Anda di halaman 1dari 13

ANALISA UNDANG-UNDANG NO.

40 TAHUN 2004

TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

Dr. Ahmad Jamaluddin

Dr. Muhammad Bayu Dento, SE

Ns. Kokom Komariah, S.Kep

PENDAHULUAN

Pada tahun 2000, untuk pertama kalinya kata-kata “kesehatan” masuk dalam pasal 28H
UUD 45 hasil amandemen tahun 2000 “…setiap penduduk berhak atas pelayanan
kesehatan”. Pencantuman hak terhadap pelayanan kesehatan bertujuan untuk menjamin
hak-hak kesehatan yang fundamental sesuai dengan deklarasi Hak Asasi Manusia oleh PBB
di tahun 1947.

Penjaminan hak tersebut diperkuat dengan amandemen UUD 45 tanggal 11 Agustus 2002
pasal 34 ayat 2 “Negara mengembangkan jaminan sosial bagi seluruh rakyat….” Dan ayat 3
“Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan….”

Dengan amandemen tiga pasal tersebut, tugas pemerintah semakin jelas yaitu secara
eksplisit menempatkan kesehatan sebagai bagian utama dari pembangunan rakyat yang
harus tersedia secara merata bagi seluruh rakyat.

KONSEP DASAR

Dalam merumuskan konsep jaminan sosial untuk Indonesia, sistem jaminan sosial harus
dibangun diatas tiga pilar yaitu:

Pilar pertama yang terbawah adalah pilar bantuan sosial (social assistance) bagi mereka
yang miskin dan tidak mampu atau tidak memiliki penghasilan tetap yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Dalam praktiknya, bantuan sosial ini
diwujudkan dengan bantuan iuran oleh pemerintah agar mereka yang miskin dan tidak
mampu dapat tetap menjadi peserta SJSN.

Pilar kedua adalah pilar asuransi sosial yang merupakan suatu sistem asuransi yang wajib
diikuti bagi semua penduduk yang mempunyai penghasilan (diatas garis kemiskinan)

Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 1


dengan membayar iuran yang proporsional terhadap penghasilannya/upahnya. Pilar satu
dan pilar kedua ini merupakan fondasi SJSN untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang
layak yang harus diikuti dan diterima oleh seluruh rakyat (pilar jaminan sosial publik).

Pilar ketiga adalah pilar tambahan atau suplemen bagi mereka yang menginginkan jaminan
yang lebih besar dari jaminan kebutuhan standar hidup yang layak dan mereka yang
mampu membeli jaminan tersebut (pilar jaminan swasta/privat yang berbasis
sukarela/dagang). Pilar ini dapat diisi dengan membeli asuransi komersial (baik asuransi
kesehatan, pensiun, atau asuransi jiwa), tabungan sendiri, atau program-program lain yang
dapat dilakukan oleh perorangan atau kelompok seperti investasi saham, reksa dana, atau
membeli properti sebagai tabungan bagi dirinya atau keluarganya.

Pada pilar ketiga jaminan kesejahteraan, yang akan dipenuhi adalah keinginan (want,
demand) sedangkan pada dua pilar pertama yang dipenuhi adalah kebutuhan (need).

Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 2


ANALISA KEBIJAKAN

Ada serangkaian komponen, proses, alokasi sumber daya, aktor dan kekuasaan yang
berperan di penetapan kebijakan sebagai sebuah sistem. Secara sederhana konsep
penetapan kebijakan sebagai sebuah sistem digambarkan oleh Easton dalam pendekatan
Model Sistem Easton

A system diagram of the policy-making process

Environment

Demands Outcomes
Inputs

Policy Decisions
Support
making actions
Resources Outputs
Environment Environment

Feedback

Environment

INPUT

1. Demands

Sistem Kesehatan Indonesia harus memihak rakyat. Saat ini sistem pembayaran jasa
per pelayanan (fee for service) yang diterapkan Indonesia, meskipun pelayanan
tersebut disediakan di RS publik.

Rakyat yang membayar lebih banyak mendapat pelayanan yang lebih banyak atau lebih
baik mutunya, you get what you pay for. Padahal, di seluruh dunia, prinsip keadilan
yang merata (setara) atau equity yang digunakan adalah equity egalitarian, yang pada
prinsipnya menjamin bahwa setiap penduduk mendapat pelayanan sesuai dengan
kebutuhan medisnya (you get what you need), dan bukan sesuai kemampuannya
membayar.

Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 3


2. Resources

Sumber daya adalah asset yang dimiliki oleh Pemerintah untuk memenuhi demand
yang telah diajukan. Dalam hal ini sumber daya tersebut adalah

a. Adanya badan usaha milik negara yang sudah menyelenggarakan jaminan sosial
terbatas seperti PT Jamsostek, PT. ASABRI, PT. ASKES, PT. Taspen sebagai modal
infrastruktur awal.

b. Kemampuan negara dalam hal keuangan dan sumber daya manusia.

3. Support

a. Sistem politik yang kondusif.

b. Dukungan masyarakat, akademisi, kelompok profesi, partai politik dan kelompok


kepentingan lain.

c. Institusi pengembangan SDM kesehatan, mencakup pendidikan, pelatihan, dan


penelitian.

d. Insitusi Pemberi Layanan Kesehatan mulai dari layanan dasar sampai rujukan.

PROSES

Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 4


A. Proses Legislasi dan Litigasi

1. Riset

a. Status kesehatan penduduk Indonesia, dan perbandingannya dengan negara lain.


Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2005 menunjukkan bahwa angka
kematian bayi di Indonesia masih 46 per 1.000 kelahiran hidup, sementara di
Muangtai 29, Filipina 36, Srilanka 18, dan Malaysia 11 per 1.000 kelahiran hidup.

b. Korelasi status kesehatan dengan kinerja sistem kesehatan, khususnya pendanaan


kesehatan. Tahun 2011, anggaran naik menjadi Rp 26,2 triliun atau hampir 3 persen
dari APBN 2011. Jika mengacu kepada UU Nomor 36 Tahun 2009, anggaran
kesehatan seharusnya minimal 5 persen dari APBN.

c. Penelitian Thabrany, dkk (2000) menunjukkan bahwa 10% rumah tangga termiskin
harus menghabiskan 230% penghasilannya sebulan untuk membiayai sekali rawat
inap anggota keluarganya. Sementara keluarga 10% terkaya hanya menghabiskan
120% penghasilan keluarga sebulan untuk membiayai satu kali rawat inap anggota
keluarganya. Akibatnya akses terhadap pelayanan rumah sakit menjadi sangat tidak
adil, karena penduduk miskin tidak mampu membiayai perawatan.

d. Mahlil Rubi (2007) dalam disertasinya menemukan bahwa 83% rumah tangga
mengalami pembayaran katastropik ketika satu anggota rumah tangga
membutuhkan rawat inap. Artinya, sebuah rumah tangga akan jatuh miskin (sadikin,
sakit sedikit jadi miskin), karena harus berhutang atau menjual harta benda untuk
biaya berobat di RS, bahkan di rumah sakit publik.

2. Membangun Argumentasi

a. Aspek hukum dan hak asasi manusia, yaitu Deklarasi PBB tentang HAM Tahun 1948
dan Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952. Di Indonesia, jaminan sosial diamanatkan
dalam UUD Tahun 1945 dan perubahannya Tahun 2002, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20,
Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), serta pasal 34 ayat (1) dan ayat (2).

b. Kondisi sistem kesehatan Indonesia yang sangat tidak memihak kepada rakyat. Hal
ini tercermin dari sistem pembayaran jasa per pelayanan (fee for service) yang
diterapkan Indonesia, meskipun pelayanan tersebut di sediakan di RS publik.
Sehingga rakyat Indonesia menghadapi ketidak-pastian (uncertainty) dalam
memperoleh pelayanan kesehatan. Di rumah sakit publik sekalipun, rakyat tidak
tahu berapa biaya yang harus dibayarnya jika ia atau seorang keluarganya dirawat,

Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 5


sampai ia keluar dari rumah sakit. Tidak jarang jika kemudian akhirnya rakyat
mencari pengobatan tradisional atau tidak berobat karena ketiadaan uang, yang
berakhir dengan tingginya angka kematian dan rendahnya usia harapan hidup.

c. Sistem kesehatan di Indonesia jauh dari cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Rakyat kecil sangat terbebani dengan sistem kesehatan yang diperdagangkan.
Rakyat yang membayar lebih banyak mendapat pelayanan yang lebih banyak atau
lebih baik mutunya, you get what you pay for. Padahal, di seluruh dunia, prinsip
keadilan yang merata (setara) atau equity yang digunakan adalah equity egalitarian,
yang pada prinsipnya menjamin bahwa setiap penduduk mendapat pelayanan sesuai
dengan kebutuhan medisnya (you get what you need), dan bukan sesuai
kemampuannya membayar.

d. Berbagai Penelitian menunjukkan bahwa kesenjangan pelayanan (inequity,


ketidakadilan/ketidak-setaraan) hanya dapat diperkecil dengan memperbesar porsi
pendanaan publik, baik melalui APBN (tax funded) maupun melalui sistem asuransi
kesehatan sosial. Sayangnya, pendanaan kesehatan bersumber pemerintah sangat
kecil dan cakupan asuransi kesehatan yang sustainable di Indonesia masih sangat
rendah.

e. Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial yang


diselenggarakan negara guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layak, sebagaimana dalam Deklarasi PBB tentang HAM
Tahun 1948 dan Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952. Di Indonesia, jaminan sosial
diamanatkan dalam UUD Tahun 1945 dan perubahannya Tahun 2002, Pasal 5 ayat
(1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), serta pasal 34 ayat (1) dan
ayat (2).

3. Membuat Konsep Tanding

a. Tahun 1990-an, muncul konsep JPKM.

b. Membuat usulan Strategi Pendanaan Jaminan Kesehatan Indonesia dalam bentuk


Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 6


B. Proses Politik & Birokrasi

Lobby, mediasi, kolaborasi, dan hearing dilakukan dengan DPR sebagai lembaga
legislatif. Proses ini berlanjut dengan :

a. Keluarnya TAP MPR RI No. X/MPR/2001 menugaskan kepada Presiden RI untuk


membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional.

b. Tap MPR ini direalisasikan dengan dibentuknya Kelompok Kerja Sistem Jaminan
Sosial Nasional (Pokja SJSN) Tahun 2001 oleh Wakil Presiden RI (Kepseswapres,
No. 7 Tahun 2001, 21 Maret 2001), dengan tugas utama menyiapkan Naskah
Akademik (NA) SJSN dan konsep Rancangan Undang-Undang (RUU) SJSN.
Kepseswapres tersebut diperbaharui dengan Keppres No. 20 Tahun 2002, tanggal 10
April 2002, tentang pembentukan Tim SJSN dengan bentuk penugasan yang sama.

c. Studi banding, lokakarya, pembahasan informal dengan DPR RI, sosialisasi, dan
masukan dari masyarakat lainnya. Penyusunan NA SJSN merupakan langkah awal
dirintisnya penyusunan RUU SJSN.

d. Naskah Akademik SJSN mengalami perubahan dan penyempurnaan hingga 8


(delapan) kali dan naskah terakhir dihasilkan tertanggal 26 Januari 2004.NA SJSN
secara lengkap diterbitkan terpisah dan selanjutnya dituangkan dalam konsep RUU
SJSN. Perkembangan pembahasan sejak konsep awal RUU SJSN, 9 Februari 2003,
terdiri dari 11 (sebelas) bab dan 42 (empat puluh dua) pasal, hingga konsep
terakhir, 14 Januari 2004, terdiri dari 12 (dua belas) bab dan 74 (tujuh puluh
empat) pasal, yang diserahkan oleh Tim SJSN kepada Pemerintah, setelah
mengalami 52 (lima puluh dua) kali perubahan dan penyempurnaan.

e. Kemudian Pemerintah menyerahkan RUU SJSN yang terdiri dari 12 (dua belas)
bab dan 80 (delapan puluh) pasal kepada DPR RI pada tanggal 26 Januari 2004.

f. Selama pembahasan Pemerintah dengan Pansus RUU SJSN DPR RI, RUU SJSN
hingga diterbitkannya UU SJSN telah mengalami 3 (tiga) kali perubahan.
Sehingga dalam perjalanannya, konsep RUU SJSN hingga diterbitkan menjadi UU
SJSN telah mengalami perubahan dan penyempurnaan sebanyak 56 (lima puluh
enam) kali. UU SJSN tersebut secara resmi diterbitkan menjadi UU No. 40 Tahun
2004 tentang SJSN pada tanggal 19 Oktober Tahun 2004, terdiri dari 9 bab dan 53
(lima puluh tiga) pasal.

Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 7


C. Proses Sosialisasi, Konsultasi & Mobilisasi

a. Sosialisasi dan pembelajaran politik kepada masyarakat melalui media massa

b. Konsolidasi dengan akademisi, kelompok profesi, pelaku pembiayaan kesehatan, dan


lain-lain, melalaui seminar, lobby dan forum akademis.

Melalui proses ini diharapkan ada perubahan perilaku dan kesiapan masyarakat dan
seluruh stakeholder untuk menerima dan melaksanakan UU SJSN.

OUTPUT

Setelah melalui proses panjang, akhirnya UU SJSN (Nomor 40/2004) diundangkan Presiden
Megawati pada hari terakhir beliau berada di Istana.

FEED BACK

1. Uji Materi UU SJSN Dan Keputusan Mahkamah Konstitusi RI Tertanggal 31


Agustus 2005

Dalam kurun waktu kurang lebih 4 bulan sejak disahkan, tepatnya 21 Februari 2005, UU
SJSN telah diajukan untuk dilakukan uji materi yang keputusannya dibacakan oleh
Mahkamah Konstitusi pada tanggal 31 Agustus 2005. Uji materi diajukan oleh beberapa
wakil Pemerintah Daerah (DPRD Propinsi Jawa Timur, Pengurus Bapel JPKM Propinsi Jawa
Timur, Pengurus Satpel JPKM Kabupaten Rembang dan Pengurus Perbapel JPKM
DKI Jakarta) yang berpendapat bahwa hak dan kewenangan konstitusionalnya
dirugikan oleh berlakunya UU SJSN.

Penggugat menyatakan bahwa UU SJSN bertentangan dengan Undang-Undang Dasar


Negara R.I tahun 1945 dan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta
menyatakan bahwa Pemerintah Pusat (Departemen Kesehatan) telah menafsirkan UU SJSN
secara sepihak melalui penerbitan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1241 tahun 2005
tentang Penugasan PT ASKES sebagai Pengelola Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
Miskin.

Permasalahan tersebut diajukan ke Mahakamah Konstitusi, dan pada tanggal 31 Agustus


2005 Mahkamah Konstitusi dalam sidang pleno terbuka untuk umum telah mengucapkan
putusan terhadap perkara nomor 007/PUU-III/2005 yaitu perkara pengujian Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional khususnya Pasal 5

Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 8


ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) serta pasal 52 terhadap Undang-Undang Dasar Negara RI
Tahun 1945.

Amar Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut selengkapnya sebagai berikut :

1. Menyatakan Pasal 5 ayat (2), (3), (4) UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 4456) bertentangan dengan UUD Negara RI 1945;

2. Menyatakan Pasal 5 ayat (2), (3), (4) UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 4456) tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat;

3. Menolak permohonan Pemohon terhadap Pasal 5 ayat (1) dan pasal 52;

4. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara sebagaimana


mestinya;

5. Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan menurut


Pasal 57 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, wajib dimuat dalam
jangka waktu paling lambat 30 hari kerja sejak putusan diucapkan.

Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian:

1. Permohonan pengujian terhadap Pasal 5 ayat (3) dikabulkan dengan


pertimbangan hukum bahwa apabila keberadaan Pasal 5 ayat (3) tersebut
dipertahankan akan menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum,
karena materinya sudah tertampung dalam Pasal 52.

2. Pasal 5 ayat (2) walaupun tidak dimohonkan dalam petitum namun ayat ini
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari ayat (3)
sehingga jika dipertahankan juga akan menimbulkan multitafsir dan
ketidakpastian hukum sebagaimana Pasal 5 ayat (3). Pasal 5 ayat (2) dan ayat
(3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 sangat berpeluang menimbulkan
multi interpretasi, karena terdapat rumusan yang saling bertentangan
dengan ayat lain yang bermuara pada ketidakpastian hukum, karena itu
bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RI
Tahun 1945.

3. Permohonan pengujian terhadap Pasal 5 ayat (4) dikabulkan dengan

Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 9


pertimbangan hukum bahwa Pasal 5 ayat (4) menutup peluang bagi Pemerintah
Daerah untuk membentuk dan mengembangkan badan penyelenggara jaminan
sosial tingkat daerah dalam kerangka sistem jaminan sosial nasional.

Menolak permohonan pemohon untuk sebagian, yaitu menolak permohonan


pengujian terhadap Pasal 5 ayat (1) dengan pertimbangan bahwa pasal tersebut cukup
memenuhi kebutuhan pembentukan badan penyelenggara Jaminan Sosial Nasional di
tingkat pusat dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.
Pengujian terhadap pasal 52 juga ditolak dengan alasan untuk mengisi kekosongan hukum
dan menjamin kepastian hukum.

Pengaruh Mahkamah Konstitusi terhadap pelaksanaan UU SJSN adalah tidak signifikan.


UU SJSN telah memenuhi maksud Pasal 34 ayat (2) UUD RI 1945 karena sistem yang
dipilih mencakup seluruh rakyat dengan maksud untuk meningkatkan keberdayaan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Lebih
lanjut ditegaskan bahwa dengan sendirinya UU SJSN merupakan penegasan kewajiban
Negara atas Jaminan Sosial sebagai bagian dari hak asasi manusia, sebagaimana
dimaksud Pasal 28 H ayat (3) UUD Negara RI 1945.

2. Potensi Kelemahan UU SJSN

a. Undang-Undang SJSN mengharuskan adanya undang-undang lain mengenai Badan


Pelaksana Jaminan Sosial, yang sampai saat ini belum juga disahkan. Padahal
ketentuan peralihan pada undang-undang ini memberi waktu hanya lima tahun sejak
ditetapkan tanggal 19 Oktober 2004, yang berarti sudah melewati batas yang
ditentukan sejak Oktober 2009.

b. Kurangnya political will Pemerintah. Salah satu penyebabnya adalah karena Undang-
Undang SJSN disahkan oleh Ibu Megawati di hari-hari akhir periode kepresidenan.
Undang-Undang (UU) semacam ini sering disebut sebagai “Midnight Laws”. Dapat
dipahami bahwa periode kepresidenen berikutnya kurang merasa memiliki
(ownership) UU SJSN.

c. Undang-Undang SJSN tidak bicara banyak mengenai tradisi di sektor kesehatan,


termasuk peran para dokter. Masalah apakah para dokter akan kekurangan income
apabila menjalankan UU SJSN tidak dibahas. Kenyataannya memang sudah terjadi.
Model UU SJSN seperti Jamkesmas memberikan insentif rendah dibanding dengan
pembayaran out of pocket. Undang-Undang SJSN tidak bicara banyak mengenai

Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 10


bagaimana meratakan pelayanan kesehatan ke berbagai tempat, juga mengenai
tradisi masyarakat Indonesia yang tidak kenal risiko dan lain-lain.

d. Undang-Undang SJSN mencakup kesehatan dan berbagai aspek kesejahteraan dalam


hubungan pengusaha dengan buruh. Aspek ini sangat politis. Berbagai kepentingan
dan ideologi yang saling bertentangan dapat terjadi.

e. Dari isi Undang-Undang SJSN, pada segi kepesertaan ada beberapa hal yang kurang
jelas, karena semua yang akan diikutkan dalam program ini harus membayar iuran.
Iuran ditanggung oleh pemberi kerja. Bagaimanakah dengan buruh kontrakan,
petani, nelayan dan self employee lainnya?

f. Batasan untuk fakir miskin yang kurang jelas, dikhawatirkan ini akan menjadi
masalah dikarenakan tidak ada parameter yang baku. Kemudian untuk fakir miskin
yang iurannya ditanggung oleh pemerintah hanya menanggung sampai anggota
keluarga kelima, selebihnya kepala keluarga harus menambah sendiri iurannya.

g. Jika melihat produknya, SJSN ini banyak kemiripan dengan sistem asuransi multiguna
dimana ada bagian proteksi dan bagian investasinya. Bagian proteksi sudah dibahas
sebelumnya. Bagian investasi disini jika berhasil dilakukan akan bisa digunakan untuk
pembayaran dana pensiun anggota jika mereka sudah tidak bekerja. Masalah
investasi merupakan daerah yang berbahaya. Kalau tidak hati–hati dapat
menimbulkan kecurigaan terjadinya tindakan korupsi, kalau memang mau
dilaksanakan harus dengan akuntabilitas yang baik dan transparansi laporan, setiap
bulan anggota harus mendapatkan laporan pengembangan hasil investasinya.

h. Dari namanya Sistem Jaminan Sosial Nasional seharusnya UU ini seharusnya


mengatur juga tentang pendidikan dan perumahan rakyat, sebagaimana yang telah
diamanatkan dalam UUD 1945 bahwa pemerintah bertanggungjawab dalam
mensejahterakan rakyatnya.

AGENDA TINDAK LANJUT

A. Agenda Regulasi

1. Mempercepat penyusunan peraturan pelaksanaan UU 40/2004 tentang SJSN


pasca Putusan Mahkamah Konstitusi.

2. Memetakan dan mengharmonisasikan seluruh peraturan perundang-undangan

Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 11


yang terkait dengan penyelenggaraan SJSN - UU Nomor 40 Tahun 2004 pasca
Putusan Mahkamah Konstitusi.

3. Menetapkan kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan


sistem jaminan sosial nasional secara tegas dan rinci dalam peraturan pelaksana
UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah.

4. Mempercepat proses penyusunan RUU Badan Penyelenggara SJSN dengan


mengakomodasi aspirasi daerah.

B. Agenda Pengorganisasian SJSN

1. Membentuk BPJS segera setelah dasar hukum terbentuk.

2. Mempersiapkan peralihan PT ASKES, PT. JAMSOSTEK, PT. ASABRI, PT.


TASPEN menjadi BPJS.

C. Agenda Pembangunan Peranserta Stakeholder

1. Menyusun modul penyuluhan dan melaksanakan pelatihan bagi penyuluh


SJSN.

2. Sosialisasi dan diseminasi UU SJSN kepada stakeholder.

3. Membangun sumber daya manusia yang peduli dan paham sistem jaminan sosial.

4. Membangun opini publik yang kondusif untuk pengembangan Sistem Jaminan Sosial
Nasional.

D. Agenda Penyusunan Program Jaminan Sosial

1. Menyusun desain, strategi dan rencana perluasan cakupan kepesertaan dan manfaat
program jaminan sosial.

2. Meningkatkan peranserta pemerintah daerah untuk memperluas cakupan peserta


program jaminan sosial.

3. Menyiapkan infrastruktur dan fasilitas pendukung pengimplementasian program


Jaminan Sosial Nasional.

4. Menggalang kemitraan dan harmonisasi dengan seluruh stakeholder termasuk


lembaga-lembaga internasional.

Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 12


Referensi :

1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional,


Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150.

2. Soekamto, Hasbullah Thabrany, Bambang Purwoko. Reformasi Sistem Jaminan Sosial di


Indonesia (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi RI), Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2006.

3. Hasbullah Thabrany, Strategi Pendanaan Jaminan Kesehatan Indonesia dalam SJSN,


disampaikan pada Diskusi RPJMN Bappenas 29 April 2008

4. Laksono Trisnantoro, Apakah Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Dapat


Terus Dilaksanakan? Sebuah Analisis Sejarah dan Budaya, Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan - The Indonesian Journal of Health Service Management Volume 12/Nomor
03/September/2009.

Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 13

Anda mungkin juga menyukai