Anda di halaman 1dari 20

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Laporan Kasus

DIABETES MELITUS TIPE 2

Oleh:

Ajeng Dwi Riani C111 13 566


A. Muhammad Alif C111 12 928
Zulfi Ashari C111 13 066
Ika Fitri C111 13 061

Dokter Pembimbing :

Dr. dr. H. Rasyidin Abdullah, MPH, MH. Kes, DPDK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS HASANUDDIN
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Ajeng Dwi Riani C111 13 566


` A. Muhammad Alif C111 12 928
Zulfi Ashari C111 13 066
Ika Fitri C111 13 061

Judul : Diabetes Melitus Tipe 2

Telah menyelesaikan tugas Case Report dalam rangka kepaniteraan klinik


pada Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Makassar, Maret 2018

Pembimbing

Dr. dr. H. Rasyidin Abdullah, MPH, MH. Kes, DPDK


LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn. A
 Umur : 69 tahun
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Pekerjaan : Pensiunan PNS
 Alamat : Jl. Kapasa Raya

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :

Sering haus

Anamnesis Terpimpin :

Sering haus dirasakan pasien sejak beberapa tahun terakhir, dan


nafsu makan bertambah, Riwayat pasien mengalami penurunan berat badan
kurang lebih 10 kg, Riwayat pemeriksaan gula darah pertama tahun 2000
didapatkan 500 mg/dl. Riwayat sering merasa kram-kram pada kedua
tungkai dan diberi vitamin untuk saraf oleh dokter. Demam tidak ada, sesak
tidak ada, nyeri dada tidak, batuk tidak ada. Mual dan muntah tidak ada.
BAK lancar, volume banyak, frekuensi lebih 5 kali dalam sehari, BAB
kesan normal.

Riwayat DM ada sejak tahun 2000 berobat secara teratur.

Riwayat konsumsi obat DM berupa tablet selama 5 tahun namun pasien


tidak mengingat jenis obatnya.

Anak ke-2 menderita DM. Riwayat kedua orang tua tidak menderita DM

Riwayat Hipertensi tidak ada.

Riwayat Penyakit Jantung tidak ada.

Riwayat merokok dan konsumsi alkohol tidak ada.


III. PEMERIKSAAN FISIS

Keadaan Umum : Sakit Ringan/Gizi cukup (BB: 71kg, TB: 170cm, IMT =
24,56 kg/m2)

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital :

- Tekanan Darah : 130/90 mmHg

- Nadi : 86 kali/menit

- Pernapasan : 20 kali/menit

- Suhu : 36.60C

 Kepala :
– Ekspresi biasa, simetris, tidak ada deformitas, rambut hitam, lurus
tidak mudah dicabut, gerakan normal.
 Mata
– Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, kornea jernih, pupil
isokor.
 Telinga
– Tophi tidak ada, nyeri tekan prosesus mastoideus tidak ada,
pendengaran baik.
 Hidung
– Perdarahan tidak ada, sekret tidak ada.
 Mulut
– Bibir normal, gigi geligi tidak ada karies, tidak ada perdarahan
gusi, tonsil dan faring tidak hiperemis, lidah normal.
 Leher
– Kelenjar getah bening normal, kelenjar gondok normal, DVS
R+1cmH2O, pembuluh darah dalam batas normal, kaki kuduk tidak
ada.
 Thorax
– Bentuk simetris, pembuluh darah tidak ada kelainan , buah dada
dalam batas normal, sela iga tidak membesar
– Paru :
 Palpasi fremitus raba simetris kiri dan kanan, nyeri tekan
dan massa tumor tidak ada
 Perkusi paru kiri dan kanan sonor, batas paru hepar ICS 6
dextra, batas paru kanan belakang vertebra thorakal 10 dan
batas paru kiri belakang vertebra thorakala 11
 Auskultasi bunyi pernapasan vesikuler, tidak ada ronkhi,
wheezing pada paru kiri.
 Jantung

– Ictus kordis tidak tampak dan tidak teraba, jantung dalam batas
normal, bunyi jantung I/II murni reguler, bunyi tambahan tidak
ada.

 Abdomen

– Datar, distensi tidak ada, ikut gerak nafas,palpasi nyeri tekan tidak
ada, massa tumor tidak ada. Hepar, lien , ginjal tidak teraba,
perkusi timpani, peristaltik ada kesan normal.

