Lapsus Kita
Lapsus Kita
Oleh:
Dokter Pembimbing :
Pembimbing
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 69 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : Jl. Kapasa Raya
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Sering haus
Anamnesis Terpimpin :
Anak ke-2 menderita DM. Riwayat kedua orang tua tidak menderita DM
Keadaan Umum : Sakit Ringan/Gizi cukup (BB: 71kg, TB: 170cm, IMT =
24,56 kg/m2)
Tanda Vital :
- Nadi : 86 kali/menit
- Pernapasan : 20 kali/menit
- Suhu : 36.60C
Kepala :
– Ekspresi biasa, simetris, tidak ada deformitas, rambut hitam, lurus
tidak mudah dicabut, gerakan normal.
Mata
– Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, kornea jernih, pupil
isokor.
Telinga
– Tophi tidak ada, nyeri tekan prosesus mastoideus tidak ada,
pendengaran baik.
Hidung
– Perdarahan tidak ada, sekret tidak ada.
Mulut
– Bibir normal, gigi geligi tidak ada karies, tidak ada perdarahan
gusi, tonsil dan faring tidak hiperemis, lidah normal.
Leher
– Kelenjar getah bening normal, kelenjar gondok normal, DVS
R+1cmH2O, pembuluh darah dalam batas normal, kaki kuduk tidak
ada.
Thorax
– Bentuk simetris, pembuluh darah tidak ada kelainan , buah dada
dalam batas normal, sela iga tidak membesar
– Paru :
Palpasi fremitus raba simetris kiri dan kanan, nyeri tekan
dan massa tumor tidak ada
Perkusi paru kiri dan kanan sonor, batas paru hepar ICS 6
dextra, batas paru kanan belakang vertebra thorakal 10 dan
batas paru kiri belakang vertebra thorakala 11
Auskultasi bunyi pernapasan vesikuler, tidak ada ronkhi,
wheezing pada paru kiri.
Jantung
– Ictus kordis tidak tampak dan tidak teraba, jantung dalam batas
normal, bunyi jantung I/II murni reguler, bunyi tambahan tidak
ada.
Abdomen
– Datar, distensi tidak ada, ikut gerak nafas,palpasi nyeri tekan tidak
ada, massa tumor tidak ada. Hepar, lien , ginjal tidak teraba,
perkusi timpani, peristaltik ada kesan normal.
Alat kelamin
Maret 2018 :
GDS : 230 mg?dl
Asam Urat : 7 mg/dl
Kolesterol total : 202 mg/dl
25 April 2018 :
GDS = 352 mg/dl
V. DIAGNOSIS
Diabetes Melitus Tipe 2
VI. PENATALAKSANAAN
• Non-Farmakologi
– Edukasi DM
– Diet
– Olahraga
• Farmakologi
– Novorapid 10-10-10 unit
– Levemir 0-0-26 unit
– Vitamin C
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
PATOFISIOLOGI
Jumlah
Peningkatan
produksi
produksi
insulin
glukosa hepar
berkurang
Metabolisme
Resistensi
lemak
Insulin Diabetes abnormal
Mellitus
tipe 2
KLASIFIKASI
DIAGNOSIS
Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua, gangguan faal
hati dan ginjal serta malnutrisi
b. Glinid
Terdiri dari repaglinid dan nateglinid
Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada sekresi
insulin fase pertama
Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial
Dosis Dosis
Golongan Nama Generik Inisial Maksimal Frekuensi/Hari
(mg/hari) (mg/hari)
Chlorpropamide 50 500 1
Glibenclamide 2,5 15-20 1-2
Sulfonilurea
Gliclazide 80 240 1-2
Gliquidone 30 120 1
Glimepiride 0,5 6 1
Meglitinide Repaglinide 1,5 8 3
Nateglinide 120 360 3
Biguanide Metformin 500 3000 3
Alpha Glucosidase Acarbose 50 300 3
Inhibitor
Thiazolidindiones Pioglitazone 15 30 1
Roziglitazone 15 30 1
DPP4 Inhibitor Vildagliptin, 50 100 1-2
Sitagliptin
II. Obat Suntikan
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini.
Pemberian obat antihiperglikemia oral maupun insulin selalu dimulai dengan
dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons
kadar glukosa darah. Terapi kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara
terpisah ataupun fixed dose combination, harus menggunakan dua macam obat
dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran
kadar glukosa darah belum tercapai dengan kombinasi dua macam obat, dapat
diberikan kombinasi dua obat antihiperglikemia dengan insulin. Pada pasien yang
disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai,
terapi dapat diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral.
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin dimulai dengan
pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang).
Insulin kerja menengah harus diberikan jam 10 malam menjelang tidur, sedangkan
insulin kerja panjang dapat diberikan sejak sore sampai sebelum tidur. Pendekatan
terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik
dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin basal untuk kombinasi
adalah 6-10 unit, kemudian dilakukan evaluasi dengan mengukur kadar glukosa
darah puasa keesokan harinya. Dosis insulin dinaikkan secara perlahan (pada
umumnya 2 unit) apabila kadar glukosa darah puasa belum mencapai target. Pada
keadaaan di mana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali
meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi
insulin basal dan prandial, sedangkan pemberian obat antihiperglikemia oral
dihentikan dengan hati-hati.
:
Algoritme Penanganan DM Tipe 2
KOMPLIKASI
Glaukoma
1. Diabetik Retinopati
Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadi penyebab
utama kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh
diabetes, yaitu: 1) retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh
darah kapiler yang sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak
pembuluh darah retina; 2) katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan
transparan menjadi keruh sehingga menghambat masuknya sinar dan makin
diperparah dengan adanya glukosa darah yang tinggi; dan 3) glaukoma, terjadi
peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata. Prevalensi
retinopati pada pasien DM tipe 2 prevalensi retinopati pada populasi klinik
berkisar 10.6% s/d 47.3% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 10.1% s/d
55.0%.
2. Diabetik Neuropati
Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak dan
sumsum tulang belakang, susunan saraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta
susunan saraf otonom yang mengatur otot polos di jantung dan saluran cerna. Hal
ini biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan
baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa darah berhasil
diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila
dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal
maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang
memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati
diabetik (diabetic neuropathy). Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf
tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah
kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf dan
saraf mana yang terkena. Prevalensi Neuropati pada pasien DM tipe 2 prevalensi
neuropati pada populasi klinik berkisar 7.6% s/d 68.0% dan dalam penelitian pada
populasi berkisar 13.1% s/d 45.0%.
3. Diabetik Nefropati
Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah
kecil yang disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. Bahan
yang tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja
selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah dari racun yang masuk ke dan
yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun tidak
dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal
bocor ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena
tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal.
Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropathy atau
kerusakan saraf. Pada pasien DM tipe 2 prevalensi mikroalbuminuria pada
populasi klinik berkisar 2.5% s/d 57.0% dan dalam penelitian pada populasi
berkisar 18.9% s/d 42.1%. Prevalensi overt nephropathy pada pasien DM tipe 2
pada populasi klinik berkisar 5.4% s/d 20.0% dan dalam penelitian pada populasi
berkisar 9.2% s/d 32.9%.
4. Penyakit jantung koroner (PJK)
Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan
penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah.
Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang dan tekanan darah meningkat,
sehingga kematian mendadak bisa terjadi. Prevalensi Penyakit jantung koroner
dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d 25.2% pada polpulasi
klinik dan 1.8% s/d 43.4% dalam penelitian pada populasi.
5. Stroke
Prevalensi stroke dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d
11.3% pada populasi klinik dan 2.8% s/d 12.5% dalam penelitian pada populasi.
Lima puluh persen dari prevalensi stroke berkisar 0.5% and 4.3% dengan Diabetes
tipe 1 dan berkisar 4.1% and 6.7% dengan Diabetes tipe 2
6. Penyakit pembuluh darah perifer
Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang
dinamakan Peripheral Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan
prosesnya lebih cepat pada penderita diabetes daripada orang yang tidak
mendertita diabetes. Denyut pembuluh darah di kaki terasa lemah atau tidak terasa
sama sekali. Bila diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga pria
dan wanita dapat mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping
diikuti gangguan saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh,
pasien biasanya sudah mengalami penyempitan pada pembuluh darah jantung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ndraha, Suzanna. Vol. 27, No.2, Agustus 2014 : Diabetes Melitus Tipe 2 Dan
Tatalaksana Terkini. Jakarta : Medicinus.
2. Soelistijo, Soebagijo Adi; et al. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes mellitus Tipe2 di Indonesia. Jakarta : Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia.