Withdrawal syndrome, atau dikenal juga dengan discontinuation syndrome , dapat terjadi
pada individu yang kecanduan obat dan alkohol yang menghentikan atau
mengurangi penggunaan obat pilihan mereka. Proses menghilangkan narkoba dan alkohol
dari tubuh dikenal sebagai detoksifikasi. Kecemasan, insomnia, mual, keringat, nyeri
tubuh, dan tremor adalah hanya beberapa dari gejala fisik dan psikologis dari penghentian
obat dan alkohol yang mungkin terjadi selama detoksifikasi. Withdrawal syndrome
terutama berfokus pada withdrawal dari
etanol, sedative-hipnotik, opioid, stimulan, dan gamma-hidroksibutirat (GHB)
A. Penghentian atau pengurangan penggunaan alkohol yang telah berat dan berkepanjangan
B. Terdapat dua atau lebih gejala berikut ini beberapa jam sampai beberapa hari
setelah kriteria A :
1) Hiperaktifitas otonom (berkeringat, denyut nadi lebih dari 100 kali/menit)
2) Tremor pada tangan
3) Insomnia
4) Nausea dan vomitting
5) Transien visual, taktil, halusinasi atau ilusi auditorik
6) Agitasi psikomotor
7) Anxietas
8) Kejang Grand mal
C. Gejala – gejala dalam kriteria B menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau
penurunan fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi – fungsi lain yang penting.
D. Gejala – gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan mental lainnya.
Kriteria Diagnostik
Amphetamine Withdrawal Syndrome
:
A. Penghentian atau pengurangan penggunaan amphetamine (atau substansi
sejenis) yang telah berat dan berkepanjangan.
B. Mood dysphoric dan dua (atau lebih) perubahan fisiologis berikut ini beberapa jam
sampai beberapa hari setelah kriteria A :
1) Fatigue
2) Mimpi buruk
3) Insomnia atau hipersomnia
4) Nafsu makan meningkat
5) Retardasi psikomotor atau agitasi
C.Gejala – gejala dalam kriteria B menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau
penurunan fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi – fungsi lain yang penting.
D. Gejala – gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan mental lainnya.
Kriteria Diagnostik
Cocaine Withdrawal Syndrome
:
A.Menggunakan cocaine terakhir.
B. Perilaku maladaptif yang signifikan secara klinis atau perubahan psikologis (seperti
euforia atau penumpulan afektif, perubahan dalam sosialisasi, hipervigilance,
sensitifitas interpersonal, anxietas, tegang atau marah, perilaku stereotip, gangguan
penilaian, atau ganguan fungsi sosial dan pekerjaan) yang terjadi ketika atau sesaat setelah
penggunaan cocaine.
C.Dua atau lebih gejala berikut ini yang muncul ketika atau sesaat setelah
penggunaan cocaine :
6) Agitasi psikomotor
7) Anxietas
1) Penghentian atau pengurangan penggunaan opioid yang telah berat dan berkepanjangan
(beberapa minggu atau lebih).
2) Pemberian antagonis opioid setelah masa penggunaan opioid.
B. Terdapat tiga atau lebih gejala berikut ini beberapa menit sampai beberapa
hari setelah
kriteria A :
1) Mood dysphoric
2) Nausea atau vomitting
3) Nyeri otot
4) Lakrimasi atau rinorrhea
5) Dilatasi pupil, piloereksi atau berkeringat
6) Diare
7) Menguap
8) Demam
9) Insomnia
C. Gejala – gejala dalam kriteria B menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau
penurunan fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi – fungsi lain yang penting.
D. Gejala – gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan mental lainnya.
Terapi
Pengatasan penyalahgunaan obat memerlukan upaya-upaya yang terintegrasi, yang
melibatkan pendekatan psikologis, sosial, hukum, dan medis. Kondisi yang perlu diatasi
secara farmakoterapi pada keadaan ketergantungan obat ada dua, yaitu kondisi
Intoksikasi dan kejadian munculnya gejala putus obat (“sakaw”). Dengan demikian,
sasaran terapinya bervariasi tergantung tujuannya:
1. Terapi pada intoksikasi/over dosis
tujuannya untuk mengeliminasi obat dari tubuh,
menjaga fungsi vital tubuh
2. Terapi pada gejala putus obat
tujuannya untuk mencegah perkembangan gejala supaya tidak semakin parah, sehingga
pasien tetap nyaman dalam menjalani program penghentian obat
Long acting BZD Sama, tapi tambah 5-7 hari utk Alprazolam paling
Tappering sulit dan butuh
waktu lebih lama
Perkembangan Terapi
Withdrawal syndrome adalah gejala-gejala yang timbul karena putusnya pemakaian
NAPZA. Terapinya dapat dilakukan baik secara farmakologi maupun nonfarmakologi.
Banyak penelitian yang menemukan penggunaan obat-obatan baru sebagai terapi penyakit ini
untuk hasil yang lebih baik. Pada salah satu penelitian yang dilakukan pada
tahun 2012 dilakukan perbandingan efikasi dan tingkat keamanan pada obat yang telah
lama digunakan untuk terapi withdrawal syndrome yaitu methadone dan obat baru
yaitu tramadol. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa tramadol memiliki efek
samping yang lebih jarang terjadi daripada methadone dengan efektivitas yang sama
dalam mengontrol gejala withdrawal syndrome sehingga tramadol dapat
dipertimbangkan sebagai pengganti methadone yang potensial. Pada penelitian lain yang
dilakukan tahun 2011 dengan objek penelitian berupa ikan zebra dilakukan
pengamatan terhadap zat mytraginine dan potensinya untuk terapi withdrawal syndrome.
Mytraginine adalah zat alkaloid yang dapat ditemukan pada daun tanaman Mytragina sp.
yang kemudian digunakan secara luas untuk meningkatkan pertahanan terhadap
kerasnya gejala-gejala withdrawal syndrome pada saat rehabilitasi dari penggunaan opiat.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian mytraginine pada pasien
dengan gejala withdrawal syndrome dapat menurunkan kadar produksi kortikotropin dan
prodynorphin pada otak sehingga dapat menekan stress dan kecemasan yang dipengaruhi
oleh hormon-hormon tersebut. Selama ini obat-obatan yang digunakan untuk
withdrawal syndrome bertujuan untuk mengurangi stress, namun mayoritas obat
tersebut akan berefek menekan kemampuan alami pasien untuk mengatasi stress
itu sendiri. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengatasinya. Pada
penelitian yang dilakukan di Perancis tahun 2011 dilakukan pengamatan pada
corticotrophin releasing factor (CRF) yang berhubungan dengan terjadinya stress.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa penggunaan reseptor-defisiensi CRF(2) dapat
meringankan distress pada masa withdrawal dari opiat tanpa menimbulkan efek kerusakan
pada otak dan organ neuroendokrin serta tidak mempengaruhi mekanisme stress
coping sebagai respons alami terhadap sindrom ini.
.
Komplikasi
Beberapa komplikasi medis dapat timbul setelah pemakaian alkohol dan narkoba jangka
panjang. Beberapa komplikasi lebih sering ditemukan dan menimbulkan dampak
serius pada gejala putus alkohol daripada gejala putus opiat atau zat stimulan lain. Berikut
komplikasi yang dapat ditemukan pada sindrom putus alkohol
Komplikasi metabolik
a.Ketoasidosis alkoholik ( AKA )
b. Gangguan elektrolit ( contoh: hipomagnesemia, hipokalemia, hipernatremia)
c. Defisiensi vitamin (contoh: thiamin, phytonadione, cynocobalamin, asam folat)
Kesimpulan
Withdrawal syndrome merupakan kumpulan gejala yang
terjadi pada individu yang kecanduan obat dan alkohol yang menghentikan atau
mengurangi penggunaan obat pilihan mereka. Gambaran umum dari withdrawal
syndrome adalah berupa gangguan psikologis seperti anxietas, depresi dan gangguan tidur,
sedangkan untuk gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Terapi yang
dibutuhkan untuk mengatasi withdrawal syndrome yaitu bergantung pada zat yang
mengakibatkan withdrawal syndrome tersebut.
Referensi : (pacific, western region. Clinical guidelines for withdrawal management and
treatment of drug dependence in closed setting. WHO. 2009)