 Alat kelamin

– Tidak dilakukan pemeriksaan

 Anus dan rektum

– Tidak dilakukan pemeriksaaan

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Maret 2018 :
GDS : 230 mg?dl
Asam Urat : 7 mg/dl
Kolesterol total : 202 mg/dl

25 April 2018 :
GDS = 352 mg/dl

V. DIAGNOSIS
Diabetes Melitus Tipe 2

VI. PENATALAKSANAAN
• Non-Farmakologi
– Edukasi DM
– Diet
– Olahraga
• Farmakologi
– Novorapid 10-10-10 unit
– Levemir 0-0-26 unit
– Vitamin C

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolik yang ditandai


dengan kadar glukosa darah yang tinggi dalam konteks resistensi insulin dan
defisiensi insulin relatif.

PATOFISIOLOGI

Jumlah
Peningkatan
produksi
produksi
insulin
glukosa hepar
berkurang

Metabolisme
Resistensi
lemak
Insulin Diabetes abnormal
Mellitus
tipe 2

KLASIFIKASI

Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes Association 2010


(ADA 2010), dibagi dalam 4 jenis yaitu:
1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab
autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin
dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak
terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah
ketoasidosis.
2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus/NIDDM
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa
membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang
merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh
karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena
dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi
relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin
pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta
pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe
ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi
yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan
glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik fungsi
sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit
metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan
genetik lain.
4. Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa
didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan
ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal.
Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar untuk menderita DM yang
menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.

DIAGNOSIS

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.


Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Kriteria diagnosis DM berdasarkan hasil tes laboratorium :
 Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam, atau
 Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram, atau
 Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik,
atau
 Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP).
Catatan: Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standar
NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi terhadap hasil
pemeriksaan HbA1c. Pada kondisi tertentu seperti: anemia,
hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2-3 bulan terakhir, kondisi-
kondisi yang mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal
maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi.
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
 Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT):
Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan
pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl;
 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT):
Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -jam setelah TTGO antara 140-199
mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl
 Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
 Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.
Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes :

Screening dilakukan untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus Tipe-2


(DMT2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan
gejala klasik DM, yaitu:
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥ 23 kg/m2)
yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik yang kurang.
b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4 kg atau
mempunyai riwayat diabetes mellitus gestasional (DMG).
e. Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi).
f. HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h. Riwayat prediabetes.
i. Obesitas berat, akantosis nigrikans.

j. Riwayat penyakit kardiovaskular.

2. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas.


PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup


penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :
a. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
b. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif.

Tatalaksana DM pada umumnya terdiri atas :


1. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang
memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi
dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien
untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung
usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya
dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/komplikasi yang mungkin
timbul secara dini/saat masih reversible, ketaatan perilaku, pemantauan, dan
pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan
yang diperlukan.

Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri,


perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok,
meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.
2. Terapi gizi medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang
seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan
memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi
makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%,
protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.
3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama
kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobic seperti
berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan, dan meningkatkan
sensitifitas insulin.
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan
pasien, pengaturan makan, dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari
obat oral dan bentuk suntikan.

I. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)


Pemicu sekresi insulin:
a. Sulfonilurea
 Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas
 Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang

 Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua, gangguan faal
hati dan ginjal serta malnutrisi
b. Glinid
 Terdiri dari repaglinid dan nateglinid
 Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada sekresi
insulin fase pertama
 Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial
Dosis Dosis
Golongan Nama Generik Inisial Maksimal Frekuensi/Hari
(mg/hari) (mg/hari)

Chlorpropamide 50 500 1
Glibenclamide 2,5 15-20 1-2
Sulfonilurea
Gliclazide 80 240 1-2
Gliquidone 30 120 1
Glimepiride 0,5 6 1
Meglitinide Repaglinide 1,5 8 3
Nateglinide 120 360 3
Biguanide Metformin 500 3000 3
Alpha Glucosidase Acarbose 50 300 3
Inhibitor

Thiazolidindiones Pioglitazone 15 30 1
Roziglitazone 15 30 1
DPP4 Inhibitor Vildagliptin, 50 100 1-2
Sitagliptin
II. Obat Suntikan

Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan


kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
 HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Krisis Hiperglikemia
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
 Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
 Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :
 Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
 Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
 Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)
 Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
 Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
dengan menengah (Premixed insulin)

Farmakokinetik Insulin Eksogen Berdasarkan Waktu Kerja (Time Course of


Action) :
b. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru
untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta sehingga terjadi
peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan,
menghambat pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan. Efek penurunan
berat badan agonis GLP-1 juga digunakan untuk indikasi menurunkan berat badan
pada pasien DM dengan obesitas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat
ini antara lain rasa sebah dan muntah. Obat yang termasuk golongan ini adalah
Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide.

III. Terapi Kombinasi

Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini.
Pemberian obat antihiperglikemia oral maupun insulin selalu dimulai dengan
dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons
kadar glukosa darah. Terapi kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara
terpisah ataupun fixed dose combination, harus menggunakan dua macam obat
dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran
kadar glukosa darah belum tercapai dengan kombinasi dua macam obat, dapat
diberikan kombinasi dua obat antihiperglikemia dengan insulin. Pada pasien yang
disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai,
terapi dapat diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral.
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin dimulai dengan
pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang).
Insulin kerja menengah harus diberikan jam 10 malam menjelang tidur, sedangkan
insulin kerja panjang dapat diberikan sejak sore sampai sebelum tidur. Pendekatan
terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik
dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin basal untuk kombinasi
adalah 6-10 unit, kemudian dilakukan evaluasi dengan mengukur kadar glukosa
darah puasa keesokan harinya. Dosis insulin dinaikkan secara perlahan (pada
umumnya 2 unit) apabila kadar glukosa darah puasa belum mencapai target. Pada
keadaaan di mana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali
meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi
insulin basal dan prandial, sedangkan pemberian obat antihiperglikemia oral
dihentikan dengan hati-hati.
:
Algoritme Penanganan DM Tipe 2
KOMPLIKASI

Mikrovaskuler Makrovaskuler Lain-lain

Diabetic retinopathy Coronary Heart Disease Gastrointestinal


(gastroparesis, diare)

Maculae edema Peripheral Arterial Disease Disfungsi sexual

Diabetic Neuropathy Cerebrovaskuler disease Infeksi

Diabetic Nephropathy Katarak

Glaukoma

1. Diabetik Retinopati
Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadi penyebab
utama kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh
diabetes, yaitu: 1) retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh
darah kapiler yang sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak
pembuluh darah retina; 2) katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan
transparan menjadi keruh sehingga menghambat masuknya sinar dan makin
diperparah dengan adanya glukosa darah yang tinggi; dan 3) glaukoma, terjadi
peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata. Prevalensi
retinopati pada pasien DM tipe 2 prevalensi retinopati pada populasi klinik
berkisar 10.6% s/d 47.3% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 10.1% s/d
55.0%.
2. Diabetik Neuropati
Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak dan
sumsum tulang belakang, susunan saraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta
susunan saraf otonom yang mengatur otot polos di jantung dan saluran cerna. Hal
ini biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan
baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa darah berhasil
diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila
dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal
maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang
memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati
diabetik (diabetic neuropathy). Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf
tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah
kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf dan
saraf mana yang terkena. Prevalensi Neuropati pada pasien DM tipe 2 prevalensi
neuropati pada populasi klinik berkisar 7.6% s/d 68.0% dan dalam penelitian pada
populasi berkisar 13.1% s/d 45.0%.
3. Diabetik Nefropati
Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah
kecil yang disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. Bahan
yang tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja
selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah dari racun yang masuk ke dan
yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun tidak
dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal
bocor ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena
tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal.
Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropathy atau
kerusakan saraf. Pada pasien DM tipe 2 prevalensi mikroalbuminuria pada
populasi klinik berkisar 2.5% s/d 57.0% dan dalam penelitian pada populasi
berkisar 18.9% s/d 42.1%. Prevalensi overt nephropathy pada pasien DM tipe 2
pada populasi klinik berkisar 5.4% s/d 20.0% dan dalam penelitian pada populasi
berkisar 9.2% s/d 32.9%.
4. Penyakit jantung koroner (PJK)
Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan
penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah.
Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang dan tekanan darah meningkat,
sehingga kematian mendadak bisa terjadi. Prevalensi Penyakit jantung koroner
dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d 25.2% pada polpulasi
klinik dan 1.8% s/d 43.4% dalam penelitian pada populasi.
5. Stroke
Prevalensi stroke dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d
11.3% pada populasi klinik dan 2.8% s/d 12.5% dalam penelitian pada populasi.
Lima puluh persen dari prevalensi stroke berkisar 0.5% and 4.3% dengan Diabetes
tipe 1 dan berkisar 4.1% and 6.7% dengan Diabetes tipe 2
6. Penyakit pembuluh darah perifer
Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang
dinamakan Peripheral Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan
prosesnya lebih cepat pada penderita diabetes daripada orang yang tidak
mendertita diabetes. Denyut pembuluh darah di kaki terasa lemah atau tidak terasa
sama sekali. Bila diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga pria
dan wanita dapat mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping
diikuti gangguan saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh,
pasien biasanya sudah mengalami penyempitan pada pembuluh darah jantung.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ndraha, Suzanna. Vol. 27, No.2, Agustus 2014 : Diabetes Melitus Tipe 2 Dan
Tatalaksana Terkini. Jakarta : Medicinus.
2. Soelistijo, Soebagijo Adi; et al. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes mellitus Tipe2 di Indonesia. Jakarta : Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai