Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BRONKIEKTASIS
Pembimbing :
dr. H. Kemas M. Sani, SpR
Oleh :
Silvi Silvania
04011281419094
Bronkiektasis
Oleh :
Silvi Silvania, S. Ked
04011281419094
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................1
BAB II.TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2
2.1 Bronkiektasis ......................................................................................................2
2.1.1 Definisi .......................................................................................................2
2.1.2 Etiologi .......................................................................................................2
2.1.3 Faktor Resiko .............................................................................................3
2.1.4 Patogenesis .................................................................................................3
2.1.5 Klasifikasi ...................................................................................................5
2.1.6 Diagnosis ....................................................................................................6
2.1.7 Tatalaksana .................................................................................................7
2.2 Gambaran Radiologi Bronkiektasis ..................................................................8
BAB III. KESIMPULAN .......................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................13
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bronkiektasis
2.1.1 Definisi
Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung luas
dan lama, termasuk kelainan srtuktur bronkus (Defisiensi kartilago pada William
Campbell Syndrome), penyakit akibat penimbunan mukus Fibrosis kistik,
kelainan fungsi silia, akibat infeksi Pneumonia yang berat pada anak, defisiensi
imunoglobulin dan penyakit inflamasi Colitis ulseratif. Pada kebanyakan kasus,
infeksi merupakan penyebab tersering dari inflamasi, kerusakan dan remodelling
jalan nafas.
2.1.2 Etiologi
1. Kelainan kongenital
Bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan.Faktor genetik
atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan penting.
Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh
cabang bronkus pada satu atau kedua bronkus. Selain itu, bronkiektasis
kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital seperti
Fibrosis kistik, Kertagener Syndrome, William Campbell syndrome,
Mounier-Kuhn Syndrome, dll.
2. Kelainan didapat
Bronkietasis yang didapat sering berkaitan dengan obstruksi bronkus.
Dilatasi bronkus mungkin disebabkan karena kelainan didapat dan
kebanyakan merupakan akibat dari proses berikut:
a. Infeksi
2
Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita pneumonia
yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia merupakan
komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak,
tuberkulosis paru, dan sebagainya. Kehadiran Staphylococcus aureus
dikaitkan dengan fibrosiskistik atau aspergillosis bronkopulmonalis
alergi. Aspergillus fumigatus merupakan organisme komensal.
Aspergillosis bronkopulmonalis alergi adalah suatu keadaan yang
mempengaruhi pasien asma dan melibatkan kerusakan saluran napas
yang disebabkan oleh beberapa faktor. Bronkiektasis pada pasien
dengan aspergillosis bronkopulmonalis alergi ini disebabkan oleh reaksi
imun pada aspergillus, kerja dari mikotoksin, elastase dan interleukin-4
dan interleukin-5 dan pada tahap kemudian terjadi invasi jamur secara
langsung pada saluran napas. Sebuah laporan baru-baru ini
menunjukkan peningkatan dan penurunan fungsi paru dengan
penggunaan kortikosteroid setelah terapi itrakonazol menunjukkan
organisme Aspergillus juga mungkin menginfeksi. Tidak
mengherankan bahwa bronkiektasis dapat digambarkan pada pasien
dengan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), menyebabkan
terjadinya infeksi saluran pernapasan berulang dan merusak respons
host. Kebanyakan pasien memiliki jumlah CD4 yang rendah,
sebelumnya ada infeksi piogenik, pneumocystic, dan infeksi
mikobakteri, dan pneumonia interstisial limfositik (pada anak).
b. Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab seperti
korpus alienum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya
terhadap bronkus. Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa infeksi
ataupun obstruksi bronkus tidak selalu nyata (automatis) menimbulkan
bronkiektas.
3
Gambar 1. Perbedaan gambaran paru-paru normal dengan paru-paru pengidap
bronkiektasis.
2.1.4 Pafisiologi
Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu
keadaandimana terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter)
yangmerupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis pada
dinding bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu
prosesinfeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan
netrophilic protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon
terhadap antigen.
Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding
bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal
jalannafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada
jalannafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa
mukusyang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri
4
yangterperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke
tenggorokandan kemudian batukkan keluar atau tertelan.
Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung
atautidak langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan
menjadiinflamasi yang kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan
kehilangankeelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek
sertamembentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon yang kecil.
Inflamasi juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel yang bersilia mengalami
kerusakan,sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas dan
menjaditempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri
tersebut akanmerusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan antara
infeksi dankerusakan jalan nafas.
2.1.5 Klasifikasi
Berdasarkan kelainan anatomis bronkiektasis, dibagi 3 variasi:
1. Bronkiektasis tabung (tubular, silindris, fusiformis), merupakan
bronkiektasis yang paling ringan dan sering ditemukan pada
bronkiektasis yang menyertai bronchitis kronik.
2. Bronkiektasis kantong (saccular) merupakan bentuk bronkiektasis yang
klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang
bersifat irregular. Bentuk ini kadang–kadang berbentuk kista (cystic
bronkiektasis).
5
3. Bronkiektasis varicose merupakan bentuk diantara bentuk tabung dan
kantung. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus
menyerupai varises pembuluh vena.
2.1.6 Diagnosis
1. Gambaran klinis
Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi
sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai
tahunan. Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi
akibat dari kerusakan jalan nafas dengan infeksi akut. Variasi yang jarang
dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik dengan sedikit atau
tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering biasanya merupakan sekuele
gejala sisa dari tuberkulosis dan biasanya ditemukan pada lobus atas.
Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada
pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien
relatif mengalami episode berulang dari bronkitis atau infeksi paru, yang
merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering membutuhkan
antibiotik. Infeksi bakteri yang akut ini sering diperberat dengan onsetnya
oleh peningkatan produksi sputum yang berlebihan, peningkatan
kekentalan sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang
berbau.
Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol.
Terjadi hampir 90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum
dengan infeksi saluran pernafasan atas yang akut. Tetapi sebaliknya,
pasien-pasien itu mengalami infeksi yang diam. Sputum yang dihasilkan
dapat berbagai ma am, tergantung berat ringannya penyakit dan ada
tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen,
kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen
dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian
digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis.
Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan,
6
sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai
bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai
bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis
dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien fibrosis kistik,
volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding penyakit penyebab
bronkiektasis lainnya.
Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis.
Hemoptisis mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan
pada arteri bronkial. Hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis
kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang
ditemukan.
Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi
bukan merupakan temuan yang uni!ersal. Biasanya terjadi pada pasien
dengan bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya.
Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas yang
diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga
mungkin merupakan kondisi yang mengiringi, seperti asma.
Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46%
pasien pada sekali observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder
pada batuk kronik, tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut.
Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan
bronkiektasi yang berat. Hal ini terjadi sekunder akibat peningkatan
kebutuhan kalori berkaitan dengan peningkatan kerja pada batuk dan
pembersihan sekret pada jalan nafas. Namun, pada umumnya semua
penyakit kronik disertai dengan penurunan berat badan. Demam biasanya
terjadi akibat infeksi yang berulang.
2.1.7 Penatalaksanaan
2.1.8 Komplikasi
7
2.2 Gambaran Radiologi Bronkiektasis
- Foto Thorax
Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan
gambaran seperti dibawah ini:
Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat
mencapai diameter 1 cm). Dengan jumlah satu atau lebih bayangan
cincin sehingga membentuk gambaran “honey comb appearance” atau
“bounches of grapes”. Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan
yang terjadi pada bronkus.
8
Gambar 5. Tampak ring shadow yang menandakan dilatasi bronkus
Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan
ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang
dipisahkan oleh daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini
sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus. Tramline shadow
yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus.
Tubular shadow
9
Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat
mencapai 8 mm. Gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang
penuh dengan sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun
gambaran ini khas untuk bronkiektasis.
- Bronkografi
Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras
ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi AP, lateral, oblik.
Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat
menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk
silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis. Pemeriksaan
bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis yang akan di
lakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan luasnya paru yang
mengalami bronkiektasis yang akan diangkat.
- CT Scan Thorax
10
CT Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik
untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax
dan melihat letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat pada foto
polos thorax. CT Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97%
dan spesifisitas sebesar 93%.
CT Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan
penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus
mana yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan
pembedahan.
- Patologi anatomi
Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau
luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit.
11
pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis
akan diganti jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah.
12
BAB III
KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
Rahmatullah, P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi
Ketiga. Editor Slamet Suyono. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2001. Hal 861-871.
14