Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi ini masih banyak perusahaan baik sektor formal
maupun informal yang belum menempatkan ergonomi sebagai prioritas dalam
merancang lingkungan kerja. Hal ini karena ergonomi dianggap tidak penting
bahkan disangka sebagai pemborosan keuangan. Padahal sebagai sumber daya
terpenting dalam organisasi, pekerja sudah seharusnya dijamin aksesnya untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan semaksimal
mungkin sekaligus dilindungi dari pengaruh buruk yang merugikan karena
pemajanan yang bahaya potensial terhadap kesehatan di tempat kerja. Ergonomi
sendiri adalah ilmu yang berkaitan dengan suatu desain pekerjaan, peralatan, dan
tempat kerja yang sesuai dengan pekerja. Desain ergonomis yang benar sangat
diperlukan untuk mencegah cedera regangan berulang, yang dapat berkembang
dari waktu ke waktu dan dapat menyebabkan cacat jangka panjang (Setyawan,
2011).

Pertumbuhan industri saat ini menunjukkan perkembangan yang cukup


tinggi sejalan dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Pertumbuhan industri
akan diikuti dengan bertambahnya tenaga kerja. Berdasarkan data media industri
2011, penyerapan tenaga kerja di tingkat nasional sebesar 104.555.275 pada
tahun 2009, sedangkan pada tahun 2010 sebesar 108.207.767 atau terjadi
peningkatan sebesar 3,49% yang menyebar di berbagai industri di Indonesia.
Meningkatnya jumlah tenaga kerja tentunya akan menambah permasalahan
ketenagakerjaan yang terkait dengan keamanan, kenyamanan dan
kesehatan, sehingga tingkat kecelakaan akibat kerja cenderung tinggi. Di
Indonesia, tingkat kecelakaan kerja relatif tinggi dan mengalami kenaikan setiap
tahun. Hal ini disebabkan bertambahnya jumlah tenaga kerja dengan tidak diikuti
pengawasan yang baik, sehingga muncul persoalanpersoalan yang memicu
terjadinya kecelakaan kerja (Purnomo, 2013:1).

1
Berdasarkan hal tersebut, perlu dikembangkan dan ditingkatkan upaya
promosi dan preventif dalam rangka menekan serendah mungkin risiko penyakit
yang timbul akibat pekerjaan atau lingkungan kerja misalnya salah satunya yakni
membenahi dari sektor ergonomi karena tingkat keamanan, kenyamanan, dan
kesehatan pekerja harus diperhatikan untuk meningkatkan produktivitas kerja.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Ergonomi berasal dari kata-kata dalam bahasa yunani yaitu ergos yang
berarti kerja dan nomos yaitu berarti ilmu, sehingga secara harfiah dapat dikatakan
sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan pekerjaannya.
Sedangkan beberapa ahli mendefinisikan ergonomi sebagai berikut (Solichin,
2014:153-156):

1. Menurut Sri Tomo W.S ergonomi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari
manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya.

2. Menurut Mc Coinick ergonomi dapat dilakukan dengan cara menjabarkannya


dalam fokus,tujuan dan pendekatan mengenai ergonomi.

3. Capains mengatakan bahwa ergonomi adalah ilmu untuk menggali dan


mengaplikasikan informasi-informasi mengenai perilaku manusia, kemampuan,
keterbatasan dan karakteristik manusia lainnya untuk merancang peralatan,
sistem, pekerjaan dan lingkungan untuk meningkatkan produktivitas,
keselamatan, kenyamanan dan efektifitas pekerjaan manusia.

4. Menurut Mc Cormicks dan Sanders membagi ergonomi ke dalam tiga


pendekatan yaitu:

a. Fokus utama yaitu mempertimbangkan manusia dalam perancangan benda


kerja, prosedur kerja, dan lingkungan kerja.

b. Tujuan yaitu ergonomi mempunyai dua tujuan yaitu meningkatkan


efektifitas dan efisiensi pekerjaan dan aktifitas-aktifitas lainnya serta
meningkatkan nilai-nilai tertentu yang diinginkan dari pekerjaan tersebut.

c. Pendekatan utama yaitu mencakup aplikasi sistematik dari informasi yang


relevan tentang kemampuan, keterbatasan, karakteristik, perilaku dan

3
motivasi manusia terhadap desain produk dan prosedur yang digunakan serta
lingkungan tempat menggunakannya.

Ditinjau dari fakta historis, ergonomi telah menyatu dengan manusia sejak
zaman megalitik, dalam proses perancangan dan pembuatan benda-benda seperti
alat kerja dan barang buatan sesuai dengan kebutuhan manusia pada zamannya
(Kuswana, 2014:1-2).

Jadi ergonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam


kaitannya dengan pekerjaan mereka. Atau bisa diartikan dengan penyesuaian
tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia yang berkaitan tentang aspek-
aspek manusia dalam lingkungan kerja yang ditinjau secara anatomi, psikologi,
enginerring, dan manajemen.

2.2 Ruang Lingkup Ergonomi

Aktifitas kerja dalam jabatan, dituntut sesuai kemampuan dan keterbatasan


yang dimiliki para pegawai. Oleh karena itu, para perancang sistem pelayanan
melakukan berbagai analisis terkait dengan jenis tugas, gerakan tubuh yang
diperlukan dan batas kemampuan menerima beban.

Ditinjau dari kepentingan praksis, manajemen sumber daya manusia di


industri adalah sebagai berikut (Kuswana, 2014):

1. Menentukan prasyarat terkait dengan kebutuhan calon tenaga kerja.


2. Upaya peningkatan kapasitas kebutuhan pekerja selaras dengan tuntutan
kompetensi kerja, melalui pendidikan dan pelatihan tertentu.
3. Upaya perbaikan kinerja sesuai dengan hasil identifikasi dan penilaian pekerja.
4. Upaya peningkatan kesigapan dan kewaspadaan dalam melaksanakan
keselamatan dan kesehatan kerja.
5. Memelihara fisik dan mental sebagai sumber dan tujuan kesejahteraan pekerja
dalam upaya pencapaian produktivitas.
Ditinjau dari kepentingan ilmiah yang dapat memberikan kontribusi pada
praksis industri melalui penelitian adalah sebagai berikut (Kuswana, 2014):

4
1. Penelitian Interface
Interface (perangkat antara), yang mengidentifikasi, menganalisis, dan
mengkaji mengenai informasi tentang suatu lingkungan serta
mendeskripsikannya dengan simbol-simbol, tanda-tanda, lambang, dan angka-
angka, peta dan variabel (waktu dan jarak) serta konstanta lainnya
2. Kekuatan Fisik Pekerja
Penelitian tentang aktifitas pelayanan sistem kerja, melalui pengukuran dan
menganalisis gerakan fisik, beban yang diterima, dan peralatan yang diperoleh
dalam objek pekerjaan. Data yang diperoleh dijadikan bahan perancangan
peralatan kerja sesuai dengan rata-rata kemampuan fisik para pekerja.
3. Dimensi dan Bentuk Tempat Kerja
Penelitian mengenai dimensi dan bentuk ruang tempat kerja, dimensi
ukuran kebutuhan para pekerja, jenis pekerjaan, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi karakteristik aktifitas kerja.
4. Lingkungan Kerja
Penelitian mengenai kondisi lingkungan tempat kerja, seperti pengaturan
pencahayaan, ventilasi udara, dan faktor yang mempengaruhi fisik pekerja
seperti kebisingan, getaran, temperatur, dan limbah cairan kimia.

Menurut Napitupulu (2009), ruang lingkup ergonomi tebagi menjadi 4,


yakni sebagai berikut:

1. Ergonomi fisik

Berkaitan dengan anatomi tubuh manusia, anthropometri, karakteristik


fisiologi dan biomekanikan yang berhubungan dengan aktifitas fisik.

2. Ergonomi kognitif

Berkaitan dengan proses mental manusia, termasuk di dalamnya yakni


persepsi, ingatan, dan reaksi sebagai akibat dari interaksi manusia terhadap
pemakaian elemen sistem.

3. Ergonomi organisasi

5
Berkaitan dengan optimalisasi struktur organisasi, kebijakan dan proses.

4. Ergonomi lingkungan

Berkaitan dengan pencahayaan, temperatur, kebisingan, dan getaran.

2.3 Pelatihan Ergonomi

Pelatihan bidang ergonomi sangat penting, sebab ahli ergonomi umumnya


berlatarbelakang pendidikan teknik, psikologi, fisiologi atau dokter, meskipun ada
juga yang dasar keilmuannya tentang desain, manajer dan lain-lain. Akan tetapi
semuanya ditujukan pada aspek proses kerja dan lingkungan kerja.

Cara kerja yang ergonomis adalah:

a. Menghindari kelelahan
b. Mengurangi ketidak efisienan sehingga diperoleh:
1. Tidak membuang waktu dan energi secara sia-sia
2. Suasana kerja yang aman dan tidak melelahkan
3. Efisiensi kerja optimum dapat dicapai
4. Selamat dan sehat
Kemampuan manusia dibatasi dengan potensi mental:

a. Kesanggupan menetapkan suatu suasana kerja dan kemampuan mencapainya


b. Rasa tanggung jawab
c. Pendidikan dan pengalaman kerja sebelumnya
d. Latar belakang sosiologi
e. Pandangan hidup
Dengan adanya pelatihan ergonomi tersebut, diharapkan tujuan0tujuan
ergonomi akan tercapai, antara lain sebagai berikut (Napitupulu, 2009):

1. Angka cedera dan kesakitan dalam melakukan pekerjaan tidak ada/dapat


dikurangi;
2. Biaya terhadap penanganan kecelakaan atau kesakitan menjadi berkurang;
3. Kunjungan untuk berobat bisa berkurang;

6
4. Tingkat absentisme/ketidakhadiran bisa berkurang;
5. Produktivitas/kualitas dan keselamatan kerja meningkat;
6. Pekerja merasa nyaman dalam berkerja;
7. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental;
8. Meningkatkan kesejahteraan sosial;
9. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis,
antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja.

2.4 Metode Ergonomi

Menurut Solichin dkk. (2014:158), metode ergonomi terbagi menjadi 3


yakni sebagai berikut:

1. Diagnosis, dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja, inspeksi


tempat kerja penilaian fisik pekerja, uji pencahayaan, ergonomic checklist dan
pengukuran lingkungan kerja lainnya.
2. Treatment, pemecahan masalah ergonomi akan tergantung data dasar pada saat
diagnosis. Terkadang sangat sederhana seperti merubah posisi meubel, letak
pencahayaan atau jendela yang sesuai, serta membeli furniture sesuai dengan
dimensi fisik pekerja.
3. Follow-up, dengan evaluasi yang subjektif atau objektif, subjektif misalnya
dnegan menanyakan keamanan, bagian badan yang sakit, nyeri bahu dan siku,
keletihan, sakit kepala, dan lain-lain. Secara objektif misalnya dengan
parameter produk yang ditolak, absensi sakit, angka kecelakaan, dan lain-lain.

2.5 Aplikasi/Penerapan Ergonomi

1. Kerja Duduk
Ditinjau dari aspek kesehatan, bekerja ada posisi duduk yang memerlukan
waktu lama dapat menimbulkan otot perut semakin elastis, tulang belakang
melengkung, otot bagian mata terkonsentrasi sehingga cepat merasa lelah.
Kejadian tersebut jika tidak diimbangi dengan tempat duduk yang tidak

7
memberikan keleluasaan gerak atau alih pandang yang memadai tidak menutup
kemungkinan terjadi gangguan bagian punggung belakang, ginjal, dan mata.
Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pekerjaan
dengan duduk (Kuswana, 2014):
a. Duduk bergantian dengan berdiri dan berjalan, duduk dalam waktu yang relatif
lama harus dihindari karena akan berpengaruh pada kesehatan. Saat duduk,
leher dan punggung mengalami tekanan berkepanjangan yang dapat
menyebabkan keluhan leher dan punggung. Tugas yang membutuhkan duduk
berkepanjangan harus diselingi dengan tugas-tugas yang dilakukan dengan
postur berdiri atau berjalan.
b. Ketinggian kursi dan sandaran kursi harus disesuaikan, ketinggian kursi harus
dipilih sedemikian rupa sehingga ketika duduk, bagian belakang lutut tidak
sempit. Sandaran harus memberikan kenyamanan terutama untuk punggung
bagian bawah (untuk orang dewasa di Inggris, rentang pengaturan minimal
harus 10 cm antara ketinggian 20 dan 30 cm). bagian bawah sandaran harus
diberi bentuk cembung untuk menjaga lekukan punggung bawah. Selain itu,
kursi juga harus dapat berputar untuk mengurangi kebutuhan memutar tubuh.
c. Karakteristik kursi secara spesifik ditentukan oleh jenis tugas, sebuah kursi
dengan sandaran lengan dapat dipilih jika dipandang tidak mengahambat
kegiatan. Sandaran lengan pada kursi berfungsi untuk mendukung berat lengan
dan berguna ketika bangkit dari kursi. Sandaran lengan harus endek untuk
memungkinkan dekat ke meja. Untuk tugas dimana tubuh tehindarkan
membungkuk ke depan, miring ke depan terbatas (maksimum 20o) dianggap
menguntungkan karena mencegah punggung bawah melengkung.
d. Ketinggian bekerja bergantung pada tugas

Tipe Tugas Ketinggian Kerja


Penggunaan mata: sering; penggunaan
10-30 cm di bawah ketinggian mata
tangan/lengan: jarang
Penggunaan mata: sering; penggunaan
0-15 cm di atas tinggi siku
tangan/lengan: sering
Pernggunaan mata: jarang; penggunaan 0-30 cm di bawah tinggi siku

8
tangan/lengan: sering

e. Gunakan sandaran kaki jika tinggi pekerjaan tetap, jika ketinggian kerja tidak
dapat disesuaikan oleh pengguna, seperti pada mesin, permukaan kerja yang
relative tinggi harus dipilih sesuai dengan tinggi pengguna. Ketinggian kursi
kemudian harus disesuaikan dengan permukaan kerja.. ketinggian kaki juga
harus disesuaikan dengan menggunakan pijakan kaki yang cocok.
f. Hindari jangkauan berlebihan, benda kerja, alat, dan kontrol yang digunakan
secara teratur harus ditempatkan di depan atau di dekat tubuh. Jangkauan yang
ditoleransi dalam pekerjaan duduk maupun berdiri maksimal 50 cm.
g. Pilih permukaan kerja miring untuk membaca, sebuah permukaan kerja miring
membawa pekerjaan ke mata bukan sebaliknya. Dalam tugas yang tidak
memerlukan pekerjaan manual, seperti membaca, membungkukkan kepala dan
batang leher ke depan dapat dikurangi dengan menggunakan kemiringan
permukaan kerja minimal 45o untuk melihat. Untuk tugas yang menggunakan
mata dan tangan, kemiringan permukaan kerja sekitar 15o.
h. Berikan ruang kaki yang memadai, ruang kaki yang cukup harus disediakan di
bawah permukaan tempat kerja. Lebar sekitar 60 cm, kedalaman minimal 40
cm dan bagian lutut sekitar 100 cm. hal ini digunakan untuk meregangkan kaki
sesekali duduk untuk waktu yang lama. Untuk memiliki ruang yang cukup
antara bawah permukaan kerja dan bagian atas kaki, ketebalan permukaan kerja
tidak boleh lebih dari 3 cm.

2. Kerja Berdiri
Postur tubuh dalam pekerjaan berdiri merupakan suatu totalitas perilaku
kesiagaan dalam menjaga keseimbangan fisik dan mental. Kecenderungan lainnya
adalah memerlukan tenaga yang lebih besar dibandingkan dengan posisi duduk
mengingat kaki sebagai tumpuan tubuh. berikut ini hal-hal yang harus
diperhatikan dalam posisi kerja berdiri (Kuswana, 2014):
a. Berdiri bergantian dengan duduk dan berjalan. Tugas yang harus dilakukan
dalam waktu lama dengan posisi berdiri harus diselingi dengan tugas yang
dapat dilakukan dengan duduk dan berjalan.

9
b. Ketinggian meja kerja harus disesuaikan. Ketinggian meja kerja harus
disesuaikan dengan jenis pekerjaan. Ketinggian meja maksimal untuk pria
adalah 110 cm dan wanita adalah 105 cm, sedangkan ketinggian meja minimal
untuk pria adalah 90 cm dan untuk wanita adalah 85 cm.
c. Menyediakan cukup ruang untuk kaki. Antara bagian tengah meja harus lebih
lebar 5 cm dengan tumpuan meja. Antara sandaran meja dan jarak lantai
minimal 75 cm.
d. Hindari jangkauan berlebihan. benda kerja, alat, dan kontrol yang digunakan
secara teratur harus ditempatkan di depan atau di dekat tubuh. Jangkauan yang
ditoleransi dalam pekerjaan duduk maupun berdiri maksimal 50 cm. pilih
permukaan kerja yang miring untuk membaca tugas.
e. Postur tangan dan lengan. Bekerja untuk jangka waktu yang lama dengan
tangan dan lengan dalam sikap tubuh yang buruk dapat menyebabkan keluhan
spesifik dari pergelangan tangan, siku, dan bahu. Masalah ini timbul terutama
dari handling alat.
f. Pilih model alat yang tepat. Sebuah alat tertentu sering tersedia dalam berbagai
model. Pilih model yang palin cocok untuk tugas dan postur tubuh agar tidak
terjadi permasalahan di persendian. Bila menggunakan alat genggam,
pergelangan tangan harus dijaga selurus mungkin.
g. Alat genggam tidak boleh terlalu berat. Alat genggam yang masih bisa
ditoleransi beratnya adalah sekitar 2 kg.
h. Penjagaan alat. Alat kerja harus dijaga kualitasnya agar tidak membutuhkan
kekuatan yang besar dalam penggunaannya.
i. Bentuk genggaman. Bentuk dan lokasi genggaman di troli, mesin, dan
sebagainya harus mempertimbangkan posisi tangan dan lengan. Jika seluruh
tangan digunakan untuk mengerahkan kekuatan, handgrip harus memiliki
diameter sekitar 3 cm dan panjang sekitar 10 cm. pegangannya harus agak
cembung untuk meningkatkan kontak permukaan dengan tangan.
j. Hindari melaksanakan tugas di atas bahu. Tangan dan siku harus berada jauh di
bawah bahu ketika melaksanakan tugas. Jika pekerjaan di atas permukaan bahu
tidak dapat dihindari, durasi kerja harus terbatas dengan diselingi oleh istirahat
teratur.

10
k. Hindari bekerja dengan tangan di belakang tubuh. Posisi tangan dan lengan di
belakang tubuh menimbulkan gangguan, misalnya nyeri pada bagian lengan
atas dan dikhawatirkan terjadi disposisi sendi (terkilir).

2.5.1 Prinsip Dasar Ergonomi dalam Aktifitas Kerja


1. Bekerja di postur netral

Memposisikan “S-kurva” tulang


belakang.

Ketika berdiri, meletakkan satu kaki di


atas sandaran kaki membantu untuk
menjaga tulang belakang dalam
keselarasan.

Lumbar support yang baik sering


membantu untuk menjaga kurva yang
tepat di punggung anda.

Membungkuk menciptakan banyak


tekanan pada tulang belakang.

Menggunakan kondisi miring untuk


membaca

Menjaga leher tetap selaras. Lama


postur memutar dan membungkukkan
leher dapat menyebabkan stress.

Menjaga siku tetap dalam kondisi netral


untuk membuat siku dan bahu santai.

11
Seharusnya melakukan pekerjaan
dengan tidak membungkukkan bahu
dan tidak megeluarkan siku.

Pada saat memainkan mouse,


pergelangan tangan harus sejajar
dengan mouse, bila perlu menggunakan
bantalan yang empuk.

Memegang kemudi mobil yang baik.

Prinsip pemakaian alat yang


disesuaikan dengan postur tubuh.

2. Mengurangi angkatan beban berlebihan

Kekuatan yang berlebihan pada sendi dapat membuat potensi kelelahan


dan cedera. Metode mengangkat beban menurut Solichin dkk. (2014) adalah
sebagai berikut:

a. Otot lengan lebih banyak digunakan daripada otot punggung;


b. Untuk memulai gerakan horizontal maka digunakan momentum berat badan.

3. Jangkauan

Konsep semilingkaran yang membuat


lengan mudah menjangkau
benda/objek.

12
Posisi siku yang tidak sesuai.

Seharusnya permukaan meja sesuai


standard.

Mengusahakan cara untuk tidak


bekerja dengan mengangkat bahu.

4. Bekerja pada ketinggian siku

Sebagian besar pekerjaan seharusnya


dilakukan pada sekitar tinggi siku, baik
duduk maupun berdiri.
Pekerjaan yang lebih berat sering lebih
baik dilakukan dengan lebih rendah dari
siku.

Menyesuaikan kondisi dengan


menggunakan pijakan kaki.

5. Mengurangi gerakan berlebihan

Mengganti alat manual dengan alat


listrik.

Mengubah layout peralatan untuk


menghilangkan gerakan.

13
Menghilangkan atau mengubah
permukaan yang tidak rata.

6. Meminimalkan kelelahan dan beban statis

Tidak perlu memegang pensil atau


bullpoin terlalu erat dalam jangka
waktu yang lama.

Menggunakan fixture menghilangkan


kebutuhan untuk memegang bagian.

Dapat menambahkan extender untuk


alat sehingga tidak menambah beban
statis pada otot bahu.

Sebaiknya menggunakan sandaran


kaki agar tidak mengalami kelelahan
saat berdiri.

7. Meminimalkan tekanan pada satu titik

Menambahkan pegangan empuk pada


alat.

Menyandarkan lengan pada tepian


meja yang tidak runcing.

14
Seharusnya duduk antara paha dan
bagian bawah meja. Kursi yang baik
adalah kursi yang memiliki bantalan.

Menggunakan sol yang tepat apabila


bekerja di lantai yang keras.

8. Memiliki cukup clearance

Wilayah kerja perlu diatur sehingga


memiliki ruang yang cukup untuk
kepala, lutut, dan kaki.

Tidak ada sesuatu yang menghalangi


pandangan saat melakukan pekerjaan.

9. Pindah gerak dan peregangan

Otot harus dilatih dan detak jantung


membutuhkan elevasi periodik.

Perlu menggeser postur ketika duduk


dalam jangka waktu yang lama.

Bergantian antara duduk dan berdiri


pada saat melakukan pekerjaan.

10. Menjaga kenyamanan lingkungan

15
Pencahayaan yang baik.

Menggunakan task lighting

Alat getar, misalnya bor

11. Meningkatkan organisasi kerja

Pekerjaan harus diatur dengan berbagai cara, misalnya:


a. Alat bantu mekanik diperlukan kapanpun;
b. Frekuensi pergerakan diminimalisasi;
c. Jarak mengangkat beban dikurangi;
d. Dalam membawa beban perlu diingat bidangnya tidak licin dan
mengangkatnya tidak terlalu tinggi;
e. Prinsip ergonomi yang relevan bisa diterapkan.

2.6 Ergonomi Anthropometri

Menurut Napitupulu (2009), anthropometri akan secara luas digunakan


sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi
manusia. Data anthropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara
luas antara lain dalam hal berikut:

a. Perancangan areal kerja;


b. Perancangan peralatan kerja;
c. Perancangan produk-roduk konsumtif seperti pakaian, meja, kursi, dll.
d. Perancangan lingkungan kerja fisik.
Sedangkan menurut Solichin dkk. (2014), anthropometri terbagi 2 bagian,
yakni:

16
a. Anthropometri statis
Pengukuran manusia dalam posisi diam dan linear pada permukaan tubuh. ada
beberapa faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia diantaranya:

1. Umur

Ukuran tubuh manusia akan berkembang. Semakin bertambahnya umur


manusia, maka ukuran tubuhnya juga akan berkembang.

2. Jenis Kelamin

Pada umumnya pria memiliki dimensi tubuh yang lebih besar kecuali dada
dan pinggul yang dipengaruhi oleh:

a. Suku bangsa (etnis);


b. Sosio ekonomi;
c. Konsumsi gizi;
d. Pekerjaan;
e. Aktifitas sehari-hari.

b. Anthropometri Dinamis

merupakan pengukuran keadaan dan cirri-ciri fisik manusia dalam keadaan


bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat pekerja
tersebut melaksanakan kegiatannya. Terdapat tiga kelas pengukuran
anthropometri dinamis antara lain:

1. Pengukuran tingkat keterampilan sebagai pendekatan untuk mengerti


keadaan mekanis dari suatu aktifitas, misalnya pengukuran performasi atlet;
2. Pengukuran jangkauan ruang yang dibutuhkan saat bekerja. Misalnya
jangkauan dari gerakan tanagn dan kaki efektif pada saat bekerja, yang
dilakukan dengan berdiri atau duduk;
3. Pengukuran variabilitas kerja. Misalnya analisis kinematika dan kemampuan
jari-jari tangan dari seorang juru ketik atau operator komputer.

17
Data anthropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam
anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya
pada saat suatu rancangan pproduk atau fasilitas kerja akan dibuat. Mengingat
bahwa keadaan dan cirri fisik dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga berbeda
satu sama lainnya, maka terdapat tiga prinsip dalam pemakai data tersebut, antara
lain (Solichin, 2014):

1. Prinsip perancangan fasilitas berdasarkan individu ekstrim terbagi atas dua


yaitu perancangan berdasarkan individu terbesar dan perancangan fasilitas
berdasarkan individu terkecil.
2. Perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan. Prinsip ini digunakan untuk
merancang suatu fasilitas agar fasilitas tersebut bisa menampung atau bisa
dipakai dengan enak dan nyaman oleh semua orang yang mungkin
memerlukannya.
3. Perancangan fasilitas berdasarkan harga rata-rata para pemakainya. Prinsi ini
hanya digunakan apabila perancangan berdasarkan harga ekstrim tidak
mungkin dilaksanakan dan tidak layak jika menggunakan prinsip
perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan. Prinsip ini tidak mungkin
dilaksanakan apabila lebih banyak rugi daripada untungnya. Sedangkan jika
fisilitas tersebut dirancang berdasarkan fasilitas yang bisa disesuaikan, tidak
layak karena terlalu mahal harganya.

2.7 Perilaku Kerja

Perilaku kerja adalah perilaku diterjemahkan dari kata bahasa inggris


behavior dan kata tersebut sering dipergunakan dalam bahasa sehari-hari, namun
seringkali pengertian perilaku ditafsirkan secara berbeda-beda antara satu orang
dengan yang lainnya. Perilaku juga sering diartikan sebagai tindakan atau
kegiatan yang ditampilkan seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dan
lingkungan di sekitarnya, atau bagaimana manusia beradaptasi terhadap
lingkungannya. Perilaku, pada hakekatnya adalah aktifitas atau kegiatan nyata
yang ditampilkan seseorang yang dapat teramati secara langsung maupun tidak

18
langsung . perilaku kerja adalah tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan
faktor-faktor kerja. Perilaku kerja ada dua yaitu: perilaku kerja yang baik dan
perilaku kerja yang buruk.

a. Perilaku kerja yang baik

Jenis dan perilaku kerja yang harus diperhatikan oleh para pekerja untuk
mencapai keberhasilan di dalam kerja atau bisnisnya antara lain meliputi hal-hal
berikut ini :

1. Kerja ikhlas

Kerja ikhlas adalah bekerja dengan bersungguh-sungguh, dapat


menghasilkakn sesuau yang baik dan dilandasi dengan hati yang tulus. Contoh:
seorang buruh pabrik yang bekerja dengan upah yang pas-pasan, namuun tetap
bekerja dengan baik melaksanakan pekerjaan dengan tulus dan semata-mata
merupakan pengabdian kepada pekerjaannya yang menghasilkan uang untuk
keperluan hidup keluarga.

2. Kerja Mawas Terhadap Emosiaonal

Kerja mawas terhadap emosional adalah bekerja dengan tidak terpengaruh


oleh perasaan/kemarahan yang sedang melanda jiwanya. Seorang pekerja, di
rumah mempunyai masalah dengan keluarganya. Di perusahaannya, ada
pegawainya yang melakukan kesalahn. Maka sebagai pemimpin atau pemilik
usaha maka dapat membedakan maslah pribadi dengan maslah pekerjan. Cara
pemecahannya harus tetap rasional dan tidak emosioanl.

3. Kerja Cerdas

Kerja cerdas adalah bahwa di dalam bekerja kita harus pandai


memperhitungkan resiko, mampu melihat peluang dan dapat mencari solusi
sehingga dapat mencapai keuntungan yang diharapkan. Perilaku/sikap cerdas
dalam melakukan pekerjaannya menggunakan teknologi yang tepat, menggunakan
konsep hitung menghitung, memakai atau menggunakan bahasa global, pandai
berkomunikasi dan pandai pula mengelola informasi.

19
4. Kerja Keras

Kerja keras adalah dalam bekerja kita harus mempunyai sifat mampu
bekerja keras atau gila kerja untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai. Mereka
dapat memanfaatkan waktu yang optimal sehingga kadang-kadang tidak mengenal
waktu, jarak serta kesulitan yang dihadapi. Dalam bekerja mereka penuh
semangat dan berusaha keras untuk meraih hasil yang baik dan maksimal.

5. Kerja Tuntas

Kerja tuntas adalah di dalam berkerja mmapu mengorgaisasikan kerjanya


secara terpadu dari awal sampai akhir untuk dapat menghasilkan hasil kerja yang
maksimal.

b. Perilaku kerja yang buruk

Perilaku kerja yang buruk adalah perilaku kerja yang tidak baik ditujukan
oleh perkerja. Berikut adalah 5 perilaku buruk yang dikemukaan dalam buku
karangannya Sylvia La Fair (2009) yaitu:

1. Penganiaya (Persecutor)

Orang jenis ini tak segan mengatur hal-hal kecil dan memperhatikan
pelanggaran-pelanggaran orang lain. Beberapa cirinya adalah email pasif-agresif
yang cenderung menyalahkan orang lain. Mengapa terjadi? Orang seperti ini
tumbuh dengan pelecehan atau pengabaian dari orang tua (Fair SL, 2009).

2. Pura-pura (denier)

Karyawan tioe ini tidak realistis dan berpura-pura tidak ada masalah dalam
pekerjaan kantor maupun kondisi kantor. Saat keuangan kantor mengalami
kerugian dan krisis berat, pendapat sebagian besar orang adalh “Perusahaan akan
bangkrut”. Mereka akan keukeuh dengan ucapan, “Akan ada bonus untuk semua
orang!” Kemungkina terbesar dari tipe orang ini adalh mreka berasal dari eluarga
yang takut membicarakan hal-hal tidak menyenangkan (Fair SL, 2009).

20
3. Penghindar (Avoider)

Dia adalh orang pertama yang menghindar atau keluar kantor setiap kali
akan berlangsung rapat yang akan menyampaikan ‘berita buruk’ atau menjelang
deadline. Sebabnya, di masa kanak-kanak, orang tua mereka terlau menghakimi
atau tidak memliki hubungan kuat dengan orang tua (Fair SL, 2009).

4. Si Berprestasi (Super Achiever)

Orang seperti ini mendorong diri agar terus unggul dalam segala hal.
Mereka memimpikan untuk selalu meraih keuntungan bagi dirinya. Orang sepeeti
ini akan merasa gagal jika ada hal yang menyiratkan bahwa mereka telah
melakukan kesalahan. Jadi, sekuat tenaga, tipe seperti ini akan beurusaha
membuat orang lain terlihat buruk. Di masa kecil, biasanya orang seperti ini
memiliki pengalaman rasa malu atau tragedi dalam keluarga. Maka mereka
berusaha menebusnya dengan sgala cara (Fair SL, 2009).

5. Martir

Orang ini melakukan pekerjaan semua orang. Mereka datang lebih awal
setiap har dan bekerja lembur setiap malam. Mereka juaga bangga dan selalu
menceritakannya kepada semua orang. Alasan utama dari perilaku pekerja jenis
ini adalah di masa kecil mereka mencoba untuk menyenangkan orang tua yang
tidak menyukai impian mereka (Fair SL, 2009).

2.8 Resiko Penyakit Ergonomi

Secara garis besar, faktor-faktor ergonomi yang menyebabkan resiko


MSDs dapat dipaparkan sebagai berikut (Riri, 2012).

1. Repetitive Motion

Repetitive Motion atau melakukan gerakan yang sama berulang-ulang. Resiko


yang timbul bergantung dari berapa kali aktivitas tersebut dilakukan, kecepatan
dalam pergerakan/perpindahan, dan banyaknya otot yang terlibat dalam kerja

21
tersebut. Gerakan yang berulang-ulang ini akan menimbulkan ketegangan pada
syaraf dan otot yang berakumulatif. Dampak resiko ini akan semakin meningkat
apabila dilakukan dengan postur/posisi yang kaku dan penggunaan usaha yang
terlalu besar (Riri, 2012).

2. Awkward Postures

Sikap tubuh sangat menentukan sekali pada tekanan yang diterima otot pada saat
aktivitas dilakukan. Awkward postures meliputi reaching, twisting, bending,
kneeling, squatting, working overhead dengan tangan mauoun lengan, dan
menahan benda dengan posisi yang tetap. Sebagi contoh terdapat
tekanan/ketengan yang berlebih pada bagian low back seperti aktivitas
mengangkat benda yang dilakukan pada gambar (Riri, 2012).

3. Contact stresses

Tekanan pada bagian tubuh yang diakibatkan karena sisi tepi atau ujung dari
benda yang berkontak langsung. Hal ini dapat menghambat fungsi kerja syaraf
maupun aliran darah. Sebagai contoh kontak yang berulang-ulang dengan sisi
yang keras/tajam pada meja secara kontinyu (Riri, 2012).

4. Vibration

Getaran ini terjadi ketika spesifik bagian dari tubuh atau seluruh tubuh kontak
dengan benda yang bergetar seperti menggunakan power handtool dan
pengoperasian forklift mengangkat beban (Riri, 2012).

5. Forceful exertions (termasuk lifting, pushing, pulling)

Force adalah jumlah usaha fisik yang digunakan untuk melakukan pekerjaan
seperti mengangkat benda berat. Jumlah tenaga bergantung pada tipe pegangan
yang digunakan, berat obyek, durasi aktivitas, postur tubuh dan jenis dari
aktivitasnya (Riri, 2012).

6. Duration

22
Durasi menunjukkan jumlah waktu yang digunakan dalam melakukan suatu
pekerjaan. Semakin lama durasinya dalam melakukan pekerjaan yang sama akan
semakin tinggi resiko yang diterima dan semakin lama juga waktu yang
diperlukan untuk pemulihan tenaganya (Riri, 2012).

7. Static Posture

Pada waktu diam, dimana pergerakan yang tak berguna terlihat, pengerutan
supplai darah, darah tidak mengalir baik ke otot. Berbeda halnya, dengan kondisi
yang dinamis, suplai darah segar terus tersedia untuk menghilangkan hasil
buangan melalui kontraksi dan relaksasi otot. Pekerjaan kondisi diam yang lama
mengharuskan otot untuk menyuplai oksigen dan nutrisi sendiri, dan hasil
buangan tidak dihilangkan. Penumpukan Local hypoxia dan asam latic
meningkatkan kekusutan otot, dengan dampak sakit dan letih. Contoh dari
ganguan statik termasuk didalamnya: meningkatkan bahu untuk periode yang
lama, menggenggam benda dengan lengan mendorong dan memutar benda berat,
berdiri di tempat yang sama dalam waktu yang lama dan memiringkan kepala
kedepan dalam waktu yang lama. Diperkirakan semua pekerjaan itu dapat di atur
dalam beberapa jam per hari tanpa gejala keletihan dalam jika menggunakan gaya
yang besar tidak boleh melebihi 8 % dari maksimum gaya otot (Riri, 2012).

8. Physical Environment; Temperature & Lighting

Pajanan pada udara dingin, aliran udara, peralatan sirkulasi udara dan alat-alat
pendingin dapat mengurangi keterampilan tangan dan merusak daya sentuh.
penggunaan otot yang berlebihan untuk memegang alat kerja dapat menurunkan
resiko ergonomik. tekanan udara panas dari panas, lingkungan yang lembab
dapat menurunkan seluruh tegangan fisik tubuh dan akibat di dalam panas
kelelahan dan heat stroke. Begitu juga dengan pencahayaan yang inadekuat dapat
merusak salah satu fungsi organ tubuh, seperti halnya pekerjaan menjahit yang
didukung oleh pencahayaan yang lemah mengakibatkan suatu tekanan pada mata
yang lama-lama membuat keruasakan yang bisa fatal (Riri, 2012).

23
9. Other Condition

Kekurangan kebebasan dalam bergerak adalah dipertimbangkan sebagai faktor


resiko, ketika pekerjaan operator dengan sepenuhnya telah di perintah oleh orang
lain. kandungan kerja dan pengetahuan dipertimbangkan faktor resiko yang lain,
ketiha operator hanya melakukan satu tugas dan tidak memeliki kesempatan untuk
belajar satu macam kemampuan ataun tugas. Faktor tambahan dimasukkan
organisasi asfek sosial, tidak dikontrol gangguan, ruang kerja, beratnya bagian
kerja, dan shift kerja (Riri, 2012).

2.9 Tujuan Penerapan Ergonomi

Tujuan penerapan ergonomi pada suatu pekerjaan memiliki beberapa poin


penting yang sangat penting untuk diperhatikan, yaitu sebagai berikut (Soni,
2006).

1. Reductional of occupational injuries and illnesses (Pengurangan


kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja).
2. Decreasing the disability cost for workers (Mengurangi biaya cacat bagi
para pekerja).
3. Increasing productivity (Meningkatkan produktivitas)
4. Improving the quality of work (Meningkatkan kualitas pekerjaan).
5. Lowering absenteeism (Mengurangi ketidakhadiran).
6. Apllying existing rules (Menerapkan peraturan yang ada).
7. Decreasing the loss of raw material (Penurunan kehilangan bahan baku)

Ergonomi memberikan kemudahan kepada manusia dalam berbagai hal di


dalam lingkungan kerja, sehingga manusia memiliki kemudahan, kenyamanan,
serta efisiensi dalam melakukan pekerjaannya. Dengan begitu kendala
keterbatasan yang dimiliki oleh manusia dapat diatasi. Fungsi lainnya, ergonomi
mampu mengurangi penggunaan energi lebih pada saat seseorang melakukan
pekerjaan. Sebagai contoh, posisi antara meja dan kursi ketika kita bekerja atau
belajar. Posisi dibuat sedemikian rupa sehingga kita dapat dengan mudah

24
melakukan suatu pekerjaan. Dampaknya terhadap psikologis seseorang mampu
membuat produktivitas meningkat karena posisinya yang ergonomis mampu
mengurangi tingkat kelelahan pada saat bekerja (Setyawan, 2011).

2.10 Pendekatan Ergonomi

Secara umum, pendekatan dalam ergonomi dibedakan menjadi 2 jenis


pendekatan, yaitu sebagai berikut (Setyawan, 2011).

1. Pendekatan Reaktif
Yaitu perancangan program dilakukan untuk memperbaiki kondisi
lingkungan kerja yang sudah ada agar lebih ergonomis, sehat, dan
aman.
2. Pendekatan Pro Aktif
Yaitu perancangan program dilakukan untuk membuat kondisi
lingkungan kerja yang baru agar lebih ergonomis, sehat dan aman.

Penerapan praktek ergonomis di tempat kerja dapat dilakukan dengan


pendekatan reaktif atau proaktif. Ergonomis reaktif adalah ketika sesuatu yang
perlu diperbaiki, dan harus diambil tindakan perbaikan. Ergonomi proaktif adalah
proses mencari daerah yang dapat meningkatkan dan memperbaiki masalah
sebelum mereka menjadi masalah besar (Setyawan, 2011).

2.11 Resiko Kesalahan Ergonomi

Sering dijumpai pada sebuah industri terjadi kecelakaan kerja. Kecelakaan


kerja tersebut disebabkan oleh faktor pekerja dari pekerja sendiri atau pihak
manajemen perusahaan. Kecelakaan yang disebabkan oleh pihak pekerja sendiri
antara lain karena pekerja tidak hati-hati atau mereka tidak mengindahkan
peraturan kerja yang telah dibuat oleh pihak manajemen. Sedangkan, faktor
penyebabyang ditimbulkan dari pihak manajemen, biasanya tidak adanya alat-alat

25
keselamatan kerja atau bahkan cara kerja yang dibuat oleh pihak manajemen
masih belum mempertimbangkan segi ergonominya (Hakim, 2009).

Untuk menghindari resiko tersebut, pertama-tama yang dapat dilakukan


adalah mengidentidfikasi resiko yang bisa terjadi akibat cara kerja yang salah.
Setelah jenis pekerjaan tersebut diidentifikasi, maka langkah selanjutnya adalah
menghilangkan cara kerja yang bisa mengakibatkan cedera (Hakim, 2009).

2.12 Penerapan Ergonomi dalam Kesehatan

Kata ergonomi di tingkat nasional mulai diperkenalkan sejak tahun 1969


melalui suatu pertemuan ilmiah dengan tema “Kesehatan dan Produktivitas”
dalam suatu judul makalah “Pendekatan Ergonomi dalam Rangka Meningkatkan
Produktivitas Tenaga Kerja Perusahaan” (Manuaba, 2003). Dari tahun 1977,
dalam ergonomi telah diperkenalkan konsep teknologi tepat guna dalam memilih
dan alih teknologi. Dalam perjalanan waktu konsep tersebut dalam penerapannya
mendapatkan hambatan-hambatan, sehingga masih terdapat kecelakaan, penyakit
akibat dari pekerjaan yang dilaksanakan. Selanjutnya konsep teknologi tetap guna
tersebut dalam penerapannya harus dikaji lagi dengan Systemic, Holistic,
Interdisciplinary, dan Participatory (SHIP). Konsep tambahan ini telah
diperkenalkan sejak tahun 1999, yang dikenal dengan istilah SHIP (Setyawan,
2011).

2.13 Aspek Penerapan Ergonomi

Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam perencanaan ergonomi


dalam pekerjaan, antara lain sebagai berikut (Manuaba, 2003; Setyawan, 2011).

1. Manusia sebagai acuan, maka pengertian dan penghayatan siapa manusia


itu, khusunya yang berkaitan dengan kemampuan, kebolehan, dan
batasannya harus benar-benar dikuasai.

26
2. Energi dan gizi, sebagai penghasil energi untuk segala macam aktivitas
yang dilakukannya, jelasharus mampu mendapatkan asupan makanan yang
memadai sebagai pengganti tenaga yang harus dikeluarkannya. Dalam
beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa dengan memberikan makanan
dan minuma yang tepat waktu dan tepat frekuensibisa meningkatkan
produktivitas yang sangat relevan.
3. Pendekatan holistik, Alat atau mesin yang harus dilayani pekerja harus
benar-benar direncanakan tidak saja sesuai anthropometri dan geometri,
tetapi juga harus memperhatikan kebiasaan, norma, nilai, dan adat istiadat
pemakai. Untuk itu, kita tidak bisa hanya menggantungkan rencana
tersebut dari satu faktor aja, misalnya anthropometri, geometri atau standar
yang ada di buku saja, tetapi harus dikaji secara komprehensif dengan
menggunakan enam kriteria kajian, yaitu tehnis, ekonomis, sosio-budaya,
ergonomi, penggunaan energi dan pelestarian lingkungan.
4. Sikap kerja, dalam mengoperasikan alat atau mesin tersebut hendaknya
jangan sampai terjadi sikap paksa dan sikap tidak alaiah yang akan
menimbulkan sakit atau kesakitan disementara tubuh pekerja. Jadi, dalam
merencanakan alat, jangan hanya terpaku dengan anthropometri dan
geometri saja, tetapi harus diperhatikan pula bahwa alat tersebut harus bisa
dioperasikan oleh anggota gerak tubuh dalam sikap yang betul-betul
alamiah.
5. Kondisi waktu, manusia sebagai satu organ yang hidup juga perlu istirahat
dan tidur, rekreasi bersama keluarga dan memenuhi kehidupan sosial
disamping bekerja sehingga bekerja 8 jam sehari merupakan lama kerja
yang sangat ideal.
6. Kondisi informasi, informasi dalam melakukan pekerjaan sangat perlu
diberikan kepada pelaksana pekerjaan tersebut. Informasi yang jelas dan
benar akan meminimalkan kejadian kecelakaan dalam bekerja.
7. Kondisi lingkungan, kondisi lingkungan perlu pula direncanakan agar
manusia bisa bekerja dalam batas-batas nayaman atau paling sedikit masih
bisa ditoleransi dengan adanya alat bantu. Pembuatan alat bantu

27
penggunaan mesin harus benar-benar diperhitungkan dampaknya kepada
lingkungan.
8. Hubungan manusia dengan mesin atau alat harus benar-benar serasi
dengan memperhitungkan segala aspek manusia yang akan
mengoperasikannya. Ini dilakukan melalui pendekatan sosio-budaya,
anthropologi, tehnis, ekonomi, dan pendekatan lainnya. Pendekatan SHIP
harus benar-benar dilakukan sejak dini saat perencanaan.

(Manuaba, 2003; Setyawan, 2011).

Manusia bukan lagi sekedar alat produksi, tetapi justru menjadi aset utama
yang harus diamankan, ditumbuhkembangkan dan dijadikan aset persaingan
utama. Dan untuknya harus direncanakan alat, cara, dan lingkungan kerja
yang benar-benar kondusif, dimana tidak saja membuat adanya “job
satisfaction” disementara pekerja, tetapi juga mampu untuk membuatnya
punya etos kerja yang tinggi dan bertanggung jawab (Manuaba, 2003).

2.14 Hambatan Penerapan Ergonomi

Walaupun penerapan ergonomi dalam pekerjaan telah terbukti mampu


meningkatkan kesehatan, keselamatan, dan produktivitas kerja pekerja, namun
kenyataannya oenerapan ergonomi masih banyak yang jauh dari harapan.
Hambatan-hambatan ergonomi di antaranya dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu sebagai berikut (Sutjana, 2006).

1. Petugas kesehatan dan keselamatan kerja belum mampu menunjukkan


keuntungan program kesehatan dan keselamatan kerja dalam bentuk uang
pada perusahaan. Selama ini tujuan penerapan kesehatan dan keselamatan
kerja baru sampai pada tahap menciptakan tempat dan lingkungan kerja
yang sehat dan aman saja, sehingga pekerja sehat dan selamat dalam
melakukan pekerjaannya.
2. Manajemen perusahaan memberikan prioritas rendah dan paling belakang
pada program ergonomi dalam program kerja perusahaan.

28
3. Program yang dilaksanakan lebih banyak program kuratif dibandingkan
dengan program preventif dan promotif sehingga tampak sebagai
pengeluaran saja.
4. Terbatasnya dana dan pengawasan dan penerapan sanksi oleh pemerintah
kurang

(Sutjana, 2006).

29
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ergonomi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah


manusia dengan pekerjaannya. Ergonomi pada referat ini dibahas menjadi
beberapa sub-bab, yakni pengertian ergonomi, ruang lingkup ergonomi, pelatihan
ergonomi, metode ergonomi, penerapan ergonomi, ergonomi anthropometri, serta
perilaku kerja yang berguna bagi terlaksananya sistem ergonomi di perusahaan
untuk meningkatkan produktivitas kerja, laba, serta kelangsungan hidup tenaga
kerja, resiko penyakit akibat ergonomi, tujuan ergonomi, pendekatan ergonomi,
resiko kesalahan ergonomi, penerapan ergonomi dalam kesehatan, aspek
penerapan ergonomi, hambatan penerapan ergonomi.

3.2 Saran

Ergonomi sering kali terabaikan karena masih kurangnya pengertian dan


pemahaman, di samping sikap acuh tak acuh, baik dari engusaha maupun
pekerjanya sendiri. Seharusnya, penerapan ergonomi untuk memperbaiki
produktivitas kerja, kesehatan dan keamanan, harus dimiliki oleh para pengusaha
atau pimpinan perusahaan. Demikian juga para teknisi yang merencanakan proyek
industry, termasuk perencanaan pembangunan dan fungsi sarana kerja, sesuai
dengan kemampuan tenaga kerja.

Penggalakan partisipasi harus mencakup semua pihak, dimulai dari


kebijakan yang diciptakan dalam peraturan perundangan, kemauan baik dari
pengusaha atau pimpinan perusahaan, para tenaga kerja serta lainnya yang terkait
seperti para perancang alat, teknisi, dan sebagainya. Masing-masing bergerak
dalam bidang maupun keahliannya sehingga ergonomi dapat menopang gerakan
produktivitas dalam pembangunan nasional.

30

Anda mungkin juga menyukai