Anda di halaman 1dari 25

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ibu K
Jenis kelamin : perempuan
Umur : 45 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jeneponto
No. Register : 093075
Tanggal pemeriksaan : 23 maret 2018
Rumah sakit : Poli Mata, RS UNHAS

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Penglihatan kabur sejak 1 bulan yang lalu
Anamnesis Terpimpin
Pasien dirujuk dari RS Bantabantaeng dengan keluhan
penglihatan kabur sejak ± 1 bulan yang lalu secara perlahan-lahan
dan berterusan. Penglihatan kabur dirasakan sepanjang masa dan
akhir akhir ini hanya melihat cahaya sahaja. Menurut pasien Titik
putih pada mata hitam dilihat sejak 3 hari selepas kejadian. Sebelum
itu pasien merasakan ada pasir yang masuk ke mata ketika beliau
lagi berkebun. Pasien langsung menggosok mata dan merasakan
sedikit pedih dan nyeri, nyeri dan pedih di mata bertambah. 3 hari
kemudian pasien ke Rs Bantabantaeng untuk mendapatkan rawatan
dan obat tetes mata vigamox. Pasien kemudiannya dirujuk BKMM
dan lanjut ke RS Unhas. Riwayat rawat inap di Rs Unhas dengan
keluhan yang sama. Pasien di rawat inap selama 5 hari. Silau tidak

1
ada, nyeri mata ada, mata merah ada, keluar air mata ada, kotoran
mata berlebihan ada, gatal tidak ada, nyeri ada, rasa mengganjal
ada, rasa berpasir ada pada awal nyeri, riwayat trauma pada mata
ada. Riwayat nyeri kepala tidak ada, riwayat demam tidak ada. Tidak
ada riwayat alergi.
Riwayat menderita diabetes mellitus dan hipertensi tidak ada.
Riwayat penyakit lain tidak ada. Riwayat penggunaan kacamata tidak
ada. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada. Pasien
bekerja sebagai ibu rumah tangga.

III. PEMERIKSAAN FISIS


STATUS GENERALIS
 KU : Sakit sedang/ Compos mentis/ Gizi Baik
TB 153 cm; BB 55 kg (IMT : 23.49 kg/m2)
 Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 120/90 mmHg
- Nadi : 82x/menit
- Pernapasan : 22x/menit
- Suhu : 36,7 oC
- NRS : 0/10 (23 Maret 2018)
IV. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
STATUS LOKALIS
 Inspeksi

Gambar 1: Oculus dextra et sinist

2
(a) (b)
Gambar 2: (a) Oculi Dextra, (b) Oculi sinistra

PEMERIKSAAN OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Apparatus Lakrimasi (+) Lakrimasi (-)
Lakrimalis
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Bola mata Normal Normal
Normal ke segala arah Normal ke segala arah
Mekanisme
muskular

Kornea Keruh, warna Jernih


kekuningan kesan
melting
Bilik Mata Depan Normal Normal
Iris Coklat Coklat, kripte (+)
Pupil sulit dinilai Bulat, sentral, RC(+)
Lensa sulit dinilai Keruh, iris shadow
(+)

3
 Palpasi
Pemeriksaan OD OS
Tensi okuler Tn Tn
Nyeri tekan Ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Glandula preaurikuler Tidak ada Tidak ada pembesaran
pembesaran

 Visus
VOD : 1/300
VOS : 20/30 f

 Tonometer (NCT)
TOD = 18 mmHg
TOS = 16 mmHgd

 Color Sense : tidak dilakukan pemeriksaan

 Light Sense :
OD : sulit dinilai

OS : RCL (+), RCTL (+)

 Campus Visual: tidak dilakukan pemeriksaan

4
 Penyinaran objek
PEYINARAN OBLIK OD OS

Konjungtiva Hiperemis (+),mixed Hiperemis (-)


injeksio
Kornea Keruh Jernih
Kesan melting
Bilik Mata Depan normal Kesan Normal

Iris coklat Coklat,


Kripte (+)

Pupil Sulit dinilai Bulat, Sentral,


RC (+)

Lensa Sulit dinilai keruh

 Slit Lamp
Hasil :
SLOD : Konjunctiva hiperemis (-), kornea kesan melting, bilik
mata depan sulit dinilai, iris coklat & pupil sulit dinilai, lensa sulit
dinilai.
SLOS : Konjunctiva hiperemis (-), kornea jernih, bilik mata
depan kesan normal, iris coklat & kripte (+), pupil bulat, sentral,
reflex cahaya (+), lensa keruh

 Tes Effloresence : Positif (OD)

 Pemeriksaan gram : Gram Negatif

5
 RESUME
Pasien dirujuk dari RS Bantabantaeng dengan keluhan penglihatan
kabur sejak ± 1 bulan yang lalu secara perlahan-lahan dan berterusan.
Penglihatan kabur dirasakan sepanjang masa dan akhir akhir ini
hanya melihat cahaya sahaja. Menurut pasien Titik putih pada mata
hitam dilihat sejak 3 hari selepas kejadian. Sebelum itu pasien
merasakan ada pasir yang masuk ke mata ketika beliau lagi berkebun.
Pasien langsung menggosok mata dan merasakan sedikit pedih dan
nyeri, nyeri dan pedih di mata bertambah. 3 hari kemudian pasien ke
Rs Bantabantaeng untuk mendapatkan rawatan dan obat tetes mata
vigamox. Pasien kemudiannya dirujuk RS Unhas. Riwayat rawat inap
di Rs Unhas dengan keluhan yang sama. Pasien di rawat inap selama
5 hari. Silau tidak ada, nyeri mata ada, mata merah ada, keluar air
mata ada, kotoran mata berlebihan ada, gatal tidak ada, nyeri ada,
rasa mengganjal ada, rasa berpasir ada pada awal nyeri, riwayat
trauma ada.pemeriksaan slit lamp SLOD : Konjunctiva hiperemis (-),
kornea kesan melting, bilik mata depan sulit dinilai, iris coklat & pupil
sulit dinilai, lensa sulit dinilai. SLOS dalam batas normal .Tes
Effloresence didapatkan Positif (OD) dan Pemeriksaan gram
didapatkan Gram Negatif.

V. DIAGNOSIS
OD Ulcus cornea et causa bakteri gram negatif

VI. PENATALAKSANAAN
 Tobio ED 1gtt/ 4jam / OD
 Tropin 1gtt / 4jam / OD

6
VII. PROGNOSIS
 Quo ad Visam : Dubia ed Malam
 Quo ad Functionam : Dubia ed Malam
 Quo ad Sanationam : Dubia ed Malam
 Quo ad Cosmeticum : Dubia ed Malam

VIII. DISKUSI
Pasien ini di diagnose dengan ulcus kornea et causa trauma.
Menurut dari proses anamnesa pasien pada mulanya pergi berkebun
dan matanya di masuki pasir. Pasien langsung menggososk
matanya. Pasien segera merasa perih, dan nyeri. Disini pasien juga
mengalami mata merah atau di kenali sebagai hiepermis dan juga
pasien mulai ada photophobia dan adanya air mata yang sanngat
banya.
Mata merah yang dialami pasien disebut sebagai injeksio siliaris
dimana adanya proses inflamasi di bagian mata depan. Seperti yang
diketahui umum. Kornea merupakan bagian mata yang avaskular.
Disitu tempat dimana tidak ada pembuluh darah namun banyak nya
saraf di bagian yang sama.
Apabila adanya sebarang luka atau defek pada jaringan secara
fisiologis aka nada proses inflamasi. Disebabkan bagian kornea
avaskular maka proses inflamasi dipicu olegh stroma dahulu dan
akan diikuti oleh pembuluh darah yang sedikit jauh dari bagian retina.
Maka dari situ kita akan melihat satu tanda yang dinamakan injeksio
ciliaris oleh kerana vasodilatasi pada pembuluh darah disebabkan
oleh proses inflamasi.
Proses inflamasi ini akan menghasilkan infiltrate yaitu PMN,
macrofag dan lain lain. Pengumpulan macrofag ini akan berakhir di
bilik mata depan. Dan akhirnya akan menyebabkan kornea yang tadi
keliatan jernih jadi sedikit keruh dan juga batas nya mulai tidak tegas.

7
Selain dari itu akan ada penurunan epitel yang memngarah kepada
ulcus di bagian cornea.
Cornea yang seperti yang telah di jelaskan kaya dengan saraf akan
mendapat sinyal tentang defek jaringan kornea. Disini adanya rasa
perih dan sakit pada waktu yang sama, pasien akan secara tidak
lansung akan mempunyai efek fotofobia dan blefarospasm.
Pada pemeriksaan slit lamp didapatkan pasien mengalami kornea
yang sngat keruh adanya kesan melting, makanya pasien dikatakan
mempunyai ulcus conea pada keparahan yang tinggi kerna ia bisa
menyebabkan perforasi.
Selain itu pada pemeriksaan effloresence hasil tes nya adalah positif
maka terlihat kornea yang diwarnai dengan warna hijau,
menandakan adanya defek pada jaringan.
Tes pemeriksaan gram telah dijalankan, bagi menentukan adakah
ulcus disebabkan Bakteri atau jamur. Dan selepas dilakukan kerokan
pada mata, hasilnya pasien di jangkiti bakteri gram negative.
Pengobatan bagi pasien ini, diberikan cycoplegic bagi tropin untuk
menurunkan inflamasi dan mengistirehatkan mata. Selain itu
cycoplegic bisa mencegah sinekia posterior.
Pasien juga diberikan antibiotic tobro khusus untuk jangkitan bakteri
gram negative.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 PENDAHULUAN

Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama


kebutaan dan ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan
gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis
penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. ¹

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang


dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan
strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau
keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa”
bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.
Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan
cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera
pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan
hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang
bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata
prakornea berakibat film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan
penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma
kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi. ²

Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda
asing, dan dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya
bakteri atau jamur ke dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau
peradangan. Ulkus kornea merupakan luka terbuka pada kornea.
Keadaan ini menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan penglihatan dan
kemungkinan erosi kornea.

9
1.2 ANATOMI BOLA MATA [1,2,3]
Bola mata adalah jaringan dengan struktur padat kenyal tekanan
tertentu di dalamnya dalam mempertahankan bentuk bola mata. Bola
mata terbagi atas tiga bagian, yakni lapisan luar (pars fibrosa), lapisan
tengah (pars vaskulosa), dan lapisan dalam (pars nervosa). Retina
merupakan bagian daripada pars nervosa dari bola mata berperan dalam
fungsi penglihatan. Volume orbita biasa kira-kira 30 ml dan bola mata
hanya menempati sekitar seperlima bagian rongga.

Gambar 3: Anatomi Mata

Media refrakta
Seseorang dapat menerima stimulus objek kerana adanya media
refrakta yang membenarkan sinar cahaya masuk ke mata dan diterima
oleh retina untuk dihantar ke otak melalui saraf optic. Media refrakta
tersebut mesti dalam keadaan jernih dan transparan supaya sinar cahaya
dapat melaluinya. Terdapat empat media refrakta di dalam mata yaitu
kornea, akuos humor, lensa dan vitreous humor.

1. Kornea

10
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata
sebelah depan dan terdiri atas lapis epitel, membrane bowman,
stroma, membrane descement, dan endotel. Tebalnya kira-kira 1mm
dan tidak mempunyai pembuluh darah. Kornea mempunyai
pembuluh limfe sendiri. Daya refraksinya adalah 40-50 dioptri.

2. Akuos humor
Akuos humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus
siliaris dan mengisi bilik mata anterior dan posterior. Akuos humor
mengalir dari korpus siliaris melewati bilik mata posterior dan anterior
menuju sudut kamera okuli anterior.
3. Lensa

Gambar 4: Anatomi lensa


Jaringan ini berasal dari ectoderm permukaan yang
berbentuk lensa di dalam mata dan bersifat bening. Lensa dalam
bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus
cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis
pada saat terjadinya akomodasi.

11
Lensa dibungkus oleh kapsul anterior dan kapsul posterior.
Lensa terdiri dari 65% air dan 35% protein. Tempatnya
dipertahankan oleh ligamentum siliaris atau Zonula Zinn. Lensa
mempunyai daya bias ± 20 dioptri sebagai media refraksi.
Pada orang dewasa, kekenyalan lensa dapat berkurang
akibat proses degenerasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya
presbiopia, kondisi di mana akomodasi semakin berkurang yang
menyebabkan penglihatan membaca jarak dekat memburuk.

4. Vitreous humor
Sering disebut juga vitreous, suatu gel yang mengisi ruang
antara lensa mata dan retina di dalam bola mata manusia atau
vebrata lainnya. Vitreous tidak berwarna dan transparan.

1.3 ULCUS CORNEA

I. Definisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat
supuratif disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan
kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma. [4]

II. Epidemiologi
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada
penyebabnya. Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per
100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi
terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui

12
penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah
dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950
keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan
peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan
penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat
imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama
2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur.
Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus
kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi
dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih
banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu
juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan
61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya
kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan
resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.3

III. Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui
cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina,
karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan
tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan
kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan
bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil
apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan
yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. [2]
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu
peradangan tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang
mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea,
wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma

13
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian
disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus
dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi
infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat,
yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan
batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat
terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea. [2]
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan
lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat
menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.
Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada
ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. 1

Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk


jaringan parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada
proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar
dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial
maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan
sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang
akan menyebabkan terjadinya sikatrik [5]

14
IV. Etiology [1,2]
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan
spesies Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir
semua ulkus berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak
dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang
bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.

 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium,


Aspergilus, Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
 Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering
dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-
vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan
menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk
disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi
virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).

 Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat
didalam air yang tercemar yang mengandung bakteri dan
materi organik. Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah
komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan
sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan
pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang
tercemar.

15
b. Noninfeksi
 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan
anorganik, organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam
mengenai mata maka akan terjadi pengendapan protein
permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka
tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat
superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan
pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan
kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.

 Radiasi atau suhu


Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar
matahari yang akan merusak epitel kornea.

 Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai
keratokonjungtivitis sicca yang merupakan suatu keadan
mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film air
mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra
atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-
bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat
timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea
terpulas dengan flurosein.

 Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena
kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi
di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.

16
 Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan
golongan imunosupresif.

 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.


 Pajanan (exposure)
 Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
 Granulomatosa wagener
 Rheumathoid arthritis

V. Klasifikasi [2]
1. Ulkus kornea sentral

a. Ulkus kornea bakterialis


b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

VI. Manifestasi klinis [2,4,5]


Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :

Gejala Subjektif

 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva


 Sekret mukopurulen
 Merasa ada benda asing di mata
 Pandangan kabur

17
 Mata berair
 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
 Silau
 Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus
terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan
lapisan epitel kornea.

Gejala Objektif

 Injeksi siliar
 Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
 Hipopion

VII. Diagnosis [5,6]


Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan
laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering
dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya
riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi
virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan
riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama
keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya
injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea.
Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :

18
 Ketajaman penglihatan
 Tes refraksi
 Tes air mata
 Pemeriksaan slit-lamp
 Keratometri (pengukuran kornea)
 Respon reflek pupil
 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
 Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa
atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan
spatula kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop
dilakukan pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi
dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid
Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau
agar ekstrak maltosa.

VIII. Penatalaksanaan [4,5,6]


Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat
tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik
dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak
terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.

a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah

1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya


2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering
mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang
bersih

19
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis

1. Pengobatan konstitusi

Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan


keadaan umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya
harus diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara yang baik,
lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung
vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus
yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan
pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc
susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik.
Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan
sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.

2. Pengobatan lokal

Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera


dihilangkan. Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan
diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati
dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau
tempat lain harus segera dihilangkan.

Infeksi pada mata harus diberikan :

 Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,


Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2
minggu.

Efek kerja sulfas atropine :

- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.


- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.

20
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan
mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru

 Skopolamin sebagai midriatika.


 Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes
pantokain, atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.

 Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau
yang berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau
injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak
diberikan salap mata karena dapat memperlambat
penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea
kembali.

 Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh
terbatasnya preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis
keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi :

1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal


amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml,
Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa,
berbagai jenis anti biotik

21
 Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik
diberikan streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti
biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat
indikasi.

Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A,


PAA, interferon inducer.

Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif


karena dapat menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan
memberikan media yang baik terhadap perkembangbiakan kuman
penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa
sekret guna mengurangi rangsangan.

Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :

1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan
murni trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai
berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama
dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan
luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan
melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik
menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada
ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap
konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.

22
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan
berikan sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring
dan jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps
iris dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan :

 Iridektomi dari iris yang prolaps


 Iris reposisi
 Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
 Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung
lama, kita obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja,
sampai akhirnya sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan
juga secara sistemik.

3. Keratoplasti

Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan


diatas tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang
mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan
kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :

1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita


2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi


kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang
tampak kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan
mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.

- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk


kedalam mata

23
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak
bisa menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu
dalam keadaan basah
Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai
dan merawat lensa tersebut.

IX. Prognosis
Prognosis tergantung dari kedalaman ulcus serta ada atau tidak
adanya komplikasi

24
DAFTAR PUSTAKA
Khurana, A. K. (2007). Comprehensive Ophthalmology. New Delhi: New Age International
(P) Limited Publisher.

Lang, G. K. (2006). Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. New York: Thieme.

Leitman, M. W. (2007). Manual for Eye Examination and Diagnosis. New Jersey:
Blackwell Publishing.

Palay, D. A. (2005). Primary Care for the Primary Care Physician. Philadelphia: Elsevier
MOSBY.

Syawal, R. (2018). Buku Ajar Gabungan Mata. Makassar.

tanto, c. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

25

Anda mungkin juga menyukai