhubungan dengan pekerjaan
kontruksi/renovasi pada awalnya dihubungkan dengan mutu udara yg terlalu turun
dan kontaminasi lingkungan dari jamur. (e.g., Aspergillus spp.) atau kontaminasi
dari air (e.g., Legionella spp.). Karena itu, pada saat ini area kontruksi dan
renovasi perlu dibersihkan secara menyeluruh sebelum pasien diizinkan tinggal di
tempat tersebut.
Peran PPI dalam hubungannya dengan pekerjaan konstruksi/renovasi belum
optimal. Untuk itu rumah sakit harus mensyaratkan untuk menggabungkan issue
risk assesment dengan komite PPI dalam setiap pelaksanaan konstruksi/renovasi.
Dengan dijalankannya program ICRA di rumah sakit maka dampak dari
kegiatan yang bisa berdampak HAI’s dapat dicegah sehingga program PPI dapat
dijalankan secar efektif.
B. Pengertian
ICRA renovasi/konstruksi bangunan merupakan proses menetapkan risiko
potensial dari transmisi udara yang bervariasi dan kontaminasi melalui air kotor
dalam fasilitas selama konstruksi, renovasi dan kegiatan maintenance.
Kegiatan tersebut merupakan multidisiplin, proses kolaborasi yg mengevaluasi
C. Tujuan
1. Untuk meminimalisasi risiko infeksi RS (HAI’s) pada pasien yg
mungkin bisa terjadi ketika ada penyebaran jamur atau bakteri di udara
dengan debu atau aerosol atau air selama kontruksi dan renovasi di RS
2. Mengontrol penyebaran debu dari komponen bangunan selama renovasi
di RS
D. Sasaran
1. Komite PPI yang membuat ICRA dan memberikan pendidikan dan
pelatihan.
2. Bagian teknik memfasilitasi dengan memberikan peraturan
perundangan dan perijinan.
3. Sanitasi lingkungan, terkait dengan pembuangan limbah (baku mutu
limbah).
4. Tim K-3 RS melakukan edukasi dan supervisi tentang keamanan dan
keselamatan.
5. Pimpinan Proyek sebagai pelaksanan renovasi/konstruksi bangunan.
B. Konstruksi
Bangunan dan daerah sekitar bangunan diperkirakan akan dipengaruhi oleh
konstruksi harus mencakup pertimbangan berikut :
1. Apakah dampak bangunan mengganggu layanan penting untuk pasien dan
petugas.
2. Penentuan bahaya tertentu dan tingkat perlindungan bagi pasien dengan
kerentanan terhadap infeksi.
3. Dampak pemadaman potensial atau keadaan darurat dan perlindungan pasien
selama direncanakan atau tidak direncanakan mis : pemadaman listrik,
pembuangan material/puing, arus lalu lintas, pembersihan.
4. Lokasi yang beresiko terkena dampak pembangunan harus diketahui dan
dilakukan tindakan.
D. PEMANTAUAN.
Pemantauan tindakan pengendalian infeksi dengan pemantauan terus
menerus dari efektivitas mereka sepanjang proyek. Pemantauan dapat dilakukan
oleh pengendalian infeksi di rumah atau petugas lain yang sudah dilatih.
BAB III
TATA LAKSANA
2. Langkah kedua
Identifikasi kelompok resiko pasien yang akan terpengaruh. Apabila lebih
pada matrix berikut, untuk mendapatkan kelas pencegahan atau level aktifitas
Resiko Tinggi
I II III/IV IV
Resiko Sangat
Tinggi II III/IV III/IV IV
4. Langkah keempat
Deskripsi Tindakan Pengendalian Infeksi Berdasarkan Kelas
KELAS Selama pembangunan proyek Setelah penyelesaian proyek
I 1. Laksanakan pekerjaan 1. Bersihkan area kerja setelah
dengan metode menyelesaikan tugas.
meminimalisasi timbulnya
debu dari pelaksanaan
kegiatan kontruksi.
2. Segera meletakan kembali
ketempat semula plafon atap
yang diganti untuk
pemeriksaan yang kelihatan .
II 1. Menyediakan sarana aktif 1. Lap permukaan kerja dengan
utk mencegah debu udara pembersih/desinfektan.
2. Wadah yg berisi limbah
dari penyebaran ke atmosfer.
2. Lakukan penguapan pada kontruksi sebelum di
permukaan kerja untuk transportasi harus tertutup
mengontrol debu pada saat rapat.
3. Pel basah dan/atau vakum
memotong / membongkar.
3. Segel pintu yang tidak dengan HEPA filter, vakum
terpakai dengan lakban. sebelum meninggalkan area
4. Blokir dan tutup ventilasi
kerja.
udara. 4. Setelah selesai,
5. Tempatkan tirai debu di
mengembalikan sistem HVAC
pintu masuk dan keluar area
di mana pekerjaan dilakukan.
kerja.
6. Hilangkan atau isolasi
sistem HVAC ("heating,
ventilation, dan air-
conditioning) yang sedang
dilaksanakan.
III 1. Untuk mencegah 1. Jangan menghilangkan barier
kontaminasi dari sistem dari area kerja sampai proyek
saluran maka selesai diperiksa oleh
hilangkan/lepaskan atau Komite/Panitia PIRS.
isolasi sistem HVAC di area, Dibersihkan oleh bagian
dimana pekerjaan sedang kebersihan RS.
2. Hilangkan barier material
dilakukan.
2. Lengkapi semua barier dengan hati-2 untuk
kritikal seperti gipsum, meminimalisasi penyebaran
triplek, plastik, untuk dari kotoran dan puing-2 yg
menyegel area kerja dari area terkait dng kontruksi.
perawatan atau gunakan
metode kubik kontrol
(keranjang dilapisi plastik
dan disegel koneksinya
dengan area kerja
menggunakan HEPA vacum 3. Sedot area kerja dengan HEPA
untuk memvacum bila filter vacum.
5. Langkah Kelima
Identifikasi kegiatan ditempat khusus, misalnya ruang perawatan, ruang
farmasi/obat dst.
6. Langkah keenam
Identifikasi masalah yg berkaitan dengan : ventilasi, pipa ledeng, listrik
dalam hal terjadinya kemungkinan pemadaman
7. Langkah ketujuh
IdentifIkasi langkah-2 pencegahan , menggunakan penilaian sebelumnya,
apa jenis bariernya (misalnya bariernya dinding yang tertutup rapat).
Apakah HEPA filter diperlukan?
(Catatan : Selama dilakukan kontruksi maka Area yang di
renovasi/kontruksi seharusnya diisolasi dari area yang dipergunakan dan
merupakan area negatif terhadap daerah sekitarnya)
8. Langkah kedelapan
Pertimbangkan potensial risiko dari kerusakan air. Apakah ada risiko
akibat merusak kesatuan struktur (misal : dinding, atap, plafon)
9. Langkah kesembilan
Jam Kerja : dapat atau pekerjaan akan dilakukan selama bukan jam
pelayanan pasien.
10. Langkah kesepuluh
Membuat rencana yang memungkinkan untuk jumlah ruang isolasi/ruang
aliran udara negatif yang memadai.
11. Langkah kesebelas
Membuat rencana yang memungkinkan untuk jumlah dan tipe tempat/bak
cuci tangan.
12. Langkah kedua belas
Apakah PPIRS/IPCN setuju dengan jumlah minimum tempat/bak cuci
tangan tersebut?.
13. Langkah ketiga belas
Apakah PPIRS/IPCN setuju dengan rencana relatif terhadap utilitas
ruangan bersih dan kotor.
14. Langkah keempat belas
Rencanakan untuk membahas masalah pencegahan tersebut dengan tim
proyek (misalnya: arus lalu lintas, rumah tangga, pembersihan puing,
bagaimana dan kapan).
Persyaratan Tambahan: