PENDAHULUAN
Pada era globalisasi ini masih banyak perusahaan baik sektor formal
maupun informal yang belum menempatkan ergonomi sebagai prioritas dalam
merancang lingkungan kerja. Hal ini karena ergonomi dianggap tidak penting
bahkan disangka sebagai pemborosan keuangan. Padahal sebagai sumber daya
terpenting dalam organisasi, pekerja sudah seharusnya dijamin aksesnya untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan semaksimal
mungkin sekaligus dilindungi dari pengaruh buruk yang merugikan karena
pemajanan yang bahaya potensial terhadap kesehatan di tempat kerja. Ergonomi
sendiri adalah ilmu yang berkaitan dengan suatu desain pekerjaan, peralatan, dan
tempat kerja yang sesuai dengan pekerja. Desain ergonomis yang benar sangat
diperlukan untuk mencegah cedera regangan berulang, yang dapat berkembang
dari waktu ke waktu dan dapat menyebabkan cacat jangka panjang (Setyawan,
2011).
1
Berdasarkan hal tersebut, perlu dikembangkan dan ditingkatkan upaya
promosi dan preventif dalam rangka menekan serendah mungkin risiko penyakit
yang timbul akibat pekerjaan atau lingkungan kerja misalnya salah satunya yakni
membenahi dari sektor ergonomi karena tingkat keamanan, kenyamanan, dan
kesehatan pekerja harus diperhatikan untuk meningkatkan produktivitas kerja.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Ergonomi berasal dari kata-kata dalam bahasa yunani yaitu ergos yang
berarti kerja dan nomos yaitu berarti ilmu, sehingga secara harfiah dapat dikatakan
sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan pekerjaannya.
Sedangkan beberapa ahli mendefinisikan ergonomi sebagai berikut (Solichin,
2014:153-156):
1. Menurut Sri Tomo W.S ergonomi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari
manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya.
3
motivasi manusia terhadap desain produk dan prosedur yang digunakan serta
lingkungan tempat menggunakannya.
Ditinjau dari fakta historis, ergonomi telah menyatu dengan manusia sejak
zaman megalitik, dalam proses perancangan dan pembuatan benda-benda seperti
alat kerja dan barang buatan sesuai dengan kebutuhan manusia pada zamannya
(Kuswana, 2014:1-2).
4
1. Penelitian Interface
Interface (perangkat antara), yang mengidentifikasi, menganalisis, dan
mengkaji mengenai informasi tentang suatu lingkungan serta
mendeskripsikannya dengan simbol-simbol, tanda-tanda, lambang, dan angka-
angka, peta dan variabel (waktu dan jarak) serta konstanta lainnya
2. Kekuatan Fisik Pekerja
Penelitian tentang aktifitas pelayanan sistem kerja, melalui pengukuran dan
menganalisis gerakan fisik, beban yang diterima, dan peralatan yang diperoleh
dalam objek pekerjaan. Data yang diperoleh dijadikan bahan perancangan
peralatan kerja sesuai dengan rata-rata kemampuan fisik para pekerja.
3. Dimensi dan Bentuk Tempat Kerja
Penelitian mengenai dimensi dan bentuk ruang tempat kerja, dimensi
ukuran kebutuhan para pekerja, jenis pekerjaan, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi karakteristik aktifitas kerja.
4. Lingkungan Kerja
Penelitian mengenai kondisi lingkungan tempat kerja, seperti pengaturan
pencahayaan, ventilasi udara, dan faktor yang mempengaruhi fisik pekerja
seperti kebisingan, getaran, temperatur, dan limbah cairan kimia.
1. Ergonomi fisik
2. Ergonomi kognitif
3. Ergonomi organisasi
5
Berkaitan dengan optimalisasi struktur organisasi, kebijakan dan proses.
4. Ergonomi lingkungan
a. Menghindari kelelahan
b. Mengurangi ketidak efisienan sehingga diperoleh:
1. Tidak membuang waktu dan energi secara sia-sia
2. Suasana kerja yang aman dan tidak melelahkan
3. Efisiensi kerja optimum dapat dicapai
4. Selamat dan sehat
Kemampuan manusia dibatasi dengan potensi mental:
6
4. Tingkat absentisme/ketidakhadiran bisa berkurang;
5. Produktivitas/kualitas dan keselamatan kerja meningkat;
6. Pekerja merasa nyaman dalam berkerja;
7. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental;
8. Meningkatkan kesejahteraan sosial;
9. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis,
antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja.
1. Kerja Duduk
Ditinjau dari aspek kesehatan, bekerja ada posisi duduk yang memerlukan
waktu lama dapat menimbulkan otot perut semakin elastis, tulang belakang
melengkung, otot bagian mata terkonsentrasi sehingga cepat merasa lelah.
Kejadian tersebut jika tidak diimbangi dengan tempat duduk yang tidak
7
memberikan keleluasaan gerak atau alih pandang yang memadai tidak menutup
kemungkinan terjadi gangguan bagian punggung belakang, ginjal, dan mata.
Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pekerjaan
dengan duduk (Kuswana, 2014):
a. Duduk bergantian dengan berdiri dan berjalan, duduk dalam waktu yang relatif
lama harus dihindari karena akan berpengaruh pada kesehatan. Saat duduk,
leher dan punggung mengalami tekanan berkepanjangan yang dapat
menyebabkan keluhan leher dan punggung. Tugas yang membutuhkan duduk
berkepanjangan harus diselingi dengan tugas-tugas yang dilakukan dengan
postur berdiri atau berjalan.
b. Ketinggian kursi dan sandaran kursi harus disesuaikan, ketinggian kursi harus
dipilih sedemikian rupa sehingga ketika duduk, bagian belakang lutut tidak
sempit. Sandaran harus memberikan kenyamanan terutama untuk punggung
bagian bawah (untuk orang dewasa di Inggris, rentang pengaturan minimal
harus 10 cm antara ketinggian 20 dan 30 cm). bagian bawah sandaran harus
diberi bentuk cembung untuk menjaga lekukan punggung bawah. Selain itu,
kursi juga harus dapat berputar untuk mengurangi kebutuhan memutar tubuh.
c. Karakteristik kursi secara spesifik ditentukan oleh jenis tugas, sebuah kursi
dengan sandaran lengan dapat dipilih jika dipandang tidak mengahambat
kegiatan. Sandaran lengan pada kursi berfungsi untuk mendukung berat lengan
dan berguna ketika bangkit dari kursi. Sandaran lengan harus endek untuk
memungkinkan dekat ke meja. Untuk tugas dimana tubuh tehindarkan
membungkuk ke depan, miring ke depan terbatas (maksimum 20o) dianggap
menguntungkan karena mencegah punggung bawah melengkung.
d. Ketinggian bekerja bergantung pada tugas
8
tangan/lengan: sering
e. Gunakan sandaran kaki jika tinggi pekerjaan tetap, jika ketinggian kerja tidak
dapat disesuaikan oleh pengguna, seperti pada mesin, permukaan kerja yang
relative tinggi harus dipilih sesuai dengan tinggi pengguna. Ketinggian kursi
kemudian harus disesuaikan dengan permukaan kerja.. ketinggian kaki juga
harus disesuaikan dengan menggunakan pijakan kaki yang cocok.
f. Hindari jangkauan berlebihan, benda kerja, alat, dan kontrol yang digunakan
secara teratur harus ditempatkan di depan atau di dekat tubuh. Jangkauan yang
ditoleransi dalam pekerjaan duduk maupun berdiri maksimal 50 cm.
g. Pilih permukaan kerja miring untuk membaca, sebuah permukaan kerja miring
membawa pekerjaan ke mata bukan sebaliknya. Dalam tugas yang tidak
memerlukan pekerjaan manual, seperti membaca, membungkukkan kepala dan
batang leher ke depan dapat dikurangi dengan menggunakan kemiringan
permukaan kerja minimal 45o untuk melihat. Untuk tugas yang menggunakan
mata dan tangan, kemiringan permukaan kerja sekitar 15o.
h. Berikan ruang kaki yang memadai, ruang kaki yang cukup harus disediakan di
bawah permukaan tempat kerja. Lebar sekitar 60 cm, kedalaman minimal 40
cm dan bagian lutut sekitar 100 cm. hal ini digunakan untuk meregangkan kaki
sesekali duduk untuk waktu yang lama. Untuk memiliki ruang yang cukup
antara bawah permukaan kerja dan bagian atas kaki, ketebalan permukaan kerja
tidak boleh lebih dari 3 cm.
2. Kerja Berdiri
Postur tubuh dalam pekerjaan berdiri merupakan suatu totalitas perilaku
kesiagaan dalam menjaga keseimbangan fisik dan mental. Kecenderungan lainnya
adalah memerlukan tenaga yang lebih besar dibandingkan dengan posisi duduk
mengingat kaki sebagai tumpuan tubuh. berikut ini hal-hal yang harus
diperhatikan dalam posisi kerja berdiri (Kuswana, 2014):
a. Berdiri bergantian dengan duduk dan berjalan. Tugas yang harus dilakukan
dalam waktu lama dengan posisi berdiri harus diselingi dengan tugas yang
dapat dilakukan dengan duduk dan berjalan.
9
b. Ketinggian meja kerja harus disesuaikan. Ketinggian meja kerja harus
disesuaikan dengan jenis pekerjaan. Ketinggian meja maksimal untuk pria
adalah 110 cm dan wanita adalah 105 cm, sedangkan ketinggian meja minimal
untuk pria adalah 90 cm dan untuk wanita adalah 85 cm.
c. Menyediakan cukup ruang untuk kaki. Antara bagian tengah meja harus lebih
lebar 5 cm dengan tumpuan meja. Antara sandaran meja dan jarak lantai
minimal 75 cm.
d. Hindari jangkauan berlebihan. benda kerja, alat, dan kontrol yang digunakan
secara teratur harus ditempatkan di depan atau di dekat tubuh. Jangkauan yang
ditoleransi dalam pekerjaan duduk maupun berdiri maksimal 50 cm. pilih
permukaan kerja yang miring untuk membaca tugas.
e. Postur tangan dan lengan. Bekerja untuk jangka waktu yang lama dengan
tangan dan lengan dalam sikap tubuh yang buruk dapat menyebabkan keluhan
spesifik dari pergelangan tangan, siku, dan bahu. Masalah ini timbul terutama
dari handling alat.
f. Pilih model alat yang tepat. Sebuah alat tertentu sering tersedia dalam berbagai
model. Pilih model yang palin cocok untuk tugas dan postur tubuh agar tidak
terjadi permasalahan di persendian. Bila menggunakan alat genggam,
pergelangan tangan harus dijaga selurus mungkin.
g. Alat genggam tidak boleh terlalu berat. Alat genggam yang masih bisa
ditoleransi beratnya adalah sekitar 2 kg.
h. Penjagaan alat. Alat kerja harus dijaga kualitasnya agar tidak membutuhkan
kekuatan yang besar dalam penggunaannya.
i. Bentuk genggaman. Bentuk dan lokasi genggaman di troli, mesin, dan
sebagainya harus mempertimbangkan posisi tangan dan lengan. Jika seluruh
tangan digunakan untuk mengerahkan kekuatan, handgrip harus memiliki
diameter sekitar 3 cm dan panjang sekitar 10 cm. pegangannya harus agak
cembung untuk meningkatkan kontak permukaan dengan tangan.
j. Hindari melaksanakan tugas di atas bahu. Tangan dan siku harus berada jauh di
bawah bahu ketika melaksanakan tugas. Jika pekerjaan di atas permukaan bahu
tidak dapat dihindari, durasi kerja harus terbatas dengan diselingi oleh istirahat
teratur.
10
k. Hindari bekerja dengan tangan di belakang tubuh. Posisi tangan dan lengan di
belakang tubuh menimbulkan gangguan, misalnya nyeri pada bagian lengan
atas dan dikhawatirkan terjadi disposisi sendi (terkilir).
11
Seharusnya melakukan pekerjaan
dengan tidak membungkukkan bahu
dan tidak megeluarkan siku.
3. Jangkauan
12
Posisi siku yang tidak sesuai.
13
Menghilangkan atau mengubah
permukaan yang tidak rata.
14
Seharusnya duduk antara paha dan
bagian bawah meja. Kursi yang baik
adalah kursi yang memiliki bantalan.
15
Pencahayaan yang baik.
16
a. Anthropometri statis
Pengukuran manusia dalam posisi diam dan linear pada permukaan tubuh. ada
beberapa faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia diantaranya:
1. Umur
2. Jenis Kelamin
Pada umumnya pria memiliki dimensi tubuh yang lebih besar kecuali dada
dan pinggul yang dipengaruhi oleh:
b. Anthropometri Dinamis
17
Data anthropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam
anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya
pada saat suatu rancangan pproduk atau fasilitas kerja akan dibuat. Mengingat
bahwa keadaan dan cirri fisik dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga berbeda
satu sama lainnya, maka terdapat tiga prinsip dalam pemakai data tersebut, antara
lain (Solichin, 2014):
18
langsung . perilaku kerja adalah tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan
faktor-faktor kerja. Perilaku kerja ada dua yaitu: perilaku kerja yang baik dan
perilaku kerja yang buruk.
Jenis dan perilaku kerja yang harus diperhatikan oleh para pekerja untuk
mencapai keberhasilan di dalam kerja atau bisnisnya antara lain meliputi hal-hal
berikut ini :
1. Kerja ikhlas
3. Kerja Cerdas
19
4. Kerja Keras
Kerja keras adalah dalam bekerja kita harus mempunyai sifat mampu
bekerja keras atau gila kerja untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai. Mereka
dapat memanfaatkan waktu yang optimal sehingga kadang-kadang tidak mengenal
waktu, jarak serta kesulitan yang dihadapi. Dalam bekerja mereka penuh
semangat dan berusaha keras untuk meraih hasil yang baik dan maksimal.
5. Kerja Tuntas
Perilaku kerja yang buruk adalah perilaku kerja yang tidak baik ditujukan
oleh perkerja. Berikut adalah 5 perilaku buruk yang dikemukaan dalam buku
karangannya Sylvia La Fair (2009) yaitu:
1. Penganiaya (Persecutor)
Orang jenis ini tak segan mengatur hal-hal kecil dan memperhatikan
pelanggaran-pelanggaran orang lain. Beberapa cirinya adalah email pasif-agresif
yang cenderung menyalahkan orang lain. Mengapa terjadi? Orang seperti ini
tumbuh dengan pelecehan atau pengabaian dari orang tua (Fair SL, 2009).
2. Pura-pura (denier)
Karyawan tioe ini tidak realistis dan berpura-pura tidak ada masalah dalam
pekerjaan kantor maupun kondisi kantor. Saat keuangan kantor mengalami
kerugian dan krisis berat, pendapat sebagian besar orang adalh “Perusahaan akan
bangkrut”. Mereka akan keukeuh dengan ucapan, “Akan ada bonus untuk semua
orang!” Kemungkina terbesar dari tipe orang ini adalh mreka berasal dari eluarga
yang takut membicarakan hal-hal tidak menyenangkan (Fair SL, 2009).
20
3. Penghindar (Avoider)
Dia adalh orang pertama yang menghindar atau keluar kantor setiap kali
akan berlangsung rapat yang akan menyampaikan ‘berita buruk’ atau menjelang
deadline. Sebabnya, di masa kanak-kanak, orang tua mereka terlau menghakimi
atau tidak memliki hubungan kuat dengan orang tua (Fair SL, 2009).
Orang seperti ini mendorong diri agar terus unggul dalam segala hal.
Mereka memimpikan untuk selalu meraih keuntungan bagi dirinya. Orang sepeeti
ini akan merasa gagal jika ada hal yang menyiratkan bahwa mereka telah
melakukan kesalahan. Jadi, sekuat tenaga, tipe seperti ini akan beurusaha
membuat orang lain terlihat buruk. Di masa kecil, biasanya orang seperti ini
memiliki pengalaman rasa malu atau tragedi dalam keluarga. Maka mereka
berusaha menebusnya dengan sgala cara (Fair SL, 2009).
5. Martir
Orang ini melakukan pekerjaan semua orang. Mereka datang lebih awal
setiap har dan bekerja lembur setiap malam. Mereka juaga bangga dan selalu
menceritakannya kepada semua orang. Alasan utama dari perilaku pekerja jenis
ini adalah di masa kecil mereka mencoba untuk menyenangkan orang tua yang
tidak menyukai impian mereka (Fair SL, 2009).
1. Repetitive Motion
21
tersebut. Gerakan yang berulang-ulang ini akan menimbulkan ketegangan pada
syaraf dan otot yang berakumulatif. Dampak resiko ini akan semakin meningkat
apabila dilakukan dengan postur/posisi yang kaku dan penggunaan usaha yang
terlalu besar (Riri, 2012).
2. Awkward Postures
Sikap tubuh sangat menentukan sekali pada tekanan yang diterima otot pada saat
aktivitas dilakukan. Awkward postures meliputi reaching, twisting, bending,
kneeling, squatting, working overhead dengan tangan mauoun lengan, dan
menahan benda dengan posisi yang tetap. Sebagi contoh terdapat
tekanan/ketengan yang berlebih pada bagian low back seperti aktivitas
mengangkat benda yang dilakukan pada gambar (Riri, 2012).
3. Contact stresses
Tekanan pada bagian tubuh yang diakibatkan karena sisi tepi atau ujung dari
benda yang berkontak langsung. Hal ini dapat menghambat fungsi kerja syaraf
maupun aliran darah. Sebagai contoh kontak yang berulang-ulang dengan sisi
yang keras/tajam pada meja secara kontinyu (Riri, 2012).
4. Vibration
Getaran ini terjadi ketika spesifik bagian dari tubuh atau seluruh tubuh kontak
dengan benda yang bergetar seperti menggunakan power handtool dan
pengoperasian forklift mengangkat beban (Riri, 2012).
Force adalah jumlah usaha fisik yang digunakan untuk melakukan pekerjaan
seperti mengangkat benda berat. Jumlah tenaga bergantung pada tipe pegangan
yang digunakan, berat obyek, durasi aktivitas, postur tubuh dan jenis dari
aktivitasnya (Riri, 2012).
6. Duration
22
Durasi menunjukkan jumlah waktu yang digunakan dalam melakukan suatu
pekerjaan. Semakin lama durasinya dalam melakukan pekerjaan yang sama akan
semakin tinggi resiko yang diterima dan semakin lama juga waktu yang
diperlukan untuk pemulihan tenaganya (Riri, 2012).
7. Static Posture
Pada waktu diam, dimana pergerakan yang tak berguna terlihat, pengerutan
supplai darah, darah tidak mengalir baik ke otot. Berbeda halnya, dengan kondisi
yang dinamis, suplai darah segar terus tersedia untuk menghilangkan hasil
buangan melalui kontraksi dan relaksasi otot. Pekerjaan kondisi diam yang lama
mengharuskan otot untuk menyuplai oksigen dan nutrisi sendiri, dan hasil
buangan tidak dihilangkan. Penumpukan Local hypoxia dan asam latic
meningkatkan kekusutan otot, dengan dampak sakit dan letih. Contoh dari
ganguan statik termasuk didalamnya: meningkatkan bahu untuk periode yang
lama, menggenggam benda dengan lengan mendorong dan memutar benda berat,
berdiri di tempat yang sama dalam waktu yang lama dan memiringkan kepala
kedepan dalam waktu yang lama. Diperkirakan semua pekerjaan itu dapat di atur
dalam beberapa jam per hari tanpa gejala keletihan dalam jika menggunakan gaya
yang besar tidak boleh melebihi 8 % dari maksimum gaya otot (Riri, 2012).
Pajanan pada udara dingin, aliran udara, peralatan sirkulasi udara dan alat-alat
pendingin dapat mengurangi keterampilan tangan dan merusak daya sentuh.
penggunaan otot yang berlebihan untuk memegang alat kerja dapat menurunkan
resiko ergonomik. tekanan udara panas dari panas, lingkungan yang lembab
dapat menurunkan seluruh tegangan fisik tubuh dan akibat di dalam panas
kelelahan dan heat stroke. Begitu juga dengan pencahayaan yang inadekuat dapat
merusak salah satu fungsi organ tubuh, seperti halnya pekerjaan menjahit yang
didukung oleh pencahayaan yang lemah mengakibatkan suatu tekanan pada mata
yang lama-lama membuat keruasakan yang bisa fatal (Riri, 2012).
23
9. Other Condition
24
melakukan suatu pekerjaan. Dampaknya terhadap psikologis seseorang mampu
membuat produktivitas meningkat karena posisinya yang ergonomis mampu
mengurangi tingkat kelelahan pada saat bekerja (Setyawan, 2011).
1. Pendekatan Reaktif
Yaitu perancangan program dilakukan untuk memperbaiki kondisi
lingkungan kerja yang sudah ada agar lebih ergonomis, sehat, dan
aman.
2. Pendekatan Pro Aktif
Yaitu perancangan program dilakukan untuk membuat kondisi
lingkungan kerja yang baru agar lebih ergonomis, sehat dan aman.
25
keselamatan kerja atau bahkan cara kerja yang dibuat oleh pihak manajemen
masih belum mempertimbangkan segi ergonominya (Hakim, 2009).
26
2. Energi dan gizi, sebagai penghasil energi untuk segala macam aktivitas
yang dilakukannya, jelasharus mampu mendapatkan asupan makanan yang
memadai sebagai pengganti tenaga yang harus dikeluarkannya. Dalam
beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa dengan memberikan makanan
dan minuma yang tepat waktu dan tepat frekuensibisa meningkatkan
produktivitas yang sangat relevan.
3. Pendekatan holistik, Alat atau mesin yang harus dilayani pekerja harus
benar-benar direncanakan tidak saja sesuai anthropometri dan geometri,
tetapi juga harus memperhatikan kebiasaan, norma, nilai, dan adat istiadat
pemakai. Untuk itu, kita tidak bisa hanya menggantungkan rencana
tersebut dari satu faktor aja, misalnya anthropometri, geometri atau standar
yang ada di buku saja, tetapi harus dikaji secara komprehensif dengan
menggunakan enam kriteria kajian, yaitu tehnis, ekonomis, sosio-budaya,
ergonomi, penggunaan energi dan pelestarian lingkungan.
4. Sikap kerja, dalam mengoperasikan alat atau mesin tersebut hendaknya
jangan sampai terjadi sikap paksa dan sikap tidak alaiah yang akan
menimbulkan sakit atau kesakitan disementara tubuh pekerja. Jadi, dalam
merencanakan alat, jangan hanya terpaku dengan anthropometri dan
geometri saja, tetapi harus diperhatikan pula bahwa alat tersebut harus bisa
dioperasikan oleh anggota gerak tubuh dalam sikap yang betul-betul
alamiah.
5. Kondisi waktu, manusia sebagai satu organ yang hidup juga perlu istirahat
dan tidur, rekreasi bersama keluarga dan memenuhi kehidupan sosial
disamping bekerja sehingga bekerja 8 jam sehari merupakan lama kerja
yang sangat ideal.
6. Kondisi informasi, informasi dalam melakukan pekerjaan sangat perlu
diberikan kepada pelaksana pekerjaan tersebut. Informasi yang jelas dan
benar akan meminimalkan kejadian kecelakaan dalam bekerja.
7. Kondisi lingkungan, kondisi lingkungan perlu pula direncanakan agar
manusia bisa bekerja dalam batas-batas nayaman atau paling sedikit masih
bisa ditoleransi dengan adanya alat bantu. Pembuatan alat bantu
27
penggunaan mesin harus benar-benar diperhitungkan dampaknya kepada
lingkungan.
8. Hubungan manusia dengan mesin atau alat harus benar-benar serasi
dengan memperhitungkan segala aspek manusia yang akan
mengoperasikannya. Ini dilakukan melalui pendekatan sosio-budaya,
anthropologi, tehnis, ekonomi, dan pendekatan lainnya. Pendekatan SHIP
harus benar-benar dilakukan sejak dini saat perencanaan.
Manusia bukan lagi sekedar alat produksi, tetapi justru menjadi aset utama
yang harus diamankan, ditumbuhkembangkan dan dijadikan aset persaingan
utama. Dan untuknya harus direncanakan alat, cara, dan lingkungan kerja
yang benar-benar kondusif, dimana tidak saja membuat adanya “job
satisfaction” disementara pekerja, tetapi juga mampu untuk membuatnya
punya etos kerja yang tinggi dan bertanggung jawab (Manuaba, 2003).
28
3. Program yang dilaksanakan lebih banyak program kuratif dibandingkan
dengan program preventif dan promotif sehingga tampak sebagai
pengeluaran saja.
4. Terbatasnya dana dan pengawasan dan penerapan sanksi oleh pemerintah
kurang
(Sutjana, 2006).
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
30